You are on page 1of 13

TUGAS

KEPERAWATAN PROFESIONAL

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 17 TAHUN 2013

DOSEN PENGAMPU: ENDANG PURWANINGSIH S.Kep,Ns,M.Kep


DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Anggun Riski A
Fahrun Nafiatunnisa
Heni Dwi Purwaningsih
Mayang Ramadani
Nurra Nur A
Romadhana Fauzi
Saiful Anshori
Septa Andria
Zulva Arrofi

(201401055)
(201401066)
(201401071)
(201401078)
(201401082)
(201401088)
(201401090)
(201401092)
(201401104)

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan profesional yang
berjudul Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/148/I/2010 Tentang
Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Perawat ini dengan baik dan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, baik secara
penulisan, bahasa atau materi yang ada. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna lebih sempurnanya makalah ini.
Dengan mengucap Hamdallah kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
baik bagi kami maupun bagi kita semua.

Ponorogo, 03 Maret 2016

Penyusun

LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen
bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.

Pembangunan

kesehatan

di

selenggarakan

dengan

berdasarkan

peri

kemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata serta pengutamaan dan
manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, anak, manusia
lanjut usia (manula) dan keluarga miskin.
Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan
sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Sedangkan kesehatan adalah sehat,
baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Dasar 1945 Pasal 28 huruf H ayat (1) yang disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk
memperoleh pelayanan kesehatan. Disamping itu dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun
2009 Pasal 4 disebutkanbahwa setiap orang berhak atas kesehatan serta pada Pasal 5 ayat
(2) disebutkan setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu dan terjangkau.
Upaya untuk memperoleh pelayanan kesehatan dapat dilakukan melalui pelayanan
kesehatan modern maupun pelayanan kesehatan tradisional. Bentuk pelayanan kesehatan
tersebut

dilaksanakan

berdasarkan

prinsip-prinsip

nondiskriminatif,

partisipatif,

perlindungan dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber
daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan
nasional.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan dan untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan. Berdasarkan definisi tersebut maka tenaga kesehatan berwenang untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai bidang keahliannya, namun dalam
penyelenggaraannya setiap tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah, sehinga

masyarakat sebagai pengguna jasa akan mendapatkan pelayanan yang aman, terjamin serta
masyarakat maupun tenaga kesehatan sendiri juga terlindungi dari hukum.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Perawat merupakan salah
satu tenaga kesehatan sehingga perawat dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kewenangannya.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 jo
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 Tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat disebutkan bahwa perawat dapat menjalankan
praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan yang meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di
luar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri.
Berdasarkan Permenkes tersebut maka perawat secara legal dapat menjalankan
praktik mandiri, sehingga Permenkes tersebut dapat dijadikan pedoman dalam
pelaksanaannya dan merupakan wujud perlindungan hukum dalam pelaksanaan praktik
mandiri perawat. Namun Permenkes tersebut belum mengatur secara detail dalam
pelaksanaannya, diantaranya tentang kewenangan tindakan, persyaratan tempat praktik, dan
jenis peralatan yang harus disediakan. Hal ini sangat berbeda dengan Permenkes Nomor
1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan praktik bidan, walaupun
sama-sama jenis tenaga keperawatan. Dalam Permenkes tersebut mengatur secara detail
penyelenggaraan praktik bidan. Pengaturan yang kurang detail dalam Permenkes Nomor
HK.02.02/Menkes/148/I/2010 jo Permenkes Nomor 17 Tahun 2013 tersebut maka secara
langsung dapat berpotensi merugikan perawat dikaitkan dengan adanya Undang-undang
Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 73 ayat (2) yang menyebutkan
bahwa setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan
adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin
praktik.
Pasal tersebut mempunyai sanksi pidana sebagaimana dituangkan dalam Pasal 78
yaitu ancaman pidana paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Dalam kurikulum pendidikan keperawatan, baik tingkat Diploma maupun Strata


