Professional Documents
Culture Documents
CHF
(CHRONIC HEART FAILURE)
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Program
Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing :
dr. Yusuf Galenta Sp. JP. FIHA
Oleh :
Benediktus Bayu Anggoro Putro
NIM: FAA 110 042
PALANGKA RAYA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
CHF
(CHRONIC HEART FALIURE)
LAPORAN KASUS
Diajukan oleh :
Benediktus Bayu Anggoro Putro
FAA 110 042
Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir di Bagian Ilmu Penyakit
Dalam
Laporan kasus ini disahkan oleh :
Nama
Tanggal
Tanda Tangan
...................
..........................
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmatNya laporan kasus yang berjudul Chronic Heart Failure ini
akhirnya dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik
bagian ilmu penyakit dalam di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya periode
Januari hingga Maret 2015.
Pada Kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Yusuf Galenta Sp. JP selaku pembimbing kasus saya serta kepada dr. Suyanto Sp.
PD selaku ketua SMF penyakit dalam, dr. Dessy Sensia Saragih Sp.PD selaku
pembimbing harian, dan juga dr. Dayang Nurbayati Sp.PD yang juga turut
membimbing dan membantu saya dalam penyusunan laporan ini.
Laporan kasus ini disusun dengan kemampuan yang terbatas dan masih
banyak kekurangan, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................... 2
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 9
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 23
LAMPIRAN .................................................................................................... 24
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Kriteria Framingham ....................................................................... 10
Tabel 3.2. Kriteria NYHA Gagal Jantung ........................................................ 11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Patofisiologi Pembesaran Ventrikel Kiri ..................................... 10
Gambar 3.2. Mekanisme Hormonal Terjadinya Gagal Jantung ....................... 11
Gambar 3.3. Bagan terapi gagal jantung menurut AHA 2013 ......................... 19
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 ................................................................................................. 23
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung (Chronic Heart Failure/CHF) merupakan suatu keadaan
patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan
darah untuk metabolisme jaringan.1 Ciri penting dari gagal jantung adalah sesak
napas bila beraktifitas dan pada kondisi berat juga muncul saat beristirahat,
adanya tanda kongesti paru atau bengkak pergelangan kaki.2 Bahkan, dapat
ditemukan bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensasi
lainnya. Kegagalan ini ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan.
Sehingga, dapat terjadi penurunan perfusi ke jaringan.
Secara etiologis mekanisme yang menyebabkan terjadinya gagal jantung
antara lain: penigkatan beban awal, peningkatan beban akhir, penurunan
kontraktilitas. Pemeriksaan penunjang yang paling sering digunakan adalah
ekokardiografi, dengan disfungsi ventrikel kiri biasanya didefinisikan sebagai
fraksi ejeksi <30-45% pada kebanyakan survey epidemiologi.4 Menurut studi
dikatakan bahwa 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung,
dan prevalensi meningkat seiring bertambahnya usia.4
Tatalaksana dalam menangani gagal jantung adalah mengurangi faktor
umum atau gaya hidup seperti merokok, aktivitas fisik, alkohol. Pemberian terapi
pada penyebab dasar seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, dan
kardiomiopati. Pemberian obat-obatan seperti diuretik, digoksin, simpatomimetik,
beta blocker, diberikan sesuai dengan faktor pemberat pada kasus gagal jantung.5
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien bernama Tn. TS berusia 56 tahun beralamat di desa
Tumbang Sepayang, beragama Kristen protestan, pendidikan terakhir SD, suku
Dayak, pekerjaan sebagai seorang petani, dengan tanggal masuk rumah sakit 5
Januari 2015 dan tanggal pemeriksaan tanggal 8 Januari 2015.
Riwayat penyakit sekarang: pasien datang dengan keluhan sesak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit dan bertambah berat sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Saat sesak memberat, pasien dibawa ke RS dr. Murjani Sampit.
Keluhan sesak seperti ini sebenarnya telah dirasakan sejak dua tahun yang lalu,
sehingga pasien dirawat di ICCU RSUD dan diagnosa dengan gagal jantung. Saat
dirawat dirumah sakit, RS dr. Murjani Sampit pasien juga mengeluhkan kaki
bengkak. Namun, saat dirawat di RSUD keluhan tersebut belum berkurang,
sehingga dirujuk. Keluhan nyeri dada sebelah kiri, menjalar ke lengan, leher dan
punggung disangkal. Saat dirawat di RSUD, keluhan tersebut telah berkurang.
