You are on page 1of 11

STUDI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN SIROSIS HEPATIK

DENGAN HEMATEMESIS MELENA (STUDI DI RSU Dr.SAIFUL


ANWAR MALANG)
DRUG UTILIZATION STUDY IN HEPATIC CIRRHOSIS PATIENTS WITH HEMATEMESIS
MELENA (STUDY AT RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG)

By: Kurniawati, Lesty


Email: library@lib.unair.ac.id
Undergraduate Theses of Airlangga University
Created: 2006-08-15 , with 1 file(s).

Keywords: Drug Utilization Study, Hepatic Cirrhosis with hematemesis melena,


Descriptive analytics.
Subject: LIVER - CIRRHOSIS - DRUG USE; HEMATEMESIS
Call Number: KKB KK-2 FF. 55/06 Kur s
Sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang dikarakterisasi oleh fibrosis dan
perubahan struktur hepar normal menjadi struktur penuh nodul yang tidak normal (Dipiro
et al., 2002). Salah satu komplikasi yang paling serius dan membahayakan hidup pasien
sirosis adalah terjadinya perdarahan varises esofageal. Angka kesembuhan terkait erat
dengan keberhasilan dalam mengontrol perdarahan atau perdarahan ulang awal, yang
muncul pada 50% pasien (Johal et al., 2003). Bila perdarahan terjadi pada saluran cerna
bagian atas, manifestasi yang muncul berupa hematemesis (muntah darah) dan bila terjadi
pada saluran cerna bagian bawah, manifestasinya berupa melena (feses yang berwarna
hitam). Pasien dengan varises esofageal mempunyai resiko perdarahan 30% dan 1/3 dari
mereka akan mengalami kematian. Pasien yang pernah mengalami perdarahan akan
punya kemungkinan 70% untuk tejadinya perdarahan ulang dan 1/3 pasien yang
mengalami episode perdarahan yang berakibat fatal (Krige and Beckingham, 2001).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mempelajari
penggunaan obat pada pasien sirosis dengan hematemesis melena tersebut. Tujuan
penelitian adalah untuk rnengetahui pola demografi pasien, pola pengobatan secara
umum, mengkaji keterkaitan antara data laboratorium/klinik dengan terapi dan melihat
kemungkinan adanya masalah terkait obat.
Penelitian ini dilakukan di Instalasi rawat inap I RSU Dr. Saiful Anwar Malang. Bahan
penelitian berupa dokumen medis kesehatan penderita (DMK) pasien sirosis hepatik
dengan hematemesis melena yang menjalani rawat inap selama periode 21 Maret sampai
dengan 28 Mei 2005. Penelitian dilakukan secara prospektif dan data yang diperoleh
kemudian dianalisa secara dekskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia pasien terbanyak adalah 41-50 tahun.
Komplikasi lain yang menyertai adalah ascites (96,30%), ensefalopati hepatik (14,82%),
SBP (11,11%), gagal jantung kongestif (7,41%), dan hepatoma (7,41%). Pola pengobatan
pada pasien sirosis hepatik dengan hematemesis melena secara umum meliputi resusitasi
cairan, menghentikan perdarahan dan mencegah terjadinya perdarahan ulang, mengatasi

dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik, mengatasi komplikasi dan gejala lain, dan
pemberian terapi suportif. Penggunaan cairan resusitasi yang terbesar adalah NaCl 0,9%
yaitu 96,30% yang dimana selain bertindak sebagai pengganti cairan tubuh juga berfungsi
mengembalikan tekanan osmotik. Selain itu juga digunakan cairan kristaloid lain seperti
Dekstrosa 5% dan 10%, KaEn 3A, KaEn MG3 dan Ringer Laktat. Untuk mengatasi
perdarahan dilakukan gastric cooling yang bertujuan untuk mengkonstriksi saluran cerna,
sehingga perdarahan dapat berhenti. Tidak didapatkan penggunaan vasokonstriktor
mesenterika seperti octreotide atau somatostatin, sebagai alternatifnya digunakan asam
tranekasamat (22,22%) dan vitamin K (77,78%). Pada pasien dengan sirosis hepatik yang
belum atau pernah mengalami perdarahan diberikan terapi untuk mencegah terjadinya
perdarahan ulang. Terapi yang diberikan adalah propanolol atau penghambat beta non
selektif lain. Pada penelitian sebanyak 13 dari 27 pasien mendapat propanolol. Selain itu
diberikan juga terapi untuk mencegah terjadinya ulser yaitu golongan antasida (10 orang),
antagonis H2 (11 orang) dan inhibitor pompa proton (12 orang). Terapi untuk mengatasi
dan mencegah ensefalopati hepatik yang diberikan adalah laktulosa dan asam amino
rantai cabang. Selain itu diberikan juga transfusi albumin pada pasien yang mengalai
hipoalbuminemia.
Terapi lain yang diberikan pada pasien ini adalah terapi diuretik kombinasi furosemidespironolakton atau spironolakton tunggal untuk mengatasi ascites yang merupakan
komplikasi terbesar yang sering muncul pada pasien sirosis hepatik. Selain diuretik,
diberikan juga antibiotik spektrum luas mengingat pada pasien sirosis dengan perdarahan
varises esofagus ini rentan terjadi infeksi. Antibiotik yang diberikan adalah cefotaxime,
ampisislin, amoksisilin, ciprofloksasin, gentamisin dan metronidazole. Terapi
simptomatis dan suportif diberikan sesuai dengan kondisi klinis dan keluhan pasien.
Masalah terkait obat yang terlihat antara lain: belum semua pasien mendapat terapi untuk
mencegah perdarahan ulang; dosis laktulosa untuk mengatasi ensefalopati hepatik masih
berupa dosis pencegahan dan tidak semua pasien mendapat terapi pencegahan untuk
ensefalopati ini; penggunaan kombinasi dua obat pencegah ulser yang tidak perlu. Untuk
menangani masalah terkait obat ini diperlukan peran serta farmasis secara aktif dalam
penatalaksanaan terapi dan pengawasan pasien.
Duri hasil penelitian disarankan untuk melakukan studi yang lebih lanjut dan lebih
spesifik (misalnya masalah dosis atau durasi pemberian obat tertentu) dan dalam waktu
yang lebih lama untuk mendapatkan data dan hasil yang lebih baik.
Translation:
The study was purposed to analyze the drug utilization in Hepatic Cirrhosis patients with
hematemesis melena who were hospitalized during March 21 to May 28, 2005. This study
includes demographic data of patients, other complications/comorbids, general profile of
therapy in hepatic cirrhosis patients with hematemesis melena, usage profile of each
therapeutic class, the relation between clinical/laboratory data and drug therapy, and
drug related problems. This study used descriptive analysis, used prospective data from
patient's medical record in which the result then compared with guidelines or textbooks.

The results showed that other complications/comorbids which mostly appear in this
group of patient were ascites and hepatic encephalopathy. The general profile of drug
therapy includes fluid rescucitation, control of bleeding and prevention of rebleeding,
control and prevention of hepatic encphalopathy, and drug therapy to control other
simptoms or complications/comorbids. Fluid rescucitation that was commonly used is
Normal Saline. Therapies used to control bleeding were gastric cooling, tranexamic acid
and vitamin K. Therapies used to prevent rebleeding and ulcer were propanolol, H2
antagonists, proton pump inhibitors and antacids. To control and prevent hepatic
encephalopathy, lactulose and branched chain amino acid infussion were used. Albumin
was given to patients with hipoalbuminemia. The patients also received antibiotics and
other symptomatic therapies. To know more about the usage profile of each drugs and the
rationalization of therapy it is suggested to conduct further study.
http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-kurniawati1664&node=350&start=96&PHPSESSID=4a5098ca21600bae878e3c7be5a83116

