You are on page 1of 31

LAPORAN KASUS

CHF
(CHRONIC HEART FAILURE)
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Program
Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing :
dr. Yusuf Galenta Sp. JP. FIHA
Oleh :
Benediktus Bayu Anggoro Putro
NIM: FAA 110 042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

PALANGKA RAYA
2015

LEMBAR PENGESAHAN

CHF
(CHRONIC HEART FALIURE)

LAPORAN KASUS
Diajukan oleh :
Benediktus Bayu Anggoro Putro
FAA 110 042
Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir di Bagian Ilmu Penyakit
Dalam
Laporan kasus ini disahkan oleh :
Nama

dr.Yusuf Galenta Sp. JP-FIHA

Tanggal

Tanda Tangan

...................

..........................

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmatNya laporan kasus yang berjudul Chronic Heart Failure ini
akhirnya dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik
bagian ilmu penyakit dalam di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya periode
Januari hingga Maret 2015.
Pada Kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Yusuf Galenta Sp. JP selaku pembimbing kasus saya serta kepada dr. Suyanto Sp.
PD selaku ketua SMF penyakit dalam, dr. Dessy Sensia Saragih Sp.PD selaku
pembimbing harian, dan juga dr. Dayang Nurbayati Sp.PD yang juga turut
membimbing dan membantu saya dalam penyusunan laporan ini.
Laporan kasus ini disusun dengan kemampuan yang terbatas dan masih
banyak kekurangan, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, Maret 2015

Benediktus Bayu. A.P


FAA 110 042

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................... 2
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 9
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 23
LAMPIRAN .................................................................................................... 24

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Kriteria Framingham ....................................................................... 10
Tabel 3.2. Kriteria NYHA Gagal Jantung ........................................................ 11

DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Patofisiologi Pembesaran Ventrikel Kiri ..................................... 10
Gambar 3.2. Mekanisme Hormonal Terjadinya Gagal Jantung ....................... 11
Gambar 3.3. Bagan terapi gagal jantung menurut AHA 2013 ......................... 19

DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 ................................................................................................. 23

BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung (Chronic Heart Failure/CHF) merupakan suatu keadaan
patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan
darah untuk metabolisme jaringan.1 Ciri penting dari gagal jantung adalah sesak
napas bila beraktifitas dan pada kondisi berat juga muncul saat beristirahat,
adanya tanda kongesti paru atau bengkak pergelangan kaki.2 Bahkan, dapat
ditemukan bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensasi
lainnya. Kegagalan ini ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan.
Sehingga, dapat terjadi penurunan perfusi ke jaringan.
Secara etiologis mekanisme yang menyebabkan terjadinya gagal jantung
antara lain: penigkatan beban awal, peningkatan beban akhir, penurunan
kontraktilitas. Pemeriksaan penunjang yang paling sering digunakan adalah
ekokardiografi, dengan disfungsi ventrikel kiri biasanya didefinisikan sebagai
fraksi ejeksi <30-45% pada kebanyakan survey epidemiologi.4 Menurut studi
dikatakan bahwa 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung,
dan prevalensi meningkat seiring bertambahnya usia.4
Tatalaksana dalam menangani gagal jantung adalah mengurangi faktor
umum atau gaya hidup seperti merokok, aktivitas fisik, alkohol. Pemberian terapi
pada penyebab dasar seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, dan
kardiomiopati. Pemberian obat-obatan seperti diuretik, digoksin, simpatomimetik,
beta blocker, diberikan sesuai dengan faktor pemberat pada kasus gagal jantung.5

BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien bernama Tn. TS berusia 56 tahun beralamat di desa
Tumbang Sepayang, beragama Kristen protestan, pendidikan terakhir SD, suku
Dayak, pekerjaan sebagai seorang petani, dengan tanggal masuk rumah sakit 5
Januari 2015 dan tanggal pemeriksaan tanggal 8 Januari 2015.
Riwayat penyakit sekarang: pasien datang dengan keluhan sesak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit dan bertambah berat sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Saat sesak memberat, pasien dibawa ke RS dr. Murjani Sampit.
Keluhan sesak seperti ini sebenarnya telah dirasakan sejak dua tahun yang lalu,
sehingga pasien dirawat di ICCU RSUD dan diagnosa dengan gagal jantung. Saat
dirawat dirumah sakit, RS dr. Murjani Sampit pasien juga mengeluhkan kaki
bengkak. Namun, saat dirawat di RSUD keluhan tersebut belum berkurang,
sehingga dirujuk. Keluhan nyeri dada sebelah kiri, menjalar ke lengan, leher dan
punggung disangkal. Saat dirawat di RSUD, keluhan tersebut telah berkurang.
Sebelum masuk rumah sakit, sesak hilang timbul muncul saat beraktivitas seperti
mencangkul, berjalan ke kamar mandi, dan saat tidur dimalam hari. Sesak dapat
berkurang bila istirahat. Sesak pada malam hari dapat muncul mendadak,
sehingga pasien duduk membungkuk atau berbaring dengan dua bantal untuk
mengurangi sesaknya. Sensasi saat sesak muncul seperti napas menjadi pendek,
tersengal-sengal, sering kali saat sesak juga disertai mengi yang biasanya terjadi
di pagi hari. Saat dirawat di RS Sampit, pasien mengeluh nyeri ulu hati yang
bersamaan dengan sesak sejak dua minggu yang lalu. Nyeri bersifat perih, muncul
saat terlambat makan dan pada saat makan, kadang menyesak disertai dengan
mual.
Selama masih muda pasien mengaku sering merokok sekitar tiga bungkus
sehari, minum kopi tiga gelas sehari dan mengonsumsi makanan berlemak seperti
daging babi. Aktivitas yang sering dilakukan adalah bertani. Namun, semenjak
sakit pasien tidak melakukannya lagi.

