You are on page 1of 17

Laporan Kasus Obs-Gin

PENDAHULUAN
Secara klinis gestational trophoblastic disease merupakan spektrum dari lesi
trophoblastic yang dikarakterisir oleh proliferasi dan maturasi abnormal dari trofoblas.
Penyakit trofoblas gestasional merupakan kelompok lesi heterogen, mencakup mola
hidatidosa, mola infasif, koriokarsinoma, dan tumor trofoblas dari tempat implantasi plasenta
yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari jaringan trofoblas.1,2
Mola hidatidosa merupakan jonjot-jonjot korion (chorionik villi) yang tumbuh
berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur.1,2,3 Kelainan ini merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas
gestasional, dimana terbentuk 2 bentuk yaitu mola komplit yang terjadi akibat pembuahan
telur kosong oleh satu sperma X yang kemudian membelah diri, dan mola parsial yang susuna
kromosomnya triploid dengan satu set kromosom paternal tambahan yang haploid akibat
pembuahan sel telur oleh 2 sperma. 2,4 Gejala klinik dari mola partial umumnya menyerupai
mola komplit tetapi biasanya lebih ringan. Mola komplit mempunyai resiko yang lebih besar
untuk berkembang menjadi keganasan trofoblastik.3,4,5
Penyebab mola tidak diketahui, faktor-faktor yang dapat menyebabkan antara lain :1,2,4,5
1. Faktor ovum : ovum patologik/mati tapi lambat dikeluarkan
2. Imunoselektif dari trofoblas
3. Keadaan sosial-ekonomi yang rendah.
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan nutrisi/protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
Mola hidatidosa dapat mengalami transformasi menjadi bentuk ganasnya yakni
koriokarsinoma. Koriokarsinoma adalah tumor ganas (maligna) dari trofoblas dan biasanya
timbul setelah kehamilan mola 50%, kehamilan aterem 25%, abortus atau kehamilan ektopik
25%.1,2,3

Secara klinis spektrum PTG (Penyakit Trofoblas Gestasional) yang meliputi

mola invasif, koriokarsinoma dan plasental site trofoblastik tumor lebih banyak ditemukan di
Asia. Di Indonesia diperkirakan sebanyak 15,3/10.000 sedangkan di AS sekitar 0,3/10.000
kehamilan dan di Eropa sekitar 0,2/10.000 kehamilan.
Kejadian koriokarsinoma dapat dipengaruhi oleh status sosial ekonomi, umur, gizi, dan
cosanguinitas (perkawinan atau keluarga).1,2,3 Koriokarsinoma dibagi dalam 2 golongan yaitu
golongan dengan resiko rendah dan golongan dengan resiko tinggi.1,2,3

Halaman 1

Laporan Kasus Obs-Gin

Pada golongan resiko rendah penyakit terbatas pada uterus atau terdapat di paru-paru,
di pelvis dan atau di vagina dengan kadar HCG tidak melebihi 100.000 mIU/ml. Sedangkan
pada golongan resiko tinggi penyakit tidak saja metastase di paru-paru dan alat-alat genital,
melainkan juga di otak, hepar atau di traktus digestivus.

Diagnosis seringkali dibuat

terlambat, oleh karena hanya 30% terdapat mola hidatidosa dalam anamnesis.

Dalam

golongan resiko tinggi ini tidak jarang lebih menonjol gejala-gejala yang disebabkan oleh
metastasis, misalnya ikterus atau perdarahan dalam otak.

Diagnosis dalam hal ini baru

dipikirkan apabila kadar HCG tinggi.