Sebelum masuk rumah sakit, sesak hilang timbul muncul saat beraktivitas seperti
mencangkul, berjalan ke kamar mandi, dan saat tidur dimalam hari. Sesak dapat
berkurang bila istirahat. Sesak pada malam hari dapat muncul mendadak,
sehingga pasien duduk membungkuk atau berbaring dengan dua bantal untuk
mengurangi sesaknya. Sensasi saat sesak muncul seperti napas menjadi pendek,
tersengal-sengal, sering kali saat sesak juga disertai mengi yang biasanya terjadi
di pagi hari. Saat dirawat di RS Sampit, pasien mengeluh nyeri ulu hati yang
bersamaan dengan sesak sejak dua minggu yang lalu. Nyeri bersifat perih, muncul
saat terlambat makan dan pada saat makan, kadang menyesak disertai dengan
mual.
Selama masih muda pasien mengaku sering merokok sekitar tiga bungkus
sehari, minum kopi tiga gelas sehari dan mengonsumsi makanan berlemak seperti
daging babi. Aktivitas yang sering dilakukan adalah bertani. Namun, semenjak
sakit pasien tidak melakukannya lagi.
hemithorax
simetris kanan dan kiri, tidak ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi dinding
dada, fremitus fokal anterior kanan dan kiri dalam batas normal. Pada
Chronic Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kronik, asma bronkial karena
didapatkan mengi, dan juga gastritis. Diagnosis klinis dari pasien adalah CHF
(Chronic Heart Failure).
Penatalaksanaan pada pasien ini di IGD adalah pemberian oksigen nasal
cannul 4 LPM, infus NaCl 0,9% 10 TPM, injeksi 2 ampul furosemid, selanjutnya
injeksi 2 ampul diruangan, injeksi ranitidin 2x1 ampul.
Pada tanggal 6/1/15 follow up dilakukan dan pasien telah mengeluhkan
sesak berkurang, nyeri ulu hati berkurang, mau makan dan minum dan BAB juga
BAK tidak ada keluhan. Auskultasi paru didapatkan rhonki basah basal dengan
vesikuler menurun di kedua lapang paru. Pada auskultasi jantung didapatkan
murmur sistolik. Pada ekstremitas bawah ditemukan edema kedua tungkai. Pasien
mendapatkan terapi infus Nacl 500 cc/24 jam, ekstra furosemid 2 ampul dan
furosemid harian 2x1 ampul. Peroral spironolakton 1x25 mg, candesartan 1x8 mg,
digoxin 1x0,25 mg. Kemudian advis dr. Spesialis furosemid ditingkatkan menjadi
3x1 ampul dan diberikan simvastatin 1x20 mg malam hari.
Pada tanggal 7/1/15 pasien mengeluh sesak kembali, batuk berdahak putih
tadi malam, BAB belum sejak kemarin. Dari auskultasi ditemukan vesikuler di
kedua lapang paru dan juga rhonki pada bagian basal paru kanan. Dari auskultasi
jantung ditemukan murmur sistolik. Pasien mendapatkan terapi Nacl infus 10 tpm/
menit dan furosemid 1 amp/ 8 jam, ranitidin 1 amp/12 jam spironolacton 1 tab
siang hari, candesartan 8 mg 1x per hari, digoxin 1x per hari, dan simvastatin 20
mg 1x malam hari.
Pada tanggal 8/1/15 pasien mengeluh sesak sudah berkurang, timbul
mengi saat pagi hari, BAB/BAK tidak ada keluhan. Dari auskultasi ditemukan
bunyi vesikuler seluruh lapang paru kanan dan kiri, tidak ada rhonki dan juga
wheezing. Selain itu dari pemeriksaan auskultasi jantung ditemukan murmur dan
juga gallop. Pemeriksaan abdomen tidak ditemukan lagi nyeri tekan pada bagian
epigastrium dan bising usus 8x per menit. Ekstremitas ditemukan edema minimal
pada ekstremitas bawah tungkai kanan. Terapi yang didapatkan adalah
candesartan 16 mg pagi dan malam hari, digoxin 0,25 mg tablet pagi hari,
simvastatin 20 mg pada malam hari, furosemid 1 ampul 40 mg pagi hari.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai
pemompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan
diakibatkan kelainan struktur atau fungsi jantung yang ditandai dengan sesak
napas atau lelah saat beraktivitas, dapat muncul pula saat istirahat, adanya
penumpukan cairan seperti kongesti paru atau bengkak pergelangan kaki.1,2
3.2. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang dapat menyebabkan gagal
jantung adalah :
1. Peningkatan beban awal
2. Peningkatan beban akhir
3. Penurunan kontraktilitas miokardium
Keadaan yang dapat meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta
dan cacat septum ventrikel; beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun
pada infark miokardium dan kardiomiopati.
