You are on page 1of 72

Modul Lumpuh Anggota Gerak

Sistem Neuropsikiatri

Tutor: dr. Siti Airiza, Sp. S


Disusun oleh: Kelompok 2
Fikri Akbar Alfarizi

2013730143

Nabila Rahmawati

2013730159

Nadira Juanti Pratiwi

2013730160

Putri Noviarin Irhamna

2013730166

Rifky Fadila Naratama

2013730171

Sally Novrani Puteri

2013730174

Sandra Natasha Mahendra

2013730175

Sari Azzahro Said

2013730176

Shandy Seta Dwi Tama

2013730177

Shella Arditha

2013730178

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
PENDIDIKAN KEDOKTERAN
2016

Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur Alhamdulillah, atas berkat rahmat dan hidayah Allah SWT akhirnya kami
dapat menyelesaikan Modul Lumpuh Anggota Gerak Sistem Neuropskiatri. Laporan ini kami
buat berdasarkan tutorial pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) yang
telah kami laksanakan sebelumnya.
Dalam laporan ini kami membahas mengenai keputihan, mulai dari definisi,
klasifikasi, penyebab sampai pencegahan keputihan. Kami mengucapkan terima kasih kepada
seluruh narasumber dan fasilitator / tutor dr. Rina Nurbani, Mbiomed kami yang telah
membimbing kami dalam diskusi sehingga laporan ini dapat tersusun.
Kami menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT, saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan laporan ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta, Maret 2016

Penyusun

Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................................1
I.I TUJUAN PEMBELAJARAN.........................................................................................1
I.II

SASARAN BELAJAR................................................................................................1

I.III

SKENARIO.................................................................................................................1

I.IV

KATA SULIT :.............................................................................................................2

I.V

KATA/KALIMAT KUNCI:.........................................................................................2

I.VI

Pertanyaan:..................................................................................................................9

BAB II. PEMBAHASAN..........................................................................................................4


BAB III. KESIMPULAN.........................................................................................................38
Daftar Pustaka...........................................................................................................................iv

BAB 1
LATAR BELAKANG
A. Pendahuluan
Modul

Lumpuh anggota gerak (Paresis) ini diberikan pada

mahasiswa yang

mengambil mata kuliah sistem Neuro-psikiatri di semester keenam. TIU dan TIK modul
ini disajikan pada permulaan buku, agar dapat dimengerti secara menyeluruh tentang
konsep dasar penyakit-penyakit yang memberikan gejala Lumpuh anggota gerak.
Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang patomekanisme, gejala
lumpuh anggota gerak, cara diagnosis, penanganan, dan rehabilitasi dari bermacammacam gangguan kejiwaan yang disertai dengan gangguan lumpuh anggota gerak.
Sebelum menggunakan modul ini, mahasiswa dan tutor diharapkan memahami
TIU dan TIK modul ini sehingga tidak terjadi penyimpangan pada diskusi dan tujuan
serta kompetensi minimal yang diharapkan dapat dicapai. Bahan untuk diskusi dapat
diperoleh dari bacaan yang tercantum pada akhir setiap unit. Kuliah pakar akan diberikan
atas permintaan anda yang berkaitan dengan penyakit ataupun penjelasan dalam
pertemuan konsultasi antara peserta kelompok diskusi anda dengan ahli yang
bersangkutan.
Penyusun mengharapkan modul ini dapat membantu

mahasiswa dalam

memecahkan masalah penyakit-penyakit dengan gejala lumpuh anggota gerak

yang

disajikan.
B. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
bermacam-macam gejala lumpuh anggota gerak yang kemungkinan disertai dengan
gangguan kejiwaan yang dapat menyertainya, meliputi diagnosis, penanganan, dan
rehabilitasi penderita dengan gangguan lumpuh anggota gerak.
C. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menyebutkan penyakit-penyakit yang memberikan gejala lumpuh anggota gerak.
2. Menjelaskan tentang
lumpuh anggota gerak:

patomekanisme tejadinya penyakit-penyakit dengan gejala

2.1. Menjelaskan struktur anatomi susunan saraf pusat sehubungan dengan gangguan
lumpuh anggota gerak.
2.1.1. Menguraikan struktur anatomi bagian cerebrum sehubungan dengan
lumpuh anggota gerak.
2.1.2. Menguraikan struktur anatomi

sistem saraf sentral dan otonom

sehubungan dengan lumpuh anggota gerak.


2.1.3. Menguraikan struktur anatomi sistem saraf perifer sehubungan dengan
lumpuh anggota gerak.
2.1.4. Menjelaskan topis anatomi sehubungan dengan lumpuh anggota gerak.
2.2. Menjelaskan tentang struktur histologi dari susunan saraf pusat, yang ada
hubungannya dengan gangguan lumpuh anggota gerak
2.2.1. Menguraikan struktur histologis dari sel-sel neuron.
2.2.2. Menguraikan struktur histologis dari sel glia.
2.2.3. Menguraikan struktur histologis dari susunan saraf otonom.
2.2.4. Menguraikan struktur histologis dari reseptor saraf sentral.

2.3.

Menjelaskan tentang struktur histologi dari susunan saraf perifer, yang ada
hubungannya dengan gangguan lumpuh anggota gerak.
2.3.1. Menguraikan struktur histologis dari sel-sel neuron pada medulaspinalis.
2.3.2. Menguraikan struktur histologis dari sel pada cornu anterior, posterior
maupun lateral.
2.3.3. Menguraikan struktur histologis dari susunan saraf otonom pada spinal.
2.3.4. Menguraikan struktur histologis dari reseptor saraf perifer.

2.4. Menjelaskan fisiologi susunan saraf pusat yang ada hubungannya dengan
gangguan lumpuh anggota gerak
2.4.1. Menjelaskan dasar biolistrik/transmitter dalam tubuh sehubungan dengan
lumpuh anggota gerak.
2.4.2. Menjelaskan proses transmisi sinaptik dan otot dalam kaitannya dengan
lumpuh anggota gerak.

2.4.3. Menjelaskan sistem saraf

otonom dalam kaitannya dengan lumpuh

anggota gerak.
2.4.4. Menjelaskan fungsi motorik korteks serebri dan ganglia basalis dalam
kaitannya dengan lumpuh anggota gerak.
2.4.5. Menjelaskan fungsi intelektual otak, memori dan proses belajar dalam
kaitannya dengan lumpuh anggota gerak.
2.4.6. Menjelaskan fungsi sistem limbik dan hipothalamus dalam kaitannya
dengan kecemasan.
2.4.7. Menjelaskan neurofisiologis tidur dan bangun dalam kaitannya dengan
lumpuh anggota gerak.
2.5. Menjelaskan fisiologi susunan saraf perifer yang ada hubungannya dengan
gangguan lumpuh anggota gerak
2.5.1. Menjelaskan dasar biolistrik/transmitter dalam tubuh sehubungan dengan
lumpuh anggota gerak.
2.5.2. Menjelaskan proses transmisi sinaptik dan otot dalam kaitannya dengan
lumpuh anggota gerak.
2.5.3. Menjelaskan sistem saraf

otonom dalam kaitannya dengan lumpuh

anggota gerak.

2.5.4. Menjelaskan fungsi motorik pada cornu anterior-posterior serta lateral


dalam kaitannya dengan lumpuh anggota gerak.
2.6. Menjelaskan tentang substansi biokimia yang berperan dalam lumpuh anggota
gerak.
2.7. Menjelaskan gambaran hisopatologis susunan saraf dan mekanisme lumpuh pada
penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak.
2.7.1. Menjelaskan dan menggambarkan histo-patologi susunan saraf pusat
maupun perifer.
2.7.2. Menjelaskan dan menggambarkan histo-patologi susunan saraf otonom
pada penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak.
3.
3.1.

Menjelaskan cara diagnosis penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak :


Menjelaskan tentang cara menyusun dan melakukan anamnesis penyakit-penyakit

dengan lumpuh anggota gerak dan faktor risiko.

3.2.

Menjelaskan tentang pemeriksaan fisik yang dilakukan utnuk diagnosis penyakitpenyakit dengan lumpuh anggota gerak; tanda UMN dan LMN.

3.3.

Menjelaskan tentang pemeriksaan status mental yang dilakukan untuk diagnosis


penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak.

3.4.

Menyebutkan jenis pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu


diagnosis penyakit dengan lumpuh anggota gerak.
3.4.1.

Menyebutkan tes-tes neurologis yang bisa dilakukan untuk membantu


diagnosis penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak.

3.4.2.

Menyebutkan tes-tes laboratorium yang bisa dilakukan untuk


membantu diagnosis penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak, dan
mampu melakukan interpretasi hasil laboratorium yang bersangkutan.

3.4.3.

Menyebutkan pemeriksaan laboratorium dan radiologi yang bisa


membantu diagnosis penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota gerak, dan
mampu melakukan interpretasi hasil pemeriksaan yang bersangkutan.

4.

Menjelaskan tentang

penatalaksanaan penyakit-penyakit dengan lumpuh anggota

gerak.
4.1.

Menjelaskan tentang cara penanganan penderita lumpuh anggota gerak


secara neurologi dengan mengindahkan faktor psikiatri yang menyertai.
4.1.1. Menjelaskan tentang neuroterapi.
4.1.2. Menjelaskan tentang terapi neuro-farmakologi.
4.1.3. Menjelaskan tentang terapi paska serangan lumpuh; reversible atau cacat.

4.2.

Menjelaskan tentang cara penanganan penderita lumpuh anggota gerak


secara farmakologis dan-non farmakologis:
4.2.1. Mekanisme kerja, indikasi dan kontra indikasi, dosis, efek samping, dan cara
pemilihan obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan penyakit dengan
Lumpuh anggota gerak.
4.2.2. Terapi nutrisi pada kasus Lumpuh anggota gerak.

5.

Menjelaskan tentang cara rehabilitasi yang dilakukan pada penderita penyakit dengan
lumpuh anggota gerak.

5.1.

Menjelaskan tentang rehabiliatsi neuro-sosial pada kasus lumpuh anggota


gerak, (home-care).

5.2.

Menjelaskan tentang rehabilitasi fisik pada penderita lumpuh anggota gerak.

6. Memahami etika, moral dan profesionalisme dalam menanggulangi penyakit dengan


gejala lumpuh.
6.1.

Mengenali dimensi etik kedokteran dalam mengobati memperlakukan pasien


dengan gejala lumpuh.

6.2.

Menentukan, menyatakan dan menganalisis isu etik dalam hubungan dengan


profesi lain.

6.3.

Mengintegrasikan prinsip etik dalam perawatan pasien untuk mencapai standar


profesi.

6.4.

Mengenali dan menghadapi perilaku yang tidak professional dari anggota


lain. dalam tim pelayanan kesehatan untuk menangani penyakit dengan gejala
lumpuh.

Skenario II
Seorang pria umur 50 tahun mengunjungi dokter dengan keluhan mendadak
lemah tungkai dan lengan kiri. Tungkai lebih lemah dari pada lengannya. Keluhan ini
diikuti dengan nyeri kepala disertai juga dengan muntah yang menyembur. Kedua hal
ini dialaminya pada sore hari setelah melakukan kegiatan cuci mobil. Menurut
keluarganya, penderita adalah pribadi yang mudah marah, memiliki hipertensi dan
diabetes mellitus (DM). Penderita juga mengeluhkan di kantor seringkali timbul
perasaan jantung berdebar, keringat dingin, serta sering miksi. Selain itu, penderita
juga melaporkan sering sulit memusatkan perhatian pada pekerjaanya. Penderita
mengeluh jarang sekali berekreasi dan olah raga; namun hobi makan makanan yang
berlemak. Penderita juga mengatakan bahwa seingatnya, tidak ada masalah/ penyakit
serius yang dialaminya setahun terakhir ini.
A. Kata atau Kalimat sulit
B. Kata atau Kalimat kunci

Pria 50 Tahun
Mendadak lemah tungkai dan lengan kiri tetapi tungkai lebih lemah
Diikuti nyeri kepala dan muntah menyembur, terjadi pada sore hari
Mudah marah, hipertendi dan Diabetes Mellitus
Seringkali timbul perasaan jantung berdebar, berkeringat dingin, serta sering
miksi
Sulit berkonsentrasi
Pasien jarang rekreasi dan olahraga, serta suka makanan yang berlemak

C. Pertanyaan
1. Jelaskan anatomi sistem saraf pusat dan perifer yang berhubungan dengan
lumpuh anggota gerak!
2. Jelaskan fisiologi sistem saraf pusat dan perifer!
3. Jelaskan patofisiologi dari lumpuh anggota gerak!

4. Sebutkan penyakit-penyakit dengan gejala lumpuh anggota gerak!


5. Jelaskan anamnesis tambahan dan pemeriksaan fisik tambahan pada skenario
disertakan pemeriksaan penunjangnya!
6. Jelaskan hubungan antara RPD dan Kwluhan tambahan dengan keadaan pasien
saat ini!
7. Jelaskan penatalaksanaan dari penyakit dengan keluhan lumpuh anggppta gerak!
8. Jellaskan tindakan rehabilitasi, preventif, dan edukasi yang tepat pada pasien pada
skenario!
9. Jelaskan Differential Diagnosis 1 pasien pada ksenario!
10. Jelaskan Differential Diagnosis 1 pasien pada ksenario!
11. Jelaskan Differential Diagnosis 1 pasien pada ksenario!

BAB II PEMBAHASAN
1. ANATOMI SUSUNAN SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI
Sistem saraf terbagi menjadi Susunan Saraf Pusat (SSP) dan Susunan Saraf
Tepi(SST).Secara deskriptif, sistem saraf dibagi menjadi dua bagian utama yaitu susunan

saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medulla spinalis, serta susunan saraf tepi yang
terdiri dari saraf-saraf otak dan saraf-saraf spinal.Pada susunan saraf pusat,otak dan
medulla spinalis merupakan pusat utama terjadinya kolerasi dan integrasi informasi
saraf.Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh membran yang disebut meningen, dan
dikelilingi oleh liquor cerebrospinalis, kemudian dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak
dan columna vertebralis.
SUSUNAN SARAF PUSAT
OTAK
Otak terletak dalam cavum cranii dan bersambung dengan medulla spinalis melalui
foramen magnum.Secara konvensional otak dibagi menjadi tiga bagian utama. Bagianbagian tersebut antara lain prosencephalon, mesencephalon, dan rhombencephalon.
Prosencephalon dapat dibagi menjadi diencephalon dan cerebrum.Rhombencephalon
dibagi menjadi medulla oblongata, pons, dan cerebellum.Snell, 2007).

Gambar Otak

CEREBRUM
Cerebrum merupakan bagian otak terbesar, terdiri atas dua hemispherium cerebri yaitu
hemispherium kiri dan kanan yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut
corpus callosum. Setiap hemispherium terdiri dari:
a) Korteks serebrum (subtansia grisea)

Mempunyai fisura dan sulkus. Setiap hemispherium dibagi oleh fisura dan sulkus
yang membagi 4 lobus (frontalis, parietalis, occipitalis, temporal) :
Fissura longitudinal membagi serebrum menjadi hemispherium kiri dan

hemispherium kanan
Fissura transversal membagi hemispheriumcerebral dari cerebellum
Sulcus centralis terbentang diantara lobus frontalis dan lobus parietalis,

memisahkan gyrus precentralis (motorik) dan gyrus postcentralis (sensorik)


Sulcus lateral memisahkan lobus frontalis, lobus parietalis dan lobus

temporalis
Sulcus parietooccipitalismemisahkan lobus parietalis dan lobus occipitalis
b) Gyrus
Gyrus pracentral terletak di anterior terhadap sulkus sentralis. Yang memiliki

fungsi mengatur volunter sisi tubuh yang berlawanan.


Gyrus postsentralis terletak posterior terhadap sulkus sentralis. Dimana area
ini disebut area sensoris yang menerima dan menginterprestasikan sensasi

nyeri, raba, tekan pada sisi kontralateral.


c) Ganglia basalis
Merupakan sekelompok masa substansia

grissea

yang

terletak

di

hemispheriumcerebri.Ganglia basalis berfungsi mengatur postur dan gerakan


volunter.Terdiri dari korpus striatum, nukleus amigdala, dan claustrum.
d) Ruangan yang terdapat pada masing-masing hemispherium yaitu ventrikel
lateralis.
DIENCEPHALON
Diencephalon terdiri dari thalamus di bagian dorsal dan hypothalamus di bagian
ventral.Talamus merupakan substansia grisea yang berbentuk seperti telur besar dan
berada di kedua sisi ventriculus tertius.Ujung anterior thalamus membentuk batas
posterior foramen interventriculare yang menghubungkan ventriculus tertius dan
ventriculus lateralis. Hipothalamus membentuk bagian bawah dinding lateral dan lantai
ventriculus tertius.
MESENCEPHALON
Mesencephalon merupakan bagian yang menghubungkan antara prosencephalon dan
rhombencephalonterdapat rongga sempit di mesencephalon yang disebut aquaeductus
cerebri

yang

menghubungkan

ventriculus

tertius

dengan

ventriculus

quartus.Mesencephalon terdiri dari banyak nuclei dan berkas serabut saraf asenden dan
desenden.