satu (S1) terdapat Skill Station yang mengajarkan tindakan-tindakan dalam memberikan
asuhan keperawatan maupun tindakan medis, misalnya hechting luka dan tindakan
pemberian obat. Obat dapat diberikan baik secara oral maupun parenteral (melalui
pembuluh darah), dimana pemberian obat parenteral merupakan tindakan invasif yang
hanya dapat dilakukan perawat atas delegasi dokter, sehingga tanpa adanya pendelegasian
perawat tidak berwenang memberikan obat parenteral meskipun secara keterampilan
perawat mahir melakukannya.
Kota Salatiga merupakan Kota kecil di Jawa Tengah yang terdiri dari 4 Kecamatan dan 22
Kelurahan. Meskipun sebagai Kota kecil tetapi ketersediaan sarana pelayanan kesehatan
sangat mencukupi, sebagaimanadiketahui bahwa terdapat sebanyak 6 Rumah sakit baik
milik pemerintah maupun swasta, Puskesmas Induk pada setiap kecamatan dan masingmasing Kelurahan mempunyai Puskesmas Pembantu (Pustu). Selain itu sarana pelayanan
kesehatan berupa Klinik baik pratama maupun utama berkembang pesat serta tenaga dokter
praktik swasta yang tersebar hampir di setiap Kelurahan. Kondisi yang demikian maka
sampai saat ini tidak ada Kecamatan atau Kelurahan yang ditetapkan sebagai daerah yang
tidak memiliki dokter.
Anggota Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebanyak 520 orang, 20
orang diantaranya melakukan praktik mandiri1. Dalam pelaksanaan praktik mandiri sering
ditemukan perawat melakukan tindakan invasif seperti pemberian obat parenteral ,
hechting luka bahkan sampai melakukan bedah minor. Padahal tindakan-tindakan tersebut
bukan merupakan kewenangan perawat. Tindakan medis hanya dapat dilakukan oleh
perawat dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa dan tidak ada dokter ditempat
kejadian.
Hal ini berbeda dengan tindakan pemberian obat oral (melalui mulut), sesuai dengan
Permenkes Nomor 148 Tahun 2010 jo Permenkes Nomor 17 Tahun 2013 perawat di
berikan kewenangan untuk memberikan jenis obat bebas dan obat bebas terbatas.
Dalam pelaksanaan praktik mandiri perawat pembinaan danpengawasan yang
merupakan amanat Permenkes Nomor 148 Tahun 2010 jo Permenkes Nomor 17 Tahun

2013 kepada Pemerintah Daerah mutlak diperlukan. Tindakan pembinaan dan pengawasan
dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dengan mengikut sertakan organisasi profesi (PPNI). Melalui tindakan
tersebut diharapkan pelaksanaan penyelenggaraan praktik mandiri sesuai dengan ketentuanketentuan yang telah diatur, perawat menjalankan praktik sesuai dengan kewenangan yang
dimiliki karena jika perawat melakukan tindakan diluar kewenangannya maka akan
mempunyai konsekuensi hukum, selain itu tindakan tersebut diarahkan untuk meningkatkan
mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala
kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Tindakan pembinaan dan
pengawasan juga dapat digunakan sebagai sarana evaluasi pelaksanaan kegiatan untuk
mengetahui kendala-kendala dalam pelaksanaannya.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 maka perawat tidak
mendapatkan perlindungan hukum dalam pelaksanaan praktiknya. Perawat dalam posisi
terjepit, disatu sisi perawat diberikan kebebasan untuk menjalankan praktik mandiri tetapi
di sisi lain payung hukum belum melingkupinya secara utuh.
Mensikapi fenomena demikian maka peraturan kebijaksanaan berkaitan dengan
kewenangan bebas dari pemerintah (freies ermessen) mutlak diperlukan melalui
pelaksanaan pembinaan dan pengawasan praktik mandiri perawat oleh pemerintah dengan
mengikut sertakan organisasi profesi.

BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.473, 2013

KEMENTERIAN KESEHATAN. Izin Penyelenggaraan Praktik.