3.3. Jenis Gagal Jantung
Pada prinsipnya, perbedaan gagal jantung dapat disebabkan oleh
penurunan ejeksi sistolik (kegagalan sistolik atau forward failure) dan gangguan
pengisian diastolik (kegagalan diastolik atau backward failure). Kegagalan sistolik
dapat terjadi karena peningkatan beban volume, penyakit miokardium, atau
peningkatan beban tekanan. Sedangkan kegagalan diastolik dapat disebabkan
akibat kekakuan dinding ventrikel yang berat. Pada kegagalan sistolik volume
sekuncup dan curah jantung tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan tubuh secara
adekuat. Pada kegagalan diastolik diatasi dengan peningkatan tekanan pengisian
diastolik.6
3.4. Patofisiologi
Gagal jantung terjadi akibat sejumlah proses yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pompa jantung seperti iskemia, hipertensi, infeksi, dan sebagainya.
9
10
11
KRITERIA MINOR
dyspnea
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
(sesak saat malam)
3. Sesak saat aktivitas
Distensi vena leher
4. Hepatomegali
Peningkatan vena jugularis
5. Efusi pleura
Rhonki
6. Kapasitas vital berkurang dari 1/3
Kardiomegali
Edema paru akut
normal
Gallop bunyi jantung III
7. Takikardia (>120 kali/menit)
Refluks hepatojugular positif
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
12
3.7. Tatalaksana
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendir atau gabungan dari :
3.7.1. Pengurangan beban awal
Pembatasan asupan garam dalam makanan dapat mengurangi beban awal
dengan menurunkan retensi cairan. Apabila gejala menetap dengan pembatasan
garam yang sedang, diperlukan pemberian diuretik oral untuk mengatasi retensi
air dan natrium.2
3.7.2. Peningkatan kontraktilitas
Obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraktilitas miokardium. Dua obat
golongan inotropik yang dapat dipakai adalah gliosida digitalis, dan obat non
glikosida. Obat golongan nonglikosida meliputi amin simpatomimetik seperti
epinefrin dan norepinefrin, penghambat fosfodiesterase seperti amrinon dan
enoksimon. Obat inotropik memperbaiki fungsi ventrikel dengan menggeser
seluruh kurva fungsi ventrikel kiri
Darah tepi lengkap, elektrolit, BUN, kreatinin, enzim hepar, serta urinalisis.
Pemeriksaan untuk diabetes melitus, dislipidemia, dan kelainan tiroid juga perlu
dilakukan.
3.8.2. Elektrokardiografi :
Pada gagal jantung, interpretasi EKG yang perlu dicari ialah ritme,
ada/tidaknya infark (riwayat atau sedang berlangsung), atau LVH.
3.8.3. Rontgen thorax :
Dapat digunakan untuk menilai bentuk dan ukuran jantung, serta
vaskularisasi paru dan kelainan non jantung lainnya.
14
3.8.4. Echocardiografi
Digunakan untuk menegakkan dan mengidentifikasi gangguan sistolik
ventrikel kiri.1,8
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak dua minggu sebelum masuk
rumah sakit. Hal ini sudah dirasakannya hilang timbul, sejak dua tahun yang lalu.
Muncul saat berbaring atau tidur dimalam hari dan juga saat beraktivitas ringan
seperti jalan ke kamar mandi. Berdasarkan hal tersebut, mengenai kriteria mayor
framingham, Paroxysmal nocturnal dyspnea selain itu juga kriteria minor yaitu
sesak saat aktivitas. Batuk dimalam hari juga dikeluhkan kadang bersamaan
dengan sesaknya yang muncul di malam hari. Sebelumnya, pasien mengalami
hipertensi sudah lima tahun yang lalu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD
90/60 mmHg. Hal ini mungkin disebabkan karena telah menerima terapi
pengurangan beban awal dan juga obat hipertensi sebagai pengurang tahanan
beban akhir.4,5,6 Denyut nadi 86x/menit dengan pulsasi reguler dan isi cukup
kadang diselingi dengan isi nadi lemah menunjukkan adanya pulus alternans.
