Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yang bermanifestasi sebagai
hematemesis dan melena akibat varises esofagus dapat ditemukan dalam praktek
sehari-hari dan merupakan salah satu keadaan darurat dalam bidang gastroenterologi.
Dalam kepustakaan Barat dilaporkan angka kematian yang cukup tinggi (8
10%) dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, walaupun telah banyak dicapai kemajuan
baik dari segi diagnostik maupun terapeutik. Di Amerika Serikat keadaan ini
menyebabkan 10.000-20.000 kematian setiap tahunnya dengan angka kekerapan
sekitar 150 per 100.000 populasi. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ditemukan
rata-rata 200-300 kasus perdarahan SCBA setiap tahun dengan angka kematian ratarata 26% (pada tahun 1988) dimana sebagian besar disebabkan oleh penyakit dasar
sirosis hepatis dengan berbagai komplikasinya.
Terdapat perbedaan populasi penyebab/sumber perdarahan SCBA di negaranegara Barat dan di Indonesia. Di negara-negara Barat ulkus peptikum menduduki
peringkat teratas (50-60%) dan varises esofagus hanya sekitar 10%. Semantara di
Indonesia (khususnya di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo) varises esofagus
menduduki peringkat pertama penyebab perdarahan SCBA.
Angka kematian pada perdarahan pertama akibat pecahnya varises esofagus sekitar
30-50%, hampir 2/3-nya meninggal dalam waktu satu tahun. Kematian tersebut
akibat perdarahan yang tidak dapat dihentikan sehingga terjadi renjatan dan dapat
pula akibat perburukan fungsi hati dengan manifestasi koma hepatik. Oleh karena itu,
perlu dilakukan tindakan untuk mencegah varises esofagus pecah. Tindakan tersebut
terdiri dari tiga tahap, yaitu pencegahan primer, agar tidak terjadi perdarahan varises,
pencegahan sekunder yaitu, pencegahan agar tidak terjadi perdarahan ulang,
pencegahan tersier yaitu penghentian perdarahan aktif.
Usaha untuk mencari faktor resiko pecahnya varises amat penting agar dapat
melakukan upaya pencegahan perdarahan dan pengobatan maksimal. Dan mengingat
bahwa angka kematian yang tinggi oleh karena pecahnya varises ini maka diharapkan
para dokter mempunyai pengetahuan mengenai patofisologi, manifestasi klinis dan
penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas pada varises esofagus.
1.2 Tujuan
Bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis
khususnya mengenai hematemesis melena ec pecah varises esophagus ec sirosis
hepatis post nekrosis stadium dekompensata, mulai dari definisi sampai pada
penatalaksanaannya.
1.3 Manfaat
a. Bagi penulis
Meningkatkan
pengetahuan
dan
kemampuan
dalam
mempelajari,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HEMATEMESIS MELENA
2.1.1 Definisi
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti aspal.
Hematemesis menandakan perdarahan saluran cerna bagian atas (di atas
ligamen Treitz). Melena menandakan darah telah berada dalam saluran cerna
selama minimal 14 jam. Sehingga lebih proksimal lokasi perdarahan, lebih
mungkin terjadi melena. Tanda lain dari perdarahan saluran cerna adalah
hematochezia yaitu buang air besar berwarna merah marun dan tanda-tanda
kehilangan darah atau anemia, seperti sinkope. Hematochezia biasanya
menandakan perdarahan saluran cerna bagian bawah, meskipun dapat ditemui
pula pada lesi SCBA yang berdarah masif dimana transit time dalam usus yang
pendek.
Hematemesis melena merupakan keadaan gawat darurat yang sering
dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan
dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus
peptikum.
2.1.2
Epidemiologi
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang terbanyak dijumpai di
Etiologi
Traumatik
Kelainan esofagus: varises, esofagitis, keganasan.
2.2.3 Etiologi
Penyakit dan kondisi yang dapat menyebabkan varises esophagus adalah sebagai
berikut:
1. Sirosis
Sejumlah penyakit hati dapat menyebabkan sirosis, seperti infeksi
hepatitis, penyakit hati alkoholik dan gangguan saluran empedu yang
2.
3.
4.
2.2.4 Patofisiologi
Salah satu tempat potensial untuk komunikasi antara sirkulasi splanknik
intraabdomen dan sirkulasi vena sistemik adalah melalui esofagus. Apabila aliran
darah vena porta ke hati terhambat oleh sirosis atau penyebab lain, hipertensi
porta yang terjadi memicu terbentuknya saluran pintas kolateral di tempat
bertemunya sistem porta dan sistemik. Oleh karena itu, aliran darah porta
dialihkan melalui vena koroner lambung ke dalam pleksus vena subepitel dan
submukosa esofagus , kemudian kedalam vena azigos dan vena kava superior.
Peningkatan tekanan di pleksus esofagus menyebabkan pembuluh melebar dan
berkelok kelok yang dikenal sebagai varises. Pasien dengan sirosis mengalamai
varises dengan laju 5%-15% per tahun, sehingga varises terdapat pada sekitar dua
pertiga dari semua pasien sirosis. Varises paling sering berkaitan dengan sirosis
alkoholik.
Ruptur varises menimbulkan pendarahan masif ke dalam lumen, serta
merembesnya darah ke dalam dinding esofagus. Varises tidak menimbulkan
gejala sampai mengalami ruptur. Pada pasien dengan sirosis hati tahap lanjut
separuh kematian disebabkan oleh ruptur varises, baik sebagai konsekuensi
langsung perdarahan atau karena koma hepatikum yang dipicu oleh perdarahan.
Meskipun terbentuk, varises merupakan penyebab pada kurang dari separuh
Hufford esofagoskop, maka varises esofagus dapat dibagi dalam beberapa tingkatan,
yaitu.
Tingkat 1
Tingkat 2
Tingkat 3
Tingkat 4
Tingkat 5
Klasifikasi Omed
1. Besarnya
Besarnya varises esofagus dibagi dalam 4 derajat, yaitu :
Penonjolan dalam dinding lumen yang minimal sekali
Penonjolan kedalam lumen sampai lumen dengan pengertian bahwa
esofagus dalam keadaan relaksasi yang maksimal.
Penonjolan kedalam lumen sampai setengahnya.
Penonjolan kedalam lumen sampai lebih dari setengah dari lumen
esofagus.
2. Bentuknya
Dibedakan 3 macam bentuk varises esofagus, yaitu :
Sederhana (simple), ialah penonjolan mukosa yang berwarna kebirubiruan dan berkelok-kelok dengan atau tanpa adanya kelainan pada
mukosanya.
Penekanan (congested), ialah penonjolan mukosa yang berwarna
merah tua disertai tanda pembengkakan mukosa dan dengan tandatanda perdarahan.
Varises yang berdarah, ialah varises yang mengeluarkan darah segar
karena adanya robekan pada permukaan varises tersebut.
Manifestasi Klinis
Perdarahan dari varices biasanya parah/berat dan bila tanpa perawatan segera,
dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices termasuk muntah
darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur dengan gumpalangumpalan atau "coffee grounds" dalam penampilannya, yang disebabkan oleh
efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus
(melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) disebabkan oleh
suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi
berbaring. Gejala lain yang termasuk adalah gejala penyakit hati kronis, yaitu :
a. Keluhan sekarang :
Anoreksia
Penurunan berat badan, biasa terjadi pada penyakit hati akut dan
kronis, terutama karena anoreksia dan berkurangnya asupan makanan,
dan juga hilangnya massa otot dan jaringan adiposa merupakan fitur
mencolok pada stadium akhir penyakit hati.
Gejala
Encephalopathic,
yaitu
gangguan
siklus
tidur-bangun,
Kekambuhan
Pasien
mungkin
memiliki
riwayat
transfusi
darah
atau
10
Diagnosis
Esophagogastroduodenoscopy (EGD) adalah gold standard untuk
selanjutnya
yang
memungkinkan
adalah
Doppler
pasien
dengan
decompensated
sirosis
sebaiknya
melakukan
2.2.7 Terapi
12
25% penurunan detak jantung istirahat atau penurunan detak jantung 55x
per menit. Penggunaan beta- bloker menurunkan 45% risiko pendarahan
awal. Jika penderita mengalami kontraindikasi terhadap beta-bloker dapat
diberikan nitrat jangka panjang (isosorbide 5-mononitrat) sebagai alternatif.
Penggunaan
endoscopic
sclerotherapy
atau
ligasivisera
dengan
dan larutan koloid sampai tekanan darah dan ekskresi urin normal.
Lindungi jalan nafas dari pendarahan saluran cerna bagian atas,
2.2.8 Pencegahan
13
Perdarahan dari varises esofagus merupakan suatu komplikasi yang bersifat letal
pada pasien sirosis hati dengan hipertensi aliran darah portal. Diperkirakan sebanyak
5-10% pasien yang mengalami sirosis akan mengalami varises esophagus setiap
tahunnya, dan sekitar 20-30% pasien sirosis dengan varises esophagus mengalami
perdarahan dari varises yang pecah/robek.