Gambar Cerebellum dan Batang Otak


CEREBELLUM
Cerebellum terletak di dalam fossa cranii posterior dan berada pada posterior pons dan
medulla oblongata.Cerebellum terdiri dari dua hemisfer yang dihubungkan oleh
vermis.Cerebellum berhubungan dengan mesencephalon melalui pedunculi cerebellares
superiores, dengan pons melalui pedunculi cerebellares medii, dan dengan medulla
oblongata melalui pedunculus cerebellaris inferior.Pedunculus membentuk berkas
serabut saraf yang besar yang menghubungkan antara cerebellum dengan susunan saraf
lainnya.
PONS
Pons terletak di anterior cerebellum, inferior dari mesencephalon, dan superior dari
medulla oblongata.Pons atau jembatan memiliki banyak serabut yang berjalan transversal
pada permukaan anteriornya yang menghubungkan kedua hemisfer cerebelli, pons juga
mengandung banyak nuklei dan serabut asendens dan desendens.
MEDULLA OBLONGATA
Medulla oblongata berbentuk konus dan berhubungan dengan pons di bagian superior
serta medulla spinalis di bagian inferior.Pada medulla oblongata terdapat banyak nuclei
yang berfungsi menyalurkan serabut saraf asenden dan desenden.

MEDULLA SPINALIS
Medulla spinalis terletak dalam canalis
vertebralis.Ujung caudalnya pada vertebra L1- 2.
Medulla spinalis mempunyai 31 segmen (8
Cervicalis + 12 Thoracalis + 5 Lumbalis + 5
Sacralis + 1 Coccygeus). Terdapat 4 segmen yaitu :
Segmen Cervicalis mulai dari Foramen
occipital sampai Vertebra C7
Segmen Thoracalis Vertebra T1 - T10
Segmen Lumbalis Vertebra T10 T12
Segmen Sacralis + Coccygeus Vertebra L1
L2
Medulla spinalis memiliki serabut-serabut saraf
yang membentuk tractus.Tractus-tractus spinalis
dibagi menjadi tractus ascenden, descenden dan
intersegmentalis.
Saat memasuki medulla spinalis, serabut saraf
sensorik akan dipisahkan menjadi tractus di substansia alba. Beberapa serabut saraf
berperan menghubungkan segmen-segmen medulla spinalis sedangakn serabut yang lain
naik menuju ke otak. Berkas serabut saraf yang berjalan menuju otak inilah yang disebut
tractus ascenden.

Tractus ascenden menghantarkan informasi aferen baik yang disadari maupun tidak.
Informasi ini dapat dibagi menjadi informasi eksteroseptif (input dari luar tubuh
seperti nyeri, suhu dll.) dan proprioreseptif (input dari dalam tubuh seperti dari otot
atau sendi). Berikut nama tractus ascenden dan rangsang yang dibawa:
a) Tractus spinothalamicus lateralis

: jaras nyeri dan suhu.

b) Tractus spinothalamicus anterior

: jaras raba dan tekanan ringan.

c) Tractus spinocerebellaris posterior

: jaras sensasi sendi otot ke cerebellum.

d) Tractus spinocerebellaris anterior

: jaras sensasi sendi otot ke cerebellum.

e) Tractus cuneocerebellaris

: jaras sensasi sendi otot ke cerebellum.

f) Tractus spinotectalis

: jaras refleks spinovisual

g) Tractus spinoreticularis

: mempengaruhi kesadaran.

Tractus descenden merupakan serabut saraf yang turun di dalam substansia alba dari
berbagai pusat saraf. Berikut nama tractus descenden dan fungsinya:
a) Tractus corticospinalis

:jaras gerakan volunter

b) Tractus reticulospinalis : memfasilitasi dan menghambat aktivitas refleks dan


gerakan volunter.
c) Tractus tectospinalis

: respon stimulus visual.

d) Tractus rubrospinalis

: antigravitasi

e) Tractus vestibulospinalis : memfasilitasi otot ekstensor, menghambat otot fleksor


dan keseimbangan.
f) Tractus olivospinalis

: belum diketahui, berhubungan dengan aktivitas otot.

SUSUNAN SARAF TEPI


Nervi craniales dan nervi spinales tebentuk dari berkas-berkas serabut saraf yang
disokong oleh jaringan ikat. Terdapat 12 pasang nervus cranialis yang meninggalkan otak
dan berjalan melalui foramina di tengkorak. Terdapat 31 pasang nervus spinalis yang
meninggalkan medulla spinalis dan berjalan melalui foramina intervertebrale pada
columna vertebralis. Nervus spinalis diberi nama menurut daerah columna vertebralis
yang sesuai : 8 cervicalis, 5 lumbalis, 12 thoracica, 5 lumbalis, 5 sacralis, dan 1 coccygea.
Masing-masing nervus spinalis dihubungkan dengan medulla spinalis oleh dua radix,
yaitu :

Radix anterior yang terdiri dari berkas-berkas serabut saraf yang membawa impuls
saraf keluar dari susnan saraf pusat. Serabut saraf ini disebut serabut eferen.
Serabut eferen yang menuju ke otot-otot skelet dan menimbulkan kontraksi pada
otot-otot tersebut, disebut serabut motorik. Sel-sel asal terletak di cornu anterior

substantia grisea medulla spinalis.


Radix posterior yang terdiri dari berkas-berkas serabut saraf yang disebut serabut
aferen, yang membawa impuls saraf menuju ke susunan saraf pusat. Karena
serabut saraf ini membawa informasi mengenai sensasi raba, nyeri, suhu, dan

getar, serabut aferen disebut juga serabut sensorik. Badan sel serabut saraf ini
terletak di benjolan pada radix posterior yang disebut ganglion radix posteroir.

2. FISIOLOGI SISTEM SARAF


Sistem persarafan merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk
menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh.
Fungsi sistem saraf yaitu :
1. Mendeteksi perubahan dan merasakan sensasi
2. Menghantarkan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain
3. Mengolah informasi sehingga dapat digunakan segera atau menyimpannya untuk masa
mendatang sehingga menjadi jelas artinya pada pikiran.
Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu :
1.Sistem saraf pusat (sentral), terbagi atas:
a. Otak
b. Sumsum tulang belakang(medula spinalis)
2.Sistem saraf perifer (tepi) terdiri atas:
A. Divisi Aferen, membawa informasi ke SSP (memberitahu SSP mengenai lingkungan
eksternal dan aktivitas-aktivitas internal yg diatur oleh SSP
B. Divisi Eferen, informasi dari SSP disalurkan melalui divisi eferen ke organ efektor
(otot atau kelenjar yg melaksanakan perintah untuk menimbulkan efek yg diinginkan), terbagi
atas:
-Sistem saraf somatik, yg terdiri dari serat-serat neuron motorik yg mempersarafi
otot-otot rangka
-Sistem saraf otonom, yg mempersarafi otot polos, otot jantung dan kelenjar, terbagi
atas :
1. Sistem saraf simpatis
2. Sistem saraf parasimpatis
Sistem saraf dibentuk oleh tiga kelas fungsional neuron;
1. Sel saraf sensoris (neuron aferen)
Bentuknya berbeda dari neuron aferen dan interneuron, di ujung perifernya terdapat reseptor
sensorik yang menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap rangsangan spesifik.
Sel saraf ini menghantarkan impuls(pesan) dari reseptor ke sistem saraf pusat,dendritnya
berhubungan dengan reseptor(penerima rangsangan ) dan ujung aksonnya berhubungan
dengan sel saraf asosiasi,
Klasifikasi reseptor sensoris menurut jenis stimulusnya yaitu :

Mekanoreseptor mendeteksi stimulus mekanis seperti nyeri,suara,raba

Termoreseptor mendeteksi perubahan temperatur seperti panas dan dingin

Nosiseptor mendeteksi kerusakan jaringan baik fisik maupun mekanik seperi nyeri

Elektromaknetik reseptor mendeteksi cahaya yang masuk ke mata seperti


warna,cahaya

Khemoreseptor mendeteksi pengecapan,penciuman,kadar O2 dan CO2

2. Sel saraf motoris


Sel saraf ini mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot/skelet yang hasilnya berupa
tanggapan terhadap rangsangan. Badan sel saraf berada di sistem saraf pusat dan dendritnya
berhubungan dengan akson sel saraf asosiasi dan aksonnya berhubungan dengan
efektor(bagian motoris yang menghantarkan sinyal ke otot/skelet).
Aktivitas sistem motoris tergantung dari aktivitas neuron motoris pada medula spinalis. Input
yang masuk ke neuron motorik menyebabkan 3 kegiatan dasar motorik yaitu :
1

Aktivitas volunter( di bawah kemauan)

Penyesuaian posisi untuk suatu gerakan tubuh yang stabil

Koordinasi kerja dari berbagai otot untuk membuat gerakan yang tepat dan mulus.

3. Sel saraf intermedit/Asosiasi (Interneuron)


Ditemukan seluruhnya dalam SSP. Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan motorik
atau menyampaikan informasi ke interneuron lainnya. Beberapa interneuron dalam otak
terkait dengan fungsi berfikir, belajar dan mengingat
Sel saraf ini terbagi 2 yaitu :
1

Sel saraf ajustor yaitu menghubungkan sel saraf sensoris dan motoris

Sel saraf konektor yaitu untuk menghubungkan neuron yang satu dengan neuron
yang lainnya.

Proteksi dan Nutrisi Otak


Sekitar 90% sel di dalam SSP bukanlah neuron tetapi sel glia atau neuroglia.Meskipun
berjumlah besar, sel glia hanya menempati sekitar separuh dari volume otak karena sel ini
tidak membentuk cabang sebanyak yang dimiliki oleh neuron.
Tidak seperti neuron, sel glia tidak membentuk atau menyalurkan impuls saraf.Sel ini
berkomunikasi dengan neuron dan di antara mereka sendiri melalui sinyal kimiawi.Sel glia
berfungsi sebagai jaringan ikat SSP dan karenanya membantu menunjang neuron baik secara
fisik maupun metabolik.Sel ini secara homeostatis mempertahankan komposisi lingkungan
ekstrasel khusus yang mengelilingi neuron di dalam batas-batas sempit yang optimal untuk
fungsi neuron.
Ada empat tipe utama sel glia di SSP ;
1

Astrosit,yang diberi nama demikian karena berbentuk seperti bintang adalah sel glia
yang paling banyak. Berfungsi menyatukan neuron-neuron dalam hubungan ruang
yang benar.
Oligodendrosit, membentuk selubung mielin insulatif di sekitar akson SSP. Memiliki
beberapa juluran memanjang yang masing-masing membungkus sepotong akson
antarneuron untuk membentuk segmen mielin.

Mikroglia, adalah sel pertahanan imun SSP. Berasal dari jaringan sumsum tulang yang
saman dengan yang menghasilkan monosit. Dalam keadaan aktif sel ini mengeluarkan
bahan bahan kimia destruktif untuk menyerang sasaran mereka.
Sel ependim, melapisi bagian dalam rongga-rongga berisi cairan di SSP. Sel ini
berperan sebagai sel punca neuron dengan potensi membentuk tidak saja sel glia lain
tetapi juga neuron.

Mekanisme Penghantaran Impuls Saraf


Sistem saraf mengirimkan sinya-sinyal listrik yang sangat kecil dan bolak-balik, dengan
membawa informasi dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain. Sinyal listrik
tersebut dinamakan impuls (rangsangan). Ada dua cara yang dilakukan neuron sensorik
untuk menghantarkan impuls tersebut, yakni melalui membran sel atau membran plasma
dan sinapsis.
Penghantaran Impuls Saraf melalui Membran Plasma :
Di dalam neuron, sebenarnya terdapat membran plasma yang sifatnya
semipermeabel.Membran plasma neuron tersebut berfungsimelindungi cairan sitoplasma
yang berada di dalamnya. Hanya ion-ion tertentu akan dapat bertranspor aktif melewati
membran plasmamenuju membran plasma neuron lain.
Apabila tidak terdapat rangsangan atau neuron dalam keadaan istirahat, sitoplasma di
dalam membran plasma bermuatan listrik negatif, sedangkan cairan di luar membran
bermuatan positif.Keadaan yang demikian dinamakan polarisasi atau potensial
istirahat.Perbedaan muatan ini terjadi karena adanya mekanisme transpor aktif yakni
pompa natrium-kalium.Konsentrasi ion natrium (Na+) di luar membrane plasma dari
suatu akson neuron lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di dalamnya.Sebaliknya,
konsentrasi ion kalium (K+) di dalamnya lebih besar daripada di luar.Akibatnya,
mekanisme transpor aktif terjadi pada membran plasma.
Kemudian, apabila neuron dirangsang dengan kuat, permeabilitas membran plasma
terhadap ion Na+ berubah meningkat.Peningkatan permeabilitas membran ini menjadikan
ion Na+ berdifusi ke dalam membran, sehingga muatan sitoplasma berubah menjadi
positif.Fase seperti ini dinamakan depolarisasi atau potensial aksi.
Sementara itu, ion K+ akan segera berdifusi keluar melewati membrane Fase ini
dinamakan repolarisasi. Perbedaan muatan pada bagian yang mengalami polarisasi dan
depolarisasi akan menimbulkan arus listrik.
Nah, kondisi depolarisasi ini akan berlangsung secara terus-menerus, sehingga
menyebabkan arus listrik. Dengan demikian, impuls saraf akan terhantar sepanjang
akson. Setelah impuls terhantar, bagian yang mengalami depolarisasi akan meng alami
fase istirahat kembali dan tidak ada impuls yang lewat. Waktu pemulihan ini dinamakan
fase refraktori atau undershoot.

Penghantaran Impuls Saraf melalui Sinapsis :


Dalam pelaksanaannya, sel-sel saraf bekerja bersama-sama.Pada saat datang rangsang,
impuls mengalir dari satu sel saraf ke sel saraf penghubung, sampai ke pusat saraf atau
sebaliknya dari pusat saraf ke sel saraf terus ke efektor.Hubungan antara dua sel saraf
disebut sinapsis.
Ujung neurit bercabang-cabang, dan ujung cabang yang berhubungan dengan sel saraf
lain membesar disebut bongkol sinaps (knob). Pada hubungan dua sel saraf yang disebut
sinaps tersebut, dilaksanakan dengan melekatnya neurit dengan dendrit atau dinding sel.
Jika impuls sampai ke bongkol sinaps pada bongkol sinaps akan disintesis zat
penghubung atau neurotransmiter, misalnya zat asetilkolin.
Dengan zat transmiter inilah akan terjadi potensial aksi pada dendrite yang berubah
menjadi impuls pada sel saraf yang dihubunginya. Setelah itu, asetilkolin akan segera
tidak aktif karena diuraikan oleh enzim kolin esterase menjadi asetat dan kolin.
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan menyebabkan
terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan tersebut adalah sebagai berikut;
a. Gerak Sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja atau disadari.
Mekanisme gerak sadar dimulai dari diterimanya rangsang oleh reseptor kemudian diteruskan
melalui saraf sensoris ke otak. Oleh otak rangsang akan diteruskan melalui saraf motoris ke
efektor.
b. Gerak Refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls yang
menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang sangat singkat dan tidak melewati
otak. Mekanisme refleks dimulai dari diterimanya rangsang oleh reseptor yang kemudian
diteruskan melalui saraf sensoris ke sumsum tulang belakang.Dari sumsum tulang belakang
rangsang diteruskan melalui saraf motoris ke efektor sehingga terjadi gerak refleks.