Dimana pulsus alternans sendiri merupakan ciri khas gagal jantung akibat
kontraksi miokardium yang memburuk. Rhonki basah basal di kedua lapang paru,
dari pemeriksaan batas jantung didapatkan ictus cordis berada di subintercostal 6
midclavicula line sinistra 4 jari lateral (6 cm) dari garis midclavicula. Hal ini
menunjukkan adanya kardiomegali. Ditemukan juga bunyi gallop saat auskultasi
dan juga murmur sistolik. Untuk penegakan diagnosis dari pemeriksaan fisik,
dilakukan pemeriksaan rontgen dan didapatkan gambaran kardiomegali dengan
CTR 68%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien menderita gagal jantung atau yang
dapat disebut Chronic Heart Failure (CHF) et causa Hipertensi Heart Disease
(HHD). Pada EKG ditemukan gambaran sinus aritmia, tidak ditemukan gambaran
P peak dan P mitral di lead II, Pada V1 ditemukan gelombang QRS langsing +,
menunjukkan adanya tanda pembesaran ventrikel kanan. Pada V1 dan V6 bila
menggunakan kriteria Sokolow-Lyon, yaitu tinggi RV6 + SV1 35 untuk
menentukan LVH tidak ditemukan dan hasil temuan hanya 20. Aksis dari EKG
berdasarkan Lead 1 dan AVF keduanya positif (+) normal. Frekuensi denyut nadi
berkisar 100 kali per menit dengan irama sinus aritmia.9,10
15
Gagal jantung yang disebabkan oleh beban tekanan seperti pada kasus
hipertensi menyebabkan adapatasi dari dinding miokardium untuk meningkatkan
tekanan diventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena pada hipertensi menyebabkan
penegangan dinding ventrikel sehingga diperlukan tekanan yang kuat dari
ventrikel kiri sebagai kompensasinya.6 Peningkatan beban tekanan menyebabkan
terjadinya hipertrofi kompensatorik dengan bentuk konsentris. Keadaan ini
menyebabkan penebalan dinding miokardium namun tidak meningkatkan volume
ventrikel, bahkan berkurang. Karena stroke volume atau volume sekuncup
menurun maka teriadi rangsangan neurohormonal khususnya dari ginjal untuk
meningkatkan cardiac output agar perfusi ke ginjal terjaga dengan baik. Ginjal
mengeluarkan hormon RAA (Renin, Angiotensin, Aldosteron) sehingga terjadi
retensi garam dan air. Akibat retensi garam dan air tersebut terjadi peningkatan
beban volume preload. Volume yang meningkat menyebakan beban tekanan yang
semakin tinggi sehingga terjadi iskemia koroner relatif yang menyebabkan
remodeling miokardium. Selain itu dari ginjal juga melepaskan ADH (Anti
Diuretik Hormon) sehingga remodeling juga terbentuk. Akibatnya, lama-kelamaan
jantung mencapai keadaan berat jantung kritis (sekitar 500 gram) dimana jantung
menjadi dekompensasi. Proses remodeling yang dialami jantung juga menjadi
penyebab terjadinya gangguan irama jantung atau aritmia. 6 Hal ini ditunjukkan
pada hasil EKG dimana terdapat sinus aritmia dan frekuensi denyut jantung 100x
per menit saat pasien masuk.
Tatalaksana pada pasien yang menderita gagal jantung adalah dengan 3
prinsip, yaitu2 :
1. Memperbaiki beban awal
2. Memperbaiki kontraktilitas
3. Pengurangan beban akhir
Pasien mendapatkan terapi furosemid 2x1 ampul (20/2ml), tatalaksana ini
sangat sesuai guna menurunkan beban awal dengan mengeluarkan beban cairan
dikarenakan konsumsi cairan/minuman berlebihan melalui urin. Selain itu, dapat
membantu
mengurangi
sesak
dikarenakan
adanya
penumpukan
cairan
pasien juga mendapatkan ekstra furosemid dikarenakan ada edema pulmo dan
perifer, penggunaan furosemid memiliki efek samping hipokalemia.