Varises esophagus dapat terbentuk saat gradien tekanan vena hepatica (Hepatic
Venous Pressure Gradient/HVPG) meningkat di atas 10 mmHg. Resiko terjadinya
perdarahan pada pasien dengan sirosis dan varises esophagus adalah bervariasi, dan
sebagian besar bergantung pada ukuran dari varises dan sebagaimana keparahan
sirosis hati yang terjadi. Hingga saat ini, metode skrining yang paling
direkomendasikan untuk mendeteksi adanya varises esophagus adalah endoskopi
saluran gastrointestinal bagian atas. Pada endoskopi terlihat pembengkakan vena
esophagus kea rah lumen yang sangat rentan mengalami perdarahan.
Pada pasien sirosis yang tidak memiliki varises esophagus saat pemeriksaan
endoskopi pertama, perlu dilakukan evaluasi berjangka selama 2-3 tahun dengan
endoskopi untuk mendeteksi adanya perkembangan varises sebelum varises tersebut
mengalami perdarahan. Interval evaluasi berjangka tersebut akan semakin pendek
apabila pada pemeriksaan endoskopi pertama pasien telah memiliki HVPG >
10mmHg. Sekali terbentuk, varises akan terus mengalami peningkatan ukuran,
dengan median 12% per tahun. Maka dari itu, pada pasien dengan varises berukuran
kecil, pemeriksaan endoskopi harus diulang dalam jangka waktu 1-2 tahun dengan
diikuti oleh primary prophylaxis.
Strategi untuk primary prophylaxis akan dilakukan sesuai dengan perjalanan
penyakit dari varises, yaitu: terjadinya sirosis hati, hipertensi portal, pembentukan
varises berukuran kecil, varises berukuran sedang hingga besar, dan perdarahan
variseal. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1) transjugular
intrahepatic portosystemic shunt; 2) nonselective -blocker; 3) ligasi variseal
endoskopi; 4) mononitrat.
14
15
Metode profilaksis lain yang dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan portal
adalah menggunakan vasodilator. Vasodilator menurunkan tekanan hepatica dengan
cara menurunkan resistensi pembuluh darah intrahepatika dan portokolateral. Karena
penemuan itulah diketahui bahwa nitrat (isosorbide mononitrate) dapat menurunkan
tekanan portal namun tetap mempertahankan perfusi liver. Namun karena agen
tersebut tidak spesifik, maka dapat juga menginduksi hipotensi arterial dan
menimbulkan refleks splanchnic vasoconstriction. Agen mononitrat dapat digunakan
sebagai alternatif pada pasien dengan intoleransi -blocker.
2.2.9 Prognosis
Dalam menentukan prognosis digunakan sistem skor menurut cara Child-Pugh.
16
18
2.3.3 Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsy. Keseluruhan
insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya
sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil
penelitian lain menyebutkan perlemakkan hati akan mengakibatkan steatohepatitis
nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan
prevalensi 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya
laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit
Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasikan). Di Medan dalam
kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari
seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.
2.3.4 Etiologi
Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sirosis hepatis adalah:
1. Faktor keturunan dan malnutrisi
Waterloo (1997) berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi terutama
kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut
campara (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan,
yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
2. Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis
Hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
19
penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak
terjadi kerusakan hati yang kronis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut
akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratories ditemukan HBs Ag
positif dan menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu disertai tetap meningginya
kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang
baik.
Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebab
tidak diketahui dan termasuk bukan B dan bukan C.
3. Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat
nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa Sirosis
Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan
terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi
kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat
hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etilalkohol adalah penimbunan lemak dalam hati.
4. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang
muda dengan ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan
terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser
Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin.
5. Hemokromatosis
20
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu :
6. Sebab-sebab lain
sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat
menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
kaum wanita.
penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%,
Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan
tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, sedangkan dalam makanannya cukup
mengandung protein.
2.3.5 Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan umum
21
Penanganan umum adalah dengan memberikan diet yang benar dengan kalori
yang cukup sebanyak 2000-3000 kkal/hari dan protein (75-100 g/hari) atau bilamana
tidak ada koma hepatik dapat diberikan diet yang mengandung protein 1g/kg BB dan
jika terdapat retensi cairan dilakukan restriksi sodium. Jika terdapat encephalopathy
hepatic (ensefalopati hepatik), konsumsi protein diturunkan sampai 60-80 g/hari.
Disarankan mengkonsumsi suplemen vitamin. Multivitamin yang mengandung
thiamine 100 mg dan asam folat 1 mg. Perbaiki defisiensi potasium, magnesium, dan
fosfat. Transfusi sel darah erah (packed red cell), plasma juga diperlukan.