Pasien mengaku menderita darah tinggi namun tidak terkontrol. Pasien


mengaku pernah mencapai 160/100 mmHg dan tidak dibawa ke dokter. Riwayat
darah tinggi menurut pengakuan pasien telah dialami sejak 5 tahun yang lalu.
Selama ini, pasien tidak ada obat-obatan rutin yang sering dikonsumsi. Hanya
obat ranitidine dan spironolacton yang diminum dan didapat dari mantri
PUSKESMAS. Pada tahun 2013 lalu, pasien pernah dirawat di ruang G (paru)
dikarenakan menderita pneumonia. Riwayat pengobatan paru selama enam bulan
disangkal.
Riwayat penyakit terdahulu : Sejak kecil pasien menderita asma, pasien
juga mengaku menderita penyakit darah tinggi sudah 5 tahun yang lalu dan tidak
pernah kontrol ke dokter. Namun sering kontrol dengan mantri dan mendapatkan
captopril. Pada tahun 2013 lalu pasien pernah dirawat di RSUD dengan diagnosa
pneumonia.
Riwayat penyakit keluarga : dari pengakuan pasien, riwayat hipertensi dari
keluarga disangkal, riwayat sakit jantung dari keluarga disangkal, riwayat
kolestrol disangkal.
Faktor resiko dari pasien ini adalah laki-laki, mengonsumsi makanan
berlemak dan kopi serta hipertensi yang tidak terkontrol.
Pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis (E4 V5 E6). Tanda vital yaitu tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 86
x/menit pulsasi reguler dan isi cukup kadang muncul denyut nadi lemah,
pernafasan 20x/menit dan suhu 36,5 C.
Pemeriksaan kepala dan leher didapatkan kepala bentuk mesosefal,
kelainan bentuk tidak ditemukan, massa lain tidak ditemukan, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, refleks pupil isokor kanan dan kiri, eksoftalmus tidak
ditemukan, bibir tampak kering, tidak pucat, pembesaran limfe tidak ditemukan,
trakea letak sentral, tampak terlihat pelebaran vena jugular eksterna, dengan
pengukuran tekanan JVP 5+3 cm H2O.
Pada pemeriksaan thorax didapatkan tampak normochest,

hemithorax

simetris kanan dan kiri, tidak ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi dinding
dada, fremitus fokal anterior kanan dan kiri dalam batas normal. Pada

Subintercostal 5 sinistra menurun. Sedangkan, dari bagian posterior sonor


menurun di bagian sinistra mulai dari tulang vertebra torakal 6 sinistra. Batas paru
dan hepar berada di subintercostal 6 dekstra. Auskultasi paru didapatkan vesikuler
menurun pada kedua lapang paru, ditemukan wheezing pada bagian apeks paru
kanan dan kiri hingga subintercostal 4 dekstra dan bagian basal paru sinistra di
subintercostal 6 sinistra. Pemeriksaan jantung didapatkan iktus cordis terlihat di
subintercostal 6 sinistra tiga jari lateral dari garis midclavicula sekitar 6 cm.
Palpasi iktus cordis didapatkan iktus cordis teraba di subintercostal 6, tiga jari
lateral dari garis midclavicula sinistra, kuat angkat, thrill (-), heaving (-), lifting
(-). Perkusi jantung didapatkan batas kanan jantung 3 jari lateral dari parasternal
dan batas kiri jantung 3 jari lateral midclavicula sinistra di subintercostal 6.
Auskultasi jantung S1-S2 reguler dengan murmur sistolik, derajat II dengan
punctum maximum di bagian katup mitral, kualitas bunyi seperti hembusan,
penjalaran bunyi terdengar pula di daerah katup trikuspid, dengan nada murmur
sedang.
Pemeriksaan abdomen didapatkan dinding perut tampak datar, massa lain
tidak ditemukan, kulit tampak kering, sikatrik (-), venektasi vena (-). Auskultasi
terdengar bising usus normal 8x/menit, dari palpasi didapatkan nyeri tekan
dibagian epigastrium, bersifat lokal, tidak menjalar, tidak tembus kebelakang,
sensasi nyeri terasa perih, tepi hepar tidak teraba dan lien tidak teraba, tes
undulansi (-). Dari perkusi didapatkan batas hepar di subintercostal 6 dekstra
dengan panjang lobus kanan 6 cm dan lobus kiri 4 cm, shifting dullnes (-).
Pemeriksaan anggota gerak pada ekstremitas atas tidak ditemukan
kelaianan, tidak ditemukan deformitas, akral hangat, cappilarry refill time (CRT)
< 2 detik. Pada tungkai kanan dan kiri tidak ditemukan kelainan, tidak ditemukan
deformitas, akral hangat, ditemukan edema pada tungkai kanan.
Pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium darah rutin pada tanggal 5
januari 2015 didapatkan glukosa sewaktu 129 mg/dl, creatinin 1,57 mg/dl,
hemoglobin 12,7 gr%, leukosit 6,420/mm, trombosit 170,000/mm, hematokrit
36%.