Pasien mendapatkan terapi digoxin (0,25 mg/ tab), hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kontraktilitas otot jantung dengan mekanisme inotropik melalui
mekanisme penghambatan Na-K-ATPase pada membran sel otot jantung sehingga
menyebabkan berkurangnya pertukaran Na+-Ca+2 selama repolarisasi dan relaksasi
otot jantung. Dengan demikian, Ca+2 yang tesedia dalam retikulum sarkoplasma
(SR) meningkat untuk dilepaskan ke dalam sitosol sehingga kontraktilitas
meningkat.3 Pemantauan kadar digoksin dalam plasma dapat dilakukan guna
mencegah terjadinya toksisitas digoksin sebab bila kadar digoksin mencapai 1,5-3
mcg/L dapat terjadi peningkatan resiko toksisitas.12
Untuk tekanan darah pasien mendapatkan candesartan (8 mg), yaitu
golongan ARB (Antagonis Receptor Blocker). Pemberian golongan ARB dapat
menurunkan tekanan darah tanpa memengaruhi frekuensi denyut jantung,
penghentian yang mendadak tidak menyebakan hipertensi rebound. Selain itu,
pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi kadar lipid dan glukosa darah.
Diantara semua golongan obat ARB, candesartan merupakan obat dengan dosis
rendah, yaitu 8-32 mg dan pemberian lebih mudah yaitu 1 kali per hari sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan pada pasien untuk meminum obat. Sifat kerjanya
yang bekerja di reseptor AT1 dan AT2 pada otot polos pembuluh darah dan diotot
jantung, sebagian berada diginjal otak dan kelenjar adrenal. Efek kerjanya yang
menyerupai ACE inhibitor namun tidak memengaruhi metabolisme bradikinin
sehingga efek samping batuk kering dan angioedema sering terjadi pada ACE
inhibitor.3
Untuk kadar kolestrol pasien mendapatkan simvastatin 20 mg dan
dikonsumsi malam hari. Penghambat HMG CoA reduktase golongan statin
merupakan hipolipidemik yang paling efektif dan aman untuk menurunkan
kolestrol. Statin bekerja dengan menghambat sintesis kolestrol di hati dengan
menghambat enzim HMG CoA reduktase. Menurut penelitian, statin dapat
menurunkan resiko stroke dan penyakit jantung. Efek samping statin yang
potensial berbahaya adalah miopati dan rabdomiolisis.2,7
17
Keluhan nyeri ulu hati juga dirasakan pasien ketika dirawat di Rumah
Sakit, sehingga dokter memberikan ranitidin injeksi 1 ampul per 12 jam.
Pemberian tersebut bertujuan menurunkan sekresi asam lambung dikarenakan
ranitidin memblok reseptor H2 secara selektif dan reversibel dengan
bioavailabilitas sebanyak 70% dan hanya terikat 20% dalam plasma. 3 Namun,
pemberian ranitidin juga memiliki efek samping seperti nyeri kepala, pusing,
malaise, mialgia, konstipasi, ruam kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.3
Selama dirawat pasien mendapatkan infus NaCl 0.9% mulai dari 500 cc/24
jam hingga menjadi 10 tpm. Pasien mendapatkan terapi infus kristaloid
disebabkan karena sifat dari infus NaCl 0.9% memiliki tekanan osmotik yang
sama dengan cairan di dalam plasma.4 Selain itu dengan pemasangan infus
diharapkan rehidrasi cairan saat dirawat dapat terjaga dengan baik. Karena pada
pasien dengan gagal jantung perlu membatasi cairan. Sebab, pada terapi diberikan
furosemid dan spironolacton guna mengurangi beban preload. 2 Pasien juga
menerima makanan diet jantung dengan rendah natrium sehingga saat follow up
dari hari ke hari didapatkan sesak berkurang dan edema perifer berkurang.