SISTEM SARAF PUSAT


I.
OTAK

Merupakan alat tubuh yang sangat vital karena pusat pengatur untuk seluruh alat
tubuh,terletak di dalam rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang
kuat.Otak terdiri dari 3 bagian besar yaitu:
1.Otak Besar (serebrum)
Merupakan bagian terluas dan terbesar dari otak ,bentuk telur dan mengisi penuh bagian atas
rongga tengkorak. Adapun fungsi serebrum yaitu :untuk pusat pengaturan semua aktivitas
mental yaitu berkenaan dengan kepandaian(Intelegensi),ingatan(memori),kesadaran,pusat
menangis,keinginan buang air besar maupun kecil. Terdiri atas:

Lobus frontalis (depan), sebagai area motorik yg embangkitkan impuls u/ pergerakan


volunteer. Area motorik kiri mengatur pergeakan sisi kanan tubuh dan sebalikya.

Lobus oksipital (belakang), untuk pusat penglihatan

Lobus temporal (samping) untuk pusat pendengaran

Lobus parietal (tengah) untuk pusat pengatur kulit dan otot terhadap panas, dingin,
sentuhan,tekanan.

Antara
bagian
tengah
dan
belakang
kecerdasan,ingatan,kemauan dan sikap

merupakan

2. Batang otak(Truncus serebri) terdiri dari :


a. Diensephalon
Merupakan bagian batang otak paling atas,terdapat
mesensephalon,Adapun fungsinya yaitu :

Vasokonstriksi yaitu mengecilkan pembuluh darah

Respiratori

Mengontrol kegiatan refleks

Membantu pekerjaan jantung.

di

pusat

antara

perkembangan

serebrum

dan

b. Mesensephalon (Otak tengah)


Terletak diantara pons dan Diensephalon. Di depan otak tengah
hipotalamus,fungsinya:

Menjaga tetap tegak dan mempertahankan keseimbangan

Membantu pigmen mata dan mengangkat kelopak mata

Memutar

mata

dan

pusat

ada talamus dan

pergerakan

mata

c. Pons varoli
Terletak antara Medula oblongata dan mesensephalon,Adapun fungsinya

Penghubung antara serebrum dan medula oblongata

pencernaan Pusat saraf N.Trigeminus,N.Optalmicus,N.Maxillaris dan N.Mandibularis

d. Medula oblongata
Merupakan bagian otak paling bawah,menghubungkan pons varoli dengan medula
spinalis,Adapun fungsinya yaitu:

Mengontrol kerja jantung

Vasokonstriksi

Pusat pernafasan

Mengontrol kegiatan refleks

3. Otak kecil (Serebelum)


Terletak di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan cerebrum,diatas medula
oblangata, Adapun fungsinya yaitu :

Pusat keseimbangan

Mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dgn baik

Menghantarkan impuls dari otot-otot bagian kiri dan kanan tubuh

Talamus
Pusat pengatur sensoris untuk serabut aferen dari medula spinalis ke serebrum
Hipotalamus

Berperan penting dalam pengendalian aktivitas SSO yg melakukan fungsi vegetative


penting untuk kehidupan seperti pengaturan frekuensi jantung, TD, Suhu tubuh,
keseimbangan air, selera makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual

Sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri, kegembiraan dan
kemarahan.

Memproduksi hormone yg mengatur pelepasan atau inhibisi hormion kelenjar


hipofisis, sehingga mempengaruhi keseluruhan system endokrin.

II.
Sumsum Tulang Belakang (Medulla spinalis)
Merupakan bagian SSP yang terletak di dalam canalis cervikalis bersama ganglion radix
pos yang terdapat pada setiap toramen intervertebralis terletak berpasangan kiri dan kanan
Fungsi sumsum tulang belakang adalah :
1

Penghubung impuls dari dan ke otak

Memungkinkan jalan terpendek pada gerak refleks

Organ ini mengurus persyarafan tubuh,anggota badan dan bagian kepala

Cairan serebrospinal

Terdapat pd ruang subaraknoid yang mengisi ventrikel dlm otak yg terletak antara
araknoid dan piameter

Lapisan pelindung otak (piameter, araknoid dan durameter)

Menyerupai plasma dan cairan interstisial tp tdk mengandung protein

Fungsinya:
Sebagai bantalan untuk jaringan lunak otak dan medulla spinalis
Sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla
spinalis.
SISTEM SARAF TEPI
Sistem saraf perifer terdiri dari serat-serat saraf yang membawa informasi antara SSP di
bagian-bagian lain tubuh.Sistem saraf perifer terdiri atas sistem saraf cranial dan sistem saraf
spinal.Sistem saraf cranial terdiri atas 12 saraf yaitu:
Nama

Tipe

Fungsi

Saraf
Olfaktori
Optik
Okulomoto
r
Troklear
Trigeminal
Abdusena
Fasial
Auditori
Glosofaring
Vagus
Aksesori
Hipoglossal

Sensorik
Sensorik
Motorik

Penciuman
Penglihatan
Pergerakan otot bola mata dan kelopak mata

Motorik
Campura
n
Motorik
Campura
n
Sensorik
Campura
n
Campura
n
Motorik
Motorik

Pergerakan otot bola mata


Sensorik: sensasi di wajah dan mulut,
motorik: mengunyah
Pergerakan bola mata
Sensorik: rasa (kecap), motorik: pergerakan di wajah
dan kelenjar pencernaan
Pendengaran dan keseimbangan tubuh
Sensorik: rasa (kecap), motorik: menelan
Saraf utama untuk sistem pusat parasimpatik
Menelan dan pergerakan leher
Otot di lidah

Table 1.1 Bagian-bagian saraf cranial beserta fungsi


Sedangkan saraf spinal merupakan saraf yang berasal dari sumsum tulang belakang yang
berhubungan dengan seluruh tubuh. Tersusun atas 31 pasang syaraf spinal yaitu: 8 pasang
syaraf servikal, 12 Pasang syaraf Torakal, 5 Pasang syaraf Lumbal, 5 Pasang syaraf Sakral
dan 1 pasang syaraf koksigeal. Saraf-saraf tersebut dikenal sebagai kauda ekuina ekor
kuda.
Sistem Saraf Somatic
Sistem saraf somatic adalah susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur
aktivitas otot sadar.Yang mengatur fungsi-fungsi seperti kontraksi otot untuk memindahkan
suatu benda.
Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom mengendalikan kelenjar dan otot polos, yang mencakup otot jantung,
otot-otot di pembuluh darah, dan otot-otot di bagian dalam lambung dan usus.Sistem saraf tak
sadar disebut juga saraf otonom adalah sistem saraf yang bekerja tanpa diperintah oleh sistem
saraf pusat dan terletak khusus pada sumsum tulang belakang.Sistem saraf otonom terdiri dari
neuron-neuron motorik yang mengatur kegiatan organ-organ dalam, misalnya jantung, paruparu, ginjal, kelenjar keringat, otot polos sistem pencernaan, otot polos pembuluh
darah.Berdasarkan sifat kerjanya, sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua yaitu saraf
simpatik dan saraf parasimpatik.Saraf simpatik memiliki ganglion yang terletak di sepanjang
tulang belakang yang menempel pada sumsum tulang belakang, sehingga memilki serabut
pra-ganglion pendek dan serabut post ganglion yang panjang.Serabut pra-ganglion yaitu
serabut saraf yang yang menuju ganglion dan serabut saraf yang keluar dari ganglion disebut
serabut post-ganglion.Saraf parasimpatik berupa susunan saraf yang berhubungan dengan

ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Sebelum sampai pada organ serabut saraf akan
mempunyai sinaps pada sebuah ganglion seperti pada bagan berikut. Saraf parasimpatik
memiliki serabut pra-ganglion yang panjang dan serabut post-ganglion pendek. Saraf
simpatik dan parasimpatik bekerja pada efektor yang sama tetapi pengaruh kerjanya
berlawanan sehingga keduanya bersifat antagonis.
Parasimpatik

mengecilkan pupil
menstimulasi aliran ludah
memperlambat denyut jantung
membesarkan bronkus
menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan
mengerutkan kantung kemih

3. PATOFISISOLOGI KELUMPUHAN ANGGOTA GERAK SKENARIO


Hemiparesis adalah kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang biasanya disebabkan oleh lesi
vaskuler unilateral di kapsula interna atau korteks motorik.
Penyebab Hemiparesis :
Sumbatan aterosklerosis
Pendarahan intrakranial
Inflamasi karena bakteri dan virus
Mekanisme terjadinya hemiparesis dimulai saat adanya lesi/sumbatan pada otak sehingga
terjadi hambatan neurotransmitter yang dilepaskan ke sel neuron yang lain sehingga terjadi
gangguan penghantaran impuls dari otak ke otot sehingga terjadi kelemahan.
Jadi pada pasien diskenario mengalami kelumpuhan pada bagian kaki dan tangan kirinya
dimungkinkan karena pada awalnya adaLesi pada hemisfer dextra yang menyebabkan
terjadinya rupture arteriol intraserebral sehingga darah berkumpul pada jaringan intraserebri.
Pada jaringan intraserebri terdapat kapsula interna yang menjadi jembatan jaras-jaras motorik
sistem piramidalis seperti kortikospinalis dan kortikobulbar, maka darah yang terkumpul pada
jaringan ini mengakibatkan hambatan fungsional konduksi saraf. Hambatan jaras motorik
pada hemisfer kanan akan menyebabkan gangguan fungsi motorik pada bagian kiri, dan
sebaliknya.
Manifestasi yang kontralateral ini disebabkan oleh jaras jaras motorik kortikospinalis dan
kortikobulbar bersilangan di decussatio piramydium pada daerah medulla oblongata sebelum

menuju medulla spinalis. Kelumpuhan yang timbul akibat terputusnya hubungan antara
korteks motorik dan motorneuron yang dikenal sebgai kelumpuhan upper motor neuron.

4. PENYAKIT-PENYAKIT DENGAN GEJALA LUMPUH ANGGOTA


GERAK
Penyakit-penyakit yang berkaitandenganlumpuhpadaanggotagerak
1

Sindrom Guillain-Barre

Definisi
SIndrom Guillain-Barre ialah polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut
atau subakut, mungkin terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi.Mikroorganisme
penyebab belum pernah ditemukan pada penderita penyakit ini dan pada pemeriksaan
patologis tidak ditemukan tanda radang.
Periode laten antara infeksi dan gejala polyneuritis memberi dugaan bahwa kemungkinan
kelainan yang terdapat disebabkan oleh suatu response terhadap reaksi alergi saraf perifer.
Gejala Klinis
Terbanyak ditemukan antara umur 4-10 tahun. Biasanya didahului oleh demam atau
penyakit traktus respiratorius bagian atas, kemudian terdapat periode laten selama 1-3
minggu. Berlangsung akut atau subakut.
Pada penyakit ini otot proksimal penderita sama beratnya dengan otot distal. Kadangkadang kelumpuhan seolah-olah menjalar ke atas dari otot kaki, tungkai, abdomen,
toraks, lengan dan muka.Keadaan ini disebut paralisis asending Landry, otot-otot yang
terkena bersifat simetris. Gangguan sensibilitas dapat berat, ringan atau tidak terdapat
sama sekali. Kelumpuhan dapat didahului oleh hipestesia, anesthesia dengan rasa nyeri
atau parestesia.
2

Cerebral Palsy

Definisi
Cerebral palsy ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif,
terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan merintangi perkembangan otak normal
dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup menunjukkan kelainan dalam sikap dan
pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal
dan serebelum dan kelainan mental.
Etiologi
1

Pranatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya
oleh lues, toksoplasmosis, rubella dan penyakit inklusi sitomegalik
Perinatal
a Anoksia/hipoksia
b Perdarahan otak
c Prematuritas
d Icterus
e Meningitis purulenta
Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan cerebral palsy. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensefalitis dan
luka parut pada otak pasca operasi

Gejala Klinis
Gangguan motoric berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan bukan motoric yang
menyulitkan gambaran klinis cerebral palsy.
Kelainan fungsi motoric terdiri dari:
1
2
3
4
5
6

Spastisitas
Tonus otot yang berubah
Koreo-atetosis
Ataksia
Gangguan pendengaran
Gangguan bicara

Poliomielitis

Definisi
Poliomyelitis ialah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan predileksi pada
sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motoric batang otak dan akibat
kerusakan bagian susunan saraf pusat tersebut akan terjadi kelumpuhan dan atrofi otot.
Epidemiologi
Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta antara tahun 1953-1957, di antara 21
penderita dirawat 2/3 di antaranya berumur 1-5 tahun. Penyakit poliomyelitis jarang terdapat
di bawah 6 bulan, mungkin karena imunitas pasif yang didapat dari ibunya, tetapi
poliomyelitis yang terjadi pada bayi baru lahir pernah dilaporkan dalam kepustakaan.
Etiologi
Virus poliomyelitis tergolong dalam enterovirus yang filtrabel.Dapat diisolasi 3 strain virus
tersebut yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing), tipe 3 (Leon).Infeksi dapat terjadi oleh satu
atau lebih tipe tersebut, yang dapat dibuktikan dengan ditemukannya 3 macam zat anti dalam
serum seorang penderita.Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1,

epidemi yang ringan oleh tipe 3 sedangkan tipe 2 kadang-kadang menyebabkan kasus yang
sporadic.
Masa inkubasinya antara 7-10 hari, tetapi kadang-kadang terdapat kasus dengan inkubasi
antara 3-35 hari.
Gejala Klinis
3

Asimtomatis
Stelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak terdapat gejala
klinis sama sekali. Pada suatu epidemic diperkirakan terdapat pada 90-95% penduduk
dan menyebabkan imunitas terhadap virus tersebut.
Poliomielitis abortif
Diduga secara klinis hanya pada daerah yang terserang epidemic, terutama yang
diketahui kontak dengan penderita poliomyelitis yang jelas. Timbul mendadak,
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus, seperti
malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorok, konstipasi dan
nyeri abdomen. Diagnosis pasti dapat dibuat dengan menemukan virus di biakan
jaringan.
Poliomyelitis non-paralitik
Gejala klinik sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea, dan
muntah lebih berat. Gejala-gejala ini timbul 1-2 hari, kadang-kadang diikuti
penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk dalam fase kedua
dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini ialah adanya nyeri dan kaku otot belakang
leher, tubuh dan tungkai dengan hypertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada
batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha duduk dari
sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua lengan
menunjang ke belakang tempat tidur (tanda Tripod) dan terlihat kekakuan otot spinal
oleh spasme. Kuduk kaku terlihat secara pasif dengan Kernig dan Brudzinsky yang
posotif. Head drop yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan menarik pada
kedua ketiak akan menyebabkan kepala terjatuh ke belakang. Reflex tendon biasanya
tidak berubah dan bila terdapat perubahan maka kemungkinan akan terdapat
poliomyelitis paralitik.
Poliomyelitis paralitik
Gejala yang terdapat pada poliomyelitis non-paralitik disertai kelemahan satu atau
lebih kumpulan otot skelet atau kranial. Timbul paresis akut. Pada bayi ditemukan
paralisis vesika urinaria dan atonia usus. Secara klinis dibedakan beberapa bentuk
sesuai dengan tingginya lesi pada susunan saraf:
a Bentuk spinal
Dengan gejala kelemahan/paralisis/paresis otot leher, abdomen, tubuh,
pada tungkai bawah otot kuadriseps femoris, pada lengan otot deltoideus.
Sifat paralisis asimetris. Reflex tendon mengurang/menghilang. Tidak
terdapat gangguan sensibilitas.
b Bentuk bulber

c
d

Gangguan motoric satu atau lebihsaraf otak dengan atau tanpa gangguan
pusat vital yakni pernafasan dan sirkulasi
Bentuk bulbospinal
Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar
Bentuk ensefalitik
Dapat disertai kejang delirium, kesadaran yang menurn, tremor dan
kadang-kadang kejang.