Hasil EKG terlampir, didapatkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Hasil EKG IGD


Pada Lead 1 didapatkan sinus aritmia dengan kompleks QRS + dan
ditemukan IDV (Idiopathic Ventricular Ritme) serta gambaran depresi ST cekung.
Lead 2 ditemukan pemanjangan jarak dari R-R sebanyak 18 kotak kecil, tidak
ditemukan gambaran p tinggi dan p mitral. Lead 3 ditemukan gambaran VES
(Ventricle Extra Systole). Pada AVR ditemukan gambaran VES (Ventricle Extra
Systole). AVL ditemukan gambaran VES. AVF ditemukan gambaran IDV
(Idiopathic Ventricular Rhytm). V1 ditemukan gelombang + dengan QRS
langsing. Tampak pada V4 ditemukan kompleks QRS terbalik yang menunjukan
adanya deviasi aksis ke kiri. Jumlah tinggi RV6 dan SV2 35 menunjukkan adanya
ventrikel kiri hipertrofi.

Hasil foto rontgen, didapatkan sebagai berikut :

Gambar 2.2. Hasil Foto rontgen thorax


Foto Thorax diambil dari Tn. Tiwuh dengan posisi PA (Postero Anterior),
kondisi foto layak baca, inspirasi cukup. Paru tidak tampak gambaran bat wings
appearance, bronkovaskular meningkat di kiri dan kanan, sudut costophrenicus
tampak tajam, namun agak tumpul di sisi kiri. Curiga efusi pleura kiri. Jantung
tampak pembesaran, CTR 68%, tampak pembesaran atrium kanan dan kiri serta
ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Tidak tampak kranialisasi, elongansi aorta dan
kalsifikasi tidak tampak.
Masalah yang terjadi pada pasien ini adalah sesak hilang timbul yang
muncul saat aktivitas dan juga saat berbaring terutama malam hari, nyeri ulu hati
yang telah dialami selama dua minggu terakhir dan juga kaki bengkak.
Berdasarkan masalah dan temuan klinis tersebut dapat ditarik Assesment sebagai
6

Chronic Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kronik, asma bronkial karena
didapatkan mengi, dan juga gastritis. Diagnosis klinis dari pasien adalah CHF
(Chronic Heart Failure).
Penatalaksanaan pada pasien ini di IGD adalah pemberian oksigen nasal
cannul 4 LPM, infus NaCl 0,9% 10 TPM, injeksi 2 ampul furosemid, selanjutnya
injeksi 2 ampul diruangan, injeksi ranitidin 2x1 ampul.
Pada tanggal 6/1/15 follow up dilakukan dan pasien telah mengeluhkan
sesak berkurang, nyeri ulu hati berkurang, mau makan dan minum dan BAB juga
BAK tidak ada keluhan. Auskultasi paru didapatkan rhonki basah basal dengan
vesikuler menurun di kedua lapang paru. Pada auskultasi jantung didapatkan
murmur sistolik. Pada ekstremitas bawah ditemukan edema kedua tungkai. Pasien
mendapatkan terapi infus Nacl 500 cc/24 jam, ekstra furosemid 2 ampul dan
furosemid harian 2x1 ampul. Peroral spironolakton 1x25 mg, candesartan 1x8 mg,
digoxin 1x0,25 mg. Kemudian advis dr. Spesialis furosemid ditingkatkan menjadi
3x1 ampul dan diberikan simvastatin 1x20 mg malam hari.
Pada tanggal 7/1/15 pasien mengeluh sesak kembali, batuk berdahak putih
tadi malam, BAB belum sejak kemarin. Dari auskultasi ditemukan vesikuler di
kedua lapang paru dan juga rhonki pada bagian basal paru kanan. Dari auskultasi
jantung ditemukan murmur sistolik. Pasien mendapatkan terapi Nacl infus 10 tpm/
menit dan furosemid 1 amp/ 8 jam, ranitidin 1 amp/12 jam spironolacton 1 tab
siang hari, candesartan 8 mg 1x per hari, digoxin 1x per hari, dan simvastatin 20
mg 1x malam hari.
Pada tanggal 8/1/15 pasien mengeluh sesak sudah berkurang, timbul
mengi saat pagi hari, BAB/BAK tidak ada keluhan. Dari auskultasi ditemukan
bunyi vesikuler seluruh lapang paru kanan dan kiri, tidak ada rhonki dan juga
wheezing. Selain itu dari pemeriksaan auskultasi jantung ditemukan murmur dan
juga gallop. Pemeriksaan abdomen tidak ditemukan lagi nyeri tekan pada bagian
epigastrium dan bising usus 8x per menit. Ekstremitas ditemukan edema minimal
pada ekstremitas bawah tungkai kanan. Terapi yang didapatkan adalah
candesartan 16 mg pagi dan malam hari, digoxin 0,25 mg tablet pagi hari,
simvastatin 20 mg pada malam hari, furosemid 1 ampul 40 mg pagi hari.

