You are on page 1of 12

PERBEDAAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES AIR HANGAT

DAN PEMBERIAN KOMPRES JAHE TERHADAP PENURUNAN NYERI SENDI


PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL
WENING WARDOYO UNGARAN
Syarifatul Izza
Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRACT
Warm water compress and ginger compress are non-pharmacological managements given to
the elderly who experience joint pain. Both compress the same effect that gives a sense of warmth and
vasodilation of blood vessels, but it is not known which compresses more effective in reducing joint
pain. The purpose of this study is to determine differences in the effectiveness of warm water compress
and ginger compress in reducing joint pain in elderly people who experience joint pain at the Wening
Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran.
This study design was non-equivalent control group design. The population in this study were
all elderly people in Wening Wardoyo Social Rehabilitation Ungaran. The samples used in this study
were 17 elderly people in each treatment selected by purposive sampling. Univariate analysis was
done by looking at the frequency distribution elderly people joint pain scale before treatment and
bivariate analysis used Shapiro Wilk test and paired t-test.
There was a difference between reducing joint pain scale by using warm water compress and
ginger compress in elderly people who experienced joint pain at Wening Wardoyo Social
Rehabilitation Unit Ungaran, with p-value of 0.049 and the difference of the decreasing of joint pain
scale was 1.12.
Concluded that ginger compress was more effective in reducing joint pain in elderly people
compared to warm water compress. It is recommended to the elderly people and nurses to be able to
apply the method of ginger compress to reduce joint pain.
Keywords : pain scale, joint pain, warm water compress, ginger compress
PENDAHULUAN
Menurut Azizah (2011), lanjut usia adalah
bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi
berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan
akhirnya menjadi tua. Dengan perubahan fisik
dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang
terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan tertentu.
Lansia merupakan suatu proses yang alami,
semua orang akan mengalami proses menjadi
tua dan masa tua merupakan masa hidup. Dan
dimasa ini juga seseorang akan mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial secara
bertahap. Menurut Nugroho (2008), saat ini di
seluruh dunia, jumlah lansia diperkirakan
lebih dari 629 juta jiwa dengan usia rata-rata

60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025


akan mencapai 1,2 milyar orang.
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik
(BPS) (2009), menyatakan bahwa peningkatan
jumlah lansia di Indonesia pada tahun 20002011baik secara absolute maupun persentase
mengalami peningkatan. Persentase penduduk
lansia meningkat dari 9,27% pada tahun 2000
menjadi 10,57% pada tahun 2011. Hal ini
antara lain disebabkan oleh meningkatnya usia
harapan hidup sebagai hasil dari pembangunan
di bidang kesehatan. Jumlah penduduk di Jawa
Tengah pada tahun 2011 berdasarkan proyeksi
penduduk tahun 2010 menjadi 3,49 juta.
Provinsi Jawa Tengah (jateng) termasuk satu
dari tujuh provinsi di indonesia yang
berpenduduk dengan struktur tua (lansia).
Menurut data dari Departemen Sosial (Depsos)
menyebutkan, jumlah penduduk lansia tahun

Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

2020 di Indonesia diperkirakan akan mencapai


28,8 juta (11,34%). Di Indonesia terdapat 7%
penduduknya adalah lansia. Berdasarkan usia
kronologis/biologisnya, lanjut usia dibagi
menjadi 4 kelompok, yaitu usia pertengahan
(middle age) antara usia 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) berusia antara 60-74 tahun, lanjut
usia tua (old) usia 75-90 tahun, dan usia sangat
tua (very old) di atas 90 tahun (Azizah, 2011).
Semakin bertambahnya umur manusia,
maka akan terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada
perubahan-perubahan, tidak hanya perubahan
fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial, dan
sexual. Namun yang paling sering terjadi dan
yang paling menonjol pada diri lansia adalah
pada perubahan fisiknya, lansia akan
mengalami perubahan pada sistem tubuh,
seperti sistem pengindra, sistem saraf, sistem
perkemihan, sistem reproduksi, sistem
pencernaan,
sistem
respirasi,
sistem
kardiovaskuler, dan yang paling sering adalah
perubahan pada sistem muskuloskeletal.
Pada lansia sistem muskuloskeletal akan
mengalami beberapa perubahan seperti
perubahan pada jaringan penghubung (kolagen
dan elastin), berkurangnya kemampuan
kartilago untuk beregenerasi, kepadatan tulang
berkurang, perubahan struktur otot, dan terjadi
penurunan elastisitas sendi. Hal ini yang
menyebabkan sebagian besar dari lansia
mengalami gangguan sistem muskuloskeletal,
yang menyebabkan nyeri sendi. Nyeri sendi
adalah tanda atau gejala yang mengganggu
bagian persendian, nyeri sendi akan
mengganggu kinerja bagian tubuh. Pada nyeri
sendi biasanya akan muncul rasa tidak nyaman
untuk disentuh, muncul pembengkakan,
peradangan, kekakuan, dan pembatasan
gerakan. Penyakit-penyakit gangguan sistem
muskuloskeletal yang menyebabkan nyeri
sendi antara lain: Osteoatritis, Arthritis Gout,
Arthritis Rheumatoid, Arthritis Infeksi (Anies,
2006).
Adapun cara-cara untuk menurunkan
nyeri sendi menurut Potter dan Perry (2006),
yaitu dengan cara terapi farmakologi, nonfarmakologi
dan
pembedahan.
Terapi
farmakologi yaitu tindakan pemberian obat
sebagai penurun
nyeri. Biasanya dengan
pemberian
obat-obat
analgesik
seperti
Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS), contoh: aspirin dan ibuprofen.
Penggunaan obat-obatan analgesik memiliki
dampak buruk seperti rasa tidak nyaman pada
2