Perawat. Perubahan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 17 TAHUN 2013
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang

:
a. Bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor
HK.02.02/Menkes/148/I/2010
tentang
izin
dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat perlu disesuaikan dengan
perkembangan hokum dan kebutuhan pelayanan kesehatan.
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Perubahan
Atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang izin dan Penyelenggaraan
Praktik Perawat;

Mengingat

:
1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
153,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3637);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten /Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585);

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1796/Menkes/Per/VIII/2011


tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 603);
Memutuskan :
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI
KESEHATAN
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS
PERATURAN
MENTERI
KESEHATAN
NOMOR
HK.02.02/MENKES/ 148/ 1/ 2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN
PRAKTIK PERAWAT.
Beberapa ketentuan dalam peraturan menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/ MENKES /
148/1/2010 tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 2 dan angka 3 diubah, di antara angka 3 dan angka 4
disisipkan 1(satu) angka, yakni angka 3a, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :
1. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitative, yang digunakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan
/atau masyarakat.
3. Surat Izin Praktik Perawat selanjutnya disingkat SIKP adalah bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik keperawatan di fasilitas
pelayanan kesehatan berupa praktik mandiri.
3a. Surat Izin Kerja Perawat yang selanjutnya disingkat SIKP adalah bukti
tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik di fasilitas pelayanan
kesehatan diluar praktik mandiri.
4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan
standar prosedur operasional.
5. Surat Tanda Register yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki
sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Obat bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang dapat
diperoleh tanpa resep dokter.
7. Obat Bebas Terbatas Adalah obat yang berlogo bulatan berwarna biru yang
dapat diperoleh tanpa resep dokter.

8. Organisasi Profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

2. Ketentuan pasal 2 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
1) Perawat dapat menjalankan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan.
2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan/ atau praktik mandiri.
3) Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berpendidikan minimal Diploma III (D III) Keperawatan.
3. Ketentuan Pasal 3 di ubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
1) Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan di luar praktik mandiri waib memiiki SIKP.
2) Setiap perawat yang menjalankan praktik keperawatan di praktik mandiri
wajib memiliki SIPP.
3) SIKP dan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan
oleh pemerintah daerah kabupaten/ kota dan berlaku untuk 1 (satu) tempat.
4. Pasal 4 dihapus.
5. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Untuk memperoleh SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
Perawat harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah
kabupaten/ kota dengan melampirkan :
a. Fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
b. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin
Praktik;
c. Surat pernyataan memiliki tempat di praktik mandiri atau di fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri;
d. Pas foto berwarna terbaru ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;

e. Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/ kota atau pejabat


yang ditunjuk ; dan
f. Rekomendasi dari organisasi profesi.
(2) Apabila SIKP atau SIPP dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota,
persyaratan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak di
perlukan.
(3) Contoh surat permohonan SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam formulir I terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari peraturan menteri ini.
(4) Contoh SIKP atau SIPP sebagaimana tercantum dalam formulir II dan formulir
III terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri
ini.
(5) Permohonan SIKP atau SIPP yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada
pemohon dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan
diterima.
6. Diantara pasal 5 dan pasal 6 disisipkan 2 pasal, yakni pasal 5A dan pasal 5B, yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5A
Perawat hanya dapat menjalankan praktik keperawatan paling banyak di 1 (satu)
tempat fasilitas pelayanan kesehatan diluar praktik mandiri.
Pasal 5B
(1) SIKP atau SIPP berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui
kembali jika habis masa berlakunya.
(2) Ketentuan memperbarui SIKP atau SIPP mengikuti ketentuan memperoleh
SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.

7. Ketentuan pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 7
SIKP atau SIPP dinyatakan tidak berlaku karena:
a. Tempat kerja/ praktik tidak sesuai lagi dengan SIKP atau SIPP

b.
c.
d.
e.

Massa berlakunya habis dan tidak di perpanjang


Dicabut atas perintah pengadilan
Dicabut atasa rekomendasi organisasi profesi atau
Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.

8. Ketentuan pasal 14 ayat (2) diubah sehingga pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaskud dalam pasal 13,
pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan tindakan administratif
kepada perawat yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a) Teguran lisan
b) Teguran tertulis
c) Pencabutan SIKP atau SIPP
9. Di antara pasal 15 dan pasal 16 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni pasal 15A, yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15A
(1) Perawat yang telah melaksanakan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan di luar praktik mandiri sebelum di tetapkan peraturan menteri ini
dinyatakan telah memiliki SIKP berdasarkan perturan menteri ini.
(2) Perawat sebagaimana dimaksud pad ayat (1) harus memiliki SIKP berdasarkan
peraturan menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak peraturan menteri ini di
undangkan

Pasal II
Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan menteri ini
dengan penempatanya dalam Berita Negara Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 maret 2013

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 25 maret 2013
MENTERI DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN

You might also like