Pada tanggal 9/1/15 pasien mengeluh sesak berkurang, BAB/BAK tidak


ada keluhan, mengi masih dikeluhkan setiap pagi hari. Dari auskultasi paru
ditemukan vesikuler di kedua lapang paru menurun, terdengar wheezing pada paru
kanan seluruh lapang paru dan juga paru kiri bagian basal. Auskultasi jantung
ditemukan bunyi dasar jantung S1-S2 reguler dengan murmur sistolik dan gallop.
Pemeriksaan abdomen tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan ekstremitas tungkai
tidak ditemukan edema, akral hangat. Pasien mendapatkan infus Nacl 0,9% 500
cc/24 jam, injeksi furosemid diturunkan 2x1 ampul, inj. Ranitidine 2x1 amp,
candesartan 8 mg pagi hari, spironolakton 1 tab pagi hari, simvastatin 20 mg
malam hari. Pasien pulang, dan diminta untuk kontrol ke poli sebelum pulang ke
daerah.
Pada tanggal 11/1/15 pasien datang kontrol ke poli dengan keluhan sesak
berkurang, tidak ada keluhan nyeri uluhati dan nyeri dada, mengi disangkal.
Pasien dianjurkan pulang oleh dokter spesialis dan diharapkan kontrol kembali
satu bulan kemudian baik di puskesmas daerah atau ke RSUD.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai
pemompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan
diakibatkan kelainan struktur atau fungsi jantung yang ditandai dengan sesak
napas atau lelah saat beraktivitas, dapat muncul pula saat istirahat, adanya
penumpukan cairan seperti kongesti paru atau bengkak pergelangan kaki.1,2
3.2. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang dapat menyebabkan gagal
jantung adalah :
1. Peningkatan beban awal
2. Peningkatan beban akhir
3. Penurunan kontraktilitas miokardium
Keadaan yang dapat meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta
dan cacat septum ventrikel; beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun
pada infark miokardium dan kardiomiopati.
3.3. Jenis Gagal Jantung
Pada prinsipnya, perbedaan gagal jantung dapat disebabkan oleh
penurunan ejeksi sistolik (kegagalan sistolik atau forward failure) dan gangguan
pengisian diastolik (kegagalan diastolik atau backward failure). Kegagalan sistolik
dapat terjadi karena peningkatan beban volume, penyakit miokardium, atau
peningkatan beban tekanan. Sedangkan kegagalan diastolik dapat disebabkan
akibat kekakuan dinding ventrikel yang berat. Pada kegagalan sistolik volume
sekuncup dan curah jantung tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan tubuh secara
adekuat. Pada kegagalan diastolik diatasi dengan peningkatan tekanan pengisian
diastolik.6
3.4. Patofisiologi
Gagal jantung terjadi akibat sejumlah proses yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pompa jantung seperti iskemia, hipertensi, infeksi, dan sebagainya.
9

Penurunan kapasitas awalnya akan dikompensasi oleh mekanisme neurohormonal


sistem saraf adrenergik, sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sitokin.
Kompensasi awal bertujuan untuk menjaga curah jantung dengan meningkatkan
tekanan pengisian ventrikel dan kontraksi miokardium. Namun seiring dengan
berjalannya waktu, aktivitas tersebut menyebabkan kerusakan sekunder pada
ventrikel, seperti remodeling ventrikel kiri, dan kompensasi jantung. Kadar
angiotensin II, aldosteron, dan katekolamin yang semakin tinggi mengakibatkan
fibrosis dan apoptosis miokardium. Pada tahap yang lebih lanjut penurunan fungsi
juga akan disertai dengan peningkatan resiko terjadinya aritmia jantung.1

Gambar 3.1. Patofisiologi Pembesaran Ventrikel Kiri

10

Gambar 3.2. Mekanisme Hormonal Terjadinya Gagal Jantung


3.5. Manifestasi Klinis
Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, namun
semakin bertambah beratnya gagal jantung maka sesak dapat muncul saat
aktivitas ringan. Sehingga, klasifikasi fungsional dari The New York Heart
Assosiation (NYHA) dapat digunakan untuk menghubungkan awitan gejala.
Gambaran klinis gagal jantung relatif dipengaruhi oleh tiga faktor, yaiu :
1. Kerusakan jantung
2. Kelebihan beban hemodinamik,
3. Mekanisme kompensasi sekunder yang timbul saat gagal jantung terjadi.
3.6. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan kriteria klinis
menggunakan kriteria klasik Framingham; bila terdapat paling sedikit satu kriteria
mayor dan dua minor.

11

Tabel 3.1. Kriteria Framingham1,2


KRITERIA MAYOR
1. Paroxysmal
nocturnal
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

KRITERIA MINOR
dyspnea
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
(sesak saat malam)
3. Sesak saat aktivitas
Distensi vena leher
4. Hepatomegali
Peningkatan vena jugularis
5. Efusi pleura
Rhonki
6. Kapasitas vital berkurang dari 1/3
Kardiomegali
Edema paru akut
normal
Gallop bunyi jantung III
7. Takikardia (>120 kali/menit)
Refluks hepatojugular positif

Untuk menentukan berat ringannya gejala gagal jantung, dapat menggunakan


klasifikasi NYHA, sebagai berikut :
Tabel 3.2. Kriteria NYHA Gagal Jantung
Derajat I

Tidak ada pembatasan aktivitas fisik, aktivitas biasa tidak

Derajat II

menimbulkan kelelahan, dispnea dan palpitasi.


Ada pembatasan ringan dari aktivitas fisik; aktivitas ringan

Derajat III

menimbulkan kelelahan, dispnea, palpitasi, atau angina.


Pembatasan aktivitas fisik walau pasien nyaman saat istirahat,

Derajat IV

sedikit melakukan aktivitas dapat menimbulkan gejala.


Ketidakmampuan melakukan aktivitas, gejala gagal jantung juga
timbul saat istirahat.

