Professional Documents
Culture Documents
REKAM MEDIS
IDENTIFIKASI
Nama
: Ny. SR
Umur
: 24 tahun
Alamat
: Tanjung Enim
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Kebangsaan
: Indonesia
Pendidikan
: SLTA tamat
Pekerjaan
: IRT
MRS
ANAMNESIS
Anamnesis Umum
Riwayat Obstetri : G2 P1 A0
No
Tempat
1.
Bersalin
dokter
2.
Hamil ini
Tahun
Hasil
Jenis
2008
Kehamilan
Aterm
Persalinan
SC
: (-)
Penyakit-penyakit lain
: (-)
Trauma
: (-)
ANAK
kelamin
Laki-laki
Berat
3200 g
Keadaan
hidup
: (+) SC
Banyaknya
: Biasa
HPHT
: 04 Agustus 2012
Taksiran persalinan
: 11 Mei 2013
Periksa hamil
: bidan
Riwayat Persalinan
Dikirim oleh
: bidan
:-
Riwayat Perkawinan
: Sedang
Riwayat gizi
: Sedang
Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : mau melahirkan dengan dengan riwayat SC 1x dan riwayat
epilepsi
Riwayat Perjalanan Penyakit :
9 jam sebelum masuk rumah sakit paturient mengeluh perut mulas menjalar ke
pinggang, hilang timbul, makin lama makin sering dan kuat. Riwayat keluar darah
lendir (+), Riwayat keluar air-air (-). Parturient lalu datang ke bidan dan diketahui
terdapat riwayat operasi SC dan riwayat penyakit epilepsi. Parturient lalu dibawa
ke RSUD H. M. Rabain. Parturient mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak
masih dirasakan.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Kompos mentis
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Frekuensi pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,7C
Berat badan
: 61 kg
Tinggi badan
: 155 cm
Bentuk badan
: Asth
Konjungtiva palpebra
: Pucat -/-
Sklera
: Ikterik -/-
Gizi
: Sedang
Payudara hiperpigmentasi
: (+/+)
Jantung
Paru-paru
: Sulit dinilai
Edema pretibial
: (-/-)
Varices
: (-/-)
Refleks fisiologis
: (+/+)
Refleks patologis
: (-/-)
Status Obstetri
Pemeriksaan Luar:
Tanggal : 12 Mei 2013 pukul 20.30 wib
Palpasi : Leopold I
Leopold II
: lunak, posterior
Pembukaan
: 2 cm
pendataran
: 25 %
Ketuban
:+
Terbawah
: kepala
Penurunan
: H I-II
Penunjuk
Lain-lain
:-
: tak teraba
KD
: >13
KV
: >11,5
Lin innom
Sakrum
: konkaf
Spina iskiadika
: tak menonjol
Arkus pubis
: > 90
Dinding samping
: lurus
Kesan panggul
: luas
Bentuk PAP
: gynekoid
DIAGNOSA KERJA
G2 P1 A0 hamil aterm dengan bekas SC 1x (ai KPSW dan Presentasi bokong) +
riwayat epilepsi, inpartu kala I fase laten, Janin Tunggal Hidup Presentasi kepala
PROGNOSIS
Ibu
: dubia
Anak : dubia
PENATALAKSANAAN
LAPORAN PERSALINAN
Tanggal 13 Mei 2013
Pukul 09.30 pembukaan lengkap, setiap ada his parturient dipimpin meneran
Pukul 09.50 lahir spontan neonatus hidup jenis kelamin laki-laki, berat badan
3300 gram, panjang badan 49 cm, APGAR score 7/8, PT AGA
Pukul 10.00 plasenta lahir lengkap
Perdarahan kala I
: 10 cc
Perdarahan kala II
: 50 cc
: 100 cc
Perdarahan kala IV
: 50 cc
Total Perdarahan
: 210 cc
Terapi
: - misoprostol
- drip oksitosin 1 ampul
- cefadroxil 2x1, asam mefenamat 3x1, pehavral 1x1
:-
Status present :
KU
: sedang
Sensorium
: KM
TD
: 110/80 mmHg
: 84 kali/menit
: 36,50 C
RR
: 20 kali/menit
Status Obstetrikus:
Pemeriksaan Luar:
Tinggi fundus uteri 2 jari di bawah umbilikus, kontraksi baik, perdarahan aktif (-),
lokia rubra (+).
Diagnosis: P2A0 post partum spontan neonatus hidup laki-laki, berat badan lahir
3300 gram, panjang badan 49 cm, APGAR score 7/8 FT AGA.
Penatalaksanaan :
-
mobilisasi diri
ASI on demand
vulva hygiene
obat: cefadroxil 2 x 1
asam mefenamat 3 x 1
pehavral 1x1
Rencana pulang
BAB II
PERMASALAHAN
1. Bagaimana pengaruh epilepsi terhadap kehamilan dan kehamilan terhadap
epilepsi pada pasien ini?
2. Obat-obat apa saja yang direkomendasikan dalam penanganan kehamilan
dengan epilepsi? Dan adakah pengaruh obat anti epilepsi terhadap
kehamilan dan janin?
3. Apakah penalataksanaan pada kasus ini sudah tepat?
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
EPILEPSI
Etiologi Epilepsi
Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan
sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan
sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi
desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi
kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.
Penyebab spesifik dari epilepsi antara lain ;
1. Kelainan yang terjadi selama kehamilan/perkembangan janin contohnya ibu
mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat merusak otak janin, minumminuman alkhohol atau mendapatkan terapi penyinaran.
2. Kelainan yang terjadi saat kelahiran (bayi baru lahir) .
- Brain malvormation
- Gangguan oksigenasi sebelum lahir (Hipoksia-Asfiksia)
- Gangguan elektrolit
- Gangguan metabolisme janin
- Infeksi\
3. Saat usia bayi anak-anak
- demam (kejang demam)
- tumor otak (jarang)
- infeksi
4. Saat usia anak dewasa
- Kelainan kongenital sepeti sindrom down, neurofibromatosis, dll.
- Faktor genetik dimana bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi
idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua
orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%30%.
- Penyakit otak yang berjalan secara progresif seperti tumor otak (jarang)
- Trauma kepala
5. Saat usia tua/lanjut
- Stroke
- Penyakit Alzeimer
- Trauma
Patofisiologi Eklampsi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari
pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi,
pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan
menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan
perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi
ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk
ion-ion menerobos membran neuron. Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron
neuron tertentu pada korteks serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan
terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam
merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan
inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.
2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang
memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan
menyebarkan aktivitas kejang.
3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel
piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang
bias dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang.
Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu
aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.
4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon
NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren
dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial
aksi secara tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak
apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara
bersamasama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik
tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari
20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat.
Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan manifestasi
yang sangat bervariasi.
Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 katagori yaitu :
1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan seseorang peka
tidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang
sebetulnya dapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan dosis
rangsangan berbeda-beda.
besar atau seluruh neuron otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari
kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari
serangan epileptik. Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron
penghambat kurang optimal ( GABA ) sehingga terjadi pelepasan impuls
epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan neuron
eksitatorik ( Glutamat ) berlebihan. Berbagai macam penyakit dapat
menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan antara neuron inhibitor
dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi,
tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan
rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi,
sehingga mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai.
Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara
lain di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu
menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang
cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih
luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu
didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak
mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di
lobus temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal
epilepsi dapatan. Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur
sehingga mudah terkena efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan
sirkulasi, infeksi dan sebagainya. Efek ini dapat berupa kemusnahan
neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan pada neuron atau glia, yang
pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau lingkungan neuronal
epileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma, infeksi, gangguan
metabolisme dan sebagainya, semuanya dapat mengembangkan epilepsi.
Akan tetapi anak tanpa brain damage dapat juga menjadi epilepsi, dalam
hal ini faktor genetik dianggap penyebabnya, khususnya grand mal dan
petit mal serta benigne centrotemporal epilepsy.Walaupun demikian proses
yang mendasari serangan epilepsi idiopatik, melalui mekanisme yang
sama.
Epilepsi
371
1%-3%
5,1%
7,5%
3,2%
6,3%
8,9%
7,4%
1,9%
4,5%
1,1%
Bukan epilepsi
125,423
0,8%
2,2%
4,7%
1,1 %
2,4%
5,0%
3,7%
0,7%
2,2%
5,3
31,8*
29,3*
5,3
7,8
14,6
8,0
3,4
Klingman (1957)
120
61
33
6
Knight & Rhind (1975)
84
45
50
5
Total kehamilan
298
Berat rata-rata (%)
50
42
8
_____________________________________________________________________________
Dikutip dari Donaldson dan Cartlidge
Peningkatan frekuensi serangan epilepsi ini tidak ada hubungan dengan jenis
serangan, usia wanita penyandang epilepsi, lama menderita epilepsi, obat anti
epilepsi atau frekuensi serangan pada kehamilan yang lalu.
Wanita penyandang epilepsi yang makin sering mengalami serangan kejang
setiap bulannya sebelum hamil, frekuensi serangannya akan meningkat selama
kehamilan, sedangkan wanita penyandang epilepsi yang dalam waktu
sembilan bulan tidak pernah kejang atau hanya satu kali, tidak akan
mengalami peningkatan serangan kejang selama hamil. Penderita lebih dari
dua tahun bebas serangan maka risiko timbulnya serangan epilepsi selama
hamil menurun atau tidak timbul.
Wanita penyandang epilepsi yang sering mengalami serangan kejang umum
atau fokal sebelum konsepsi akan lebih sering mengalami serangan selama
kehamilan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa frekuensi serangan epilepsi
meningkat pada waktu mengandung bayi laki-laki (64%) sedangkan waktu
mengandung bayi perempuan (36%) tetapi beberapa peneliti lain tidak
berpendapat demikian.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa bangkitan epilepsi lebih sering terjadi
pada kehamilan, terutama pada trimester I dan hanya sedikit meningkat
trimester III. Meningkatnya frekuensi serangan kejang pada wanita penderita
epilepsi selama kehamilan ini disebabkan oleh; perubahan hormonal,
perubahan metabolik, deprivasi tidur dan perubahan farmakokinetik pada obat
anti epilepsi.
Usia kehamilan pada pasien ini adalah aterm, kemudian dari anamnesis
didapatkan saat diketahui hamil sampai sekarang pasien tidak pernah
mendapatkan serangan kejang dan pasien juga telah berobat rutin ke poliklinik
saraf dan kebidanan.
Pada pemeriksaan fisik dan penunjang juga didapatkan komplikasi obstetrik
seperti oligohidramnion, diharapkan kehamilan pasien ini dapat diterminasi
sehingga didapatkan outcome yang baik. Pada suatu penelitian juga telah
disebutkan 90 % wanita hamil dengan epilepsi tidak mendapatkan masalah
yang berarti.
Pengaruh Obat Antiepilepsi tehadap Kehamilan dan Janin
Seperti telah diketahui bahwa pemberian obat anti epilepsi mempunyai risiko,
Karena itu memilih antara minum atau tidak minum obat harus berpedoman
pada risiko timbulnya komplikasi obat anti epilepsi pada ibu dan janin.
Malformasi kongenital ditemukan 1,25%-11,5% pada yang mendapat obat anti
epilepsi politerapi, penggunaan dosis tinggi obat anti epilepsi dan kadar asam
folat yang rendah.
ayi lahir mati, kematian neonatal serta kematian perinatal didapatkan dua
kali lipat lebih banyak pada wanita hamil dengan epilepsi daripada
populasi umum. Perdarahan pada neonatus terjadi dalam 24 jam pertama
dari awal kehidupan. Keadaan ini disebabkan kekurangan atau defisiensi
faktor pembekuan II, VII, IX dan X yang tergantung pada vitamin K.
Defisiensi vitamin K disebabkan oleh obat anti epilepsi secara kompetitif
menghambat transpostasi vitamin K melalui plasenta dan ditambah dengan
kadar vitamin K yang rendah pada kehamilan. Keadaan ini dapat dicegah
dengan memberikan vitamin K dosis tinggi
kehamilan.
Namun karena lebih sering terjadi persalinan prematur maka vitamin K
(10-20 mg/hari) ini diberikan pada 2-4 minggu terakhir.
dengan perdarahan neonatus harus diberi
Pada kasus
mengatasi koagulopati.
Proses metabolisme obat anti epilepsi merupakan faktor utama yang
potensial terhadap teratogenitas janin.
dan lain-lain.
Trimethadione ini karena sangat teratogenik saat ini tidak digunakan lagi.
-
dan luminal 3x30 mg. Dekapote ER merupakan analog dari asam valproat
(valproate acid). Telah diketahui bahwa penggunaan asam valproat secara
mono maupun politerapi terhadap epilepsi berhubungan dengan outcome
kehamilan yang abnormal. Pada suatu penelitian disebutkan bahwa
penggunaan asam valproat dalam politerapi sebagai anti epilepsi
berhubungan dengan peningkatan risiko outcome kehamilan abnormal
yang lebih tinggi dibandingkan dengan monoterapi.
Kelainan distal digital hipoplasia merupakan tanda spesifik untuk
teratogenitas dari phenytoin.
Hal yang
meningkatnya
Pemakaian
obat
angka
ini
malformasi
dapat
(Laidlaw,
mengakibatkan
1988;
sindrom