18
19
propionate 0,5 mg/2 ml merupakan kombinasi obat yang dipakai untuk menangani
asma eksaserbasi akut.12 Salbutamol yang merupakan agonis 2 kerja singkat yang
selektif terhadap saluran napas. Sehingga, tergolong aman pada pemberian pasien
dengan gagal jantung.2,5
20
BAB IV
PENUTUP
Telah dilaporkan seorang pria berusia 56 tahun yang masuk ke rumah sakit
dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan sudah kurang lebih 2 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit yang muncul mendadak pada malam hari. Sensasi sesak yang
dirasakan pasien pada saat muncul adalah seperti napas pendek, sehingga pasien
harus membungkuk atau berbaring dengan dua bantal. Kadang sesak juga timbul
pada saat melakukan aktivitas seperti berjalan ke kamar mandi dan tidur malam
hari. Sesak seperti ini telah dirasakan kurang lebih dua tahun. Saat masuk, pasien
juga mengeluhkan nyeri ulu hati dan juga kaki yang bengkak. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. Tidak ada obat-obatan rutin yang
sering dikonsumsi. Hanya ranitidine dan spironolacton yang didapatkan dari
mantri.
Pemeriksaan fisik
mmHg, nadi 86 x/menit pulsasi reguler dan isi cukup, pernafasan 20x/menit dan
suhu 36,5 C. Pemeriksaan kepala dan leher tampak terlihat pelebaran vena
jugular eksterna, dengan pengukuran tekanan JVP 5+3 cm H2O.
Pada pemeriksaan thorax fremitus fokal anterior kanan dan kiri dalam
batas normal. Pada Subintercostal 5 sinistra menurun. Sedangkan, dari bagian
posterior sonor menurun di bagian sinistra mulai dari tulang vertebra torakal 6
sinistra. Batas paru dan hepar berada di subintercostal 6 dekstra. Auskultasi paru
didapatkan vesikuler menurun pada kedua lapang paru, ditemukan wheezing pada
bagian apeks paru kanan dan kiri hingga subintercostal 4 dekstra dan bagian basal
paru sinistra di subintercostal 6 sinistra. Pemeriksaan jantung didapatkan iktus
cordis terlihat di subintercostal 6 sinistra tiga jari lateral dari garis midclavicula
sekitar 6 cm. Palpasi iktus cordis didapatkan iktus cordis teraba di subintercostal
6, tiga jari lateral dari garis midclavicula sinistra, kuat angkat, thrill (-), heaving
(-), lifting (-). Perkusi jantung didapatkan batas kanan jantung 3 jari lateral dari
parasternal dan batas kiri jantung 3 jari lateral midclavicula sinistra di
subintercostal 6. Auskultasi jantung S1-S2 reguler dengan murmur sistolik, derajat
21
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Gray, H. Huon, Kriyh D. Dawkins, John, Morgan, Iain A. Simpson. Lecture
Notes Kardiologi. Ed. 4. EMS : Jakarta, 2010
2. A. Price, Sylvia, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
penyakit. Ed. 6. ECG : Jakarta, 2010
3. Tanto, Chris, Frans Liwang, Sonia Hanifati, Eka Adip Pradipta. Kapitaselekta
Kedokteran. Ed. 4. Media Aesculaptius : Jakarta, 2010
4. FKUI. Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Departemen Farmakologi dan terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta, 2007
5. Katzjung, G Betram. Farmakologi Dasar dan Klinik. Ed.10. EGC: Jakarta 2010
6. Silbernalg, Stefan dan Florian Lang. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
EGC: 2006
7. K Ho; K M Anderson; W B Kannel; W Grossman; D Levy.
Survival after the onset of congestive heart failure in
Framingham Heart Study subjects. On Circulation, 1993;88:107115. Cited in :
http://circ.ahajournals.org/content/88/1/107.abstract
8. Heart Foundation. Diagnosis and Management of Chronic Heart Failure. On
heart
foundation.
Updated
2011.
Cited
:
http://www.heartfoundation.org.au/SiteCollectionDocuments/Chronic-heartfailure-QRG-2011.pdf. On 21 Feb 2015
9. Anonymus. EKG Notes. MN Production: Jakarta,2014
10. Yuli, Setianto Budi. Pocket ECG. Intan Cendikia: Jakarta, 2014
11. Yancy W, Et all. ACCF/AHA Guideline for the Management of
Heart Failure: Executive Summary. 2013. On AHA journal.
Available on :
http://circ.ahajournals.org/content/128/16/1810/F3.expansion.ht
ml
12. Anonymus. Glikosida Jantung. BadanPOM. 2013. Pusat
Informasi Obat Nasional. Available on :
http://pionas.pom.go.id/book/ioni-bab-2-sistem-kardiovaskuler21-obat-inotropik-positif/211-glikosida-jantung cited in 3 Mar
2015
23
LAMPIRAN 1
05/1/2015 (MRS)
10/1/2015 (KRS)
24