Stroke
Definisi
Stroke adalah sindrom klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal
maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematiantan pada penyebab lain yang jelas selain kelainan
vascular.
Stroke mengalami peningkatan signifikan pada masyarakat seiring dengan perubahan
pola makan, gaya hidup dan peningkatan stressor yang cukup tinggi. Peningkatan
jumlah penderita tidak saja menjadi isu yang bersifat regional akan tetapi sudah
menjadi isu global.
TandadanGejala
- Hemidefisit motoric
- Hemidefisit sensorik
- Penurunan kesadaran
- Kelumpuhan nervusfasialis (VII) danhipoglosus (XII) yang bersifat sentral
- Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi
intelektual (demensia)
- Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia)
- Defisit batangotak

Amuotropic Lateral Sclerosis (ALS)


Adalah penyakit motor neuron progresif muscular atropi, penyakitini paling sering
ditemukan pada orang dewasa. Penyakit ini merupakan penyakit progresif yang tidak
diketahui penyebabnya. Dikarakteristikkan dengan adanya degenerasi dan jaringan
parut pada motor neuron bagian lateral spinal cord, brainstem dan cortex cerebral
yang menimbulkan istilah lateral dan sclerosis yang mengidentifikasikan penyakit ini.
Gejala Klinis
- Diawali dengan spastic paralysis jari-jari dan tangan yang kemudian menyebar
keatas sampai lengan keseluruhan.
- Pada waktu yang sama otot pada lengan atropi secara perlahan-lahan seiring
dengan degenerasi anterior horn sel.
- Awalnya reflek-reflek akan meningkat tetapi secara perlahan-lahan akan menurun
akhirnya tidak ada sama sekali.
- Pada akhirnya spastisitasnya hilang digantikan dengan flaksi ditas gejala-gejala
tersebut menunjukkan tanda-tanda lesi motor neuron
- Kemudian tungkai diserang
- Tungkai kemudian melemah dan atropi

Reflek-reflek pada tungkai awalnya meningkat, terdapat clonus angkle dan tanda
babinsky timbul tapi semuanya itu pada akhirnya hilang.
Motor nuclei pada medulla rusak
Pusat pernapasan dan kardial juga rusak
Pasien mengalami disfagia dan hiperslivasi sehingga tersedak
Dysartria pembicaraan menjadi tidak jelas atau tidak memungkinkan
Dapat terjadi kematian akibat bulbar palsi atau infeksi yang didapat.

5. ANAMNESIS TAMBAHAN DAN PEMERIKSAAN FISIK PADA


SKENARIO
Melakukan kegiatan tanya jawab berdasarkan tanda klinis yang dialami:

a. Anterior circulation (carotid territory)


1. Amaurosis fugax/ retinal infraction
Gumpalan plak di arteri karotis ke arteri retina mata. Gumpalan tersebut
menyebabkan pasokan darah ke retina terputus untuk beberapa saat. Terputusnya
pasokan darah menyebabkan penderita kehilangan penglihatan.
Gejala termasuk tiba-tiba kehilangan penglihatan pada satu mata. Kejadian ini
biasanya hanya berlangsung beberapa detik namun dapat berlangsung beberapa
menit.
2. Hemiparesis
Kehilangan atau gangguan fungsi motoric pada suatu bagian tubuh akibat lesi pada
mekanisme saraf atau otot; juga secara analogy, gangguan fungsi sensorik yang
bersifat ringan atau tidak lengkap yang mengenai satu sisi tubuh.
3. Hemisensory loss
Kehilangan atau gangguan sebagian fungsi sensasi pada suatu bagian tubuh.
4. Hemianopia (optic tract and radiation)
Gangguan penglihatan atau kebutaan pada separuh lapangan pandang satu atau kedua
mata; meskipun kurang tepat, bisa juga berarti skotoma pada kurang dari separuh
lapangan pandang satu atau kedua mata.
5. Dysphasia
Gangguan berbicara yang terdiri dari tidak adanya koordinasi dan kegagalan
menyusun kata dalam urutan yang benar; akibat lesi di pusat.
6. Sensory inattention
Penurunan kepekaan sensori

7. Visual inattention
Penurunan daya penglihatan
b. Posterior circulation (vertebrobasilar)
1. Ataxia
Tidak adanya kordinasi otot; ketidakteraturan kerja otot
2. Cranial nerve involvement
Gangguan pada persarafan kranial
3. Hemiparesis
Kehilangan atau gangguan fungsi motoric pada suatu bagian tubuh akibat lesi pada
mekanisme saraf atau otot; juga secara analogy, gangguan fungsi sensorik yang
bersifat ringan atau tidak lengkap yang mengenai satu sisi tubuh (kemungkinan
bilateral).
4. Hemisensory loss
Kehilangan atau gangguan sebagian fungsi sensasi pada suatu bagian tubuh
(kemungkinan bilateral).
5. Hemianopia
Gangguan penglihatan atau kebutaan pada separuh lapangan pandang satu atau kedua
mata; meskipun kurang tepat, bisa juga berarti skotoma pada kurang dari separuh
lapangan pandang satu atau kedua mata.
6. Cortical blindness
Kehilang penglihatan total atau sebagian akibat adanya kerusakan korteks di bagian
oksipital otak.
Pertanyaan:
1. Apakah bapak merasakan adanya gangguan penglihatan pada salah satu mata bapak
secara tiba-tiba dalam beberapa detik atau menit?
2. Apakah bapak mengalami ketidakmampuan atau kelemahan dalam mengerakan satu sisi
bagian tubuh bapak?
3. Apakah bapak mengalami gangguan penglihatan atau seperti ada yang menghalangi
bapak untuk melihat pada salah satu atau kedua bola mata?
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain : pemeriksaan fisik umum (yaitu pemeriksaan
tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, anemia, paru dan jantung), pemeriksaan neurologis dan
neurovaskuler.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Darah (first line)
1. FBC dan ESR
2. Ca2+ (hipo- atau hiperkalsemia kemungkinan dikarenakan deficit fokal)
3. U & E creatinine, LFT
4. Glukosa
5. Fungsi tiroid
6. Kolesterol
7. Clotting screen
b. Pemeriksaan darah (second line)
1. Trombofilia skrining:
Protein C, S, dan deficit antitrombin III
FaKtor V leiden mutation 20210GA
Antifosfolipid antibody
Antikoagulan lupus
2. Kultur darah (BE)
3. Homosistein
4. Laktat
5. Enzim jantung
c. Pemeriksaan lainnya
1. Analisa urin (diabetes, haematuria pada BE atau vasculitis, skrening toxicology)
2. ECG (AF, MI)
3. Echocardiogram dan TOE
d. Pencitraan
1. CT-Scan
2. MRI
KETERANGAN TAMBAHAN:
Kebanyakan kasus kelumpuhan dapat dikenal dari anamnesisnya saja. Namun demikian,
diagnosis yang mantap harus ditetapkan setelah hasil pemeriksaan fisik-diagnostik dan
laboratorik dianalisa secara tuntas.
Kelumpuhan dapat dibedakan dalam:
1. Hemiplegia
: kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan tungkai berikut
wajah pada salah satu sisi pada satu sisi tubuh. Kelumpuhan tersebut biasanya
disebabkan oleh lesi vascular unilateral di kapsula interna atau korteks motorik.
2. Diplegia
: kelumpuhan atau kelemahan otot-otot anggota gerak berikut
wajah kedua belah sisi karena lesi vascular bilateral di kapsula interna atau korteks
motorik.
3. Hemiplegia alternans : kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan dan tungkai
sisi kontralateral terhadap lesi di batang otak dengan kelumpuhan otot-otot yang
disarafi saraf otak yang terletak di bawah lesi pada sisi kontralateral.
4. Monoplegia
: kelemahan atau kelumpuhan otot-otot salah satu anggota
gerak karena lesi kecil di kapsula interna atau korteks motoric. Istilah monoplegia tidak

5.

6.
7.
8.
9.

digunakan untuk kelumpuhan atau kelemahan sekelompok otot yang disarafi oleh suatu
saraf tepi.
Tetraplegia
: disebut juga kwadriplegia yang merupakan kelumpuhan atau
kelemahan otot-otot keempat anggota gerak yang biasanya terjadi akibat lesi bilateral
atau transversal di medulla spinalis setinggi servikal.
Paraplegia
: kelumpuhan kedua tungkai akibat lesi bila teral atau transversal di
medulla spinalis di bawah tingkat servikal.
Kelumpuhan saraf tepi : kelemahan atau kelumpuhan otot-otot yang tergolong dalam
kawasan suatu saraf tepi.
Paralisis non-neurogenik : kelemahan atau kelumpuhan otot karena lesi di motor end
plate atau lesi structural atau biokimiawi otot.
Paralisis histerik
: kelumpuhan yang timbul akibat terputusnya hubungan antara
korteks motoric dan motoneuron dikenal sebagai kelumpuhan upper motor neuron,
sebagai kebaliknya, kelumpuhan lower motor neuron terjadi karena terputusnya
hubungan antara motorneuron dengan otot atau karena kerusakan pada ototnya sendiri
serta motor end plate.

Lesi yang mendasari hemiplegia adalah sebagaian besar lesi vascular yang berarti bahwa lesi
terjadi karena penyumbatan atau perdarahan suatu arteri serebral. Hemiplegia akibat suatu
lesi vascular serebral dikenal sebagai manifestasi stroke. Stroke dapat dibedakan dalam:
1. Stroke iskemik
2. Stroke hemoragik
Stroke iskemik dapat berkembang sedikit demi sedikit, sesuai dengan perkembangan infark
serebi yang bersifat iskhemik. Dalam hal ini penyumbatan suatu arteri serebral terjadi karena
thrombus setempat menjadi semakin besar sehingga menimbulkan oklusi total. Atau karena
thrombus setempat yang belum total mengurangi jatah darah di kawasannya pada waktu
tekanan darah sistemik menurun.
Stroke hemoragik senantiasa dilengkapi dengan hilangnya kesadaran. Penderita biasanya
hipertensif. Dengan tiba-tiba ia jatuh karena terserang kelumpuhan sesisi secara serentak.
Biasanya terdapat serangan stress atau emosi (marah-marah) yang mendahului serangan
stroke. Orang yang mengidap stroke hemoragik selalu memperlihatkan wajah yang merah,
asimetrik karena salah satu sudut mulut lebih rendah, berkeringat banyak, kedua bola mata
melirik terus menerus ke arah lesi dan nafas yang dalam dan cepat. Dalam beberapa jam
penderita kehilangan kesadaran dan berada dalam keadaan koma. Bilamana terjadi
perembesan darah sedikit demi sedikit dalam waktu beberapa jam sampai hari.
Adapun factor-faktor yang menimbulkan manifestasi stroke adalah
1. Umur, lebih tua lebih mungkin untuk mengidap stroke
2. Hipertensi, merupakan factor risiko baik orang tua maupun orang dewasaa muda
3. Diabetes mellitus, orang-orang yang diobati dengan insulin lebih banyak mempunyai
risiko untuk mengidap penyakit stroke dan pada mereka yang tidak mempergunakan
insulin.

4. Factor keturunan, orang-orang yang memiliki riwayat keluarga untuk mengembangkan


atheroma (aterogenik). Dalam kelompok ini tergolong orang-orang dengan
hiperlipidemia dan hiperurikasidemia.
5. Penyakit jantung, baik orang muda maupun tua kedua-duanya mempunyai risiko besar
untuk mengidap stroke bila mereka mempunyai penyakit jantung.
6. Efek merokok, terhadap stroke tidak begitu nyata dibanding terhadap coronary heart
disease.
7. Obat antihamil, merupakan risiko bagi wanita.
Pemeriksaan Viskositas Darah
Seperti diketahui sebelumnya bahwa hiperviskositas darah terjadi pada penderita stroke
iskemik akut dan stroke infark. Ada beberapa alat yang dipakai untuk pemeriksaan viskositas
darah dan viskositas plasma, yang sering digunakan di laboratorium rumah sakit antara lain
Brookfield LV-DV III yang prinsip kerja untuk pemeriksaan viskositas berdasarkan sistem
vibrasi (getar), dan ReoRox jr yang dikeluarkan oleh Medirox. Reorox jr mengadaptasi teknik
kapiler dengan prinsip dasar free ascillation atau getaran, kedua alat ini dibuat dengan sistem
digital dan modern. Ada alat yang masih sederhana dan sudah lama digunakan untuk
mengukur viskositas darah dan viskositas plasma yang memakai prinsip kerja mikrokapiler
yaitu Hellige Viscometer. Pada keadaan tertentu, dengan fasilitas laboratorium sangat
terbatas, kadang sulit menemukan adanya hiperviskositas. Hal ini sering ditemukan di rumah
sakit rumah sakit daerah yang belum mempunyai vasilitas laboratorium lengkap untuk
pemeriksaan viskositas darah. Perlu dicatat alat lain untuk mengukur viskositas darah
sebagai pengganti baku emas yang valid, murah, cepat mudah dan dapat tersedia sewaktuwaktu dekat penderita. Prinsip sebagai pedoman/ penuntun hipotesis penelitian ini adalah
viskositas plasma adalah 1.5 kali viskositas air, sedangkan viskositas darah adalah 3 kali lipat
viskositas air. Aliran melalui sebuah pembuluh darah ditemukan sepenuhnya oleh dua faktor
yaitu: (1) perbedaan tekanan yang cenderung mendorong darah melalui pembuluh tersebut
dan (2) rintangan terhadap aliran darah melalui pembuluh tersebut (tahanan vascular).
Menurut hokum Haugen Poisseuille jumlah darah yang akan mengalir melalui suatu
pembuluh dalam suatu periode waktu tertentu dinyatakan dengan persamaan. Q adalah aliran
darah, P merupakan perbedaan tekanan, r adalah jari-jari, [?] adalah viskositas darah dan L
4

R TP
adalah panjang, yang persamaannya sebagai berikut: Q= 8 L
Dimana:
[?]

: viskositas absolut dalam poise

: radius kapiler dalam cm

: panjang kapiler dalam cm

: volume aliran dalam cm (debit)

: tekanan tetas yang melintasi kapiler dalam dyne percenti meter kuadrat

: konstanta

Pada persamaan tersbut kecepatan aliran darah berbanding lansung dengan pangkat empat
jari-jari pembuluh darah, perbedaan tekanan dan berbanding terbalik dengan viskositas dan
panjang pembuluh darah, dan panjang pembuluh darah dikendalikan maka aliran darah
tergantung/berbanding terbalik dengan viskositas darah. Dari prinsip ini dibuat sebuah alat
yang dapat mengukur viskositas darah yang disebut Mikrokapiler Digital.
Prinsip kerja mikrokapiler adalah:

Mengukur kecepatan aliran darah yang mengisi seluruh tabung mikrokapiler, yang
diukur berdasarkan waktu perdetik.
Waktu yang diukur di motor merupakan nilai viskositas darah dari plasma.

6. Hubungan RPD dan Keluhan tambahan dengan keluhan utama pasien


Patofisiologi diabetes mellitus dengan stroke.
Defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Sehingga terjadilah hiperglikemia
berat dan apabila melebihi ambang batas reabsorbsi oleh ginjal maka timbullah
glikosuria.Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama
urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang
(polifagia) mungkin akan timbul dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan cairan
elektrolit. Ketika tubuh kehilangan cairan maka darah mengalami kepekatan yang membuat
darah menggumpal atau dengan kata lain mengalami trombosis. Trombosis adalah proses
kompleks yang berhubungan dengan proses terjadinya aterosklerosis yang selanjutnya dapat
menghasilkan penyempitan pembuluh darah yang mengarah ke otak.
Orang yang terkena diabetes rentan untuk terkena jantung yang berdebar-debar dan
juga sakit jantung. Alasannya adalah diabetes bisamemicu asteoklorosis dan juga
penyempitan pembuluh darah. Jika pembuluh darah mengalami penyempitan akibatnya
adalah jantung akan kesulitan dalam memompa darah keseluruh tubuh sehingga jantung akan
terasa berdebar-debar saat memompa darah keseluruh tubuh.

Hubungan hipertensi dengan stroke.

Hipertensi merupakan faktor pencetus utama terjadinya serangan stroke. Hipertensi


akibat adanya plak aterosklerosis di endotel pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
Jika terjadi oklusiarteri serebri maka akan timbul penurunan suplai darah ke otak. Akibatnya
jaringan otak tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat sehingga bisa nekrosis lalu terjadilah
infark cerebri. Selainitu, hipertensi dapat menyebabkan timbulnya kelainan pada endotel
pembuluh darah akibat terlalu tingginya tekanan darah seperti Berry Aneurysm dan Charcol
Haemorraghe. Aneurisma menyebabkan pembuluh darah sangat rapuh dan mudah ruptur.
Bila pembuluh darah pecah maka akan terjadi pendarahan subaraknoid atau intra serebral
tergantung dimana arteri yang ruptur. Akibatnya, akan terjadi Cerebral Haemorrage yang
berlanjut ke Cerebralvascular Disease atau Stroke. Bila hemoragik sudah timbul, maka
jaringan otak tidak lagi mendapatkan intake oksigen dan nutrisi yang adekuat sehingga terjadi
disfungsi.
Di samping itu, bila terjadi pendarahan membentuk hematoma di intra serebral.
Hematoma akan menekan jaringan otak terutama di infratentorial serta meningkatkan tekanan
intrakranial. Penekanan hematoma juga akan terjadi terhadap formatioretikularis sebagai
pusat kesadaran atau pengemban kewaspadaan. Akibatnya, kesadaran dapat menurun, sampai
skala terendah.
Hubungan kurang aktivitas fisik dengan stroke.
Aktivitas fisik yang kurang memudahkan terjadinya penimbunan lemak. Timbunan lemak
yang berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin sehingga akan menjadi diabetes dan
disfungsi endotel.
Usia tua
Usia berpengaruh pada elastisitas pembuluh darah. Makin tua usia, pembuluh darah makin
tidak elastis. Apabila pembuluh darah kehilangan elastisitasnya, akan lebih mudah mengalami
aterosklerosis.

