You are on page 1of 16

REFERAT PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI

BLOK REPRODUKSI
VULVITIS

Oleh:
Kelompok 1
A. Naesaburi Sahid

G1A013026

Adam Abdul Malik Sujoko

G1A013089

Ade Arum Prawestri

G1A013096

Asisten:
Marlina Jaya Diputri
G1A012009

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI


BLOK REPRODUKSI
VULVITIS

Oleh :
Kelompok 1
A. Naesaburi Sahid

G1A013026

Adam Abdul Malik Sujoko

G1A013089

Ade Arum Prawestri

G1A013096

Disusun dan diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk


mengikuti ujian Praktikum Patologi Anatomi pada Blok Reproduksi
Jurusan Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto

Diterima dan disahkan,


Purwokerto, Oktober 2015
Asisten,

Marlina Jaya Diputri


G1A012009

DAFTAR ISI
I.

Pendahuluan
2

II.

III.

A. LatarBelakang...........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................1
Tinjauan Pustaka
A. Definisi.......................................................................................................2
B. Etiologi.......................................................................................................2
C. Epidemiologi..............................................................................................3
D. Faktor resiko...............................................................................................3
E. Tanda dan gejala.........................................................................................3
F. Penegakan diagnosis...................................................................................4
G. Patogenesis.7
H. Patofisiologis..............................................................................................7
I. Gambaran histopatologi..............................................................................8
J. Penatalaksanaan..9
K. Komplikasi................................................................................................11
L. Prognosis...................................................................................................11
Kesimpulan.....................................................................................................12

Daftar Pustaka13

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Referat
Praktikum Patologi Anatomi ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga, sahabat, dan juga seluruh umatnya yang
senantiasa taat menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Hambatan dan kesulitan banyak kami jumpai dalam penyusunan Referat
Praktikum Patologi Anatomi ini. Namun, berkat bimbingan, petunjuk, dan

bantuan dari berbagai pihak, semua hambatan tersebut dapat diatasi. Untuk itu
dalam kesempatan ini Tim Penyusun menyampaikan rasa hormat dan terimakasih
yang tulus dan ikhlas, serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan Referat Praktikum Patologi
Anatomi ini terutama kepada Mba Marlina Jaya Diputri selaku asisten yang
membimbing kelompok kami.
Kami menyadari dari segi isi, bahasa, dan teknik, penyusunan laporan ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Tim Penyusun sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun untuk laporan ini.
Akhir kata, Tim Penyusun berharap semoga Referat Praktikum Patologi
Anatomi ini dapat bermanfaat khususnya bagi Tim Penyusun dan umumnya bagi
pihak

yang

berkepentingan

serta

dapat

memberikan

sumbangsih

bagi

pengembangan kesehatan di Indonesia.

Purwokerto, Oktober 2015

Kelompok 1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Vulvitis adalah peradangan vulva, lipatan kulit lembut di luar
vagina. Vulvitis bukanlah penyakit, tetapi mengacu pada peradangan pada
lipatan kulit lembut di bagian luar alat kelamin wanita, vulva. Iritasi dapat
disebabkan oleh infeksi, reaksi alergi, atau cedera. Kulit vulva sangat
rentan terhadap iritasi karena kelembaban dan kehangatan (Sarwono,
2011).
Vulva normal terdiri dari kulit dengan epitel skuamosa
terstratifikasi mengandung kelenjar-kelenjar lemak, keringat dan apokrin,
4

sedang dibawahnya jaringan subkutan termasuk kelenjar Bartolin. Gatal


atau rasa panas di vulva merupakan kurang lebih 10% dari alasan untuk
memeriksakan diri ke petugas kesehatan (Sarwono, 2011).
Dalam dua decade terakhir ini di seluruh dunia terjadi peningkatan
insidensi vulvitis yang menyebabkan terjadinya epidemi sekunder dari
infertilitas faktor tuba dan menyebabkan terjadinya gangguan pada
outcome kehamilan. Dalam praktik kedokteran di Inggris didapatkan
diagnosis vulvitis 1,7%, pada wanita berusia 16 46 tahun (Sarwono,
2011).
B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan vulvitis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui penyakit yang berhubungan dengan
vulvitis.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan tanda gejala dari vulvitis.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Vulvitis adalah peradangan pada alat kelamin perempuan eksternal,
disebut vulva. Hal ini dapat disebabkan oleh vulva berkontak dengan
iritasi yang dapat menyebabkan dermatitis, eksim atau reaksi alergi.
Dikenal alergen seperti sabun mandi dan wewangian. Seorang wanita juga
bisa mengalami peradangan vulva akibat infeksi. Hal ini lebih sering
terlihat pada wanita pascamenopause dan praremaja karena tingkat
estrogen yang lebih rendah dalam tubuh mereka dibandingkan dengan
wanita-wanita yang mengalami menstruasi (whg pc, 2013).
B. Etiologi