Penanganan penyakit trofoblas gestasional diperlukan follow up yang teratur penilaian
resiko tinggi.1,2
Pemeriksaan penunjang pada mola hidatidosa adalah laboratorium yakni kadar beta
HCG, ultrasonografi, CT scan.
Diagnosis klinis koriokarsinoma di RSHS ditegakan bila :
1. Penderita mola hidatidosa dan follow up :

Minggu ke 4 pasca evakuasi beta HCG > 1000 mIU/ml atau

Minggu ke 6 pasca evakuasi beta HCG > 100 mIU/ml atau

Minggu ke 8 pasca evakuasi beta HCG > 30 mIU/ml atau

Dengan atau tanpa adanya tanda-tanda klinis dari pertumbuhan baru jaringan trofoblas
atau metastase tempat lain.

2. Penderita dirujuk dari tempat lain dengan bukti-bukti pernah menderita mola hidatidosa
dan saat masuk RSHN pada penderita terdapat kriteria-kriteria yang sesuai untuk diagnosa
koriokarsinoma klinis seperti pada poin satu diatas.
Penanganan pada koriokarsinoma oleh karena riwayat abortus dan molahidatidosa
harus dilakukan secepat dan setepat mungkin. Pengelolaan koriokarsinoma diberbagai pusat
pengelolaan penyakit trofoblas berbeda-beda walaupun pada dasarnya mengakui skor
prognostik WHO sebagai pegangan umum dengan variasi-variasi tertentu.
Prognosa dari penyakit trofoblas dibuat berdasarkan skorsing dari berbagai faktor yang
tertera pada tabel, sebagai berikut :4,5,9,10,11
Faktor Prognosis

Skor 1

Umur (tahun)

< 39

>39

Kehamilan sebelumnya

MH

Abortus

Skor 2

Skor 4

Aterem

Halaman 2

Laporan Kasus Obs-Gin

Periode laten (bulan)


Beta HCG (IU/L)

4
<103

46
103 104

ABO Group (Wanita x Pria)

OxA
AxO

B
AB

Besar tumor

7 12
104 105

> 12
106

3 5 cm

5 cm

Tempat metastasis

Limpa, Ginjal

Usus, Hati

Otak

Jumlah metastasis

14

48

1 jenis

2 jenis

Terapi sitostatika sebelumnya

Resiko rendah

: Skor 4

Resiko sedang

: Skor 5 7

Resiko tinggi

: Skor 8

Penanganan koriokarsinoma meliputi penanganan secara medikamentosa dan


penanganan secara psikososial dan psikoseksual.
Terapi tambahan ada 2 :
1. Operasi : merupakan terapi anjuran.
Histerektomi totalis bila :
a. Uterus lebih besar dari ukuran kehamilan 14 sampai 16 minggu, terutama pada wanita
diatas 35 tahun.
b. Perdarahan pervaginam yang tidak teratasi
c. Pengobatan sitostatika gagal
2. Radiasi : merupakan terapi tambahan pada :
-

metastasis intravagina

metastasis otak

metastasis paru-paru
Dari penelitian Kjerulff, dkk didapatkan bahwa hampir semua penderita yang

menjalani histerektomi puas dengan tindakan yang dilakukan dan merasa bahwa keadaan diri
mereka lebih baik daripada sebelum menjalani operasi tersebut.
Berikut ini akan dibahas laporan kasus mengenai koriokarsinoma dengan riwayat
molahidatidosa.

Halaman 3

Laporan Kasus Obs-Gin

LAPORAN KASUS
Identitas
Nama

: MM

Usia

: 32 Tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Suku / Bangsa

: Sanger Talaud / Indonesia

Agama

: Kristen Protestan

Suami

: AM

Usia

: 42 Tahun

Pekerjaan

: Tukang (bangunan)

Alamat

: Kolongan lingkungan V

MRS

: 16 April 2002

P0A2, 32 tahun, MRS 16 April 2002 dengan keluhan utama perdarahan dari jalan lahir.
Anamnesis :
Perdarahan dialami penderita sejak pagi hari, banyak bergumpal.
Hal yang sama dialami penderita 3 hari yang lalu.
Bulan februari penderita masuk Rumah Sakit dan dirawat dengan diagnosis Mola
Hidatidosa.
Pada tanggal 12 februari dilakukan kuretase, 1minggu kemudian diberikan suntikan
MTX 5 kali.
Penderita pulang dianjurkan kontrol poli.
Anamnesis Ginekologi :
Riwayat perkawinan : Penderita kawin satu kali dengan suami sekarang, lama
kawin 14 tahun.
Riwayat kehamilan

: A1 : 1992.