Diet pada penyakit hati bertujuan memberikan makanan secukupnya guna
mempercepat perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaannya. Syarat diet ini
adalah katori tinggi, hidrat arang tinggi, lemak sedang, dan protein disesuaikan
dengan tingkat keadaan klinik pasien. Diet diberikan secara berangsur-angsur
disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi pasien terhadap pasien terhadap
protein. Diet ini harus cukup mineral dan vitamin; rendah garam bila ada retensi
garam/air, cairan dibatasi bila ada asites hebat; serta mudah dicerna dan tidak
merangsang. Bahan makanan yang menimbulkan gas dihindari. Bahan makanan yang
tidak boleh diberikan adalah sumber lemak, yaitu semua makanan dan daging yang
banyak mengandung lemak, seperti daging kambing dan babi serta bahan makanan
yang menimbulkan gas, seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian,
dan nangka.
- Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata
1. Asites dan edema
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram atau 90 mmol/hari atau 400-800 mg/hari. Restriksi cairan (800-1000
mL/hari) disarankan pada pasien dengan hiponatremia (serum sodium <125
meq/L). Ada pasien yang mengalami pengurangan asites hanya dengan tidur dan
restriksi garam saja. Tetapi ada juga pasien dengan retensi cairan berat atau asites
22
berat, yang sekresi urinnya kurang dari 10 meq/L. Pada pasien asites dan edema
dapat diberikan diuretik dan paracentesis.
2. Peritonitis bakterial spontan
Peritonitis bakterial spontan dapat ditandai dengan munculnya rasa sakit
abdomen, meningkatnya asites, demam, dan ensefalopati progresif pada pasien
dengan sirosis hepatis. Tetapi tanda-tandanya dapat ringan. Hasil cairan asites dari
paracentesi didapatkan jumlah sel darah putih lebih dari 500 sel/mL dengan PMN
lebih dari 250/L dan konsentrasi protein 1 g/dL atau kurang. Hasil kultur cairan
asites, 80-90% didapatkan E coli dan pneumococci, jarang anaerob. Jika terdapat
250/L atau lebih dapat diberikan antibiotik intravena dengan cefotaxime 2 gram
intravena setiap 8-12 jam, minimal dalam waktu 5 hari. Penurunan PMN dapat
terjadi setelah pemberian antibiotik selama 48 jam. Angka kematiannya tinggi
yaitu dapat mencapai 70% dalam 1 tahun. Terjadinya peritonitis berulang dapat
dikurangi dengan menggunakan norfloxacin, 400 mg sehari. Pada pasien dengan
sirosis yang beresiko tinggi terjadinya peritonitis bakteri spontan (cairan asites < 1
g/dL), serangan peritonitis pertama kali dapat dicegah dengan pemeberian
norfloxacin atau trimethoprim-sulfamethoxazole (5 kali seminggu). Pada
peritonitis bakterial spontan selain diberikan antibiotika seperti sefalosporin
intravena, juga dapat diberikan amoksilin, atau aminoglikosida.
3. Sindrom hepatorenal
Sindrom hepatorenal ditandai dengan azotemia, oliguria, hiponatremia,
penurunan sekresi natrium urin, dan hipotensi pada pasien penyakit hati stadium hati.
Sindrom hepatorenal didiagnosa jika tidak ada penyebab gagal ginjal lainnya.
Penyebabnya tidak jelas, tetapi patogenesisnya karena vasokonstriksi ginjal,
kemungkinan disebabkan gangguan sintesis vasodilator renal seperti prostaglandin
E2, keadaan histologi ginjal normal. Terapi yang diberikan kebanyakan tidak efektif.
Berdasarkan penelitian terakhir, pemberian vasokonstriksi dengan waktu kerja lama
23
24
25
2.3.6 Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1) Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi
portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada
suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis
biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium.
26
61,3
penderita
disertai
dengan
Sirosis
Hepatis.
