Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Menurut H.L. Blum, dikutip Notoadmodjo (2007), derajat kesehatan
Saat ini penyakit berbasis lingkungan merupakan faktor yang paling dominan
di Indonesia dan masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia.
ISPA dan diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10
besar penyakit di hampir seluruh puskesmas di Indonesia, selain Filariasis, Malaria,
HIV AIDS, TBC, Kusta, Diare dan Penyakit Infeksi Pencernaan, Penyakit yang bisa
dicegah dengan imunisasi, Penyakit berpotensi wabah (Demam Berdarah Dengue,
Penyakit infeksi baru), eradikasi polio, (Depkes RI, 2000). Hal ini antara lain karena
sanitasi lingkungan yang buruk.
Kota Pekanbaru merupakan ibu kota Provinsi Riau, dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan mobilitas penduduk yang begitu pesat sehingga menghasilkan sampah
yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang berbasis lingkungan. Berdasarkan
laporan puskesmas dari 12 kecamatan yang ada di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru
tahun 2010, menunjukan ada 10 penyakit terbesar yaitu, ISPA 13531 kasus (36,12%),
Diare 9541 kasus (25,47%), Infeksi kulit 3232 kasus (8,63), Malaria 3144 kasus
(8,39), DBD 2030 kasus (5,42), TB Paru 1283 kasus (3,43), Gastritis 1250 kasus
(3,34%), Dispeksia 1240 kasus (3,31%), Dermatitis 786 kasus (2,09%), Avian
influenza 44 kasus (1,11%). Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
tahun 2006 sebanyak 24 %dari penyakit global disebabkan oleh segala jenis faktor
lingkungan yang dapat dicegah serta
disebabkan faktor lingkungan yang dapat dicegah. Empat penyakit utama yang
disebabkan oleh lingkungan yang buruk adalah diare, infeksi saluran pernapasan
bawah, berbagai jenis luka yang tidak intens, dan malaria.
Kecamatan Bangkinang adalah salah satu kota yang terletak Kabupaten
KamparPropinsi Riau, di mana Kabupaten Kampar memiliki 26 puskesmas, salah
satunya adalah Puskesmas Bangkinang. Puskesmas Bangkinang menempati urutan
pertama dalam 3 kategori puskesmas penyakit berbasis lingkungan tertinggi.
Puskesmas Kecamatan Bangkinang, ada 10 penyakit terbesar yaitu: Diare 55.749
jiwa (42,29%), ISPA 14.029 jiwa (10,64%), Hipertensi 12.331 jiwa (9,35%), Gastritis
11.453 (8,69%), Dermatitis 10.406 jiwa (7,89%), Arthritis 4.914 jiwa (3,73%),
Infeksi kulit dan jaringan sub kutan 10.063 jiwa (7,63%), Dispeksia 7.995 jiwa
(5,99%), Penyakit saluran bagian atas lainnya 4.994 jiwa (3,79%), Asma 4.452 jiwa
(3,38%), (Puskesmas Kecamatan Bangkinang, 2010). Berkaitan dengan penyakit
tersebut, maka penyakit diare, dermatitis, infeksi kulit merupakan penyakit yang
berbasis lingkungan yang antara lain disebabkan oleh sampah
atauwaste borne
disease.
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampahsampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri
pathogen), dan juga binatang serangga pemindah/penyebar penyakit (vektor). Oleh
sebab itu sampah harus dikelola masyarakat.Salah satu ruang lingkup kesehatan
lingkungan tersebut adalah sampah.Sampah berasal dari lingkungan, maka penyakit
yang ditimbulkan oleh sampah yaitu penyakit yang berbasis lingkungan.Untuk
umumnya,
sebagian
besar
sampah
yang
dihasilkandi
sampah
yang
harus
dibuang
ke
tempat
pembuangan
lingkungan
hidup
adalah
milik
bersama
yang
pemeliharaan
dan
pengangkutan 2 kali sehari, dari segi pengangkutan sampah ada 135,95 m3 sampah
yang tidak terangkut (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bangkinang, 2010).
Dari survei sementara yang peneliti lakukan terhadap 20ibu rumah
tanggayang ada di kota Bangkinang yaitu di Kecamatan Bangkinangternyata
partisipasi masyarakat masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya tempat
sampah sementara (TPSS) yang dimiliki oleh masing-masing rumah 15 KK (75%),
yang mempunyai tempat sampah ada 5 KK (25%). Di sisi lain perilaku masyarakat
dalam membuang sampah juga masih kurang, hal ini dapat dilihat dari kebiasaan
masyarakat membuang sampah secara sembarangan/tidak pada tempatnya, dimana
yang membuang sampah di Sungai Kampar ada 13 KK (65%) dari 20 KK, yang
membuang sampah dihalaman rumah ada 15 KK (75%).
Mikkelsen (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
partisipasi masyarakat yaitu faktor sosial, faktor budaya dan faktor politik.Adapun
yang menjadi perhatian untuk menelaah tingkat partisipasi masyarakat.Penelitian
Kholil (2003)di daerah Jakarta Selatan menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat
sangat menentukan keberhasilan pengelolaan sampah. Secara ekonomi, partisipasi
masyarakat dalam pengadaan wadah tempat pengumpulan sampah dapat menghemat
biaya operasional 20%-25% dari total biaya operasional. Penelitian Johan, (2007)
menyatakan terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan denganpartisipasi
masyarakat.Penelitian Yunizar(2001), menunjukkan bahwa tingkat partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah tidak sama dimana tingkat
judul
Pengaruh
Sosial
Ekonomi
(pendidikan,
1.2.
Permasalahan
Apakah ada pengaruh sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan, pekerjaan)
dan budaya (pengetahuan, kebiasaan) terhadap partisipasi ibu rumah tangga dalam
pengelolaan sampah di Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar.
1.4.
Hipotesis
Sosial ekonomi (pendidikan, pendapatan pekerjaan) dan budaya (pengetahuan
1.5.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang di peroleh dari penelitian ini adalah:
1. BagiPemerintah
Kabupaten
Kampar
Kecamatan
Bangkinang,
sebagai