Mola hidatidosa, dikuret di RS Gunung

Wenang, dan difollow-up selama 1 tahun.


Riwayat haid

: Menarche 16 tahun, siklus haid teratur 28 30 hari, lama


haid 3 hari, tidak ada riwayat nyeri saat haid, HPHT : 20
10 2001.

Penyakit, operasi dan pemeriksaan dahulu ().

Halaman 4

Laporan Kasus Obs-Gin

Pemeriksaan Fisik
Status Praesens
Keadaan umum : Cukup,
Tanda vital

: Tensi :

Kesadaran : Compos Mentis


110

/70 mmHg, Nadi : 96 x/mnt, Respirasi : 24 x/mnt, Suhu

badan : 37 oC
Kepala

: Konjungtiva anemis /, sklera icterus /.

Leher

: Tidak ada kelenjar getah bening.

Toraks

: Jantung dan paru-paru dalam batas normal.

Abdomen

: Inspeksi
Palpasi

: Datar
: Lemas, nyeri tekan (), massa (), TFU : 4 jari
atas simfisis.

Perkusi

: Pekak berpindah ().

Auskultasi: Peristaltik (+) normal.


Status Ginekologi
Inspeksi

: Fluksus (+), fluor (), vulva tak

Inspekulo

: Fluksus (+), fluor (), vagina tak, portio livide (+), licin, OUE
tertutup.

Periksa dalam : Fluksus (+), vagina/vulva tak, portio licin lunak, nyeri goyang (),
OUE tertutup.
Korpus uteri sebesar 14 16 minggu.
A

/p bilateral : lemas, nyeri tekan (), massa ().

Kavum dougiasi : tidak menonjol.


Hasil LAB

: Hb : 11,6 gr%; Leukosit : 7.000/mm 3; Trombosit : 179.000/


mm3, HCG tanggal 20 Maret 2002 : 8.398 mIU/ml,
tanggal 19 April 2002 : 1.567 mIU/ml.

Diagnosa

: P0A2, 32 thn, dengan klinis khoriokarsinoma

Sikap

: MRS
Lab lengkap (HCG kuantitatif)
Foto thorax, USG, EKG
Sedia donor
Transamin, roburantia
Rencana sitostatika
Lapor supervisor advis : histerektomi
Halaman 5

Laporan Kasus Obs-Gin

Hasil konsul Radiologi ( 16 April 2002)

: Cor dan pulmo dalam batas normal.

Hasil konsul Cardiology ( 16 April 2002) : EKG normal.


Hasil USG : Uterus antefleksi membesar, didaerah kavum uteri tampak massa
hiperechoic bercampur hipoechoic dengan diameter 5,7 cm X 5,2 cm X
4 cm, kanan uterus tampak massa hipoechoic sampai sonoluscent
dengan diameter 5,2 X 6 cm
Kesimpulan : Koriokarsinoma + kista ovarium kanan.
OBSERVASI PRE OPERASI
Tanggal 17 April 2002
S

: Perdarahan ()

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 100/60 mmHg, N : 84 x/mnt, R : 24 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.
Abdomen : lemas, NT (), massa (), peristaltik (+).

: P0A2, 32 tahun, klinis koriokarsinoma.

: IVFD
Lab lengkap
Foto toraks
HCG kuantitatif
Transamin 3 x 1
Roborantia
Lapor konsulen

Tanggal 18 April 2002


S

: Perdarahan (+) sedikit

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 100/70 mmHg, N : 84 x/mnt, R : 24 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.
Abdomen : lemas, TFU 4 jasymp.

: P0A2, 32 tahun, klinis koriokarsinoma.

: IVFD
Tranfusi PRC 1 kg
HCG kuantitatif
Transamin 3 x 1
Roborantia

Halaman 6

Laporan Kasus Obs-Gin

Rencana sitostatika : MTX dan AcD


Lapor konsulen
Rencana USG
Tanggal 19 April 2002
S

: Perdarahan ()

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 110/80 mmHg, N : 84 x/mnt, R : 24 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.
Abdomen : lemas, TFU 4 jasymp.

: P0A2, 32 tahun, klinis koriokarsinoma.

: Kontrol HCG
USG
Transamin 3 x 1
Roborantia

Tanggal 20 April 2002


S

: Perdarahan (+) sedikit

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 110/80 mmHg, N : 84 x/mnt, R : 24 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.
Abdomen : lemas, TFU 3 jasymp.

: P0A2, 32 tahun, klinis koriokarsinoma.

: USG
Kontrol beta HCG
Lapor supervisor untuk terapi
Roborantia

Tanggal 22 April 2002


S

: Perdarahan (+) sakit

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 110/80 mmHg, N : 84 x/mnt, R : 24 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.
Abdomen : lemas, TFU 3 jasymp.

: P0A2, 32 tahun, klinis koriokarsinoma.

: Tunggu hasi beta HCG


Lapor supervisor untuk rencana terapi
Konsul meeting (karena resiko tinggi) : Rencana Histerektomi.
Halaman 7

Laporan Kasus Obs-Gin

Tanggal 23 April 2002


S

: Perdarahan (+) sakit

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 110/70 mmHg, N : 84 x/mnt, R : 24 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.
Abdomen : lemas, TFU 3 jasymp.

: P0A2, 32 tahun, klinis koriokarsinoma.

: Rencana Histerektomi

Tanggal 24 April 2002


S

: Perdarahan ()

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 110/70 mmHg, N : 84 x/mnt, R : 24 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.
Abdomen : lemas, TFU 3 jasymp.

: P0A2, 32 tan, klinis koriokarsinoma.

: Rencana histerektomi
Lapor supervisor

Hasil konsul anastesi 24 April 2002

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium dan evaluasi (EKG), kesan penderita
dalam ASA I dan layak untuk operasi.

Anjuran :

Puasakan penderita 8 jam

Sedia donor

Diazepam 5 mg tablet 2 kali pemberian (jam 22.00 dan 07.00 wita)

Tanggal 25 April 2002 : dilakukan histerektomi + salpingektomi bilateral


Jam 09.50

: Penderita di dorong ke OK Cito

Jam 10.00

: Operasi dimulai, dilakukan histerektomi

Jam 12.00

: Operasi selesai.

Laporan operasi
Penderita ditidurkan terlentang di meja operasi, dilakukan tindakan a dan antiseptik
disinfeksi abdomen dan sekitarnya kemudian ditutupi dengan doek steril kecuali lapangan
operasi. Dalam general narkose, dilakukan insisi pfanenstiel pada abdomen kurang lebih 11
cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai peritoneum. Peritoneum dibuka tampak uterus
sebesar kurang lebih diameter 7 X 8 cm dieksplorasi.Tidak ada perlekatan , pasang hak perut.
Halaman 8

Laporan Kasus Obs-Gin

Kedua tuba dan ovarium baik / normal. Diputuskan dilakukan histerektomi totalis. Kedua
pangkal ligamentum rotundum dijepit dengan klem. Mula-mula yang kanan di klem digunting
double ligasi demikian juga yang kiri selanjutnya ligamentum latum ditembus dari belakang
pada pangkal tuba. Ligamentum ovari proprium di klem digunting jahit double ligasi
demikian dengan ligamentum infondibulum pelvikum di klem digunting jahit double ligasi.
Identifikasi plika vesiko uterina digunting kecil dan diperlebar ke lateral sampai ligamentum
rotundum sisihkan dengan gas. Vesika urinaria dilindungi dengan hak identifikasi ureter dan
arteri uterine. Arteri uterine diklem digunting dijahit double ligasi ligamentum kardinal kanan
dan ligamentum sacro uterine kanan diidentifikasi diklem digunting dijahit kemudian juga
yang kiri. Identifikasi puncak vagina diklem bengkok dipotong sampai uterus lepas dari
vagina Puncak vagina di klem dengan beberapa klem lurus di masukkan kasa betadin ke
vagina puntum dijahit secara dua lapis secara simpul dan jelujur kontrol pendarahan negatif
dilakukan pembersihan kavum abdomen dilanjutkan

dengan

reperitonialisasi. Cavum

abdomen ditutup lapis demi lapis sampai kulit peritoneum secara jelujur. dengan cat gut otot
secara simpul dengan cat gut. Fascia dengan dexon secara jelujur fat dengan cat gut secara
simpul, kulit secara subkutikuler dengan cat gut. Luka operasi ditutup kasa betadin. Operasi
selesai. Potongan jaringan diberikan kepada PA.
Diagnosis pasca bedah : P0A2, 32 tahun, post HT ai koriokarsinoma
KU Post op

: T:110/70 mmHg;Nadi: 80 x/mnt; R:24x/m

Perdarahan

: + 700 cc.

Diuresis

: 250 cc

Sikap

: Kontrol TNR
Puasa sampai peristaltik (+) normal
Infus RL : D5% : NaCl 0,9% = 2 : 2 : 1
Ampicilin inj. 3 x 1 gr IV
Metronidazole inj. 2 x 0,5 gr
Alinamin F 3 x 1 amp
Transamin inj. 3 x 1 amp

FOLLOW UP
Tanggal 25 April 2002 29 April 2002
S

: Perdarahan ()

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 110/80 mmHg, N : 80 x/mnt, R : 20 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.

Halaman 9

Laporan Kasus Obs-Gin

Abdomen : lemas, TFU 3 jasymp.


A

: P0A2, 32 tahun, post histerektomi + salpingektomi bilateral ai klinis korio-karsinoma.

Hasil PA

: koriokarsinoma

Sikap

: IVFD : D 5
Puasa sampai peristaltik atau flatus (+), diet bertahap : bubur saring, diet
lunak sampai dengan biasa
Antibiotika injeksi
Transamin dan vitamin C injeksi
Mobilisasi bertahap

Tanggal 30 April 2002


S

()

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 110/80 mmHg, N : 80 x/mnt, R : 20 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.
Abdomen : lemas, TFU 3 jasymp, luka operasi tertutup baik..

: P0A2, 32 tahun, post HT + salpingektomi bilateral ai koriokarsinoma.

Aff hekting
Meronidazole 3 x 500 mg
Amoxcycillin 3 x 500 mg
IVFD : RL
Mobilisasi

Tanggal 1 Mei 2002


S

()

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 110/80 mmHg, N : 80 x/mnt, R : 20 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.
Abdomen : lemas, TFU 3 jasymp, luka operasi kering..

: P0A2, 32 tahun, post HT + salpingektomi bilateral ai koriokarsinoma.

Ganti gaas

Obat teruskan

periksa lab : Hb : 12,0 gr %, Leuko : 8900 /mm3, trombo : 289.000 /mm3, SGOT:
15 U/I, Ureum : 23 mg/dL, Alb : 4,3 g/L

Halaman 10

Laporan Kasus Obs-Gin

Tanggal 2 13 Mei 2002


S

()

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 110/80 mmHg, N : 80 x/mnt, R : 20 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.
Abdomen : lemas, TFU 3 jasymp, luka operasi kering.

: P0A2, 32 tahun, post HT + salpingektomi bilateral ai koriokarsinoma.

