You are on page 1of 2

PTK MENGHAMBAT KENAIKAN PANGKAT?

Oleh: Hasanuddin, S.Pd.I


Salah satu tujuan dengan terbitnya permenegPAN RB nomor 16 Tahun 2009
terkait upaya mempercepat peningkatan profesionalitas guru adalah dengan
diberlakukannya syarat pengembangan diri dan publikasi ilmiah dimulai
sejak seorang masuk menjadi guru. Oleh karena itu sejak golongan
Pertama/IIIb ke atas, dipersyaratkan bagi guru yang ingin naik pangkat harus
membuat karya tulis ilmiah dan pengembangan diri.
Semenjak pemberlakuan peraturan tersebut, berbagai upaya dari para guru
dilakukan agar dapat melaksanakannya. Pelatihan dan bimbingan teknis
pembuatan karya ilmiah pun diikutinya bahkan tidak cukup satu atau dua
kali. Ada pula beberapa guru yang secara khusus mengundang pakar yang
untuk membina kelompok guru tersebut dari pembuatan proposal sampai
dengan pelaporannya.
Pada kenyataannya, pembuatan karya tulis ilmiah khususnya PTK ini tetap
saja menjadi momok yang sulit diatasi oleh guru. Memang ketika
mendengarkan uraian para pakar saat seminar atau pelatihan PTK, rasanya
melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas terasa mudah. Namun, jika
informasi itu diterapkan di kelas oleh guru, serta mekanisme untuk
mengetahui seberapa jauh PTK yang dibuat itu memenuhi unsur-unsur yang
dapat dipergunakan untuk kenaikan pangkat ternyata cukup pelik, hambatan
mulai berdatangan yang pada akhirnya menutup kemauan guru untuk
melakukannya. Hal ini dapat dilihat dari minimnya laporan hasil PTK yang
digunakan sebagai syarat untuk kenaikan pangkat.
Hambatan dalam pembuatan karya ilmiah itu jika kita amati, jumlahnya
cukup banyak dan kompleks. Setidaknya dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu hambatan yang bersifat internal dan hambatan yang bersifat eksternal.
Hambatan internal antara lain dapat berupa: malas melakukannya, merasa
tidak bisa, minimnya pengetahuan tentang pembuatan PTK dan sebagainya.
Beberapa guru juga merasa jangankan menghasilkan laporan KTI, sedang
untuk menyusun kalimat dalam satu paragraf saja sebagian besar masih
terdapat banyak kesalahan, mulai dari masalah ejaan, penulisan kalimat
yang bukan kalimat (alias frasa yang sangat panjang sehingga tampak
seperti kalimat), hingga masalah koherensi antar kalimat. Belum lagi di
antara para guru masih bingung membedakan mana Penelitian Tindakan
Kelas (PTK), Penelitian Deskriptif, atau Penelitian Eksperimen. Sementara,
rendahnya motivasi guru biasanya disebabkan oleh faktor lingkungan.
Secara umum hambatan internal ini dapat diatasi dengan meningkatkan
kesadaran dan kemampuan pribadi dari guru tersebut.
Sedangkan hambatan eksternal dapat berupa: kurangnya informasi tentang
hal-hal berkaitan dengan KTI, sulitnya menemukan tempat bertanya atau
supervisor, sulitnya memperoleh bahan bacaan atau kepustakaan, dan
proses birokrasi.
Berkait dengan hambatan eksternal, menurut hemat penulis, ada beberapa
hal yang mestinya dapat dilakukan oleh stakeholder yang terkait erat
dengan keberhasilan peningkatan profesionalisme guru melalui karya ilmiah
antara lain, pertama, Adanya pembimbing/ supervisor yang disediakan
secara khusus maupun berkelompok untuk mengarahkan guru dalam
menyusun karya tulis ilmiah sehingga tidak melenceng dari koridor
sistematika yang telah ditentukan oleh dinas terkait, juga untuk menjamin
keotentikan hasil karya ilmiah. Kenyataan yang tampak jelas di kalangan
guru dalam hal ini adalah dapat bertemu dengan tutor, narasumber atau
siapapun untuk berkonsultasi menulis KTI adalah kesempatan langka.
Padahal, kalau dianalogikan dengan mahasiswa dalam menulis skripsi atau
tesis, kebutuhan terhadap adanya pembimbing adalah sangat besar. Sebab
dengan adanya pembimbing/supervisor yang mendampingi karya ilmiah dari
awal sampai akhir dapat menanggulangi penolakan dari penguji terhadap
hasil karya ilmiah tersebut. Penguji tidak akan dengan serta-merta menolak

dari penyusun karya ilmiah kecuali jika terindikasi kuat bahwa hasil karya
ilmiah tersebut hasil jiplakan dari karya orang lain dan sebagainya. Karena
itu dengan adanya pembimbing atau supervisor, diharapkan dapat pula
mengantisipasi terjadinya penolakan hasil karya ilmiah dari tim penilai PAK
yang tentu saja telah memiliki standarisasi terhadap kelayakan sebuah karya
tulis ilmiah dapat diberikan angka kreditnya atau tidak.
Kedua, minimal dalam lingkup setingkat UPPD Kecamatan, setidaknya ada
semacam rilis yang dikeluarkan mengenai judul proyek penelitian tindakan
kelas yang telah atau sedang dikerjakan dalam kurun waktu tertentu. Rilis
judul dan tema karya tulis ilmiah yang sedang dikerjakan oleh teman guru
tentunya akan sangat membantu dan memperluas wawasan bagi guru yang
berniat mengerjakan proyek penelitian tindakan kelas sekaligus untuk
menghindari terjadinya tumpang tindih dalam satu tema tertentu.
Terkait dengan kesulitan ketiga, hal ini sudah menjadi pengetahuan umum,
bahwa pasokan buku bacaan bagi guru di daerah setingkat kabupaten/kota
kondisinya jauh berbeda dengan daerah ibukota. Para guru akhirnya hanya
mengandalkan bacaan dari perpustakaan sekolah ataupun perpustakaan
daerah yang tidak lengkap. Syukur-syukur ada kenalan yang membawakan
atau meminjami buku yang dibutuhkan. Sementara itu hanya sedikit saja
guru yang sudah mempunyai pengalaman memanfaatkan internet. Oleh
karena itu, rencana KKG PAI Kec. Tegal Barat mendirikan perpustakaan yang
menyediakan buku-buku referensi adalah hal yang patut diapresiasi sebagai
langkah tanggap dalam mengatasi kesulitan guru dalam mendapatkan
bahan bacaan yang representatif. Mudah-mudahan dalam waktu yang dekat
perpustakaan KKG PAI Kec. Tegal Barat segera terwujud.
Wallahu alam bissawab.

You might also like