12

3.7. Tatalaksana
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendir atau gabungan dari :
3.7.1. Pengurangan beban awal
Pembatasan asupan garam dalam makanan dapat mengurangi beban awal
dengan menurunkan retensi cairan. Apabila gejala menetap dengan pembatasan
garam yang sedang, diperlukan pemberian diuretik oral untuk mengatasi retensi
air dan natrium.2
3.7.2. Peningkatan kontraktilitas
Obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraktilitas miokardium. Dua obat
golongan inotropik yang dapat dipakai adalah gliosida digitalis, dan obat non
glikosida. Obat golongan nonglikosida meliputi amin simpatomimetik seperti
epinefrin dan norepinefrin, penghambat fosfodiesterase seperti amrinon dan
enoksimon. Obat inotropik memperbaiki fungsi ventrikel dengan menggeser
seluruh kurva fungsi ventrikel kiri

sehingga curah jantung lebih besar dari

volume dari tekanan akhir diastolik.


3.7.3. Beban akhir.
Dua respon kompensatorik terhadap gagal jantung, yaitu sistem reninangiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatis menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi dan selanjutnya meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
dan beban akhir. Dengan meningkatkan beban akhir, kerja jantung bertambah dan
curah jantung menurun. Maka vasodilator ateri pada keadaan ini akan menekan
kondisi di atas. Vasodilator yang biasa digunakan adalah: dilatasi langsung otot
polos pembuluh darah atau hambatan konversi enzim angiotensin. Vasodilator
langsung terdiri dari obat-obatan seperti hidralazin dan nitrat. Kombinasi obat
paling sering digunakan adalah hidralazin-isosorbit dinitrat, yang dapat
dikombinasikan dengan terapi penghambat enzim konversi angiotensin atau
diberikan tersendiri bila enzim konversi angiotensin tidak dapat ditoleransi.2
Penanganan biasanya dimulai bila timbul gejala saat aktivitas biasa (NYHA grade
2). Regimen penanganan ditingkatkan sampai mencapai respon klinis yang
diinginkan.2
3.8. Pemeriksaan Penunjang1
3.8.1. Laboratorium rutin :
13

Darah tepi lengkap, elektrolit, BUN, kreatinin, enzim hepar, serta urinalisis.
Pemeriksaan untuk diabetes melitus, dislipidemia, dan kelainan tiroid juga perlu
dilakukan.
3.8.2. Elektrokardiografi :
Pada gagal jantung, interpretasi EKG yang perlu dicari ialah ritme,
ada/tidaknya infark (riwayat atau sedang berlangsung), atau LVH.
3.8.3. Rontgen thorax :
Dapat digunakan untuk menilai bentuk dan ukuran jantung, serta
vaskularisasi paru dan kelainan non jantung lainnya.

14

3.8.4. Echocardiografi
Digunakan untuk menegakkan dan mengidentifikasi gangguan sistolik
ventrikel kiri.1,8
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak dua minggu sebelum masuk
rumah sakit. Hal ini sudah dirasakannya hilang timbul, sejak dua tahun yang lalu.
Muncul saat berbaring atau tidur dimalam hari dan juga saat beraktivitas ringan
seperti jalan ke kamar mandi. Berdasarkan hal tersebut, mengenai kriteria mayor
framingham, Paroxysmal nocturnal dyspnea selain itu juga kriteria minor yaitu
sesak saat aktivitas. Batuk dimalam hari juga dikeluhkan kadang bersamaan
dengan sesaknya yang muncul di malam hari. Sebelumnya, pasien mengalami
hipertensi sudah lima tahun yang lalu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD
90/60 mmHg. Hal ini mungkin disebabkan karena telah menerima terapi
pengurangan beban awal dan juga obat hipertensi sebagai pengurang tahanan
beban akhir.4,5,6 Denyut nadi 86x/menit dengan pulsasi reguler dan isi cukup
kadang diselingi dengan isi nadi lemah menunjukkan adanya pulus alternans.
Dimana pulsus alternans sendiri merupakan ciri khas gagal jantung akibat
kontraksi miokardium yang memburuk. Rhonki basah basal di kedua lapang paru,
dari pemeriksaan batas jantung didapatkan ictus cordis berada di subintercostal 6
midclavicula line sinistra 4 jari lateral (6 cm) dari garis midclavicula. Hal ini
menunjukkan adanya kardiomegali. Ditemukan juga bunyi gallop saat auskultasi
dan juga murmur sistolik. Untuk penegakan diagnosis dari pemeriksaan fisik,
dilakukan pemeriksaan rontgen dan didapatkan gambaran kardiomegali dengan
CTR 68%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien menderita gagal jantung atau yang
dapat disebut Chronic Heart Failure (CHF) et causa Hipertensi Heart Disease
(HHD). Pada EKG ditemukan gambaran sinus aritmia, tidak ditemukan gambaran
P peak dan P mitral di lead II, Pada V1 ditemukan gelombang QRS langsing +,
menunjukkan adanya tanda pembesaran ventrikel kanan. Pada V1 dan V6 bila
menggunakan kriteria Sokolow-Lyon, yaitu tinggi RV6 + SV1 35 untuk
menentukan LVH tidak ditemukan dan hasil temuan hanya 20. Aksis dari EKG
berdasarkan Lead 1 dan AVF keduanya positif (+) normal. Frekuensi denyut nadi
berkisar 100 kali per menit dengan irama sinus aritmia.9,10