Penyebabnya bisa berupa (whg pc, 2013) :


1. Infeksi
a. Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus)
b. Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita
hamil dan pemakaiantibiotik
c. Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis)
d. Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes).
2. Zat atau benda yang bersifat iritatif
a. Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons
b. Sabun cuci dan pelembut pakaian
c. Deodoran
d. Zat di dalam air mandi
e. Pembilas vagina
f. Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak
menyerap keringat
g. Tinja
3. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya
4. Terapi penyinaran
5. Obat-obatan
6. Perubahan hormonal.
C. Epidemiologi
Bakterial vaginosis lebih sering ditemukan pada wanita yang
memeriksakan kesehatannya dibanding vaginitis jenis lain. Frekuensi
tergantung pada tingkat social ekonomi penduduk. Pernah disebutkan
bahwa 50% wanita yang aktif seksual pernah terkena infeksi G.vaginalis,
tapi hanya sedikit yang menimbulkan gejala. Sekitar 50% ditemukan pada
pemakai IUD dan 86% ditemukan bersama dengan infeksi Trichomonas
(Djuanda dkk., 2007).
Bakterial vaginosis terjadi pada sepertiga wanita di Amerika
Serikat, yaitu sekitar 21 juta wanita. Setiap tahun, 10 juta wanita datang ke
dokter dengan keluhan sekret vagina. Peningkatan prevalensi ini diduga
berhubungan dengan merokok, obesitas, single/tidak pernah menikah,
kehamilan, dan riwayat abortus. Gardnerella vaginalis didapatkan pada
hampir 100% wanita dengan keluhan bakterial vaginosis dan hampir 70%
pada wanita tanpa keluhan bakterial vaginosis. Gardnerella vaginalis
dapat diisolasi pada hampir 80% uretra pria yang merupakan pasangan
seksual dari wanita dengan bakterial vaginosis. Tetapi, tidak dianjurkan
memberikan terapi pada pria tersebut karena tidak terbukti dapat merubah

angka kejadian bakterial vaginosis pada pasangan wanitanya (Djuanda


dkk., 2007).
D. Faktor Resiko
Setiap wanita dari segala usia dapat terserang vulvitis. Wanita yang
belum mencapai pubertas atau wanita pasca-menopause mungkin berada
pada risiko yang lebih tinggi terserang vulvitis. Tingkat estrogen yang
lebih rendah mereka dapat membuat mereka lebih rentan terhadap kondisi
karena jaringan vulva lebih tipis (Lin dkk., 2010).
E. Tanda dan Gejala
Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan
abnormal dari vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak,
baunya menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri (Sudung, 2010).
Cairan yang abnormal sering tampak lebih kental dibandingkan
cairan yang normal dan warnanya bermacam-macam. Misalnya bisa
seperti keju, atau kuning kehijauan atau kemerahan (Sudung, 2010).
Infeksi vagina karena bakteri cenderung mengeluarkan cairan
berwarna putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah
melakukan hubungan seksual atau mencuci vagina dengan sabun, bau
cairannya semakin menyengat karena terjadi penurunan keasaman vagina
sehingga bakteri semakin banyak yang tumbuh. Vulva terasa agak gatal
dan mengalami iritasi (Sudung, 2010).
Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan
rasa terbakar pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar.
Dari vagina keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung
berulang pada wanita penderita diabetes dan wanita yang mengkonsumsi
antibiotik (Sudung, 2010).
Infeksi karena Trichomonas vaginalis menghasilkan cairan berbusa
yang berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang
tidak sedap. Gatal-gatalnya sangat hebat (Sudung, 2010).
Cairan yang encer dan terutama jika mengandung darah, bisa
disebakan oleh kanker vagina, serviks (leher rahim) atau endometrium.
Polip pada serviks bisa menyebabkan perdarahan vagina setelah
melakukan hubungan seksual. Rasa gatal atau rasa tidak enak pada vulva
bisa disebabkan oleh infeksi virus papiloma manusia maupun karsinoma in

situ (kanker stadium awal yang belum menyebar ke daerah lain) (Sudung,
2010).
Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di vulva bisa disebabkan
oleh infeksi herpes atau abses. Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa
disebabkan ole kanker atau sifilis. Kutu kemaluan (pedikulosis pubis) bisa
menyebabkan gatal-gatal di daerah vulva (Sudung, 2010).
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa
Anamnesis didapatkan (Lin dkk., 2010) :
a. Ekstrim dan konstan gatal.
b. Sebuah sensasi terbakar di daerah vulva
2. Pemeriksaan Fisik (Lin dkk., 2010) :
a. Keputihan
b. Retak kecil pada kulit vulva
c. Kemerahan dan pembengkakan pada vulva dan labia (bibir vagina)
d. Lecet pada vulva
e. Bersisik, patch keputihan tebal di vulva
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
leukosit
esterase
dengan
dipstik
merupakan

pemeriksaan

skrining

yang

cepat

dalam

menegakkan diagnosis vaginitis dan servisitis. Pemeriksaan


ini

dapat

mengidentifikasi

trikomonas,

kandida,

dan

vaginosis bakterial, serta infeksi oleh gonokokus dan


klamidia. Biakan sekret vagina,sitologi, dan vaginoskopi
perlu dilakukan untuk evaluasi vulvovaginitis, namun pada
kebanyakan

kasus

vulvitis

primer

nonspesifik

tidak

diperlukan vaginoskopi. Vaginoskopi biasanya diperlukan


pada vulvovaginitis persisten atau berulang, perdarahan
vagina,

kecurigaan terhadap benda asing, neoplasma,

atau anomali kongenital (Wijayanti, 2014).


Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah
(Wijayanti, 2014):
a.

Pengukuran pH
Penentuan pH dengan kertas indicator (N: 3.0-4.5)
Hasil pengukuran pH cairan vagina
-

Pada pH vagina 6.8-8.5 sering disebabkan oleh Gonokokus

Pada pH vagina 5.0-6.5 sering disebabkan oleh Gardanerrella


vaginalis

Pada pH vagina 4.0-6.8 sering disebabkan candida albican

Pada pH vagina 4,0-7.5 sering disebabkan oleh trichomoniasis


tetapi tidak cukup spesifik.

b.

Penilaian sedian basah


Penilaian diambil untuk pemeriksaan sedian basah dengan
KOH 10% dan garam fisiologis (NaCl 0.9%). Cairan dapat
diperiksa dengan melarutkan sampel dengan 2 tetes larutan
NaCl 0,9% diatas objek glass dan sampel kedua di larutkan
dalam KOH 10%. Penutup objek glass ditutup dan diperiksa
dibawah mikroskop.
-

Trikomonas vaginalis akan terlihat jelas dengan NaCl 0.9%


sebagai parasit berbentuk lonjong dengan flagelnya dan
gerakannya yang cepat.

Candida albicans akan terlihat jelas dengan KOH 10% tampak


sel ragi (blastospora) atau hifa semu.

Vaginitis non spesifik yang disebabkan oleh Gardnerella


vaginalis pada sediaan dapat ditemukan beberapa kelompok
basil, lekosit yang tidak seberapa banyak dan banyak selselepitel yang sebagian besar permukannya berbintik-bintik. Selsel ini disebut clue cell yang merupakan cirri khas infeksi
Gardnerella vaginalis.

c.

Perwarnaan Gram
-

Neisseria Gonorhoea memberikan gambaran adanya gonokokus


intra dan ekstraseluler.

Gardnerella vaginalis memberikan gambaran batang-batang


berukuran kecil gram negative yang tidak dapat dihitung
jumlahnya dan banyak sel epitel dengan koko basil, tanpa
ditemukan lakto basil.

d.

Kultur

Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab


secara pasti, tetapi seringkali kuman tidak tumbuh sehingga
harus hati-hati dalam penafsiran.
e.

Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi Herpes
Genitalis dan Human Papiloma Virus dengan pemeriksaan
ELISA.

f.

Tes Pap Smear


Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya
keganasan pada serviks, infeksi Human Papiloma Virus,
peradangan, sitologi hormonal, dan evaluasi hasil terapi.

G. Patogenesis
Meskipun penyebab dari bakterial vaginosis belum diketahui dengan
pasti, kondisi ini diduga karena perubahan keseimbangan flora normal di
vagina akibat peningkatan Phlokal yang mungkin merupakan akibat dari
berkurangnya Lactobacillus yang memproduksi hydrogen peroksida.
Normalnya, di dalam vagina terdapat Lactobacillus dalam jumlah yang
banyak. Sedangkan hampir semua bakteri anaerob hanya memiliki enzim
katalase