HEMATEMESIS MUNTAH dan BERAK DARAH


* Hematemesis merupakan istilah untuk muntah darah. Hal ini disebabkan oleh
berbagai faktor, misalnya tukak lambung atau pecahnya pembuluh darah balik di
sekitar lambung dan tenggorokan sebagai akibat dari penyakit hati.
Darah yang dimuntahkan dapat berwarna merah segar. Artinya, darah tersebut berasal
dari saluran di atas lambung. Darah tersebut bisa pula berwarna kehitaman yang
artinya, darah telah bercampur dengan asam lambung.
Untuk tindakan pertolongan terhadap pasien yang mengalami hematemesis,
diperlukan penentuan letak perdarahannya. Kadang-kadang, batuk darah juga berasal
dari paru-paru. Perdarahan dari paru-paru sulit dibedakan dengan muntah darah yang
berasal dari saluran pencernaan.
Pada batuk darah, warna darah pasti masih merah segar. Biasanya, darah tersebut
bercampur dengan gelembung-gelembung udara bersama dengan dahak sehingga
tampak berbuih.
Hematemesis sering diikuti dengan berak darah atau disebut juga melena. Gejala dari
melena ini adalah keluarnya tinja dengan warna hitam.
* Terapi NurSyifa' dapat mendeteksi dengan akurat penyebab dari Muntah / Berak
Darah ini. Keilmuan berdasar dan menggunakan Teknologi Al Qur'an akan diterapkan,
seperti sinar laser dengan menggunakan energi NurSyamsi untuk menutup luka akibat
pecahnya pembuluh darah, Maunah untuk meregenerasi sel dan jaringan tubuh
dengan dipercepat hingga 3x.
Obat Alami / Herbal hasil penelitian dan telah dikembangkan selama puluhan tahun
melengkapi pengobatan Terapi NurSyifa' sehingga setiap pasien yang datang berobat
sembuh dalam waktu yang relatif cepat.

> Bila Anda sudah merasa Frustasi dengan Penyakit Berak Darah Anda yang tidak
kunjung Sembuh, Cobalah Pengobatan yang satu ini. Berdasarkan pada petunjuk AlQur'an dan As-Sunnah Penyembuhan dengan Cara ini bisa menjadi Alternatif Terbaik
bagi Anda. Dengan menjalani Terapi di NurSyifa tidak ada resiko dan atau efek
samping negatif.
* Pengobatan dengan Teknologi Al-Qur'an memberi Hikmah Kesembuhan seutuhnya
dan tidak akan pernah Melukai dan Menyakiti siapapun. (Tanpa Pembedahan, tanpa
Operasi dan tanpa memasukkan alat kedalam tubuh)
Alhamdulillah, Terapi NurSyifa' mampu mengobati berbagai penyakit berat hingga
kronis yang nyaris sudah tak tertolong lagi, sampai sembuh sehat kembali