15

Gagal jantung yang disebabkan oleh beban tekanan seperti pada kasus
hipertensi menyebabkan adapatasi dari dinding miokardium untuk meningkatkan
tekanan diventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena pada hipertensi menyebabkan
penegangan dinding ventrikel sehingga diperlukan tekanan yang kuat dari
ventrikel kiri sebagai kompensasinya.6 Peningkatan beban tekanan menyebabkan
terjadinya hipertrofi kompensatorik dengan bentuk konsentris. Keadaan ini
menyebabkan penebalan dinding miokardium namun tidak meningkatkan volume
ventrikel, bahkan berkurang. Karena stroke volume atau volume sekuncup
menurun maka teriadi rangsangan neurohormonal khususnya dari ginjal untuk
meningkatkan cardiac output agar perfusi ke ginjal terjaga dengan baik. Ginjal
mengeluarkan hormon RAA (Renin, Angiotensin, Aldosteron) sehingga terjadi
retensi garam dan air. Akibat retensi garam dan air tersebut terjadi peningkatan
beban volume preload. Volume yang meningkat menyebakan beban tekanan yang
semakin tinggi sehingga terjadi iskemia koroner relatif yang menyebabkan
remodeling miokardium. Selain itu dari ginjal juga melepaskan ADH (Anti
Diuretik Hormon) sehingga remodeling juga terbentuk. Akibatnya, lama-kelamaan
jantung mencapai keadaan berat jantung kritis (sekitar 500 gram) dimana jantung
menjadi dekompensasi. Proses remodeling yang dialami jantung juga menjadi
penyebab terjadinya gangguan irama jantung atau aritmia. 6 Hal ini ditunjukkan
pada hasil EKG dimana terdapat sinus aritmia dan frekuensi denyut jantung 100x
per menit saat pasien masuk.
Tatalaksana pada pasien yang menderita gagal jantung adalah dengan 3
prinsip, yaitu2 :
1. Memperbaiki beban awal
2. Memperbaiki kontraktilitas
3. Pengurangan beban akhir
Pasien mendapatkan terapi furosemid 2x1 ampul (20/2ml), tatalaksana ini
sangat sesuai guna menurunkan beban awal dengan mengeluarkan beban cairan
dikarenakan konsumsi cairan/minuman berlebihan melalui urin. Selain itu, dapat
membantu

mengurangi

sesak

dikarenakan

adanya

penumpukan

cairan

diekstremitas. Pasien juga mendapatkan Spironolacton (100 mg) sebagai diuretik


hemat kalium. Pemberian diuretik hemat kalium diberikan guna meningkatkan
pengeluaran cairan tanpa harus kehilangan kalium dalam jumlah berlebih.3 Sebab,
16

pasien juga mendapatkan ekstra furosemid dikarenakan ada edema pulmo dan
perifer, penggunaan furosemid memiliki efek samping hipokalemia.
Pasien mendapatkan terapi digoxin (0,25 mg/ tab), hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kontraktilitas otot jantung dengan mekanisme inotropik melalui
mekanisme penghambatan Na-K-ATPase pada membran sel otot jantung sehingga
menyebabkan berkurangnya pertukaran Na+-Ca+2 selama repolarisasi dan relaksasi
otot jantung. Dengan demikian, Ca+2 yang tesedia dalam retikulum sarkoplasma
(SR) meningkat untuk dilepaskan ke dalam sitosol sehingga kontraktilitas
meningkat.3 Pemantauan kadar digoksin dalam plasma dapat dilakukan guna
mencegah terjadinya toksisitas digoksin sebab bila kadar digoksin mencapai 1,5-3
mcg/L dapat terjadi peningkatan resiko toksisitas.12
Untuk tekanan darah pasien mendapatkan candesartan (8 mg), yaitu
golongan ARB (Antagonis Receptor Blocker). Pemberian golongan ARB dapat
menurunkan tekanan darah tanpa memengaruhi frekuensi denyut jantung,
penghentian yang mendadak tidak menyebakan hipertensi rebound. Selain itu,
pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi kadar lipid dan glukosa darah.
Diantara semua golongan obat ARB, candesartan merupakan obat dengan dosis
rendah, yaitu 8-32 mg dan pemberian lebih mudah yaitu 1 kali per hari sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan pada pasien untuk meminum obat. Sifat kerjanya
yang bekerja di reseptor AT1 dan AT2 pada otot polos pembuluh darah dan diotot
jantung, sebagian berada diginjal otak dan kelenjar adrenal. Efek kerjanya yang
menyerupai ACE inhibitor namun tidak memengaruhi metabolisme bradikinin
sehingga efek samping batuk kering dan angioedema sering terjadi pada ACE
inhibitor.3
Untuk kadar kolestrol pasien mendapatkan simvastatin 20 mg dan
dikonsumsi malam hari. Penghambat HMG CoA reduktase golongan statin
merupakan hipolipidemik yang paling efektif dan aman untuk menurunkan
kolestrol. Statin bekerja dengan menghambat sintesis kolestrol di hati dengan
menghambat enzim HMG CoA reduktase. Menurut penelitian, statin dapat
menurunkan resiko stroke dan penyakit jantung. Efek samping statin yang
potensial berbahaya adalah miopati dan rabdomiolisis.2,7