Roborantia
Analgetika

Lapor konsulen : MTX 40 / 40 / 40 hari ke 10 14 tunggu luka kering (+ asam


folat 8 jam setelah MTX)

Tanggal 14 Mei 2002


S

()

: KU : Cukup, Kes : CM, T : 110/80 mmHg, N : 80 x/mnt, R : 20 x/mnt


Konjungtiva anemis /, sklera icterus /, toraks : c/p : abn.
Abdomen : luka operasi kering.

: P0A2, 32 tahun, post HT + salpingektomi bilateral ai koriokarsinoma.

MTX 40 / 40 / 40
(rencana pulang)

Halaman 11

Laporan Kasus Obs-Gin

DISKUSI
Pembahasan kasus ini meliputi cara menegakkan diagnosis, penanganan yang
dilakukan serta prognosis dari penyakit.

Diagnosis
Diagnosis koriokarsinoma pada kasus ini didasarkan pada anamnesis (alloanamnesis),
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat perdarahan dari jalan lahir yang penderita
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dimana sebelumnya penderita pernah dirawat dengan
suatu mola hidatidosa. Hal lain yang diperoleh dari anamnesa yaitu adanya riwayat kuretase
sebanyak 2 kali, disebabkan oleh adanya mola hidatidosa. Kuretase yang pertama dilakukan
pada tahun 1992 dan yang kedua pada bulan februari 2002. Dengan demikian pasien sudah
pernah mengalami abortus sebanyak 2 kali. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa pada
koriokarsinoma ditemukan adanya riwayat perdarahan yang tidak berhenti setelah kelahiran
mola, dan bersifat metrohagia.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital masih dalam batas normal, sedangkan
korpus uteri waktu masuk sebesar kehamilan 14 16 minggu.
Pemeriksaan HCG yang diambil pada tanggal 20 maret 2002 didapatkan kadar sebesar
8.398 mIU. Dari titer tersebut, yang diambil sekitar 4 minggu setelah kuretase (12 februari
2002) sesudah dapat ditegakan diagnosa koriokarsinoma klinis, menurut kriteria Mozisuki
yaitu lebih dari 1000 mIU pada minggu keempat.3,4
Hal ini kemudian ditunjang dengan pemeriksaan USG. Dari hasil pemeriksaan USG
didapatkan bahwa uterus antefleksi membesar, didaerah kavum uteri tampak masa hiperechoic
bercampur hipoechoic dengan diameter 5,7 cm X 5,2 cm X 4 cm, kanan uterus tampak masa
hipoechoic sampai sonoluscent dengan diameter 5,2 X 6 cm.

Dari gambaran yang ada

menunjukan adanya koriokarsinoma disertai dengan kista ovarium kanan.


Menurut Robin P, dkk, gejala utama koriokarsinoma memang adalah pengeluaran
darah yang abnormal tetapi tidak jarang yang lebih menyolok adalah metastasis ditempat lain,
sedangkan lokasilasi diuterus hanya memberi gejala sedikit. Hanya saja pada penderita ini
belum terlihat atau terdeteksi adanya metastasis ditempat lain.
Berdasarkan pada gejala-gejala diatas maka penderita ini didiagnosa sebagai
koriokarsinoma klinis.

Halaman 12

Laporan Kasus Obs-Gin

Penanganan
1. Penanganan secara medikamentosa
Secara umum, pengelolaan koriokarsinoma klinis sama dengan pengelolaan
koriokarsinoma yakni dengan menggunakan skor prognostik WHO sebagai panduan
pemberian sitostatika.4,8
Pada pasien ini berdasarkan scoring prognosis WHO masih berada pada risiko sedang
dengan skor 48 jadi terapi utama yang diberikan adalah sitostatika

Metothexate (MTX) 20 mg/hari mulai minggu ke-10 hari ke-14 (selama 5 hari)

Actinomycin 12 mg/kg BB selama 5 hari IV

Asam folat tablet

Ditambah dengan pemberian :