http://www.nursyifa.net/pengobatan/info_penyakit/berak_darah_hematemesis.html
Hematemesis dan Melena
Apa yang sesungguhnya terjadi pada nenek itu? Ia kehabisan darah yang keluar melalui
mulutnya alias muntah darah atau hematemesis. Bagaimana bisa terjadi? Banyak kondisi
yang bisa menyebabkan muntah darah seperti pecahnya pembuluh darah saluran cerna
atas, tumor dan tukak (luka) di lambung.
Biasanya, hematemesis ini disertai dengan berak berwarna hitam yang disebut sebagai
melena. Jika didapati muntah darah, dokter akan bertanya kepada anda apakah kotoran
anda berwarna hitam seperti aspal atau kecap? Kalau iya, berarti anda mengalami melena.
Ini terjadi karena darah yang bersumber dari saluran cerna bagian atas masuk ke dalam
saluran cerna bagian bawah, mengalami proses yang panjang, sehingga ketika keluar
bersama faeces warnanya telah berubah menjadi hitam.
Muntah darah dan berak hitam bisa berlangsung bersamaan, bisa tidak. Sering ditemui
berak hitam tanpa muntah darah. Dan umumnya, orang lebih khawatir dan waspada pada
muntah darah daripada berak hitam. Padahal keduanya bisa menjadi penyebab kurang
darah berat. Kita tahu bahwa kurang darah, apalagi yang berat, menimbulkan berbagai
penyakit lanjutan, bahkan kematian.
Tukak Lambung dan Penyalahgunaan Obat
Tukak (luka) di lambung disebabkan berbagai hal, antara lain karena efek samping obatobatan seperti Obat Anti Inflamasi (radang) Non-Steroit (OAINS) atau lainya. Obat-obat
ini bisa menggerus lambung dan membuat luka menganga bila digunakan secara
sembarangan.
Sayangnya, peredaran obat ini cukup sulit dikendalikan. Buktinya, orang umum sangat
mudah mendapatkannya. Boleh jadi didapat dari apotek, toko obat, bahkan warung
sebelah rumah. Asal tahu merek obat tersebut, anda bisa membelinya dengan sangat
mudah, dan menggunakannya sesuka hati anda. Bagaimana jika tidak tahu merek OAINS
dan lainnya? Dengan mudah anda mendapatkanya dari jamu.
Di antara jamu-jamu itu ada yang palsu dan banyak diproduksi di sebuah daerah Jawa
Tengah, meski tidak mustahil juga diproduksi di daerah lain, dan meski tidak semua jamu
yang dibuat itu palsu. Jamu palsu ini biasanya berbentuk bubuk yang bisa diminum
langsung maupun diseduh, ada juga yang berbentuk cairan dalam botol. Mereknya
bermacam-macam, dengan kegunaan yang bermacam-macam pula: pegal-linu, pusing,
flu, penurunan vitalitas, darah tinggi dan penyakit umum lainnya.

Jamu semacam ini laris karena terkenal kerjanya cepat, efeknya segera dapat dirasakan.
Kalau minum jamu itu, pegel-pegel saya langsung hilang Pak. Enak di badan., kata
nenek yang muntah darah tadi dengan bahasa Jawa halus. Bisa dimaklumi bahwa kerja
jamu ini lebih cepat dari jamu tradisional karena ternyata ia berisi obat-obat modern
(GAINS, Steroid, Antihistamin dll) dengan dosis yang terlalu tinggi. Orang cenderung
merasa aman karena lebel jamu yang tertera di bungkusnya, tidak sadar risiko yang
dihadapi.
Hati-hati
Meski pasien-pasien serupa yang penulis temui lebih banyak yang bernasib lebih baik
dari nenek tadi, tetap saja kejadian semacam itu selayaknya tidak terjadi. Sangat
disayangkan jika harapan untuk sembuh ditukar dengan kematian. Untuk itu, sudah
saatnya kita semakin berhati-hati dalam menggunakan obat. Alih-alih ingin sembuh, yang
terjadi malah sebaliknya karena ketidaktahuan kita.
Jika membeli obat sendiri, belilah obat bebas terdaftar, dan gunakan sesuai aturan. Meski
obat resmi, jika digunakan secara sembarangan juga bisa berbahaya. Begitu juga
sebaliknya; penggunaan sesuai aturan yang tertera di bungkus obat, tapi ternyata obatnya
berbahaya, maka bisa dipastikan bukan kesehatan yang anda dapatkan. Untuk itu,
ketahuilah sebanyak mungkin informasi tentang obat dan kesehatan. Bisa dari buku, bisa
juga dari majalah kesehatan.
Jika, malas atau tak punya waktu untuk mendapatkan banyak informasi kesehatan, atau
sakit anda tak kunjung sembuh setelah diobati sendiri, konsultasikan semua masalah
kesehatan dan keluhan anda pada dokter. Dokter yang akan memilihkan terapi untuk
anda, tentu saja dengan pertimbangan anda. Kualitas, efek samping, manfaat serta harga,
semua dapat didiskusikan dengan dokter. Jadi, jangan segan-segan untuk bicara dengan
dokter, baik di tempat praktek pribadi, puskesmas, maupun rumah sakit.
Memang membeli obat sendiri tampak lebih mudah dan murah. tetapi, jika terjadi sesuatu
yang buruk akibat kesalahan pilihan kita, biaya (materiil-non materiil) yang akan kita
keluarkan akan lebih besar.
Tulisan ini tidak untuk mendiskreditkan jamu sebagai salah satu bentuk terapi. Banyak
jamu yang bermanfaat, bahkan kini diakui di dunia medis skala internasional. Sekali lagi,
yang perlu dilakukan adalah berhati-hati, baik saat menggunakan obat maupun jamu.
Dan, lebih baik jagalah kesehatan anda. Sehat itu murah, sakit itu mahal.l
Penulis adalah Dokter Muda Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
http://suara-muhammadiyah.com/?p=245

Perdarahan Saluran Cerna Pada Anak


Oleh :
Dr. Deddy Satriya Putra, SpA
( Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad / FK UNRI )

Pendahuluan
Perdarahan saluran cerna akut pada anak baik berupa muntah darah atau darah
segar dari rektrum merupakan suatu keadaan yang menakutkan anak dan orang
tuanya meskipun jumlahnya sedikit.1 Perdarahan saluran cerna merupakan 10-15%
kasus yang dirujuk ke Gastroenterologi Anak. 2 Perdarahan saluran cerna pada anak
dapat bermanifestasi berupa muntah darah (hematemesis), keluarnya darah bewarna
hitam dari rectum (melena), tinja yang berdarah atau keluarnya darah segar melalui
rectum (hematochezia/enterorrhagia) dan darah samar di feses. Hematemesis
merupakan perdarahan yang berasal dari saluran cerna atas dengan batas di atas
ligamentum Treitz. Melena lebih kurang 90% berasal dari saluran cerna atas terutama
usus halus dan kolon proksimal, hematochezia yang merupakan perdarahan saluran
cerna yang berasal dari kolon, rektum atau anus/saluran cerna bawah atau bisa juga
dari saluran cerna atas dengan perdarahan yang banyak dengan waktu singgah usus
yang cepat, sedangkan darah samar feses merupakan kehilangan darah melalui
feses yang secara makroskopis tidak terlihat umumnya perdarahaan berasal usus
halus atau saluran cerna atas. 1,3
Dalam mencari penyebab perdarahan saluran cerna pada anak ada lima informasi
penting yang harus diketahui oleh para klinisi yaitu : umur si anak, asal perdarahan,
warna darah dan beratnya perdarahan, ada atau tidaknya nyeri perut dan
terdapatnya diare.2,3 Umumnya sumber perdarahan ditentukan dalam dua golongan
besar yaitu4 :
1. Perdarahan gastrointestinal atas meliputi dari mulut hingga ligamentum treitz
2. Perdarahan gastrointestinal bawah yang berasal dari daerah di bawah ligamnetum
treitz

Perdarahan gastrointestinal
Menyingkirkan penyebab palsu perdarahan seperti tertelan darah sewaktu menyusui,
epistaksis, hemoptisis, penggunaan obat atau makanan yang merobah warna feses
seperti bismuth, besi, coklat, berri, beet dan lain-lain dapat menghindarkan dari
pemeriksaan atau prosedur diagnosis yang berlebihan.1,3 Langkah pertama
menghadapi pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah dengan memastikan
pemberian oksigen yang adekuat, resusitasi cairan dan darah, memastikan akses
akses vena terpasang dan koreksi bila terdapat gangguan pembekuan. Pemasangan
pipa nasogastrik dapat membedakan kedua golongan perdarahan diatas. Bila pada
pipa nasogastrik mengalir darah ini berarti sumber perdarahan dari gastrointestinal
atas. Kita dapat memonitor perdarahan dan menentukan beratnya perdarahan yang
terjadi. Pemasangan pipa nasogastrik bukanlah merupakan indikasi kontra pada
perdarahan esophagus. Dengan cara ini kita dapat membersihkan lambung dan
mengurangi risiko aspirasi2,4.

Perdarahan saluran cerna atas


Insiden perdarahan saluran cerna atas dilaporkan oleh El Mouzan sebesar 5% dengan
umur 5-18 tahun. Perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 7 : 1 dengan
keluhan utama sebanyak 69% berupa sakit perut kronik, 21% dengan hematemesis
melana dan sisanya dengan Gejala muntah disertai sakit perut. 5 Etiologi perdarahan
saluran cerna atas pada anak dapat kita lihat pada table di bawah 6 :
Neonate [ birth-1 month]
Swallowed maternal blood
Gastritis
Esophagitis
Gastroducdenal ulcer
Coagulopathy associated with infection
Vascular anomaly
Hemorrhagic disease ( vitamin K deficinecy )
Infant/adolescent ( 1 month-18 years)
Gastritis
Esophagitis
Gastroducdenal ulcer
Mallcory-Weiss tear
Varices
Gastrointestinal duplication
Vascular anomaly
Coagulopathy
Hemofilia
Penyebab yang utama dari perdarahan usus halus pada anak adalah dibertikulum
meckel yang berisian mucosa ektopik gaster atau pncreas dan dapat terjadi
ulserasi. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan scanning radionuklir dan terapi
dilakukan dengan reseksi divertikulum. 6 Duplikasi merupakan penyebab kedua
tersering perdarahan usus halus pada anak dan terapinya juga dengan reseksi, Ulkus
pada anak sering terjadi selama perawatan di UCU pasca operasi . Chaibou M
melaporkan bahwa beberapa factor risiko terjadinya perdarahan saluran cerna atas

pada anak yang dirawat intensif dalah gagal napas, coagulopathy dan nilai PRIMS
(pediatric risk of mortality store)= 10.7 Helicobacter pylori dapat menyebabkan
gastroduodenal ulcerasi tetapi gambaran lesi noduler yang difus lebih sering
ditemukan pada anak. El Mouzan melaporkan dari 15 anak yang dilakukan bioterapi
antrum melalui endoskopi didapatkan 13 diantaranya (87%) positif H. Pylori. 5
Esophagistis karena refluks yang berat pada esophagus dapat disebabkan karena
penyakit neuromuskuler, trauma mekanik karena benda asing, dan trauma kimia
karena tertelan bahan kaustik, obat-obatan dan infeksi. Varises esophagus pada anak
disebabkan hipertensi portal baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. Trombosis vena
splanikus dengan vena portal akan menyebabkan terjadinya varises esophagus. 8
Kelainan vaskuler dan duplikasi saluran cerna merupakan penyebab lainya yang
jarang ditemukan pada anak.6
Pada bayi baru lahir pernyebab perdarahan saluran cerna sangat bervariasi.
Perdarahan dapat terjadi karena tertelan darah ibu sewaktu persalinan atau
menyusui, dapat juga terjadi karena esophagitis, gastritis dan ulserasi
gastroduodenal. Hematemesis dapat terjadi karena alergi susu sapi pada bayi yang
dapat susu formula, dan defisiensi vitamin K.6 Mahcado RS melaporkan dua kasus
hematemesis sekuler oleh karena gastritis hemorrhage yang disebabkan karena
alergi susu sapi.9 Pada remaja penggunaan analgetik nonsteroid (NSAID) sering
menimbulkan ulkus peptic yang menyebabkan perdarahan selain robekan MalorryWeiss, varises gastroesophagus dan gastritis karena alcohol. 5 Romanisizen
melaporkan kejadian Malorry-Wess pada anak sekitar 0.3%. Banyak faktor yang
menyebakan terjadinya Malorry Weiss sndrome pada anak dan biasanya
bersamaan dengan penyakit saluran cerna lainya seperti gastritis dan duodenitis,
infeksi helicobacter pylori, gastroesophageal reflux dan asma bronchial. 10 Riwayat
muntah yang berat dan kemudian muntah darah khas untuk gejala Malorry-Weiss,
pada dewasa sering dihubungkan dengan konsumsi alkohol

Diagnosis dan penatalaksanaan


Endoskopi merupakan prosedur diagnostik dalam evaluasi perdarahan saluran cerna
atas pada anak. Keamanan endoskopi pada anak sama dengan dewasa meskipun
masih sedikit publikasi tentang endoskopi pada anak. Endoskopi lebih diutamakan
untuk evaluasi dan pengobatan pada ulkus dan varises esophagus. Tindakan bedah
diindikasikan jika terjadi kegagalan tindakan non invasif atau endoskopi 6.