peroksidase

dalam

jumlah

sedikit

sehingga

tidak

bisa

menghilangkan hydrogen peroksida. Pada bakterial vaginosis, jumlah


Lactobacillus berkurang, sehingga terjadi peningkatan jumlah bakteri
anaerob, termasuk G.vaginalis. Lactobacillus merupakan bakteri yang
membantu metabolism glikogen menjadi asam laktat di dalam vagina dan
menjaga Ph normal vagina. Kadar Ph normal membantu melawan
proliferasi bakteri patogen. Jika mekanisme pertahanan ini gagal, maka
banyak bakteri patogen di dalam vagina (misalnya: Bacteroide ssp, Pepto
streptococcu ssp, Gardnerella vaginalis, G.mobiluncus, Mycoplasma
hominis) akan berploriferasi dan menimbulkan keluhan. Sekitar 50%
wanita terdapat G.vaginalis sebagai flora di vaginanya tapi tidak
berkembang menjadi infeksi (Curran, 2010).
Gardnerella vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro,
kemudian menambah deskuamasi sel epitel vagina, sehingga terjadi

10

perlekatan secret pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan
respons inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya
jumlah

leukosit

dalam

sekret

vagina

dan

dengan

pemeriksaan

histopatologis tidak ditemukan imunitas (Djuanda dkk., 2007).


H. Patofisiologis
Bila keseimbangan mikroorganisme berubah maka organisme yang
berpotensi patogen, yang merupakan bagian flora normal, misalnya C.
Albicans pada kasus infeksi monolia serta G. Vaginalis dan bakteri anaerob
pada kasus vaginitis non spesifik berproliferasi sampai suatu konsentrasi
yang berhubungan dengan gejala. Pada mekanisme lainya, organisme
ditularkan melalui hubungan seksual dan bukan merupakan bagian flora
normal seperti trichomonas vaginalis dan nisseria gonorrhoea dapat
menimbulkan gejala. Gejala yang timbul bila proses meningkatkan respon
peradangan terhadap organisme yang menginfeksi dengan menarik
leukosit serta melepaskan prostaglandin dan komponen respon peradangan
lainnya (Andrew, 2011).
Gejala ketidaknyamanan dan pruritus vagina berasal dari respon
peradangan vagina lokal terhadap infeksi T. Vaginalis atau C.
Albicans,Organisme

tertentu

yang

menarik

leukosit

termasuk

T.Vaginalis , menghasilkan secret purulen. Diantara wanita dengan


vaginitis non spesifik. Baunya disebabkan oleh terdapatnya amina
dibentuk sebagai hasil metabolisme bakteri anaerob. Histamin dapat
menimbulkan ketidaknyamanan oleh efek vasodilatasi local. Produk lainya
dapat merusak sel sel epitel dengan cara sama dengan infeksi lainya
(Andrew, 2011).
I. Gambaran Histopatologi

11

Gambar 2.1. Vulvitis diambil dari :


https://quizlet.com/58398359/gynecologic-pathology-flash-cards/ diakses
tanggal 15 Oktober 2015

Vulva biopsi :
a. Sel abnormal pada epidermis terkonsentrasi di lapisan basal tetapi
mungkin juga hadir dangkal dan dalam pelengkap kulit
b. Sel tumor Intraepithelial tunggal atau dalam kelompok-kelompok
kecil
c. Sel besar dengan inti bulat sering mengandung nukleolus besar
Sitoplasma pucat atau vakuolisasi terutama sel cincin metera
J. Penatalaksanaan
a. Terapi lama
1. Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan
dengan air bisa membantu mengurangi jumlah cairan.
2. Cairan vagina akibat vaginitis perlu diobati secara khusus sesuai
dengan penyebabnya.
3. Jika penyebabnya adalah infeksi, diberikan antibiotik, anti-jamur
atau anti-virus, tergantung kepada organism penyebabnya.
4. Untuk mengendalikan gejalanya bisa dilakukan pembilasan vagina
dengan campuran cuka dan air. Tetapi pembilasan ini tidak boleh
dilakukan terlalu lama dan terlalu sering karena bisa meningkatkan
resiko terjadinya peradangan panggul.

12

5. Jika akibat infeksi labia (lipatan kulit di sekitar vagina dan uretra)
menjadi menempel satu sama lain, bisa dioleskan krim estrogen
selama 7-10 hari.
6. Selain antibiotik, untuk infeksi bakteri juga diberikan jeli asam
propionat agar cairan vagina lebih asam sehingga mengurangi
pertumbuhan bakteri.
7. Pada infeksi menular seksual, untuk mencegah berulangnya infeksi,
kedua pasangan seksual diobati pada saat yang sama.
8. Penipisan lapisan vagina pasca menopause diatasi dengan terapi
sulih estrogen. Estrogen bisa diberikan dalam bentuk tablet, plester
kulit maupun krim yang dioleskan langsung ke vulva dan vagina.

b. Terapi baru
Jenis infeksi

Pengobatan

Miconazole, clotrimazole, butoconazole atau


terconazole (krim, tablet vagina atau supositoria)

Jamur

Fluconazole atau ketoconazole < (tablet)

Biasanya metronidazole atau clindamycin (tablet


vagina)

atau

metronidazole

(tablet).

