Professional Documents
Culture Documents
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai
kehati, panjangnya 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang
28 cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung
bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar.
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan
panjang 0,5-1,0 cm/detik, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali
sehari, terjadi dengan defekasi. (Schwartz, 2000)
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak
tercerna. Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000)
3. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis
obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Faktor mekanis yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal
dari tekanan pada usus, diantaranya :
a. Intususepsi
b. Tumor dan neoplasma
c. Stenosis
d. Striktur
e. Perlekatan (adhesi)
f. Hernia
g. Abses
2) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus. (Brunner and Suddarth, 2002)
4. Tanda dan Gejala
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002) :
1)
2)
3)
4)
Nyeri abdomen
Muntah
Distensi
Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002) :
1)
2)
3)
4)
Lokasi obstruksi
Lamanya obstruksi
Penyebabnya
Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok
setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus
diperiksa. (Winslet, 2002)
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus
melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai
20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halus
demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang
dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus. Dengan
berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang
peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan
diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri
abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus
obstruksi strangulata harus dicurigai. (Sabiston, 1995)
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh
cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrisons, 2001). Muntah
tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka
muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau
kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut
(dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa
keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga
suatu gambaran khas ileus obstruktif.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai petanda
(Winslet, 2002) :
1) Mulainya terjadi iskemia
2) Perforasi usus
3) Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen
yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi.
Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi. (Winslet, 2002)
5. Fatofisiologi
Perlengketan, intususepsi, volvulus, hernia dan tumor
Berlangsung cepat
NYERI
Pelepasan bakteri dan
Gerakan isi lambung
dari usus yang inpark
Ke mulut
Mual/muntah
dan merangsang
melepaskan zat
Toksin
Merangsang syaraf otonom
Aktifasi norepineprin
Bakteri melespaskan
Syaraf simpatis terangsang mengaktifkan
endotoksin
RAS mengaktifkan kerja organ tubuh
tubuh
Intake kurang
Klien terjaga
Impuls
disampaikan ke hipotalamus
bagian
termogulator melalui
ductus
toracicus
GANGGUAN POLA TIDUR
HIPERTERMI
Kontraksi otot-otot
abdomen ke diafragma
Relaksasi otot-otot
diafragma terganggu
Volume ECF menurun
Ekspansi paru menurun
POLA NAPAS
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Dengan
posisi
terlentang
dan
tegak
(lateral
dekubitus)
adanya
kelainan-kelainan
dinding
usus,
mesenterikus,
dan
2) Pemeriksaan laboratorium
b. Farmakologis
Kebutuhan oxygenasi
3.
4.
Kebutuhan nutrisi
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap proses
digesti, ingesti dan absorbsi nutrient.
5.
Kebutuhan eliminasi
Obstuksi usus mengakibatkan motilitas usus menurun, menyebabkan
refluk inhibisi spingter tergangga mengakibatkan terjadinya kegagalan buang air
besar (BAB).
6.
7.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku dan gaya hidup.
b.
Riwayat Kesehatan
1.
Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji.
Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen
tegang dan kaku.
2.
hal-hal
yang
menyebabkan
klien
mencari
3.
4.
c.
Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien.
2. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
3. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
4. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
5. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika
syok hipovolemik
6. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak
ada, ketidakmampuan defekasi dan flatus.
7. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
8. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
9. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
10. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus
obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Intervensi keperawatan
.
.
.
Kriteria hasil :
a.Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD : 110/70 -120/80
mmHg)
b. Intake dan output cairan seimbang
c.Turgor kulit elastic
d.
Mukosa lembab
e.Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L).
Intervensi :
Intervensi
Rasional
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
4.
5.
6.
7.
8.
Intervensi
1.
2.
3.
Rasional
4.
5.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Intervensi
1.
2.
3.
Rasional
1.
2.
Kaji status pernafasan: pola, frekuensi,
kedalaman
3.
Kaji bising usus pasien
4.
4.
5.
6.
7.
8.
6.
kebutuhan
oksigenasi
Kriteria hasil :
Rasional
1.
2.
2.
3.
3.
4.
4.
Intervensi
Rasional
5.
6.
Kolaborasi dalam
pencahar (Laxatif)
pemberian
Mengetahui
ada atau tidaknya
kelainan yang terjadi pada eliminasi
fekal.
Mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus.
Adanya flatus menunjukan perbaikan
fungsi usus.
Gangguan motilitas usus dapat
terapi
6.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Rasional
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
3.
4.
5.
6.
Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
Rasional
Rasa cemas yang dirasakan pasien
dapat terlihat dalam ekspresi wajah
2.
3.
4.
5.
6.
2.
3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton A.C., Hall J.E. (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Manif Niko, Kartadinata. (2008). Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran 29.
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. (2003). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Sari, Dina, et al. (2005). Chirurgica. Yogyakarta: Tosca Enterprise.
Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku
Kedokteran, EGC: Jakarta
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika