You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HEMATEMESIS
MELENA
UNTUK MEMENUHI TUGAS PENDIDIKAN PROFESI NERS
DEPARTEMEN MEDIKAL
RUANG 26 IPD RSSA MALANG

Oleh :
PUTRI ANESWARI
NIM : 140070300011110

PROGRAM PROFESI NERS JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
I. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran
faeses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada
lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar
kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerahmerahan dan bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan
hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru
dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis
atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya
perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan
suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
II. Etiologi
1. Kelainan di esofagus

Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya

varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum.
Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang
dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah
bercampur dengan asam lambung.

Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada

hematemesis. Disamping mengeluh disfagia,badan mengurus dan anemis,


hanya seseklai penderita muntah darah dan itupun tidak masif. Pada endoskopi
jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah
berdarah yang terletak di sepertiga bawah esofagus.

Sindroma Mallory-Weiss

Sebelum timbul hematemesis didahului muntahmuntah hebat yang pada


akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada peminum alkohol atau pada
hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah-muntah
hebat dan terus menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan
disebabkan oleh karsinoma esofagus.

Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan seorang

pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil analisis air
keras tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan asam HCl, yang bersifat
korosif untuk mukosa mulut, esofagus dan lambung. Disamping muntah darah
penderita juga mengeluh rasa nyeri dan panas seperti terbakar di mulut. Dada
dan epigastrum.

Esofagitis dan tukak esofagus


Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat

intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena
daripada hematemsis. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan
perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.
2. Kelainan di lambung

Gastritis erisova hemoragika


Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum

obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita


mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga apakah penderita sedang atau
sering menggunakan obat rematik (NSAID + steroid) ataukah sering minum
alkohol atau jamu-jamuan.

Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hatidan

sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang


berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum timbul hematemesis karena
rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri
dan pedih berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melene lebih
dominan dari hematemesis.

Karsinoma lambung

Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat jarang dan


pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut, dan sering mengeluh
rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati sering mengeluh merasa lekas kenyang dan
badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,
alkohol, dan lain-lain.
III. Insidensi dan Prognosis
Perdarahan dari varises esofagus terjadi pada kurang lebih sepertiga
penderita sirosis hepatis dan varises. Angka mortalitas yang terjadi akibat
episode perdarahan pertama adalah 40% hingga 50%. Perdarahan ini
merupakan salah satu penyebab kematian yang utama pada penderita sirosis
hepatis. Perdarahan juga merupakan komplikasi paling umum dari ulkus
peptikum dan terjadi kira-kira pada 20% pasien dengan ulkus.
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan

pecahnya

varises

esofagus

mempunyai

faal

hati

yang

buruk/.terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil


mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi
prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama
perawatan, dan lain-lain. Angka kematian penderita dengan perdarahan saluran
makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat,
terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati dan
golongan menurut kriteria Child.
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi
perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan
yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.
IV. Manifestasi Klinis
Gejala yang ada yaitu :
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman

c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)


d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing
V. Patofisiologi (Terlampir)
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemah
atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan
riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme,
penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti:
leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas
yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa
nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara
mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan
yang keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa
kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang
perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah,
tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui
keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati.
Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti
spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral,
asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit,
sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara
berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
2. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk


daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada
lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk
mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera
setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat
tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan
endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi,
aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan
saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik
dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis
berhenti.
4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan
dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
VII. Penatalaksanaan
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan
yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan
saluran makan bagian atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum

Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan


efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.

Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila


perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.

Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis


selama belum tersedia darah.

Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan


bila perlu dipasang CVP monitor.

Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk


mengikuti keadaan perdarahan.

Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan


mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.

Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,


karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor
antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi
perdarahan.

Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian


antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi
usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan
produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan
ensefalopati hepatik.