Perdarahan saluran cerna bawah


Penyebab perdarahan saluran cerna bawah dapat dilihat pada tabel di
bawah6 :

Pada neonatus penting menyingkirkan terjadinya Necrotizing Enterocolitis (NEC), hal


ini jarang ditemukan pada neonatus cukup bulan. Perdarahan rektum pada bayi
sering berhubungan dengan kejadian NEC, jika diagnosis NEC ditegakkan maka
pemberian antibiotika harus dilakukan dan bayi dipuasakan. Penyebab yang sering
pada bayi adalah intoleransi susu sapi yang menyebabkan terjadinya colitis,
penyebab lainya adalah fisura ani.11 Obstruksi usus dengan iskemia yang terjadi pada
bayi dan anak dapat menimbulkan gejala muntah, sakit perut dan darah di tinja yang
dapat disebabkan karena volvulus atau invaginasi. Pada bayi lebih besar penyebab
perdarahan retal dapat berupa fisura anorektal, gastroenteritis infeksi dan
invaginasi.6,11
Polyp juvenil, peradangan dan lesi nonneoplastik pada rektosigmoid merupakan
penyebab yang sering dari perdarahan retal pada anak usia sekolah dan remaja. 11
Polip ini bukan suatu keganasan yang sering terdapat pada rektosigmoid.
Diperkirakan kejadiannya sekitar 2% pada anak dengan gejala asimptomatis dengan
lokasi tersaring atau 83,1% pada rektosigmoid. 12 Poddar U dkk melaporkan dari 353
anak yang dilakukan kolonoskopi didapati sebanyak 208 (59%) dengan polip, dan
Juvenil poliposis (jumlah polip lebih dari 5 ) didapat pada 17 (8%) diantaranya dengan
rentang umur 3 12 tahun 13 Enterocolitis karena suatu infeksi dapat bermanifestasi
sebagai suatu buang air besar berdarah pada anak. Sindroma Uremia Hemolitik dan
Purpura Henoch-Schonlein merupakan penyakit vaskulitis yang sering ditemui pada
anak dengan gajala berupa ulcerasi dan perdarahan saluran cerna. Penyakit inflamasi
usus juga dapat menyebabkan colitis dan perdarahan rektal pada anak. Kolitis
ulseratif didapat 2-4 per 100.000 anak dan rata-rata umur saat diagnosis ditegakkan
10 tahun.14 Kelainan pembuluh darah seperti hemangioma, malformasi vena,
telangiectasia herediatary hemorrhage merupakan penyebab yang jarang dari
perdarahan saluran cerna bawah pada anak. Pada remaja perdarahan sering
disebabkan oleh karena divertikulum kolon dan penyakit inflamasi usus. 6,11

Diagnosis dan Penatalaksanaan

Kolonoskopi merupakan pilihan dalam diagnosis dan terapi perdarahan saluran cerna
bawah. Polip juvenis dapat diterapi dengan polipektomi melalui kolonoskopi, tindakan
hemostasis lain seperti skleroterapi, elektrokauterisasi, laser dan ligasi banding dapat
dilakukan pada kelainan pembuluh darah kolon pada anak. Rajan R melaporkan
Computerized Tomography (CT) Scan berguna pada perdarahan saluran cerna bawah
akut jika kolonoskopi tidak dapat menemukan lokasi perdarahan dan perdarahan
sementara berhenti dengan sensitivitas sebesar 79%15. Penyakit inflamasi usus dan
Purpura Henoch-Schonlein dapat diobati dengan steroid dan entercolitis karena
infeksi dengan antibiotika. Pengobatan terbaru untuk inflamasi usus pada anak
meliputi 5-aminosalisylic acid, corticosteroid, azathioprine, 6 merkaptopurine,
metronidazole dan cyclosporice. Jika metronidazol tidak efektif dapat dipakai
antibiotika golongan ciprofloxacin dan trimetropin sulfametoksosal. 16 Operasi
dilakukan pada perdarahan saluran cerna yang disebabkan karena invaginasi,
volvulus atau divertikulum.6