peritonitis,
bronchopneumonia,
pneumonia,
tbc
paru-paru,
28
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
No MR
Pekerjaan
Tanggal Masuk
Ruangan
: Tn.W
: 46 Tahun
: Laki-laki
: Tanah Garam
: 116032
: Wiraswasta
: 02 Maret 2016
: 302 (IP)
Anamnesis
Keluhan utama
Muntah darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
29
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Sakit Sedang
Kesadaran
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 82 kali/menit regular
Suhu
: 36,5 0C
Nafas
: 20 kali/menit
30
Kepala
Mata
: Konjungtiva kanan dan kiri anemis, sclera kanan dan kiri ikterik ,
pupil isokor
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:
Batas kiri jantung
Auskultasi
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
31
Auskultasi
Anggota gerak :
Fisiologis
Ekstremitas Atas
Bisep
Trisep
Brachioradialis
Ekstremitas Bawah
Patella
Achilles
Refleks Patologis
Kanan
Kiri
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Kanan
Kiri
Babinski
Gordon
Oppenheim
Chaddoks
schafer
normal
Sensibilitas nyeri dan raba normal
Pemeriksaan Penunjang
Hb
: 9,2 g/dL
Ht
: 27,8%
Leukosit
: 8.680/mm3
Trombosit
: 266.000/mm3
32
Ureum
: 32,6 mg/dl
Creatinin
: 0,74mg/dl
Gastroscopy
Hasil pemeriksaan gastroscopy 1 Desember 2015
Hasil :
Esophagus
Gaster
Ultrasonografi
Ultrasonografi whole abdomen 17 november 2015
33
Hasil
Ascites
Hepar
:
: Tepi ireguler, ekostruktur parenkim kasar, namun relatif
Buli
Kesan
Diagnosis Kerja
34
Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis :
- Tirah baring
- Puasa 8 jam
- Pemasangan NGT
Terapi Farmakologis :
IVFD NaCL 0,9% 12 jam/kolf
Ceftriaxon 1 x 2 gram IV (skin test)
Transamin 3 x 1 amp IV
Vit K 3 x 1 amp IV
Sucralfat syr 3 x 1
Ranitidine 2 x 1 amp IV
Anjuran
Pemeriksaan urin rutin
Pemeriksaan feses
Pemeriksaan Faal Hepar
Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad malam
Quo ad functionam
: dubia ad malam
Quo ad sanationam
: dubia ad malam
35
Follow Up
Kamis, 3 Maret 2016
S : - BAB berdarah (+)
- Muntah darah (+)
- Nyeri ulu hati (+)
O : Kesadaran
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80 kali/ menit
Nafas
: 18 kali/ menit
Suhu
: 36,8oC
2
:
1
:
1
6 jam/kolf
IVFD Ciprofloksasin 2 x 200 mg ( skin test )
Ranitidine 2 x 1 amp IV
Transamin 3 x 1 amp IV
Vit K 3 x 1 amp IV
Tranfusi PRC 1 unit/ hari sampai Hb 10 g/dL
Periksa darah rutin
Laboratorium urinalisa 3 Maret 2016
Warna
: kuning
Blood
:Bilirubin
:Urobilinogen
:+
Keton
:Protein
:Nitrit
:Glukosa
:pH
: 6,0
Bj
: 1,015
Sedimen
Eritrosit
:36
Silinder
Leukosit
Kristal
Epitel
Sperma
:: 0-1/ LPB
: Ca oksalat 2-5
: 1-2/ LPK
: 0-1
Tekanan darah
: 110/60 mmHg
Nadi
: 84 kali/ menit
Suhu
: 36,5oC
Nafas
: 20 kali/ menit
2
:
1
:
1
6 jam/kolf
IVFD Ciprofloksasin 2 x 200 mg ( skin test )
Ranitidine 2 x 1 amp IV
Transamin 3 x 1 amp IV
Vit K 3 x 1 amp IV
Lactulac syr 3 x 1
Tranfusi PRC 1 unit/ hari sampai Hb 10 g/dL
: 9,3 g/dL
37
Ht
: 27,5%
Leukosit
: 6.340 mm3
Tekanan darah
: 130/70 mmHg
Nadi
: 88 kali/ menit
Nafas
: 19 kali/ menit
Suhu
: 36,5oC
Ranitidine 2 x 1 amp IV
Transamin 3 x 1 amp IV
Vit K 3 x 1 amp IV
Lactulac syr 3 x 1
Tranfusi PRC 1 unit/ hari sampai Hb 10 g/dL
38
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 70 kali/ menit
Nafas
: 22 kali/ menit
Suhu
: 36,8oC
Ranitidine 2 x 1 amp IV
Transamin 3 x 1 amp IV
Vit K 3 x 1 amp IV
Lactulac syr 3 x 1
: 10,3 g/dL
Ht
: 30,2%
Leukosit
: 5.070 mm3
39
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti aspal.
Hematemesis menandakan perdarahan saluran cerna bagian atas (di atas
ligamen Treitz).
Terapi varises esofagus ada dua,yaitu terapi varises esofagus tanpa riwayat
pendarahan dan dengan riwayat perdarahan.
Dalam menentukan prognosis digunakan sistem skor menurut cara ChildPugh dan indeks hati yang juga dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai
40
41