17

Keluhan nyeri ulu hati juga dirasakan pasien ketika dirawat di Rumah
Sakit, sehingga dokter memberikan ranitidin injeksi 1 ampul per 12 jam.
Pemberian tersebut bertujuan menurunkan sekresi asam lambung dikarenakan
ranitidin memblok reseptor H2 secara selektif dan reversibel dengan
bioavailabilitas sebanyak 70% dan hanya terikat 20% dalam plasma. 3 Namun,
pemberian ranitidin juga memiliki efek samping seperti nyeri kepala, pusing,
malaise, mialgia, konstipasi, ruam kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.3
Selama dirawat pasien mendapatkan infus NaCl 0.9% mulai dari 500 cc/24
jam hingga menjadi 10 tpm. Pasien mendapatkan terapi infus kristaloid
disebabkan karena sifat dari infus NaCl 0.9% memiliki tekanan osmotik yang
sama dengan cairan di dalam plasma.4 Selain itu dengan pemasangan infus
diharapkan rehidrasi cairan saat dirawat dapat terjaga dengan baik. Karena pada
pasien dengan gagal jantung perlu membatasi cairan. Sebab, pada terapi diberikan
furosemid dan spironolacton guna mengurangi beban preload. 2 Pasien juga
menerima makanan diet jantung dengan rendah natrium sehingga saat follow up
dari hari ke hari didapatkan sesak berkurang dan edema perifer berkurang.

18

Gambar 3.3. Bagan terapi gagal jantung menurut AHA 201311


Berdasarkan gambar di atas, menurut AHA 2013 tentang panduan terapi
gagal jantung. Pasien tergolong kategori C dimana pasien memiliki perubahan
struktur jantung dan juga gejala gagal jantung. Sehingga dalam terapinya pasien
mendapatkan : diuretik, ARB, digitalis, kemudian mendapatkan simvastatin (20
mg) sebagai lipitor. Dalam bagan dikatakan bahwa obat yang dapat diberi rutin
adalah ACE dan Beta bloker, namun pada pasien tidak diberikan. Hal ini dapat
berhubungan dengan terjadinya kasus angiodema dan batuk pada beberapa pasien
dengan terapi ACE.2,5 Pemberian Beta blocker pada pasien ini tidak diberikan. Hal
ini disebabkan karena Beta blocker bersifat inotropik negatif yang menurunkan
frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga curah jantung
menurun. Selain itu, Beta blocker juga dapat menyebabkan rebound hipertensi.
Pasien juga memiliki riwayat asma sebelumnya sehingga ditakutkan akan terjadi
kondisi bronkospasme sehingga dikontraindikasikan.2,5 Pemberian hidralazin
nitrat tidak diberikan sebab pasien telah mendapatkan diuretik sebagai penurun
preload. Mengingat hidralazin merupakan vasodilator arteri dan juga nitrat
merupakan venodilator sehingga pada pasien masih belum diberikan. Sebab,

19

ditakutkan terjadinya penurunan cardiac output yang menyebabkan turunnya


tekanan darah dan juga kurangnya perfusi jaringan ke organ-organ lainnya. 2,5 Saat
mengi, pasien mendapatkan terapi nebulisasi combivent 1 ampul dan
flexotide. Komposisi dari combivent adalah ipratropium bromide 0,5 mg dan
salbutamol sulfat 3,10 mg. Serta Flexotide

dengan kandungan Fluticasone

propionate 0,5 mg/2 ml merupakan kombinasi obat yang dipakai untuk menangani
asma eksaserbasi akut.12 Salbutamol yang merupakan agonis 2 kerja singkat yang
selektif terhadap saluran napas. Sehingga, tergolong aman pada pemberian pasien
dengan gagal jantung.2,5

20

BAB IV
PENUTUP
Telah dilaporkan seorang pria berusia 56 tahun yang masuk ke rumah sakit
dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan sudah kurang lebih 2 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit yang muncul mendadak pada malam hari. Sensasi sesak yang
dirasakan pasien pada saat muncul adalah seperti napas pendek, sehingga pasien
harus membungkuk atau berbaring dengan dua bantal. Kadang sesak juga timbul
pada saat melakukan aktivitas seperti berjalan ke kamar mandi dan tidur malam
hari. Sesak seperti ini telah dirasakan kurang lebih dua tahun. Saat masuk, pasien
juga mengeluhkan nyeri ulu hati dan juga kaki yang bengkak. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. Tidak ada obat-obatan rutin yang
sering dikonsumsi. Hanya ranitidine dan spironolacton yang didapatkan dari
mantri.
Pemeriksaan fisik

didapatkan tanda vital yaitu tekanan darah 90/60

mmHg, nadi 86 x/menit pulsasi reguler dan isi cukup, pernafasan 20x/menit dan
suhu 36,5 C. Pemeriksaan kepala dan leher tampak terlihat pelebaran vena
jugular eksterna, dengan pengukuran tekanan JVP 5+3 cm H2O.
Pada pemeriksaan thorax fremitus fokal anterior kanan dan kiri dalam
batas normal. Pada Subintercostal 5 sinistra menurun. Sedangkan, dari bagian
posterior sonor menurun di bagian sinistra mulai dari tulang vertebra torakal 6
sinistra. Batas paru dan hepar berada di subintercostal 6 dekstra. Auskultasi paru
didapatkan vesikuler menurun pada kedua lapang paru, ditemukan wheezing pada
bagian apeks paru kanan dan kiri hingga subintercostal 4 dekstra dan bagian basal
paru sinistra di subintercostal 6 sinistra. Pemeriksaan jantung didapatkan iktus
cordis terlihat di subintercostal 6 sinistra tiga jari lateral dari garis midclavicula
sekitar 6 cm. Palpasi iktus cordis didapatkan iktus cordis teraba di subintercostal
6, tiga jari lateral dari garis midclavicula sinistra, kuat angkat, thrill (-), heaving
(-), lifting (-). Perkusi jantung didapatkan batas kanan jantung 3 jari lateral dari
parasternal dan batas kiri jantung 3 jari lateral midclavicula sinistra di
subintercostal 6. Auskultasi jantung S1-S2 reguler dengan murmur sistolik, derajat