Antibiotika amoxycillin

Metronidazol

Roborantia (vitamin C)

Transamin

Terapi tambahan : Telah dilakukan histerektomi totalis pada tanggal 25 April 2002.
Sesuai dengan prognosis skor yang ada didapatkan bahwa pasien masih berada pada
kelompok resiko rendah dimana terapi sitostatika tunggal diberikan, tetapi yang terjadi pada
penderita ini telah dilakukan histerektomi totalis. Hal ini dilakukan atas pertimbangan karena
adanya riwayat mola hidatidosa pada pasien dan pemeriksaan uterus didapatkan ukuran lebih
besar dari kehamilan 1416 minggu, serta pada pengobatan sitostatika telah mengalami
kegagalan. Jika pasien dihisterektomi kemudian dilanjutkan dengan pengobatan sitostatika,
pengobatan ini akan sangat responsive dan adekuat sehingga dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya metastase ke organ lain dibandingkan jika pasien tidak di histerektomi dan hanya
diberikan sitostatika dosis tinggi. Follow up pada pasien dengan adanya riwayat mola
sebelumnya harus dilakukan jangka panjang dengan yang terpenting penetapan beta HCG
kuantitatif, dan pada bulan ke-6 dan 12 dilakukan pemeriksaan foto toraks. Pengawasan dapat
dilakukan selama 1 tahun.
-

3 bulan I

: 2 minggu sekali

3 bulan II

: 1 bulan sekali

6 bulan terakhir : 2 bulan sekali

Halaman 13

Laporan Kasus Obs-Gin

Pemeriksaan foto toraks AP dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinankemungkinan adanya metastases ke organ lain.
2. Penanganan psikososial dan psikoseksual
Penderita ini dengan status P0A2. Status penderita saat ini dalam keluarga sebagai istri
kedua. Sebelumnya suami penderita dengan istri pertama sudah memiliki 2 orang anak.
Kedua anak ini diasuh oleh penderita sejak mereka menikah. Jadi penderita dengan suaminya
sekarang tidak memiliki anak.
Operasi histerektomi yang dilakukan pada pasien ini adalah histerektomi totalis, ini
berarti bahwa pada pasien tersebut telah dilakukan pengangkatan organ uterus. Tuba falopi
dan ovarium masih dalam keadaan baik/ normal. Dengan dilakukan histerektomi totalis maka
secara psikoseksual akan timbul sejumlah permasalahan baik pada istri maupun suami.
Dengan demikian peranan konseling pra dan post operasi sangatlah penting untuk dilakukan
pada kedua pasangan tersebut.12
Ada beberapa masalah seksual yang mungkin dapat terjadi pada pasien post
histerektomi. Dengan dilakukannya konseling pada pasien dan pasangannya diharapkan dapat
memberikan penjelasan yang optimal tentang jenis operasi dan konsekwensinya sehingga
dapat menghindari kecemasan dan kebimbangan akan operasi yang akan dijalaninya,
menghilangkan kecemasan akan hilangnya organ reproduksi dan fungsi seksual serta
mengurangi tingkat depresi.12
Pada beberapa penelitian tentang fungsi seksual post histerektomi masih terdapat
kontraindikasi. Sebagian ahli beranggapan setelah histerektomi fungsi seksual penderita akan
mengalami kemunduran, akan tetapi sebagian lagi berpendpat sebaliknya, yaitu fungsi seksual
post histerektomi akan mengalami peningkatan. Menurut Anderson BL, histerektomi dapat
membuat ketidaknyamanan dalam hubungan seksual, hal ini dapat disebabkan oleh gangguan
saraf dan pembuluh darah pada pelvis, sehingga dapat menimbulkan gangguan sensitivitas
dan orgasmus. Sebaliknya, Julia C Rhodes, dkk mengatakan setelah histerektomi fungsi
seksual akan mengalami peningkatan, hal ini dapat dihubungkan dengan hilangnya dispareuni
post operasi oleh hilangnya kelainan pelvis. Libido post histerektomi dikatakan meningkat
karena efek psikologis pasien yang tidak takut akan hamil lagi.