Kesimpulan

Perdarahan saluran cerna pada anak dapat berasal dari saluran cerna atas atau dari
saluran cerna bawah yang menifestasi klinisnya berbeda. Hal yang utama
diperhatikan pada perdarahan saluran cerna pada anak adalah mengatasi agar tidak
terjadi shok hipovolemik karena perdarahan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
memastikan lokasi perdarahan. Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tepat akan
menghindari kita dari pemeriksaan penunjang yang berlebihan.

Kepustakaan
1. Boediarso A, Perdarahan gastrointestinal pada bayi dan anak 1 : Gastroenterologi
anak praktis, Ed Suharyono, Aswitha B, EM Halimun: edisi ke 2 Jakarta 1994:
Balai Penerbit FK-UI hal 231-40
2. Simon Chin ed PK Gastro-intestinal bleeding in children and Adolescents:
Paediatric Chinical Clinical Guidelines 2001, hal 1 5
3. Elisa de Carvalho, 1 Miriam H. Nita,2 Liliane M.A. Paiva,2 Ana Aurelia R. Silva2
Gastrointestinal bleeing J Pediart (Rio J) 2000; 76(Sup.2):S1 35-S146:
4. Halimun EM,Suwarso R,Perdarahan gastrointestinal pada bayi dan anak 2 :
Gastroenterologi anak praktis,Ed Suharyono, Aswitha B, EM Halimun: Edisi ke2
Jakarta 1994 : Balai Penerbit FK UI hal 241-49
5. El Mauzan: M I,Abdullah A M Peptic Ulcer Disease in Children and Adolescent
of Tropical Pediatrics; Dec 01,2004, 2004;50,6; hal 328-30
6. Hamoui N, Docherty S D. Crookes P F.Gastrointestinal hemorrhage : is the
surgeon obsolete? Emerg Med Clin N Am 21 (2003) 1017-56
7. Chaibou M, Tucci M, Marc-Andre, D Farrell CA, Proulx F, Lacroix J, Clinically
Significant Upper Gastrointestinal Bleeding Acquired in a Pediatric Intensive
Care Unit; A Prospective Study, PEDIATRICS Vol 102 No. 4; hal 933-38
8. GASTROENTESTINAL BLEEDING di unduh dari http//www.

9. Machoda RS Kawakami E, Goshima S, Patricio FR, Neto UF Hemorrhagic


gastritis due to cows milk allergy: report of two cases, Jornal de Pediatria Vol.
79,No4,2003,hal 363-69
10. Romaniszyn LB,Panas EM, Czkwianianc E, Maoecka IP Mallory wiss syndrome
in children, Diseases of the Esophagus 1999,12 hal 65-67
11. Tech SJ,Fleisher GR Rectal Bleeding in the Pediatric Emergency Department..
Ann Emerg Med.1994;23:1252-12-58
12. R B Pillai; V Tolia Colonic Polyps in children: Frequenty multiple and recurrent,
Clinical Pediatrics; Apr 1198;37,4; hal 253-57
13. Poddar U, Thap BR,Vaiphei K,Rao KLN,Mitra dan SK dan Singh K, Juvenile
polyposis in a tropical countryArch.Dis Chil 1998-78; hal 264-266
14. Orloski R; Dhar P; Prasedom; RK Sudhindran S; Moorth S, Role of Contrast CT
in Acute Lower Gastrointestinal Bleeding, Digestive Surgery; 2004;21,4;Hal 29399
15. Wyllie R; Sarigon S, the treatment of inflammatory bowel disease in
children,Clinical Pediatrics;Jul 1998;37,7, Hal 421-25
http://www.dr-rocky.com/layout-artikel-kesehatan/44-perdarahan-saluran-cerna-padaanak

You might also like