You are on page 1of 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Menurut H.L. Blum, dikutip Notoadmodjo (2007), derajat kesehatan

dipengaruhi 4 (empat) macam faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan,


dan hereditas. Faktor lingkungan dan perilaku merupakan faktor terbesar yang
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan.Oleh karena itu, lingkungan
sehat dan perilaku sehat perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh.
Lingkungan merupakan salah satu peran penting dan berpengaruh positif
terhadap terwujudnya status kesehatan masyarakat.Lingkungan juga merupakan
determinan dalam menularkan dan munculnya suatu penyakit, baik menular maupun
tidak menular.Usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan ini dari
masa ke masa, dan dari masyarakat satu kemasyarakat lain, bervariasi dan bertingkattingkat, dari yang sederhana sampai kepada yang modern (Notoatmodjo,2003).
Masih tingginya penyakit berbasis lingkungan antara lain penyakit disebabkan
oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah.
Berdasarkan aspek sanitasi tingginya angka penyakit berbasislingkungan banyak
disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih masyarakat, pemanfaatan jamban
yang masih rendah, tercemarnya tanah, air, dan udara karena limbah rumah tangga,
limbah industri, limbah pertanian, sampah, sarana transportasi, serta kondisi
lingkungan fisik yang memungkinkan (Achmadi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Saat ini penyakit berbasis lingkungan merupakan faktor yang paling dominan
di Indonesia dan masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia.
ISPA dan diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10
besar penyakit di hampir seluruh puskesmas di Indonesia, selain Filariasis, Malaria,
HIV AIDS, TBC, Kusta, Diare dan Penyakit Infeksi Pencernaan, Penyakit yang bisa
dicegah dengan imunisasi, Penyakit berpotensi wabah (Demam Berdarah Dengue,
Penyakit infeksi baru), eradikasi polio, (Depkes RI, 2000). Hal ini antara lain karena
sanitasi lingkungan yang buruk.
Kota Pekanbaru merupakan ibu kota Provinsi Riau, dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan mobilitas penduduk yang begitu pesat sehingga menghasilkan sampah
yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang berbasis lingkungan. Berdasarkan
laporan puskesmas dari 12 kecamatan yang ada di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru
tahun 2010, menunjukan ada 10 penyakit terbesar yaitu, ISPA 13531 kasus (36,12%),
Diare 9541 kasus (25,47%), Infeksi kulit 3232 kasus (8,63), Malaria 3144 kasus
(8,39), DBD 2030 kasus (5,42), TB Paru 1283 kasus (3,43), Gastritis 1250 kasus
(3,34%), Dispeksia 1240 kasus (3,31%), Dermatitis 786 kasus (2,09%), Avian
influenza 44 kasus (1,11%). Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
tahun 2006 sebanyak 24 %dari penyakit global disebabkan oleh segala jenis faktor
lingkungan yang dapat dicegah serta

lebih dari 13 juta kematian tiap tahun

disebabkan faktor lingkungan yang dapat dicegah. Empat penyakit utama yang

Universitas Sumatera Utara

disebabkan oleh lingkungan yang buruk adalah diare, infeksi saluran pernapasan
bawah, berbagai jenis luka yang tidak intens, dan malaria.
Kecamatan Bangkinang adalah salah satu kota yang terletak Kabupaten
KamparPropinsi Riau, di mana Kabupaten Kampar memiliki 26 puskesmas, salah
satunya adalah Puskesmas Bangkinang. Puskesmas Bangkinang menempati urutan
pertama dalam 3 kategori puskesmas penyakit berbasis lingkungan tertinggi.
Puskesmas Kecamatan Bangkinang, ada 10 penyakit terbesar yaitu: Diare 55.749
jiwa (42,29%), ISPA 14.029 jiwa (10,64%), Hipertensi 12.331 jiwa (9,35%), Gastritis
11.453 (8,69%), Dermatitis 10.406 jiwa (7,89%), Arthritis 4.914 jiwa (3,73%),
Infeksi kulit dan jaringan sub kutan 10.063 jiwa (7,63%), Dispeksia 7.995 jiwa
(5,99%), Penyakit saluran bagian atas lainnya 4.994 jiwa (3,79%), Asma 4.452 jiwa
(3,38%), (Puskesmas Kecamatan Bangkinang, 2010). Berkaitan dengan penyakit
tersebut, maka penyakit diare, dermatitis, infeksi kulit merupakan penyakit yang
berbasis lingkungan yang antara lain disebabkan oleh sampah

atauwaste borne

disease.
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampahsampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri
pathogen), dan juga binatang serangga pemindah/penyebar penyakit (vektor). Oleh
sebab itu sampah harus dikelola masyarakat.Salah satu ruang lingkup kesehatan
lingkungan tersebut adalah sampah.Sampah berasal dari lingkungan, maka penyakit
yang ditimbulkan oleh sampah yaitu penyakit yang berbasis lingkungan.Untuk

Universitas Sumatera Utara

mencegah atau timbulnya penyakit di masyarakat maka dilakukan pengurangan atau


pengendalian faktor lingkungan yang diduga berhubungan dikenal dengan faktor
risiko lingkungan, salah satunya adalah sampah. Jika sampah tidak dikelola dengan
baik akan menyebabkan lingkungan tidak sehat maupun sebaliknya. Penyakit bawaan
sampah diantaranya Dysentrie basilaris, Dysentrie amoebica, Cholera, Thypus,
Ascariasis, DBD, sakit mata, penyakit kulit yang disebabkan oleh vektor tikus dan
lalat (Slamet,1994).
Pada

umumnya,

sebagian

besar

sampah

yang

dihasilkandi

Indonesiamerupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume


sampah. Olehkarena itu, pengelolaan sampah yang terdesentralisasi sangat membantu
dalammeminimasi

sampah

yang

harus

dibuang

ke

tempat

pembuangan

akhir.Padaprinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin


dengansumbernya.Selama ini pengelolaan persampahan, terutama di perkotaan,
tidakberjalan dengan efisien dan efektifkarena pengelolaan sampah bersifat terpusat.
Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kotaadalah masalah
biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yangpantas untuk
pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi,kebanyakan kota-kota di
Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang> 60% dari seluruh produksi
sampahnya, dari 60% ini sebagian besar ditanganidan dibuang dengan cara yang tidak
saniter, boros dan mencemari (Daniel,1985).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data badan statistik (BPS) tahun 2004 penampungan sampah


ditingkat rumah tangga memegang posisi terdepan. Sistem pengelolaan sampah
didaerah perkotaanyaitu sebanyak 41,28%.Sampah yang terangkut petugas 32,59%,
dibakar 5,79%, ditimbun 1,15%, diolah menjadi kompos (1,5%)dan sisanya dibuang
sembarangan.
Jumlah penduduk kota Pekanbaru saat ini mencapai 584.343jiwa dan
menghasilkan sampah 1.899,41 m3, kapasitas pengangkutan sampah baru mencapai
120 m3 atau 60%. Hal ini menjadi sangat dilematis karena sebagian sampah masih
berserakan di mana-mana mulai dari pusat kota maupun di pinggiran kota. Hal ini
tercermin bahwa partisipasi masyarakat dalam penanganan sampah masih sangat
rendah.(Profil Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru, 2010).
Partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan
program kesehatan lingkungan. Sebaik apa pun program yang dilakukan pemerintah
tanpa peran aktif masyarakat, program tersebut tidak akan mencapai hasil yang
diharapkan. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu
isu penting dalam kesehatan lingkungan.Keharusan berpartisipasi bertolak dari arah
bahwa

lingkungan

hidup

adalah

milik

bersama

yang

pemeliharaan

dan

pemanfaatannya harus dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah, dunia usaha


maupun masyarakat. Semua pihak harus terlibat, karena masing-masing tanpa kecuali
menggantungkan diri pada sumber alam dan lingkungan sebagai sumber
kehidupan(Mikkelsen, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Dalam melakukan pengelolaan sampah dinas yang bertangung jawab adalah


Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Kampar. Dari komponen sampah yang
dihasilkan di Kota Bangkinang selama tiga tahun berturut-turut terdapat volume
sampah yaitu tahun 2008 adalah 147,25 m3 tahun 2009 adalah 167,36 m3, tahun 2010
adalah 188,95 m3. Volume sampah dari tiga tahun berturut-turut mengalami kenaikan
yang cukup tinggi disebabkan oleh kurangnya partisipasi masyarakat dalam
melakukan pengelolaan sampah, dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk
melakukan pengolaan sampah menjadi barang yang produktif seperti pemanfaatan
sampah organik (pengomposan), pemanfaatan sampah plastik menjadi kegiatan 3R.
Pemerintah Kabupaten Kampar menetapkan target pengurangan sampah kota
Bangkinang sebesar 10% pertahun dari total timbunan sampah di kota Bangkinang.
Tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) luasnya 6 (enam) Ha dan lokasinya
terletak diDesa Koto Kecamatan Bangkinang Seberang. Fasilitas pembuangan
sampah dan alat angkut sampah belum memadai, dimana TPS yang tersedia hanya 80
unit dengan kapasitas masing-masing unit 2 m3, hal ini tidak sebanding dengan
timbulan sampah yang mencapai 188,95 m3, sisanya sebanyak 84,68 m3 sampah
yang tidak tertampung. Alat angkut sampah yang tersedia di kota Bangkinang juga
belum memadai di mana gerobak sampah yang ada hanya 4 unit dengan kapasitas 1
m3, ritasi pengangkutan setiap hari, Mini truck 1 unit dengan kapasitas1,5 m3, ritasi
pengangkutan 2 hari sekali, dum truck besar 9 unit dengan kapasitas 4 m3, ritasi
pengangkutan 2 kali sehari, arm roll besar 2 unit dengan kapasitas 6 m3, ritasi

Universitas Sumatera Utara

pengangkutan 2 kali sehari, dari segi pengangkutan sampah ada 135,95 m3 sampah
yang tidak terangkut (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bangkinang, 2010).
Dari survei sementara yang peneliti lakukan terhadap 20ibu rumah
tanggayang ada di kota Bangkinang yaitu di Kecamatan Bangkinangternyata
partisipasi masyarakat masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya tempat
sampah sementara (TPSS) yang dimiliki oleh masing-masing rumah 15 KK (75%),
yang mempunyai tempat sampah ada 5 KK (25%). Di sisi lain perilaku masyarakat
dalam membuang sampah juga masih kurang, hal ini dapat dilihat dari kebiasaan
masyarakat membuang sampah secara sembarangan/tidak pada tempatnya, dimana
yang membuang sampah di Sungai Kampar ada 13 KK (65%) dari 20 KK, yang
membuang sampah dihalaman rumah ada 15 KK (75%).
Mikkelsen (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
partisipasi masyarakat yaitu faktor sosial, faktor budaya dan faktor politik.Adapun
yang menjadi perhatian untuk menelaah tingkat partisipasi masyarakat.Penelitian
Kholil (2003)di daerah Jakarta Selatan menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat
sangat menentukan keberhasilan pengelolaan sampah. Secara ekonomi, partisipasi
masyarakat dalam pengadaan wadah tempat pengumpulan sampah dapat menghemat
biaya operasional 20%-25% dari total biaya operasional. Penelitian Johan, (2007)
menyatakan terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan denganpartisipasi
masyarakat.Penelitian Yunizar(2001), menunjukkan bahwa tingkat partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah tidak sama dimana tingkat

Universitas Sumatera Utara

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat tinggi mencapai 48%,


tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sedang 18% dan tingkat
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah rendah yaitu 34%. Dimana
terdapatnya hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah dan tingkat pendapatan menunjukan pengaruh
yang negatif.
Dari permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka perlu dilakukan
penelitiandengan

judul

Pengaruh

Sosial

Ekonomi

(pendidikan,

pendapatan,pekerjaan) dan budaya (pengetahuan, kebiasaan) terhadap Partisipasi Ibu


Rumah Tangga dalamPengelolaan Sampah di Kecamatan Bangkinang Kabupaten
Kampar.

1.2.

Permasalahan
Apakah ada pengaruh sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan, pekerjaan)

dan budaya (pengetahuan, kebiasaan) terhadap partisipasi ibu rumah tangga dalam
pengelolaan sampah di Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar.

1.3. Tujuan Penelitian


Untuk menganalisis pengaruh sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan
pekerjaan) dan budaya (pengetahuan kebiasaan) terhadap partisipasi ibu rumah
tangga dalam pengelolaan sampah di Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar.

Universitas Sumatera Utara

1.4.

Hipotesis
Sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan pekerjaan) dan budaya (pengetahuan

kebiasaan) berpengaruh terhadap partisipasi ibu rumah tangga dalam pengelolaan


sampah di Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar.

1.5.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang di peroleh dari penelitian ini adalah:

1. BagiPemerintah

Kabupaten

Kampar

Kecamatan

Bangkinang,

sebagai

masukantentang manajemen pengelolaan sampah berbasis masyarakat dalam


upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sampah.
2. Bagi masyarakat, sebagai bahan masukan agar masyarakat berperan aktif ikut
serta dalam pelaksanaan pengelolaan sampah
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan pengaruh sosial ekonomi dan
budaya terhadap partisipasi ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah.

Universitas Sumatera Utara

You might also like