7. Penatalaksanaan penyakit dengan keluhan kelumpuhan anggota gerak

I.

Penanganan Secara Neurologi dan Psikiatri

STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakanresusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak
meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid;
hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.Dilakukan pemeriksaan CT scan
otak, elektro- kardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia,
dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan
dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang.
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien
yang dapat dilakukan keluarga.
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca

stroke di rumah sakit dengan tujuan

kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.
Terapi fase subakut:

Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya.


Penatalaksanaan komplikasi.
Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi

kognitif, dan terapi okupasi.


Prevensi sekunder.

II.

Edukasi keluarga dan Discharge Planning. (Setyopranoto, 2011).

Terapi Pascastroke
A. Fisioterapi
Penanganan fisioterapi pasca stroke adalah kebutuhan yang mutlak bagi pasien untuk

dapat meningkatkan kemampuan gerak dan fungsinya. Berbagai metode intervensi fisioterapi
seperti pemanfaatan electrotherapy, hidrotherapy, exercise therapy (Bobath method,
Proprioceptive Neuromuscular Facilitation, Neuro Developmental Treatment, Sensory Motor
Integration, dll.) telah terbukti memberikan manfaat yang besar dalam mengembalikan gerak
dan fungsi pada pasien pasca stroke.
Penanganan fisioterapi pasca stroke pada prinsipnya adalah proses pembelajaran
sensomotorik pada pasien dengan metode-metode tersebut diatas. Akan tetapi interaksi antara
pasien dan fisioterapis amat sangat terbatas, lain halnya dengan keluarga pasien yang
memiliki waktu relatif lebih banyak. Dampak lain adalah jika pemahaman anggota keluarga
kurang tentang penanganan pasien stroke maka akan menghasilkan proses pembelajaran
sensomotorik yang salah pula. Hal ini justru akan memperlambat proses perkembangan
gerak.
Beberapa bentuk metode atau tipe latihan yang dapat diaplikasikan oleh pasien pascastroke
adalah :
1. Conservative/Tradisional
Metode latihan ini terkesan umum dan latihan-latihannyapundidasarkan
penekanan pada pencegahan & perawatan kontraktur dengan mempertahankan luas
gerak sendi atau latihan Range Of Motion (ROM exercises).Memperkenalkan
mobilisasi dini kepasien dengan cara pengoptimalan sisi yang sehat untuk
mengkompensasi sisi yang sakit.Tipe jenis latihannya adalah penguatan dengan
menggunakan tahanan.
2. Propioseptive Neuromuscular Fascilitation (Metode PNF)
Metode
latihan
ini
bertujuan
untuk

merangsang

respon

mekanismeneuromuskuler melalui stimulasi proprioseptor.Bertujuan memfasilitasi


pola gerakan sehingga mencapai functional relevant dengan tujuan memfasilitasi
irradiasi impuls untuk tubuh bagian lain yang berhubungan dengan gerakan utama.
Menggunakan

rangsangan

proprioseptif

(streetching/peregangan

otot,

active

movement/gerakan sendi dan resisted/tahanan terhadap kontraksi otot sebagai input


sensorik yang didesain untuk memfasilitasi kontraksi otot spesifik.
Teknik-teknik dari PNF terdiri dari pemberian tahanan maksimal, traksi &
aproksimasi sendi, quick stretch, cutaneous pressure (hold & grip), gerakan sinergis
(untuk memperkuat gerakan yang lemah), mempergunakan aba-aba yang sederhana
(verbal), pola gerak spiral diagonal.
3. Movement Therapy/Brunnstorm
Kombinasi eksteroseptif & proprioseptif, dengan cara:

Memberikan tahanan pada ekstremitas yang normal, tapping (input sensoris) &
teknik relaksasi.

Diberikan sesuai dengan 6 stadium penyembuhan Twitchell : Flasiditas,


Spastisitas dan onset sinergi, Peningkatan spastisitas & beberapa control sinergi
volunteer, Penurunan spastisitas& peningkatan control sinergi volunteer, tidak
adanya kontrol fungsi motorik dari sinergi, gerakan sendi individual3. Tahapan
teknik latihan : Merangsang gerak sinergis (Associated Reaction Pathological
Tonic Neck & Labyrinthine Reflex), terdiri dari: latihan terlepas dari pengaruh
pola sinergis(dengan gerakan kombinasi pola sinergis antagonis),merangsang
fungsi tangan&jari tangan secara volunteer,ada beberapa tahapan yang harus
diperhatikan dalam latihan ini diantaranya adalah :

Tahap 1-3 :: merangsang control volunteer sinergis & memakai gerakan ini untuk aktifitas
stabilisasi obyek /yang bertujuan (ROM bahu, abd volunteer, untuk ADL memegang,
menjinjing, dll)
Tahap 4-5: mengontrol flexor & ekstensor sinergi sehingga penderita dapat melakukan
aktifitas fungsional
Tahap 6: ketrampilan tangan dengan melatih fungsi tangan
4. Neurodevelopmental Technique/Bobath
Tipe latihan ini terdiri dari beberapa teknik, yakni:

Reflex Inhibiting Posture/pattern (RIP) : meletakkan anggota gerak dalam posisi


pola antispastik.

Key Point of Control (KPOC) : menghambat spastisitas & pola gerak abnormal
sekaligus memberi fasilitasi pola gerak yang normal

Proximal KPOC (shoulder, hip dan trunk).

Distal KPOC (tangan & kaki) Tidak menganjurkan pemakaian alat bantujalan,
oleh karena latihan NDT menekankan penggunaan & weight bearing pada sisi
lumpuh.

Push-pull technique : tehnik untuk menimbulkan ekstensi terutama pada lengan di


mana fleksi lebih dominan.

Placing &holding : mempertahankan posisi dalam RIP position.

Tapping : pada otot antagonis dari otot yang spastik.

5. Sensory Motor Approach


Stimulasi kulit untuk fasilitasi stabilisasi & mobilisasi otot, terdiri dari:

Stimulasi free nerve ending : Fasilitasi pada kulit di atas otot stabilisator 30 menit
sebelum terapi untuk brushing yang tujuannya memfasilitasi gamma motor neuron
dengan tujuan untuk stabilitas otot proksimal sendi (biasanya menggunakan
electrically powered brush), Aplikasi dengan es (suhu 12-17derajat F) 3-5 menit
memfasilitasi C fiber.

Fasilitasi mobilizing muscle : Quick stroking / icing pada tangan, kaki&bibir.

Stimulasi otot stabilisator : Electric brushing/repetitive icing dengan tujuan


stimulasi stabilisator secondary muscle & inhibisi spastic mobilizing muscle.

B. Terapi Okupasi
Terapi Okupasi mendesain sebuah aktivitas yang bersifat terapeutik ataubertujuan
memberikan latihan dalam perawatan diri maupun latihan untuk dapat mandiri dan kembali
bekerja. Salah satu intervensi yang penting adalah melatih keluarga atau orang lain yang
merawat penderita tentang beberapa cara mencegah komplikasi, memotivasi penderita untuk

melakukan kegiatan/ aktifitas. Adapun program yang diberikan meliputi:


1. Program Kognitif
Pelaksanaan program ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu:

Arousal Pasien dilatih untuk memberikan respon secara konsisten pada sensori
input,misal; membuka mata, gerakan mata mengikuti suatu benda.

Orientasi Pasien dilatih untuk mengidentifikasi orang, tempat dan waktu serta
situasi.

Attending Behaviour Pasien dilatih untuk memfokuskan perhatian pada


objek/target di lingkungan sekitar

Recognition (pengenalan)Pasien dilatih untuk dapat mengenal suatu objek, wajah,


dan lainnya yang sebelumnya sudah diperlihatkan.

MemoriPasien dilatih untuk memanggil kembali informasi yang sudah diberikan


pada waktu yang sebentar atau yang sudah lama tersimpan.

KategorisasiPasien dilatih untuk mengkategorikan objek dan konsep.

Concept formationPasien dilatih untuk membayangkan kualitas serta arti dari


suatu objek atau peristiwa kemudian menggambarkannya kualitas dan arti tersebut
pada semua objek atau peristiwa yang tepat.

SequencingPasien dilatih dalam menyusun informasi atau objek menurut


peraturan yang khusus, atau kemampuan untuk menyusun informasi atau objek
dengan cara yang logis.

Problem SolvingPasien dilatih untuk mengenal masalah, menjabarkan masalah,


mengidentifikasi alternatif rencana, memilih rencana, menyusun tahap- tahap
perencanaan, mengerjakan rencana tersebut, serta mengevaluasi hasil.

General LearningPasien dilatih untuk dapat menerima informasi, peraturanperaturan, strategi-strategi dalam mempelajari sesuatu dan menerapkannya pada
situasi yang mirip secara tepat.

Integration of LearningPasien dilatih untuk dapat menerapkan konsep dan


perilaku yang sebelumnya sudah dipelajari ke dalam situasi yang baru.

Synthesis of LearningPasien dapat menerapkan konsep dan perilaku yang


dipelajari sebelumnya ke dalam situasi yang baru.

2. Program Sensorik
Program ini meliputi komponen-komponen, yaitu:
Sensori
awareness
:
pasien
dilatih

unruk

dapat

menerima,

mendeteksi,megorientasi, dan melokasikan sensori.


Proses sensori, yang meliputi;
Tactile
Pasien dilatih untuk dapat menganalisa, membedakan serta melokasikan rangsangan
dari reseptor sentuhan pada kulit termasuk membedakan jari-jari.PropioceptivePasien
dilatih untuk menginterprestasikan rangsangan dari otot-otot, sendi serta jaringanjaringan lain di dalam yang berhubungan dengan posisi dari bagian anggota tubuh
dengan lainnya.
Vestibular
Pasien dilatih dalam mengiterpretasikan stimuli dari reseptor bagian dalam telinga
tentang posisi dari kepala ke badan, kepala ke arah vertikal, akselerasi dan deselerasi.
Visual
Pasien dilatih untuk menginterprestasikan, membedakan, dan melokalisasi rangsangan
lewat mata termasuk penggunaan peripheral dan fokus ketajaman mata dalam respon
terhadap sinar atau gelap, fiksasi, tracking dan scanning.
Auditory
Pasien dilatih menginterprestasikan, membedakan, melokalisasi rangsangan dari
reseptor-reseptor

auditory

di

dalam

telinga.GustatoryPasien

dilatih

untuk

menginterprestasikan, membedakan, melokalisasi dari reseptor-reseptor rasa di mulut.


Olfactory
Pasien dilatih menginterprestasikan, membedakan, dan menempatkan rangsangan dari
reseptor-reseptor pembauan di dalam hidung.
Temperature
Pasien dilatih menginterprestasikan, membedakan, dan menempatkan rangsangan dari
reseptor-reseptor

suhu

di

kulit.Vibration

(getaran)Pasien

dilatih

dalam

menginterprestasikan, membedakan dan menempatkan rangsangan dari reseptorreseptor getaran di dalam kulit.
Keterampilan sensori, yang meliputi;
Stereognosis
Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi suatu objek (ukuran, bentuk, tekstur)
melalui sentuhan.GraphestesiaPasien dilatih untuk dapatmengidentifikasi simbolsimbol atau bentuk tulisan melalui sentuhan pada kulit.
Kinesthesia
Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi arah dan tujuan gerakan sendi.
Body Scheme
Pasien dlatih untuk dapat menghubungkan internal awareness dengan bagian tubuhtubuh lainnya, termasuk membedakan bagian kanan dan kiri serta membedakan
bagian-bagian tubuh.
Form Constancy
Pasien dapat mengenal bentuk-bentuk dan objek pada berbagai jenis, posisi dan
ukuran secara keseluruhan.Spatial RelationshipPasien dilatih untuk dapat menerima
dirinya dalam hubungannya dengan objek lain atau oebjek yang berhubungan dengan
dirinya.
Orientasi Thopografik
Pasien dilatih untuk dapat menentukan lokasi objek melalui rute lokasi yang
diberikan.
Visual ClosurePasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi objek atau bentuk yang
tidak lengkap
Figure Ground
Pasien dilatih untuk dapat membedakan bagian depan dan belakang dari suatu objek.
3. Program Motorik
Pelaksanaan program ini meliputi berbagai komponen sebagai berikut;

Kematangan reflek;Pasien dilatih untuk mematangkan reflek primitif dan integrasi


sensori.

Range of Motion (Lingkup Gerak Sendi);Pasien dilatih untuk dapat menggerakan


semua sendi dalam batas normal.

Muscle tone (tonus otot), kekuatan, dan endurance (daya tahan);Pasien dilatih
untuk dapat memperoleh kembali tonus yang normal, meningkatkan kekuatan
otot, serta meningkatkan durasi ketahanan otot.

Kontrol postural;Pasien dilatih untuk dapat mempertahankan posisi dan kelurusan


dari kepala, leher, trunk dan kelurusan ekstremitas saat dilakukan reaksi
equilibrium.

Perkembangan motorik kasar;Pasien dilatih untuk dapat melakukan gerakan


motorik kasar seperti; berguling, duduk, berdiri, berlari, skipping, loncat dll.

Koordinasi motorik kasar;Pasien dilatih untuk menggunakan group otot yang


besar untuk mengontrol gerakan seperti bilateral standing, reciprocal leg
movement dalam bersepeda, melempar bola, dan menangkap bola.

Koordinasi motorik halus; manipulasi, dan ketangkasan;Pasien dilatih untuk dapat


mengontrol gerakan seperti; mengambil pulpen, menulis surat, memutar mur dan
baut.

Hand Skills;Pasien dilatih untuk dalam melakukan dan mempertahankan fungsi


tangan dalam hal pola memegang (grasp pattern)

4. program psikososial
Pelaksanaan program ini meliputi

Keterampilan psikologi;Pasien dilatih untuk memiliki identitas diri, konsep diri,


mood

yang

baik,

minat,

inisiasi

aktivitas,

terminasi

aktivitas,

stres

manajemen,kontrol diri,kemampuan diri yang realistis&ekspresi diri.

Keterampilan sosial;Pasien dilatih untuk dapat berinteraksi dengan baik,


bersosialisasi, memiliki peran yang sesuai, berparitisipasi dalam group, serta
hubungan interpersonal.

5. Terapi Group
Pelaksanaan program terapi group ini adalah melatih pasien, khususnya pada komponenkomponen sebagai berikut:

Hubungan social :Pasien dilatih untuk dapat berinteraksi menggunakan


kesopanan, kontak mata, gerak-gerik, mendengar, serta ekspresi diri yang tepat
dan benar dalam berhubungan dengan aktivitas-aktivitas sosial.

Sosialisasi dan percakapan: Pasien dilatih untuk dapat menggunakan verbal dan
nonverbal komunikasi dalam berinteraksi di dalam berbagai kegiatan sosial.

Perilaku peran :Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi peran-peran yang


dapat diterima oleh masyarakat/sosial.

Dyadic interaction (hubungan satu satu): Pasien dilatih untuk dapat memelihara
dan berpartisipasi dalam hubungan one to one, berupa kerjasama dengan satu
orang dalam menyelesaikan suatu aktivitas.

Interaksi antar group :Pasien dilatih untuk dapat berinteraksi dengan berbagai
group yang berbeda.

C. Terapi Wicara
Terapi wicara merupakan suatu metode untuk menangani orang-orang
yangmengalami gangguan perilaku komunikasi yang meliputi: gangguan bicara,
bahasa, suara, dan irama kelancaran. Terapi wicara dapat diberikan untuk
beberapa jenis gangguan berikut:Gangguan wicara, yakni:

Dislogia : Gangguan wicara karena adanya gangguan intelegensi/konsep.

Dislalia : Gangguan wicara karena kebiasan pemakaian yang salah (lingkungan)

Disaudia : Gangguan wicara karena adanya gangguan pendengaran

Disglosia

Gangguan

wicara

karena

ada

kelainan

struktur

organ,

morfologi/bentuk organ-organ wicara seperti lidah, mulut, langit-langit mulut.