Jika penyebabnya gonokokus biasanya diberikan


Bakteri

suntikan ceftriaxon & tablet doxicyclin

Klamidia

Doxicyclin atau azithromycin (tablet)

Trikomonas

Metronidazole (tablet)

Virus

Asam triklor asetat (dioleskan ke kutil), untuk infeksi

papiloma

manusia

yg berat digunakan larutan nitrogen atau fluorouracil

(kutilgenitalis)

(dioleskan kekutil)

Virus herpes

Acyclovir (tablet atau salep)

1. Selain obat-obatan, penderita juga sebaiknya memakai pakaian dalam


yang tidak terlalu ketat dan menyerap keringat sehingga sirkulasi udara

13

tetap terjaga (misalnya terbuat dari katun) serta menjaga kebersihan


vulva (sebaiknya gunakan sabun gliserin).
2. Untuk mengurangi nyeri dan gatal-gatal bisa dibantu dengan kompres
dingin pada vulva atau berendam dalam air dingin.
3. Untuk mengurangi gatal-gatal yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa
dioleskan krim atau salep cortico steroid dan anti histamin peroral (tablet).
4. Krim atau tablet acyclovir diberikan untuk mengurangi gejala dan
memperpendek lamanya infeksi herpes.
5. Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri (Abdullah,
2015).
J. Komplikasi
1. Komplikasi (Sunarso, 2012)
a. Endometrititis
Peningkatan konsentrasi flora anaerob, yang sebagian mungkin
karena perubahan PH, bisa menyebabkan peningkatan angka
endometritis.
b. Salpingitis
Radang pada saluran telur dapat terjadi bila infeksi serviks
menyebar ke tuba uterine.
c. Servisitis
Peradangan ini dapat terjadi bila infeksi menyebar ke serviks.
K. Prognosis
Secara umum baik dengan penatalaksanaan yang tepat dan pencegahan
yang benar (Sunarso, 2012).

14

III.KESIMPULAN
1. Vulvitis adalah peradangan pada alat kelamin perempuan eksternal,
disebut vulva. Hal ini dapat disebabkan oleh vulva berkontak dengan
iritasi yang dapat menyebabkan dermatitis, eksim atau reaksi alergi.
2. Seorang wanita juga bisa mengalami peradangan vulva akibat infeksi. Hal
ini lebih sering terlihat pada wanita pascamenopause dan praremaja karena
tingkat estrogen yang lebih rendah dalam tubuh mereka dibandingkan
dengan wanita-wanita yang mengalami menstruasi.
3. Gatal atau rasa panas di vulva merupakan kurang lebih 10% dari alasan
untuk memeriksakan diri ke petugas kesehatan.

15

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,

Rozi.

2015.Vaginitis

dan

http://bukusakudokter.org/2012/10/07/vaginitis-vulvitis/

Vulvitis
diakses

pada

tanggal 16 Oktober 2015.


Andrew, Epidermal Nevi, Neoplasm, and Cysts. 10thEdition. Andrews Disease
of the Skin. Page : 627.
Djuanda, dkk.2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 3-4, 7-8.
Lin, M.-T., Rohwedder, A., Mysliborski, J., Leopold, K., Wilson, V. L. and
Carlson, J. A. (2010), HPV vulvitis revisited: frequent and persistent
detection of novel epidermodysplasia verruciformis-associated HPV
genotypes. Journal of Cutaneous Pathology; 35: 259272.
Pardede, Sudung O. Vulvovaginitis Pada Anak. Sari Pediatri. Vol. 8, No. 1,
Juni : 2010 : 75-83.
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka.
Sutoyo, Sunarso. 2012. Candidiasis Mukosa. Universitas Airlangga Surabaya :
UNAIR Press
The Womens Health Group. 2013. Vulvitis. [online] [Diakses tanggal 15
Oktober

2015].

Diunduh

dari URL:http://www.whg-

pc.com/webdocuments/Menopause/Vulva-Vulvitis.pdf
Wijayanti, Wakhidah Ummi.Vulvovaginitis Pada Remaja.Jurnal Kebidanan, Vol.
VI, No. 01, Juni 2014

16

You might also like