2. Pemasangan pipa naso-gastrik


Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan.
Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal
sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan
demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan
berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi
berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam.
Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung
sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan
varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot
polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati
dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung

iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis


terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan
makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja
ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi
dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan
ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila

usaha-usaha

penanggulangan

perdarahan

diatas

mengalami

kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan


operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus,
transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6
minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.
VII. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya
volume intravaskuler oleh karena perdarahan, dapat terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler
menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien dengan syok

berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan
berlangsung selama 24-28 jam
b. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syok, diobati dengan menggantikan
volume intravaskuler
c. Penurunan Kesadaran
Terjadi penurunan transportasi 02 ke otak, sehingga terjadi penurunan
kesadaran
d. Ensefalopati
Terjadi akibat kerusakan fungsi hati dalam menyaring toksin didalam
darah. racun racun tidak dibuang karena FUNGSI HATI TERGANGGU.
Dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat
zat-zat racun didalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh
hati
VIII. Asuhan Keperawatan pasien Hematemesis Melena
Pengkajian

A. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat mengidap :
Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma, ulkus peptikum
2. Kanker saluran pencernaan bagian atas
3. Riwayat penyakit darah, misalnya DIC
4. Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik
5. Kebiasaan/gaya hidup :
Alkoholisme, kebiasaan makan
B. Pengkajian Umum
1. Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan.
2. Eliminasi :

BAB :
konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah hitam, konsistensi
pekat, jumlahnya)

BAK :

10

warna gelap, konsistensi pekat


3. Neurosensori :
adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi, koma).
4. Respirasi :
sesak, dyspnoe, hipoxia
5. Aktifitas :
lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot
C. Pengkajian Fisik
1. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi
2. Inspeksi :
Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)
Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah
Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat
Kulit : dingin
3. Auskultasi :
Paru
Jantung : irama cepat atau lambat
Usus : peristaltik menurun
4. Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak
Reflek patela : menurun
5. Studi diagnostik
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN, serum,
amonoiak, albumin.
Pemeriksaan urin : BJ, warna, kepekatan
Pemeriksaan penunjang : esophagoscopy, endoscopy, USG, CT Scan.
Pengkajian Kebutuhan Fisiologis yang harus dilakukan :
1. Oksigen
Yang dikaji adalah :
-

Jumlah serta warna darah hematemesis.

Warna kecoklatan : darah dari lambung kemungkinan masih tertinggal,


potensial aspirasi.

11

Posisi tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan nafas,
mencegah renjatan.

Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah > 500 cc dan
terjadi secara kontinyu.

Jumlah perdarahan : observasi tanda-tanda hemodinamik yaitu tekanan


darah, nadi, pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan darah (sistolik)
110 mmHg, pernafasan cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39
derajat Celcius, kulit dingin pucat atau cyanosis pada bibir, ujung-ujung
ekstremitas, sirkulasi darah ke ginjal berkurang, menyebabkan urine
berkurang.

2. Cairan
Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena yang
berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang terjadi.
Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.
Dikaji :
Macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk menentukan lokasi
perdarahan serta jenis pembuluh darah yang pecah. Perdarahan yang terjadi
secara tiba-tiba, warna darah merah segar, serta keluarnya secara kontinyu
menggambarkan perdarahan yang terjadi pada saluran pencernaan bagian
atas dan terjadi pecahnya pembuluh darah arteri. Jika fase emergency sudah
berlalu, pada fase berikutnya lakukan pengkajian terhadap :
-

Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada klien


hematemesis melena yang disebabkan oleh pecahnya varices esofagus
sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang sering mengalami asites dan
edema.

Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.

Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam.

Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata cekung,


jumlah urin yang sedikit. Untuk klien dengan hemetemesis melena sering
mengalami gangguan fungsi ginjal.

3. Nutrisi
Dikaji :

12

Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3 hari I cair selanjutnya


makanan lunak.

Pola makan klien

BB sebelum terjadi perdarahan

Kebersihan mulut

: karena hemetemesis dan melena, sisa-sisa

perdarahan
-

\dapat menjadi sumber infeksi yang menimbulkan ketidaknyamanan.\

4. Temperatur
Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami kenaikan
temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan
temperatur

kulit

menjadi

dingin

sebagai

akibat

gangguan

sirkulasi.