Disartia : Gangguan wicara karena adanya kelainan neurologis, cedera pada


bagian neuromuscular.

Dispraxia : Gangguan wicara karena lesi di otak bagian programasi urutan gerak
otot-otot bicara.

Gangguan bahasa, yakni afasia perkembangan pada anak-anak, gangguan suara yakni

kehilangan suara sebagian (disfonia) atau tidak bersuara sama sekali (afonia), gangguan
irama kelancaran, yakni klater, latah, gagap.
Pelayanan terapi wicara merupakan tindakan yang diperuntukkan bagi individu yang
mengalami gangguan komunikasi termasuk didalamnya adalah gangguan berbahasa bicara
dan gangguan menelan.Pelayanan terapi wicara ini dilakukan oleh profesional yang telah
memiliki keahlian khusus dan diakui secara nasional serta telah mendapatkan ijin praktek dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan Terapi Wicara di meliputi:

Asesmen atau pemeriksaan

Pembuatan program terapi

Pelaksanaan program terapi

Evaluasi program terapi

Evaluasi Gabungan (OT, TW,dll)

D. Terapi Alternatif
Beberapa terapi alternatif bagi penderita stroke, antara lain :
Akupuntur
Akupuntur berguna untuk menyeimbangkan atau membuka sumbatan aliran chi (energi
vital) dalam tubuh.Selain itu, akupuntur juga dapat mengaktifkan syaraf dan merangsang
otot. Gambar 2.2. Titik akupuntur manusia Sumber.caninews.com, akses 27-09-09
Aromaterapi
Alternatif terapi ini menggunakan minyak esensial yang tepat untuk pijat, berendam,
dihirup, kumur, kompres, dan dioleskan.Pemijatan dilakukan agar minyak esensial
tersebut dapat menembus kulit dan menuju jaringan tubuh yang memerlukan, serta
mempengaruhi kinerja organ dalam tubuh.Terapi ini juga dapat membantu meredakan
stres pada orang yang terkena stroke.

Hidroterapi
Terapi air panas dapat digunakan untuk mengurangi rasa pegal dan kaku pada otot.Uap
panas bermanfaat untuk melebarkan pembuluh darah, merangsang keluarnya keringat,
dan

membuka

pori-pori.Gunakan

air

dingin

untuk

mengurangi

memar

dan

pembengkakan.Air dingin juga dapat memberikan efek menyegarkan dan meningkatkan


gairah.
6. Yoga
Bagi penderita stroke, latihan yang disarankan adalah asana dan pranayama.Asana
merupakan gerakan peregangan untuk seluruh tubuh, memijat organ- organ internal,
kelenjar, sistem sirkulasi, dan sitem eksresi tubuh.Sedangkan pranayama (pernafasan
yang terkendali) bermanfaat untuk menenangkan pikiran, mengistirahatkan fisik,
merangsang suplay darah ke seluruh tubuh, dan meningkatkan sistem sirkulasi. Gambar
2.4. Beberapa posisi tubuh dalam Yoga Sumber.webwombat.com, akses 27-09-09.

III.

Penanganan Farmakologi
Pemantauan Pasien StrokeAkutRawat Inap
Perawatan

Parameter

Frekuensi

TD,

Setiap 15 menit x 1 jam

neurologis,

Setiap 0,5 jam x 0,6 jam

pendarahan

Setiap 1 jam x 17 jam

Aspirin

Pendarahan

Setiap setelah pergantian (shift)


Harian

Clopidogrel

Pendarahan

Alteplase

Stroke iskemik

fungsi

ERDP/ASA

Warfarin

Sakit

Harian

kepala,

pendarahan
Pendarahan, INR,

Harian
INR harian x 3 hari
INR mingguan hingga stabil

Hb/Hct

INR bulanan
Stroke hemoragik

Nimodipin (untuk

TD,

SAH)

neurologis, ICP
TD,

fungsi

fungsi

neurologis, status

Setiap 2 jam dalam ICU


Setiap 2 jam dalam ICU

cairan
Temperatur, CBC Temperatur, setiap 8 jam
CBC, harian
Nyeri (betis atau
Setiap 8 jam
dada)
All patients

Elektrolit
ECG
Heparins

untuk

profilaksis DVT

dan

Up to daily

Pendarahan,

Pendarahan, harian

trombosit

Trombosit, jika dimungkinkan terdapat


trombositopenia

IV.

Terapi Nutrisi

Beberapa makanan dapat menurunkan kadar kolesterol, sehingga berguna untuk menurunkan
potensi seseorang terkena stroke. Contohnya saja, bayam, wortel, daun selada, polongpolongan, dan nanas. Suplay makanan yang disarankan bagi penderita stroke adalah vitamin
C, vitamin E, vitamin B6, asam folat, bioflavonoids, dan lechitin. Penderita stroke juga
sebaiknya mengkonsumsi asam lemak esensial yang terdapat pada minyak ikan, borage,
evening prime rose, dan flaxsees oil, sedangkan makanan yang harus dihindari adalah protein
tinggi lemak, produk susu (seperti mentega, dan keju), gula, garam, goreng-gorengan

8. Tindakan pemberian edukasi, dan rehabilitasi yang tepat pada pasien di


skenario.
TINDAKAN PREVENTIF
Langkah pencegahan stroke yang bisa dilakukan adalah dengan mencegah atau pengelolaan
yang tepat terhadap faktor risiko. Secara garis besar faktor risiko ini dibagi dua yaitu yang
bisa dimodifikasi dan yang tidak bisa dimodifikasi. Faktor yang tidak dimodifikasi
diantaranya adalah usia, jenis kelamin, faktor keturunan dan ras. Semakin tua maka risiko
mendapat serangan stroke makin tinggi. Namun saat ini kecenderungan usia mulai bergeser
ke arah usia yang lebih muda. Selain itu, juga jenis kelamin termasuk faktor risiko yang tidak
bisa dimodifikasi. Kaum pria harus terima bahwa dirinya memiliki risiko lebih besar
ketimbang perempuan. Yang masuk ke dalam kelompok dapat dimodifikasi antara lain adalah

hipertensi, diabetes melitus, kadar kolesterol atau lemak darah yang berlebih, kelainan
jantung (terutama gangguan irama jantung dan kelainan katup) dan merokok. Tekanan darah
tinggi merupakan penyebab utama stroke. Sekitar 70 persen dari penyebab stroke, terutama
jenis stroke sumbatan adalah hipertensi. Jika Anda memiliki salah satu atau beberapa faktor
risiko tersebut, berarti anda memiliki risiko untuk terkena stroke, maka segeralah lakukan
upaya pencegahan primer. Yang pertama-tama harus anda lakukan adalah menegenali dan
menemukan semua faktor risiko yang ada, dengan cara melakukan medical check up secara
rutin. Bila ditemukan faktor-faktor risiko seperti yang disebutkan tadi, maka harus ditangani
atau dikelola dengan tepat melalui konsultasi dengan dokter ahli. Dan yang tidak kalah
pentingnya adalah memperbaiki gaya hidup, dengan mengelola stess secara baik, pola makan
yang sehat, istirahat cukup dan olah raga yang teratur. Sebelum sampai di RS jangan jangan
memberikan makan dan minum kepada penderita, karena seringkali terjadi kelumpuhan pada
saraf menelan sehingga berisiko tersedak sehingga makanan atau minuman dapat masuk ke
saluran nafas. Apabila seseorang telah terkena stroke, disamping diberikan obat-obatan untuk
mencegah berulangnya stroke, maka juga diperlukan fisioterapi untuk pemulihan dari gejala
sisa atau kecacatan akibat stroke.
EDUKASI
PERUBAHAN GAYA HIDUP TERAPEUTIK

Modifikasi Diet

Diet tinggi buah buahan dan sayuran hijau berbunga terbukti memberikan perlindungan
terhadap stroke iskemik pada studi framingham (JAMA 1995;273;1113) dan stud Nurses
Health (JAMA 1999;282;1233); setiap peningkatan konsumsi perkali perhari mengurangi
risiko stroke iskemik sebesar 6%. Diet lemak trans dan jenuh serta tinggi lemak omega-3 juga
direkomendasikan. Konsumsi alkohol ringan sedang (i kali perminggu hingga 1 kali
perhari) dapat mengurangi resiko stroke iskemik pada laki laki hingga 20% dalam 12 tahun
(N Engl J Med 1999;341;1557), namun konsumsi alkohol berat (>5 kali/hari) meningkatkan
resiko stroke.

Diet Tipe Mediteranian

Penelitian Lyon Heart. Bukti bukti yang bertambah kuat menyatakan bahwa diet tipe
mediteranian menekankan konsumsi asam lemak tidak jenuh tunggal dan omega 3 dapat
memegang peranan penting dalam pencegahan penyakit vaskular aterotrombosit.

Aktifitas Fisik

Inaktivitas fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke setara dengan merokok dan
lebih dari 70% orang dewasa hanya melakukan sedikit latihan fisik atau bahkan tidak sama
sekali. Semua pasien harus diberitahu untuk melakukan aktifitas fisik aerobik sekitar 30 45
menit setiap hari. Latihan fisik rutin yangmeningkatkan irama jantung hingga 60-80% irama
jantung maksimal selama 30 menit hampir setiap hari dapat meningkatkan kadal kolestrol
HDL hingga 30% dan dapat mencegah atau memperbaiki hipertensi, resistensi insulin dan
diabetes tipe 2, obesitas, ansietas dan depresi.

Pengendalian Berat Badan.

Diperkirakan sekitar 65% orang dewasa amerika serikat (127 juta) mengalami berat badan
berlebih atau obesitas. Berat badan berlebih dan obesitas meningkatkan resiko mortalitas oleh
berbagai penyebab dan juga meningkatkan morbiditas akibat stroke, hipertensi, dislipidemia,
diabetes tipe 2, PJK, Penyakit kandung empedu, Osteoatritis, apnea saat tidur, masalah
respirasi dan kanker.

Berhenti Merokok.

Penggunaan tembakau merupakan faktor resiko terpenting stroke dan PJK dan merupakan
penyebab kematian yang paling dapat dicegah di AS. Setiap tahun 40000 kematian
disebabkan oleh penggunaan tembakau, melebihi penyalahgunaan alkohol. Perokok yang
merokok 1 bungkus perhari 14 kali lipat berisiko mengalami kematian akibat kanker paru,
tenggorokkan atau mulut; 4 kali lipat mengalami kematian akibat kanker esophagus; dua kali
lipat mengalami MI atau Stroke; dua kali lipat mengalami kematian akibat Penyakit jantung
atau kandung kemih.
REHABILITASI
Rehabilitasi adalah sebuah kegiatan ataupun proses untuk membantu para penderita yang
mempunyai penyakit serius atau cacat yang memerlukan pengobatan medis untuk mencapai
kemampuan fisik psikologis, dan sosial yang maksimal.
Rehabilitasi paska stroke merupakan bagian penting dari proses pemulihan penderita stroke.
Tujuan dari rehabilitasi paska stroke adalah membantu penderita mempelajari kembali fungsi
tubuh yang terganggu.

Dalam masa rehabilitasi, penderita stroke akan belajar bergerak, berpikir, dan merawat diri
sendiri. Rehabilitasi tidak dapat menyembuhkan efek-efek yang ditimbulkan stroke, namun
dapat membantu penderita stroke untuk mengoptimalkan fungsi tubuhnya.
Rehabilitasi akan memberikan hasil yang optimal bila dilakukan dalam 3 bulan pertama
paska stroke. Meskipun perkembangan pemulihan yang optimal didapatkan dalam jangka
waktu tersebut, proses pemulihan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu, sangatlah
penting untuk memulai rehabilitasi sedini mungkin dan secara berkesinambungan.
Rehabilitasi dimulai sejak penderita dirawat di rumah sakit dan dapat dilanjutkan secara
rawat jalan, atau di rumah dengan perawatan tim rehabilitasihome care.
Pemilihan jenis terapi yang diperlukan akan disesuaikan dengan kondisi penderita stroke dan
apa yang dibutuhkan supaya penderita stroke dapat mandiri. Tim rehabilitasi medis, yang
terdiri dari dokter spesialis rehabilitasi medis, perawat, fisioterapis, terapis wicara, terapis
okupasi, dokter spesialis gizi, dan psikiater, akan melakukan pengkajian dan menentukan
perencanaan terapi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan penderita stroke, antara
lain:
Ketrampilan perawatan diri, seperti makan, mandi, berpakaian, dan lain-lain
Ketrampilan pergerakan, seperti berjalan, menggunakan kursi roda, dan lain-lain
Ketrampilan berbicara dan berbahasa untuk meningkatan komunikasi
Ketrampilan sosial untuk berinteraksi dengan orang lain
Satu hal yang harus kita tekankan, kesuksesan terapi rehabilitasi paska stroke sangat
tergantung sari dedikasi dan motivasi pasien serta keluarga sepanjang proses rehabilitasi
Intervensi Rehabilitasi Medis pada Stroke
Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa fase. Pembagian ini dalam
rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan untuk menentukan tujuan (goal) dan jenis intervensi
rehabilitasi yang akan diberikan, yaitu:
1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke
2. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca stroke
3. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke

Rehabilitasi Stroke Fase Akut


Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di rumah
sakit, bisa di ruang rawatbiasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di
ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke memberikan outcome yang lebih baik.
Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat
dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik.Rehabilitasi pada fase itu tidak akan di bahas
lebih lanjut dalam makalah ini, karena memerlukan penanganan spesialistik di rumah sakit.
Rehabilitasi Stroke Fase Subakut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan diperbolehkan kembali
ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan penanganan rehabilitasi yang intensif.
Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan
sebagian kecil lainnya (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan
memerlukan perawatan orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan
gejala sisa yang bervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi rehabilitasi agar dapat
kembali mencapai kemandirian yang optimal.
Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis mungkin dapat ditangani oleh pelayanan
kesehatan primer. Rehabilitasi fase ini akan dibahas lebih rinci terutama mengenai tatalaksana
sederhana yang tidak memerlukan peralatan canggih. Pada fase subakut pasien diharapkan
mulai kembaliuntuk belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri danberjalan. Dengan atau
tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi
otak yang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak
digunakan. Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar mencapai
kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien, melalui sirkuit yang
memungkinkan gerak yang lebih terarah dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien
mungkin. Hal tersebut dapat tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan
pengulangan secara kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.
Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:
1. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi yang terkena terlalu
lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk bergerak/ beraktivitas
menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin juga mengikutsertakan sisi yang sakit.
Pasien dan keluarga seringkali beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak akan

terbentuk dengan sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak kembali. Sebenarnya
sirkuit hanya akan terbentuk bila ada kebutuhan akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang
sakit tidak pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di otak akan mengecil dan
terlupakan.
2. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional daripada gerak
tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan meraih, memegang dan
membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional mengikutsertakan dan mengaktifkan bagian
bagian dari otak, baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru
yang dibutuhkan.Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksiekstensi) siku lengan
yang lemah menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak
begitu saja bisa digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap memerlukan terapi latihan
agar terbentuk sirkuit yang baru.
3. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional yang
normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal artinya sama dengan
gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan tenaga
secukupnya dimana pasien masih menggunakan ototnya secara aktif. Bantuan yang
berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak pasif).
Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien mengerahkan tenaga secara berlebihan dan
mengikutsertakan otot-otot lain. Ini akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis
yang memang sudah adadan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan tenagayang diberikan
harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan pasien.
4. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai, yaitu dalam
posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan
dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk
tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke
salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi
duduk sementara batang tubuh.

9. Differential Diagnosis I (STROKE HEMORAGIK)


STROKE HEMORAGIK
Definisi
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut hemoragia
intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang subaraknoid, yaitu ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia
subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan dan merupakan sebagian kecil
dari stroke total yaitu 10-15% perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan
subaraknoid.