Prognosis
Pada kasus ini penanganan cukup tepat dilakukan, sehingga prognosis untuk penderita
masih dikatakan baik tapi harus diikuti dengan ketaatan follow up yang rutin, penderita berada
pada risiko sedang dengan skor dimana skor ini didapat dari riwayat kehamilan sebelumnya
Halaman 14

Laporan Kasus Obs-Gin

skore 1, kadar beta HCG > 1000 skore 1, ABO group skore 1, besar tumor skore1, kegagalan
terapi sitostatika dengan skore 2. Penderita ini masih berada pada risiko rendah karena kadar
HCG masih < 40.000 mIU/ml serum, symptom < 4 bulan, belum ada metastase ke otak dan
liver satunya juga tidak didahului dengan kehamilan aterm. Akan tetapi setiap penyakit
keganasan harus diikuti dengan observasi yang ketat dan teratur, sebab itu pasien ini
dianjurkan untuk memeriksakan diri secara teratur selama 1 tahun.

Halaman 15

Laporan Kasus Obs-Gin

PENUTUP
Kesimpulan

Etiologi koriokarsinoma pada kasus ini adalah riwayat mola hidatidosa dan abortus.

Diagnosa pada kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yaitu kadar beta HCG dan pemeriksaan USG.

Penanganan pada kasus ini yaitu histerektomi dalanjutkan sitostatika dilakukan dengan
mempertimbangkan berbagai faktor yang ada.

Prognosis untuk kasus ini pada pre operatif adalah dubia ad malam sedangkan post
operatif adalah dubia ad bonam, karena mengingat masih perlunya follow up lanjut.

Saran

Untuk ibu, perlu dilakukan follow up lanjutan setelah keluar dari rumah sakit secara
rutin dan sesuai jadwal yang telah ditentukan selama satu tahun.

Perlunya konseling ke suami dan keluarga penderita.

Halaman 16

Laporan Kasus Obs-Gin

DAFTAR PUSTAKA
1.

Novak S. Textbook of Gynecologic,


Eleventh ed. Jones H.W, Wentz A.C, Burnett LS. Gestasional trophoblastic disease.
Baltimore, USA ; 1998.

2.

Tindall V.R. Jeffcoates Principles of


Gynaecology. Trophoblastic tumours. Butterworth and Co (publishers) ltd, 1987

3.

Bratakoesoema D.S. Manajemen pasca


evakuasi mola. Seminar onkologi PIT XII, Palembang 1-4 Juli 2001

4.

Bratakoesoema D.S. Kontroversi pada


klasifikasi dan pengelolaan penyakit trofoblas gestasional. Seminar Onkologi KOGI XI
Denpasar, 1-7 juli 2000.

5.

Bagian
Patologi
Anatomi
Simposium penyakit trofobls. Perkembangan mutakhir Diagnostik dan terapi

6.

Moore T.R, Reiter R.C, Rebar R.W, Baker V.V. Gynecology Obstetrics.

7.

Gestasional Tropoblastic disease. Churcill Livingstone

8.

FKUI,

Clement P.B, Young R.H. Tumors and Tumorlike lesions of the uterine corpus
and cervix. Churchill Livingstone Inc, 1993

9.

Lewis T.L.T, Chamberlain G.V.P. Gynecologic by ten teachers. Fifteen edition,


1990

10.

Sub Bagian Onkologi Ginekologi, Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Penuntun


Pelayanan-Pendidikan-Penelitian. Jakarta Desember 1998

11.

Manuaba Ida Bagus Gde, Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetric


ginekologi dan KB. EGC : Jakarta 2000

12.

Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD. Pedoman Diagnosis dan


Terapi Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bandung 1997

Halaman 17

You might also like