Penumpukan sisa perdarahan merupakan sumber infeksi pada saluran cerna


sehingga suhu tubuh klien dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang
lama juga dapat menjadi sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien
meningkat.
5. Eliminasi
Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami gangguan
eliminasi. Yang perlu dikaji adalah :
*0 Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu. Urine
berkurang dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
*1 Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.
6. Perlindungan
Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis melena perlu
dilakukan beberapa tindakan sebagai penegakan diagnosa dan terapi bagi
klien.
7. Kebutuhan Fisik dan Psiologis
Perlindungan terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji : kebersihan diri,
kebersihan lingkungan klien, kebersihan alat-alat tenun, mempersiapkan dan

13

melakukan pembilasan lambung, cara pemasangan dan perawatan pipa


lambung, cara persiapan dan pemberian injeksi IV atau IM.
Perlindungan terhadap bahaya komplikasi :
-

Kaji persiapan pemeriksaan endoscopy (informed concern).

Persiapan yang berhubungan dengan pengambilan/pemeriksaan darah.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :


1. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan
secara aktif)
2. Potensial gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik
karena perdarahan.
3. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan akibat
anemia.
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan akibat mual muntah
5. Kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap kesejahteraan diri..
6. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan asites dan menurunnya
pengembangan diafragma.
7. Potensial inferksi sehubungan dengan berkurangnya sel darah putih.
8. Gangguan rasa nyaman: nyeri sehubungan dengan rasa panas/terbakar
pada mukosa lambung dan rongga mulut. atau spasme otot dinding perut.
9. Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakitnya.
10. Risiko tinggi terjadinya gangguan kesadaaran

14

Sirosis hepatis

Gastritis

Obstruksi sirkulasi vena


porta

Ulkus peptikum

Hipertensi portal

Perforasi lambung/
duodenum

Pembentukan sirkulasi
kolateral

Varises esofagus

Perubahan nutrisi:
kurang dari
kebutuhan tubuh

tekanan vaskuler

Perdarahan
(hematemesis, melena)

Kecemasan

Anemia

Syok hipovolemik

beban nitrogen,
amonia serum

Kelemahan

perfusi serebral,
hepatic, ginjal

ensefalopati

Gangguan
pemenuhan ADL

Potensial
gangguan perfusi
jaringan

Defisit volume
cairan

15

VIII. Intervensi Keperawatan


No
1

Diagnosa Keperawatan
Defisit volume cairan

Tujuan & Kriteria hasil


Tujuan: Kebutuhan cairan

Intervensi
Ukur dan catat pemasukkan dan

Rasional
Dokumentasi yang akurat

berhubungan dengan

terpenuhi setelah dilakukan

pengeluaran.

membantu meng-identifikasi

perdarahan (kehilangan

perawatan.

kehilangan cairan atau

secara aktif)

memenuhi kebutuhan cairan


Kriteria hasil :

dan mempengaruhi tindakan

Tanda vital dalam batas

selanjutnya.

normal.
Hipotensi, tachikardi,

Turgor kulit normal.


Membran mukosa lembab.

Monitor vital sign

merupakan indikasi

Produksi urine output

kekurangan cairan.

seimbang
Muntah darah dan berak
darah berhenti

peningkatan respirasi

Monitor cairan parentral

Penurunan volume cairan


petensial untuk terjadinya
dehidrasi, kolaps
kardiovaskuler tidak
seimbangnya cairan dan
elektrolit.