Stroke hemoragik merupakan 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi
vascular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.Sebagian dari lesi vascular yang dapat
menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi
arteriovena (MAV).
Klasifikasi

1. Perdarahan Sub Dural (PSD)


.
Perdarahan subdural terjadi diantara duramater dan araknoid.
2. Perdarahan Sub Araknoid (PSA)
Perdarahan Subaraknoid (PSA) adalah keadaan akut dimana terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subaraknoid, atau perdarahan yang terjadi di pembuluh darah
di luar otak, tetapi masih di daerah kepala seperti di selaput otak atau bagian bawah
otak.PSA menduduki 7-15% dari seluruh kasus Gangguan Peredaran Darah Otak
(GPDO).PSA paling banyak disebabkan oleh pecahnya aneurisma (50%).
3. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh
darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma, PIS terutama
disebabkan oleh hipertensi (50-68%).Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum
hipertensif sangat tinggi, mendekati 50%.
Epidemiologi
Distribusi Frekuensi Stroke Hemoragik
o Menurut Usia dan Jenis Kelamin
Di Amerika Serikat, sekitar 28% penderita stroke berusia lebih dari 65 tahun.
Hasil penelitian Aliah A. dan Widjaja D. di empat Rumah Sakit di Makasar
(2000) dengan desain Case Series diperoleh bahwa proporsi penderita stroke
pada kelompok umur < 40 tahun sebesar 3%, kelompok umur 40-49 tahun
sebesar 20%, kelompok umur 50-59 tahun sebesar 26%, kelompok umur 6069 tahun sebesar 41% dan kelompok umur 70 tahun sebesar 10%. Jumlah
penderita stroke laki-laki sebanyak 58 orang dan penderita stroke wanita
sebanyak 42 orang.
Penelitian Syahdani di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu (2003) dengan desain Case
Series menunjukkan bahwa proporsi penderita stroke terbesar pada kelompok
umur > 59 tahun yaitu sebesar 50,5% dan sebagian besar penderitanya adalah lakilaki sebesar 65,5%.
o Menurut Tempat
Dari data penelitian tahun 1994 pada populasi masyarakat didapatkan angka
prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5% dan angka insidensi
penyakit stroke pada daerah rural sekitar 50/100.000 penduduk.

o Menurut Waktu
Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa
diseluruh dunia dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun
2015 dan 7,8 juta penderita pada tahun 2030.
Berdasarkan penelitian Wiwid di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit Tinggi
Tahun 2005-2007, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke hemoragik tahun
2005 sebanyak 66 0rang, tahun 2006 sebanyak 54 orang, tahun 2007 sebanyak 59
orang.
Faktor Risiko
Faktor risiko stroke adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi lebih rentan atau
mudah terkena stroke, antara lain :
a

Usia
Usia merupakan faktor risiko yang paling penting bagi semua stroke. Insiden
stroke meningkat secara eksponsial dengan bertambahnya usia. Setelah umur 55
tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap 10 tahun (risiko relatif ).
Di Oxfordshire, selama tahun 19811986, tingkat insiden stroke pada kelompok
usia 45- 54 tahun ialah 57 kasus per 100.000 penduduk dan pada kelompok usia 85
tahun keatas terdapat 1.987 kasus per 100.000 penduduk.
Tahun 1998 di Aucland, Selandia Baru, insiden stroke pada kelompok usia 55-64
tahun ialah 2 per 100.000 penduduk dan di Soderham, Swedia, insiden stroke pada
kelompok usia yang sama 3,2 per 100.000 penduduk. Pada kelompok usia diatas 85
tahun dijumpai insiden stoke dari 18,4 per 100.000 di Rochester, Minnesota, dan

39,7 per 100.000 penduduk di Soderham, Swedia.


Jenis Kelamin
Pada pria memiliki kecendrungan lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan wanita, dengan perbandingan 2:1. Walaupun para pria lebih rawan dari
pada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah
usia mereka mencapai menopause. Hasil-hasil penelitian menyatakan bahwa
hormon berperan dalam hal ini, yang melindungi para wanita sampai mereka
melewati masa-masa melahirkan anak.Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki
risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar
20% dari pada wanita. Namun, wanita usia berapa pun memiliki risiko perdarahan
subaraknoid sekitar 50% lebih besar.

Menurut data dari 28 Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 2000, ternyata bahwa
kaum pria lebih banyak menderita stroke dibandingkan kaum wanita. Risiko relatif
c

stroke 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.


Ras / Suku Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Hal
ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di
Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1%
dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih

sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.


Riwayat Keluarga dan Genetika
Kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab langsung stroke.Namun, gen
memang berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam
keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke
pada usia kurang dari 65 tahun. Anggota keluarga dekat dari orang yang pernah

mengalami PSA memiliki peningkatan risiko 2-5% terkena PSA.


Riwayat Stroke
Bila seseorang telah mengalami stroke, hal ini akan meningkatkan terjadinya
serangan stroke kembali/ulang. Dalam waktu 5 tahun, kemungkinan akan terjadi

stroke kembali sebanyak 35-42%.


Diabetes Mellitus
Gula darah yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah
yang berlangsung secara progresif. Pada orang yang menderita Diabetes Mellitus
risiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar (risiko relatif).

GejalaKlinis
o Perdarahan Sub Dural
Gejala-gejala perdarahan sub dural adalah nyeri kepala progresif, ketajaman
penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisiensi
neorologik daerah otak yang tertekan.
o Perdarahan Sub Araknoid

Gejala prodormal : nyeri kepala hebat dan akut hanya 10%, 90% tanpa
keluhan sakit kepala.

Kesadaran sering terganggu, dari tidak sadar sebentar, sedikit delirium


sampai koma.

Fundus okuli : 10% penderita mengalami papil edema beberapa jam


setelah perdarahan.

Gangguan fungsi saraf otonom, mengakibatkan demam setelah 24 jam


karena rangsangan meningeal, muntah, berkeringat, menggigil, dan
takikardi.

Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan


melena (stress ulcer), dan sering disertai peningkatan kadar gula darah,
glukosuria dan albuminuria.

o Perdarahan Intra Serebral


Gejala prodormal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi.Serangan
seringkali di siang hari, waktu bergiat atau emosi/ marah.Pada permulaan
serangan sering disertai dengan mual, muntah dan hemiparesis. Kesadaran
biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah
jam, 23% antara 12-2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari).
Letak Perdarahan Stroke Hemoragik
a

Hemisfer serebri
Hemisfer serebri dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri) dan
hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri kiri mengendalikan kemampuan
memahami dan mengendalikan bahasa serta berkaitan dengan berpikir matematis
atau logis, sedangkan hemisfer serebri dextra berkaitan dengan ketrampilan, perasaan
dan kemampuan seni.

Ganglion Basalis
Kerusakan pada ganglion basalis akan mengakibatkan penderita mengalami kesukaran
untuk memulai gerak yang diingini.
Batang Otak
Kerusakan pada batang otak akan mengakibatkan gangguan berupa nyeri, suhu, rasa
kecap, pendengaran, rasa raba, raba diskriminatif, dan apresiasi bentuk, berat dan

tekstur.
Serebelum

Serebelum terbagi menjadi tiga bagian, yaitu archiserebelum berfungsi untuk


mempertahankan agar seseorang berorientasi terhadap ruangan. Kerusakan pada daerah
ini akan mengakibatkan ataxia tubuh, limbung dan terhuyung-huyung. Paleoserebelum,
mengendalikan otot-otot antigravitas dari tubuh, apabila mengalami kerusakan akan
menyebabkan peningkatan refleks regangan pada otot-otot penyokong. Neoserebelum,
berfungsi sebagai pengerem pada gerakan dibawah kemauan, terutama yang
memerlukan pengawasan dan penghentian, serta gerakan halus dari tangan. Kerusakan
pada

neoserebelum

akan

mengakibatkan

dysmetria, intenton

tremor

dan

ketidakmampuan untuk melakukan gerakan mengubah-ubah yang cepat.


Tindakan Medis Stroke Hemoragik
Tindakan medis pada stroke hemoragik ditujukan agar penderita tetap hidup dengan harapan
pendarahan dapat berhenti secara spontan.Sekali terjadi pendarahan maka terapi
medikamentosa tidak dapat menghentikannya. Tindakan medis yang dilakukan pada
penderita stroke hemoragik meliputi :
o Tindakan Operatif
Pertimbangan untuk melakukan operasi biasanya bila perdarahan berada di daerah
superficial (lobar) hemisfer serebri atau perdarahan sereberal.Penentuan waktu untuk
operasi masih bersifat kontroversial.Tindakan operasi segera setelah terjadi
perdarahan merupakan tindakan berbahaya karena terjadinya retraksi otak yang dalam
keadaan membengkak.Sementara itu tindakan operasi yang dini dapat menimbulkan
komplikasi iskemi otak.
o Tindakan Konservatif
a Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut
Upaya pencegahan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih lanjut adalah
pengendalian hipertensi dan pengobatan kejang. Hipertensi yang menetap akan
meningkatkan edema otak dan TIK. Pengendalian hipertensi harus hati-hati
karena apabila terjadi hipotensi maka otak akan terancam iskemia dan kerusakan
neuron. Obat yang di anjurkan dalam mencegah peningkatan TIK adalah beta
bloker atau obat
b

yang

mempunyai

aksi beta dan alfa

blocking (misalnya

labetolol), diberikan secara intravena di kombinasikan dengan deuretika.


Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial
Secara umum terapi untuk hipertensi intrakranial meliputi hiperventilasi,
diuretika, dan kortikosteroid.Hipertventilasi paling efektif untuk menurunkan
hipertensi intrakranial secara cepat.

Alur Diagnosis
Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999 mengemukakan bahwa diagnosis
dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
o Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan pada penderita sendiri, keluarga yang mengerti tentang
penyakit yang diderita. Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayat perjalanan
penyakit, misalnya waktu kejadian, penyakit lain yang diderita, faktor- faktor risiko yang
menyertai stroke.
o Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain : pemeriksaan fisik umum (yaitu
pemeriksaan tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, anemia, paru dan jantung),
pemeriksaan neurologis dan neurovaskuler.
o Pemeriksaan Penunjang
Kemajuan teknologi kedokteran memberi kemudahan untuk membedakan antara stroke
hemoragik dan stroke iskemik diantaranya : Computerized Tomograph scanning (CT
Scan), Cerebral

angiografi,

Elektroensefalografi(EEG), Magnetic

Resonance

Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan laboratorium dan lainnya.

Letak Kelumpuhan

Kelumpuhan Sebelah Kiri (Hemiparese Sinistra)


Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak (Hemispere kanan otak) yang menyebabkan
kelumpuhan tubuh bagian kiri.Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering
memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan
mengabaikan sisi kiri.Penderita memberikan perhatian hanya kepada sesuatu yang

berada dalam lapang pandang yang dapat dilihatnya.


Kelumpuhan Sebelah Kanan (Hemiparese Dextra)
Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak (Hemispere Kiri Otak) yang menyebabkan
kelumpuhan tubuh bagian kanan.Penderita ini biasanya mempunyai kekurangan
dalam komunikasi verbal.Namun persepsi dan memori visuomotornya sangat baik,
sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat diperlihatkan tahap
demi

tahap

secara

visual.Dalam

komunikasi

menggunakan body language (bahasa tubuh).

kita

harus

lebih

banyak

Kelumpuhan Kedua Sisi (Paraparese)


Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada dua sisi
yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti sisi lain. Timbul gangguan
psedobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-tanda hemiplegi dupleks,
sukar menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan kedua kaki sulit untuk
digerakkan dan mengalami hiperaduksi.

Pencegahan
a

Pencegahan Premordial
Tujuan pencegahan premordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko bagi individu
yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan premordial dapat dilakukan dengan
cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok
terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian
masyarakat.Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program
pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit
stroke hemoragik melalui ceramah, media cetak, media elektronik.

Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang mempunyai faktor risiko tetapi belum menderita stroke dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
1

Menghindari merokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam


berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

Mengurangi kolesterol, lemak dalam makanan seperti jerohan, daging berlemak,


goreng-gorengan.

Mengatur pola makan yang sehat seperti kacang-kacangan, susu dan kalsium, ikan,
serat, vitamin yang diperoleh dari makanan dan bukan suplemen (vit C, E, B6, B12
dan beta karoten), teh hijau dan teh hitam serta buah-buahan dan sayur-sayuran.

Mengendalikan faktor risiko stroke, seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit


jantung dan lain-lain.

Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara teratur,


minimal jalan kaki selama 30 menit, cukup istirahat dan check up kesehatan secara
teratur minimal 1 kali setahun bagi yang berumur 35 tahun dan 2 kali setahun bagi
yang berumur di atas 60 tahun.

Pencegahan Sekunder

Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah mendapat stroke, dianjurkan :
1

Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai

Diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/ insulin

Penyakit jantung aritmik nonvalvular (antikoagulan oral)

Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia

Berhenti merokok

Hindari alkohol, kegemukan dan kurang gerak

Polisitemia

Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit


pilihan pertama. Tiklopidin diberikan pada penderita yang tidak tahan asetosal.

Antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor risiko penyakit jantung
dan kondisi koagulopati yang lain

10 Tindakan bedah lainnya.


d

Pencegahan Tertier

Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan setelah terjadi stroke.
Rehabilitasi meningkatkan kembali kemampuan fisik dan mental dengan berbagai cara.
Tujuan program rehabilitasi adalah memulihkan independensi atau mengurangi
ketergantungan sebanyak mungkin. Cakupan program rehabilitasi stroke dan jumlah
spesialis yang terlibat tergantung pada dampak stroke atas pasien dan orang yang
merawat.

10. Differential Diagnosis II (STROKE NON-HEMORAGIC)


Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau
kematian. Definisi stroke menurut WHO adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian.
Stroke trombosis adalah stroke yang disebabkan oleh karena adanya oklusi yang
terjadi akibat pembentukan trombus.
Stroke iskemik menurut American Heart Association/American Stroke Association
tahun 2013 adalah suatu episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark atau
iskemia fokal pada otak, medulla spinalis yang dibuktikan secara obyektif dengan adanya
gangguan vaskular pada pemeriksaan patologi, pencitraan atau pemeriksaan obyektif lain
disertai adanya gejala klinis yang menetap >24 jam atau menyebabkan kematian, dan etiologi
lain selain vaskukar telah disingkirkan,
Epidemiologi
Stroke adalah penyebab utama kematian nomor 3 didunia setelah penyakit jantung dan
kanker, serta penyebab utama disabilitas pada penderitanya. Di Indonesia, prevalensi stroke
memiliki kecenderungan yang semakin meningkat. Dari data Survey Kesehatan Rumah
Tangga di Tahun 1995, prevalensi stroke adalah 2% kemudian berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007 menjadi 8,3%. Data Riskesdas 2013 memiliki prevalensi 12,1%.
Stroke infark trombotik 80% dari semua jenis stroke, sedangkan stroke emboli 5%,
perdarahan intrakranial 10% dan perdarahan subarachnoid 5%.
Etiologi
Stroke trombosis disebabkan oleh oklusi mendadak pembuluh darah yang mensuplai otak.
Oklusi terjadi baik karena suatu trombus yang terbentuk langsung di lokasi oklusi.
Kondisi yang berhubungan dengan stroke iskemik, yaitu
1. Kelainan vaskular diantaranya aterosklerosis, fibromuscular displasia, SLE
2. Kelainan jantung diantaranya aritmia, endokarditis, rematoid heart disease, mitral
valve prolapse
3. Kelainan hematologi diantaranya polisetemia, trombositosis, Sickle cell disease,
leukocytosis.
Faktor Risiko
Secara umum dibagi menjadi 2 macam, yaitu:

Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi


1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Genetik

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hipertensi
DM
Merokok
Alkohol
Dislipidemia
Kurang olahraga

Subtipe Stroke Iskemik berdasarkan penyebab:


1. Stroke Lakunar
Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh-halus hipertensif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih
lama.
2. Stroke trombotik pembuluh darah besar
Gejala dan tanda yang terjadi akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi
sumbatan dan tingkat aliran kolalateral di jaringan otak yang terkena. Stroke ini sering
berkaitan dengan lesi aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di
arteria karotis interna.
3. Stroke emboli
Diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terjadi embolus. Stroke yang terjadi akibat
embolus biasanya menimbulkan defisit neuorologik mendadak. Biasanya serangan
terjadi saat beraktivitas.
4. Stroke kriptogenik
Sumbernya tersembunyi bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan
evaluasi klinis yang ekstensif.
Patofisiologi
Efek yang muncul pada stroke infark cukup cepat hal ini diakibatkan karena ketidakmampuan
otak untuk menyimpan glukosa dan ketidakmampuan untuk melakukan metabolisme secara
anaerob. Trombus yang menyumbat arteri serebral menyebabkan iskemia pembuluh darah
diwilayah sekitarnya. Mekanisme cedera neuron pada tingkat sel diakibatkan oleh hipoksia
atau anoksia.
Cedera neuron akibat iskemia merupakan suatu proses biokimia yang aktif yang senantiasa
berkembang. Kekurangan oksigen dan glukosa akan menguras energi sel yang tersimpan
untuk mempertahankan potensi membran dan gradien ion transmembran. Kalium yang keluar
dari sel akan memicu depolarisasi masuknya kalsium dan juga memicu pelepasan glutamate
melalui glia glutamate transporter. Sinaptic glutamate akan mengaktivasi excitatory amino
acid receptors bergabung dengan kalsium dan natrium ion channels. Influx kalsium dalam
post sinap yang berlebihan ini akan mengakibatkan depolarisasi dan edema akut. Influx
kalsium yang melebihi batas akan mengakibatkan aktivasi enzim-enzim yang dependen
kalsium (protease, lipase, nuklease). Enzim tersebut bersama hasil metabolismenya, seperti
eicosanoids dan radikal bebas akan mengakibatkan pemecahan plasma membran dan elemen

sitoskeletal yang akan mengakibatkan pemecahan plasma membran dan elemen sitoskeletal
yang akan berakibat pada kematian sel. Urutan kejaian tersebut dikenal dengan istilah
excitotoxicity karena peran excitatory asam amino seperti glutamate.
Jika iskemia yang terjadi belum luas maka akan mengakibatkan pertahanan kehidupan sel
yang lebih lama, seperti yang terdapat pada perbatasan atau penumbra yang mengelilingi
pusat iskemik pada otak. Proses biokimia ini melibatkan ekspresi protein yang terlibat dalam
apoptosis sel, seperti Bcl (B-cell Lymphoma)-2-family protein dan caspases (protenzim
cystein protease).