21

II dengan punctum maximum di bagian katup mitral, kualitas bunyi seperti


hembusan, penjalaran bunyi terdengar pula di daerah katup trikuspid, dengan nada
murmur sedang.
Pemeriksaan anggota gerak pada ekstremitas atas tidak ditemukan
kelaianan, tidak ditemukan deformitas,akral hangat, cappilarry refill time (CRT) <
2 detik. Pada tungkai kanan dan kiri tidak ditemukan kelainan, tidak ditemukan
deformitas akral hangat, ditemukan edema pada tungkai kanan.
Pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium darah rutin pada tanggal 5
januari 2015 didapatkan glukosa sewaktu 129 mg/dl, creatinin 1,57 mg/dl,
hemoglobin 12,7 gr%, leukosit 6,420/mm, trombosit 170,000/mm, hematokrit
36%. Rontgen didapatkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan-kiri, tidak ada
kranialisasi, dan curiga efusi pleura kiri, CTR 68%. EKD didapatkan Lead 1 sinus
aritmia dengan kompleks QRS + IDV (Idiopathic Ventricular Ritme) serta
gambaran depresi ST cekung. Lead 2 ditemukan pemanjangan jarak dari R-R
sebanyak 18 kotak kecil, tidak ditemukan gambaran p tinggi dan p mitral.
Gambaran VES (Ventricle Extra Systol) terdapat di lead AVR, AVF, dan Lead 3.
AVF ditemukan gambaran IDV (Idiopathic Ventricular Rhytm). V1 ditemukan
gelombang + dengan QRS langsing merupakan tanda RVH (pembesaran ventrikel
kanan). Tampak adanya tanda pembesaran ventrikel kanan, pembesaran ventrikel
kiri tidak spesifik, sinus aritmia dan juga frekuensi 100x kali per menit.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
dari pasien ini ditegakkan diagnosis yaitu CHF (Chronic Heart Failure) dengan
kriteria Framingham. Sedangkan untuk derajat beratnya gejala jantung ditentukan
dengan klasifikasi NYHA dengan derajat III. Penatalaksanaan yang didapatkan
saat di IGD adalah pemberian oksigen nasal cannul 4 LPM, infus NaCl 0,9% 10
TPM, injeksi 2 ampul furosemid, selanjutnya injeksi 2 ampul diruangan, injeksi
ranitidin 2x1 ampul.
Prognosis CHF berdasarkan studi yang dilakukan oleh Anderson et al
menggunakan studi Framingham dikatakan bahwa onset survival setelah terkena
gejala Gagal jantung dalam rentang 1 dan 5 tahun adalah 57% dan 25% pada
pria.7 Sehingga dapat dikatakan pada pasien ini memiliki prognosis buruk.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Gray, H. Huon, Kriyh D. Dawkins, John, Morgan, Iain A. Simpson. Lecture
Notes Kardiologi. Ed. 4. EMS : Jakarta, 2010
2. A. Price, Sylvia, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
penyakit. Ed. 6. ECG : Jakarta, 2010
3. Tanto, Chris, Frans Liwang, Sonia Hanifati, Eka Adip Pradipta. Kapitaselekta
Kedokteran. Ed. 4. Media Aesculaptius : Jakarta, 2010
4. FKUI. Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Departemen Farmakologi dan terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta, 2007
5. Katzjung, G Betram. Farmakologi Dasar dan Klinik. Ed.10. EGC: Jakarta 2010
6. Silbernalg, Stefan dan Florian Lang. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
EGC: 2006
7. K Ho; K M Anderson; W B Kannel; W Grossman; D Levy.
Survival after the onset of congestive heart failure in
Framingham Heart Study subjects. On Circulation, 1993;88:107115. Cited in :
http://circ.ahajournals.org/content/88/1/107.abstract
8. Heart Foundation. Diagnosis and Management of Chronic Heart Failure. On
heart
foundation.
Updated
2011.
Cited
:
http://www.heartfoundation.org.au/SiteCollectionDocuments/Chronic-heartfailure-QRG-2011.pdf. On 21 Feb 2015
9. Anonymus. EKG Notes. MN Production: Jakarta,2014
10. Yuli, Setianto Budi. Pocket ECG. Intan Cendikia: Jakarta, 2014
11. Yancy W, Et all. ACCF/AHA Guideline for the Management of
Heart Failure: Executive Summary. 2013. On AHA journal.
Available on :
http://circ.ahajournals.org/content/128/16/1810/F3.expansion.ht
ml
12. Anonymus. Glikosida Jantung. BadanPOM. 2013. Pusat
Informasi Obat Nasional. Available on :
http://pionas.pom.go.id/book/ioni-bab-2-sistem-kardiovaskuler21-obat-inotropik-positif/211-glikosida-jantung cited in 3 Mar
2015

23

LAMPIRAN 1
05/1/2015 (MRS)

10/1/2015 (KRS)

24

You might also like