Monitor laboratorium ; Hb, Hct

16

Anemia, Hct rendah terjadi


akibat kehilangan cairan pada
saat muntah darah dan berak
darah

Potensial gangguan

Tujuan: Setelah dilakukan

perfusi jaringan

perawatan perfusi jaringan

berhubungan dengan

adekuat

hipovolemik karena
perdarahan

a. Auskultasi frekuensi dan irama


jantung

Kriteria hasil :
TD : 120/80 mmHg

Nadi : 60-100x /menit

Akral hangat

Sianosis (-)

CRT< 2 s

Turgor

jantung yang abnormal


menunjukkan perfusi

b. Observasi warna dan suhu kulit,


-

a. Frekuensi dan irama

membrane mukosa

jaringan yang tidak


adekuat
b. Kulit pucat dan sianosis,

c. Ukur keluaran urin

suhu dingin merupakan


tanda fase konstriksi

d. Cek kualitas nadi

perifer
c. Menandakan

e. Observasi adanya edema

keseimbanagan intake
output cairan

f.

Kolaborasi pemberian IV line

d. Nadi lemah menandakan


gangguan perfusi jaringan

17

perifer
e. Edema menandakan
adanya gangguan perfusi
jaringan
f.

Peningkatan cairan untuk


mendukung perfusi

Gangguan pemenuhan

Tujuan: Pasien mampu

ADL berhubungan

melakukan akvitas

dengan kelemahan akibat

hariannya dengan bantuan

anemia

orang lain.

1. Observasi respon terhadap aktivitas

beraktivitas klien
2. Identifikasi faktor yang mempengaruhi
pemenuhan ADL seperti stres, efek

Kriteria Hasil:

jaringan.
Melihat kemampuan

Intevensi dilaksanakan sesuai


faktor yang mempengaruhi

samping obat, pemasangan WSD

a. Tingkat kemandirian klien


meningkat dari

3. Rencanakan periode istirahat

kemandirian total ke

Mengurangi kelelahan melalui


isitirahat yang cukup

parsial.
b. Klien memperoleh
bantuan untuk memenuhi
kebutuhan ADL secara
parsial.

4. Bantu pasien memenuhi kebutuhan


ADL

Membantu pasien untuk


memenhi kebutuhannya tanpa
menyebabkan kelelahan

18

c. Kebutuhan makan,
minum, BAB, BAK,
mandi, dan ganti baju
terpenuhi.

Perubahan nutrisi: kurang

Tujuan: Kebutuhan nutrisi

dari kebutuhan tubuh

pasien terpenuhi setelah

berhubungan dengan

dilakukan perawatan

kehilangan nafsu makan


akibat mual muntah

1. Tentukan kemampuan pasien untuk


memenuhi kebutuhan nutrisi

2. Ketahui makanan kesukaan pasien


Kriteria Hasil:

Mempertahankan massa
tubuh dan berat badan
Nilai laboratorium dalam
batas normal

bantuan akan diberikan


menambah nafsu makan
pasien

3. pantau kandungan nutrisi dan kalori


pada catatan asupan

memastikan pasien
mendapatkan nutrisi adekuat

dalam batas normal

mengetahui sejauh mana

4. pantau nilai laboratorium, khususnya


transferin, albumin, dan elektrolit

5. pertahankan oral hygiene

mengetahui status nutrisi


pasien
menambah nafsu makan

6. kolaborasi dengan ahli gizi mengenai


diet yang tepat

pasien

19

memberikan nutrisi yang tepat


bagi pasien

Kecemasan berhubungan

Tujuan : ansietas teratasi

dengan ancaman

setelah dilakukan asuhan

anjurkan penggunaan ketrampilan

terhadap kesejahteraan

keperawatan

yang berhasil pada waktu lalu.

diri

a. Kaji perilaku koping baru dan

b. Dorong dan sediakan waktu untuk


Kriteria hasil : pasien

mengungkapkan ansietas dan rasa

mampu mendemonstrasikan

takut; berikan penenangan.

koping positif, TTV normal.

c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan


beri penguatan penjelasan mengenai

mengajarkan koping positif


kepada pasien
membantu pasien mengurangi
stres
mengurangi kecemasan
pasien

penyakit, tindakan dan prognosis.


d. Pertahankan lingkungan yang tenang
dan tanpa stres.

mengurangi kecemasan
pasien

20

IX. Daftar Pustaka


Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth volume 2. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

You might also like