Pembagian stroke menurut manifestasi klinisnya:


1. TIA (Transient ischemic attack): serangan akut deficit neurologis focal yang
berlangsung singkat, kurang dari 24 jam dan sembuh tanpa gejala sisa.
2. RIND (Residual Ischemic Neurological Defisit): sama dengan TIA tetapi berlangsung
>24 jam dan sembuh sempurna dalam waktu <3minggu.
3. Completed stroke: stroke dengan deficit neurologis berat dan menetap dalam waktu 6
jam, dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu >3 minggu.
4. Progressive stroke: stroke dengan deficit neurologi focal yang terjadi bertahap dengan
penyembuhan tidak sempurna dalam waktu 3 minggu.
Tanda dan Gejala Klinis
Gejala stroke infark yang timbul akibat gangguan peredaran darah diotak bergantung pada
berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah.
Gejala FAST:
Face (mulut mencong), Arm (lemah separuh badan), Speech (Pelo atau afasia), Time last
normal (<6 jam)
a. Arteri cerebri anterior
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol
- Gangguan mental
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
- Bisa terjadi kejang-kejang.
b. Arteri Cerebri Media
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya kemampuan dalam
berbahasa (aphasia)
c. Arteri Karotis Interna:
- Buta mendadak (amaurosis fugaks)
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan.
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan
dapat disertai sindrom horner pada ssi sumbatan.

d. Arteri Cerebri Posterior:


- Koma
- Hemiparesis kontra lateral
- Ketidakmampuan membaca (aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
e. Sistem Vertebrobasiler:
- Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas
- Meningkatnya refleks tendon
- Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
- Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar
(vertigo).
- Ketidakmampuan untuk menelan
- Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit
berbicara
- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap
(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan.
- Gangguan penglihatan
- Gangguan pendengaran
- Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
Pemeriksaan Fisik
-

Tekanan darah: tekanan darah harus segera diukur untuk melihat ada tidaknya
hipertensi (yang merupakan salah satu faktor risiko)
Pemeriksaan Opthalmoscope
Pemeriksaan pada leher
Pemeriksaan jantung
Palpasi pada arteri temporalis berguna untuk mendiagnosis giant cell arteritis
dimana pembuluh darah tersebut akan terasa keras, nodular dan tanpa pulsus.

Pemeriksaan neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologis adalah untuk mencari defisit neurologi dan menentukan
lokasi anatomis infark.
Pemeriksaan meliputi:
-

Pemeriksaan kesadaran
Pemeriksaan fungsi luhur : afasia, gangguan memori, dan lain-lain
Pemeriksaan meningeal sign
Pemeriksaan nervus kranialis
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan otonom
Pemeriksaan cerebellum
Pemeriksaan refleks fisiologis

Pemeriksaan refleks patologis

Manajemen Stroke Iskemik


Pada prinsipnya, manajemen stroke harus didasari pada prinsip Stroke Chain of
Survival yang terdiri atas 7D, yakni:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Detection (pengenalan gejala stroke secara cepat),


Dispatch (segera mengontak ambulans),
Delivery (segera transportasi ke RS sambil melakukan notifikasi ke RS yang dituju),
Door (Triage cepat ke IGD),
Data (pemeriksaan klinis, lab dan pencitraan segera),
Decision (penegakan diagnosis dan keputusan tatalaksana, dan
Drug (pemberian obat yang tepat)

Manajemen sebelum masuk rumah sakit dapat dilakukan dengan memfokuskan pada
deteksi gejala stroke dan notifikasi RS yang dituju. Deteksi dini dapat menggunakan alat
bantu ceklis Cinnati Stroke Scale yang menilai secara cepat ada tidaknya kelainan pada
wajah, ekstremitas dan gangguan bicara atau fungsi bahasa. Dengan skala tersebut, apabila
skor 0 maka pasien bukanlah pasien stroke, sementara jika angka skor 1 apalagi >1 maka
harus dianggap sebagai stroke.

Manajemen dirumah sakit dimulai dari memperbaiki triage diruang emergensi agar
dapat menatalaksana stroke secara cepat, serta memperbaiki kerjasama dengan tim penunjang
diagnostik sehingga periode emas stroke dapat diselamatkan. Rekomendasi dari AHA/ASA
Guideline mendorong agar waktu dari mulai pasien masuk RS hingga mendapatkan
trombolisis (door to needle time) dapat dicapai dalam kurang dari sama dengan 60 menit.
Dalam kurun waktu tersebut, diharapkan evaluasi klinis dan lab untuk menyingkirkan kriteria
inklusi dan ekslusi trombolisis yang cukup banyak, pemeriksaan CT Scan otak dan
penyediaan serta pemberian obat trombolisis dapat diselesaikan.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah: darah lengkap, LED, kolesterol
b. Elektrokardiografi: untuk melihat ada tidaknya infark miokard, aritmia, atrial fibrilasi
yang menjadi faktor predisposisi stroke,
c. CT Scan atau MRI: untuk membedakan apakah stroke disebabkan oleh suatu infark
ataupun perdarahan, dan untuk menyingkirkan lesi akibat tumor maupun abses yang
dapat memiliki gejala mirip stroke.
d. Cerebral angiografi: intracranial angiografi digunakan untuk mengidentifikasi lesi
carotid ekstrakranial yang dapat dioperasi.
e. Ultrasonografi: untuk mendeteksi adanya stenosis atau oklusi pada arteri carotid
interna.
f. Echocardiografi: untuk melihat ada tidaknya kelainan jantung yang dapat
menyebabkan stroke emboli.

Diagnosis
Didasarkan atas:
1. Penemuan klinis:
a. Anamnesis: terjadinya keluhan atau gejala defisit neurologik yang mendadak,
tanpa trauma kepala dan adanya faktor risiko stroke.
b. Pemeriksaan fisik: adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
2. Pemeriksaan tambahan/laboratorium
a. Pemeriksaan neuro-radiologik: CT-Scan sangat membantu diagnosis dan
membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut, Angiografi serebral
(karotis atau vertebra) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh
darah yang terganggu.
b. Pemeriksaan lain-lain: pemeriksaan untuk menemukan faktor risiko, seperti:
pemeriksaan darah rutin, EKG.
Penatalaksanaan Medikamentosa
Prinsip terapi stroke infrak:
1. Antithrombus
a. Trombolitik: rekombinan aktivator sel plasminogen (rt-PA); diberikan pada fase
akut, yaitu <3 jam setelah timbul gejala, dosis 0,9-90mg/kgBB, 10% dari dosis
diberikan IV bolus selama satu menit dan sisanya dilanjutkan dengan drip selama
1 jam.
b. Antiplatelet: aspirin 160-325mg/hari; clopidogrel (plavix) 75mg/hari.

2. Neuroprotektif: citicholin dapat diberikan 2-4x250mg/hari intravena kemudian


dilanjutkan dengan 2x500-1000mg peroral.
3. Faktor sistemik: tekanan darah harus diatur. Tekanan darah dikontrol sesudah 7-10
hari dengan target TDS 160-190 dan TDD 90-100. Kadar gula darah juga harus diatur
sekitar 100-200gr%. Hiperlipidemia juga harus dikontrol.
Komplikasi
a. Edema cerebri dan peningkatan tekanan intracranial yang dapat menyebabkan
herniasi atau kompresi batang otak
b. Kejang
c. Transformasi hemoragik
d. Infeksi: pneumonia, ISK,
e. Trombosis vena
Prognosis
Sekitar 80% pasien dengan stroke hidup selama satu bulan dengan 10 tahun bertahan hidup
sekitar 35%.

11. Differential Diagnosis III (TUMOR OTAK)


DEFINISI TUMOR OTAK
Tumor otak adalah pertumbuhan sel-sel abnormal di dalam atau di sekitar otak secara tidak
wajar dan tidak terkendali, tapi tumor ini tidak selalu berubah menjadi kanker atau ganas
GEJALA KLINIS TUMOR OTAK

Muncul sakit kepala atau perubahan pola sakit kepala

Sakit kepala secara bertahap menjadi makin sering dan makin parah

Mual atau muntah tanpa sebab

Masalah penglihatan, seperti penglihatan kabur, dan lain-lain

Secara bertahap hilang sensasi atau gerakan tangan atau kaki

Sulit menjaga keseimbangan

Sulit berbicara

Kebingungan terhadap persoalan sehari-hari

Perubahan kepribadian atau kebiasaan

Kejang, khususnya pada seseorang yang tidak pernah mengalami kejang

Masalah pendengaran

PENYEBAB DAN FAKTOR RESIKO TUMOR OTAK


Faktor dari dalam
Maksudnya faktor yang datang dari dalam diri sendiri atau faktor dari keturunan. Apabila ada
salah satu sanak saudara anda yang punya riwayat penderita kanker otak, maka kemungkinan
juga anda juga bisa terkena penyakit kanker otak. Kemudian sebab terjadinya kanker otak
juga dikarenakan benturan kepala yang pernah dialami si penderita, sehingga benturan ini
menyebabkan perasaan trauma pada jaringan otak dan penyebab tumbuhnya jaringan
abnormal pada otak yang kemudian berkembang menjadi kanker otak
Faktor dari luar
Faktor dari luar bisa berasal pengaruh obat-obatan tertentu yang sering diminum terus
menerus, merokok, makanan yang berlemak, bahan karsiogenik seperti minyak goreng yang
dipakai berulang-ulang, bahan kimia yang termakan serta paparan radiasi dalam gelombang
tertentu dapat memicu berkembangnya sel kanker.
Tumor otak primer
Tumor otak primer dapat berasal dari otak itu sendiri atau jaringan yang menutup otak,
seperti membran meninges, syaraf tengkorak, kelenjar pituitary atau kelenjar pineal. Tumor
otak primer dimulai ketika sel normal mengalami mutasi pada DNA-nya. Mutasi ini
menyebabkan sel tumbuh secara tidak terkendali dan tetap hidup saat sel yang lain mati.
Ada beberapa jenis tumor otak primer. Masing-masing dinamakan berdasarkan sel yang
terkain. Antara lain:

Acoustic neuroma (schwannoma)

Astrocytoma, juga dikenal dengan nama glioma, yang terdiri dari anaplastic
astrocytoma dan glioblastoma

Ependymoma

Ependymoblastoma

Germ cell tumor

Medulloblastoma

Meningioma

Neuroblastoma

Oligodendroglioma

Pineoblastoma

Tumor otak sekunder / metastatik


Tumor otak sekunder / metastatik adalah tumor yang dihasilkan dari kanker yang berasal dari
bagian tubuh lain dan kemudian merambat ke otak. Tumor otak sekunder paling sering terjadi
pada orang yang memiliki catatan dengan kanker. Tapi dapat juga terjadi walaupun jarang,
tumor otak metastatik merupakan tanda awal kanker yang dimulai dari bagian tubuh lainnya.
Kanker apapun dapat menyebar ke otak, tapi jenis yang paling umum antara lain:

Kanker payudara

Kanker usus besar

Kanker ginjal

Kanker paru-paru

Melanoma

Faktor risiko
Faktor risiko tumor otak antara lain:

Ras. Tumor otak terjadi paling sering pada orang yang berkulit putih, kecuali
meningioma.

Usia. Risiko tumor otak meningkat seiring usia.

Terkena radiasi. Contohnya radiasi untuk pengobatan kanker.

Terkena zat kimia saat bekerja.

Catatan keluarga dengan tumor otak.

Cara Mencegah Kanker Otak


Menurut para ahli, penyakit berbahaya ini dapat dicegah dengan cara gaya hidup yang sehat.
Berikut langkah-langkah mencegah kanker otak.

Jangan sampai kepala Anda terbentur atau mengalami trauma. Hindari aktivitas yang
berisiko tinggi seperti tinju. Selalu gunakan helm saat naik sepeda motor.

Perbanyak makan buah-buahan yang mengandung antioksidan seperti kurma, jeruk,


kismis, strawberry, buah plum dan anggur merah. Zat antioksidan akan melancarkan
peredaran darah dari dan ke otak sehingga mencegah terjadinya penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah.

Jangan merokok.

Perbanyak makan makanan berserat, jauhi makanan berlemak.

Hindari bahan karsiogenik, misalnya minyak goreng yang dipakai berulang-ulang.

Jauhi benda dengan kadar radiasi tinggi karena paparan radiasi dalam level tertentu
dapat memicu perkembangan sel abnormal. Jika menelepon menggunakan
handphone, gunakan handsfree agar ada jarak antara ponsel dengan kepala (otak)
sehingga mengurangi kadar panas dan radiasi.

Gaya hidup sehat. Tidur yang cukup. Rutin olahraga agar ada sirkulasi darah ke otak.

Hindari pikiran yang dapat menyebabkan stress.

Pengobatan Tumor Otak


Diagnosis dan pengobatan yang dilakukan sejak dini akan mempermudah penanganan
pada tumor otak. Apabila tidak segera ditangani, kondisi ini bisa menjadi bertambah
serius. Tumor otak biasanya tidak menyebar dan hanya diam di satu tempat saja, tapi
tumor otak bisa memberikan tekanan dan merusak area di sekitarnya. Pengobatan yang
dilakukan bergantung pada jenis, ukuran, dan lokasi tumor itu berada.
Prosedur operasi pengangkatan tumor yang dilakukan pada tumor otak jinak pada
umumnya berhasil ditangani dan tumor tidak muncul kembali. Sebagai hasilnya, kondisi
ini tidak menyebabkan masalah berlanjut di kemudian hari.
Sedangkan pada tumor otak glioma stadium 2, sering kali tumor tumbuh kembali setelah
menjalani pengobatan. Selain itu, kondisi ini juga berpotensi berubah menjadi tumor otak
ganas dengan penyebaran dan pertumbuhan yang lebih cepat.
Untuk membantu proses pemulihan, dokter akan menyarankan beberapa jenis terapi. Anda
bisa membicarakan mengenai dampak emosional dari diagnosis dan pengobatan tumor
dengan melakukan konseling

Daftar Pustaka
Snell,Richard S. Neurolanatomi Klinik.Jakarta: EGC

Sobota jilid 3 edisi 23


Lauralee, Sherwood. 2013. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi-6. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC
Oxford Handbook of Neurology
Dorland, W. A. Newman.2012.Kamus Saku Kedokteran Dorland.Jakarta:EGC
Meliala, KRT Lucas, dkk.2015.Multidisciplinary Approach in Neurology.Jakarta:FKUI
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30235/3/Chapter%20II.pdf

https://www.scribd.com/doc/128120918/Farmakoterapi-Stroke
http://e-journal.uajy.ac.id/1945/3/2TA12575.pdf
Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Yogyakarta: Kepala Unit
Stroke RSUP Dr Sardjito/ Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada
Frotscher M, Baehr M. 2015. Diagnosis Topik Neuologi DUUS. Jakarta: EGC.
Munir, Badrul, dr. 2015. Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto.
Price, Sylvia A. 2014. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC
Prof. Lucas Meliala, dkk. 2015. Jaknews 2015: Multidisciplinary Approach in Neurology.
Jakarta: BPFKUI.

You might also like