saluran cerna, mual, diare, perdarahan tukak,


dapat juga mengakibatkan kerusakan pada
ginjal, dan gangguan kardiovaskuler (Sukandar
dkk, 2009).
Selain Analgesik oral biasanya juga dalam
penurunan nyeri sendi seringkali dengan
menggunakan obat Analgesik topikal seperti
balsam. Dalam penggunaan Analgesik topical
juga mengandung efek samping seperti rasa
terbakar atau sengatan untuk sementara pada
area yang dioleskan. Pada pengunaan
Analgesik
topical
ini
pasien
harus
diperingatkan untuk tidak mngoleskan krim
paa mata atau mulut dan untuk mencuci tangan
setelah penggunaannya (Sukandar, 2009).
Terapi non-farmakologi adalah tindakan
dalam batas keperawatan yang dapat
digunakan untuk menurunkan nyeri sendi pada
lansia. Selama ini bila terjadi nyeri terutama
nyeri sendi, kebanyakan perawat di Rumah
Sakit
ataupun
Puskesmas
langsung
memberikan
tindakan
medis
(terapi
farmakologi) dari pada melakukan tindakan
mandiri seperti memberikan kompres. Adapun
terapi non-farmakologi yang dapat digunakan
dalam menurunkan nyeri sendi antara lain:
bimbingan antisipasi, distraksi, biofeedback,
stimulasi kutaneus (Transcutaneus Electrical
Nerve Stimulation, TENS), dan kompres
(Potter & Perry, 2006).
Pemberian kompres air hangat adalah
intervensi keperawatan yang sudah lama di
aplikasikan oleh perawat, kompres air hangat
dianjurkan untuk menurunkan nyeri karena
dapat meredakan nyeri, meningkatkan
relaksasi otot, meningkatkan sirkulasi,
meningkatkan relaksasi psikologis, dan
memberi rasa nyaman, bekerja sebagai
counteriritan (Koizier & Erb, 2009), dan
kompres jahe merupakan tindakan yang sering
kali digunakan sebagai obat nyeri persendian
karena kendungan gingerol dan rasa hangat
yang ditimbulkannya membuat pembuluh
darah terbuka dan memperlancar sirkulasi
darah, sehingga suplai makanan dan oksigen
lebih baik dan nyeri sendi berkurang (Utami &
Puspaningtyas, 2013).
Adapun prinsip kerja dari kompres air
hangat untuk menurunkan nyeri sendi yaitu
dengan menggunakan waslap yang telah di
basahi oleh air hangat yang bersuhu 37-40 0C
kemudian diperas dan di tempelkan pada
daerah yang mengalami nyeri persendian,
kompres dilakukan selama 20 menit. Secara
konduksi dimana terjadi pemindahan sensasi

Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

hangat dari waslap hangat ke dalam tubuh


sehingga akan menyebabkan pelebaran
pembuluh darah (vasodilatasi), sehingga akan
terjadi penurunan ketegangan otot (Kozier &
Erb, 2009).
Pada tahap fisiologis nyeri, kompres air
hangat menurunkan nyeri sendi melalui tahap
transmisi, dimana pada tahapan ini sensasi
hangat pada kompres air hangat menghambat
pengeluaran mediator inflamasi seperti
sitokinin proinflamasi,kemokin, yang dapat
menurunkan sensivitas nociceptor sehingga
akan meningkatkan ambang rasa nyeri
sehingga terjadilah penurunan nyeri.
Adapun keuntungan dan kerugian dari
penggunaan terapi kompres air hangat, antara
lain: Keuntungan kompres air hangat ini
adalah bahannya yang mudah di dapat, tidak
ribet dan juga bisa di lakukan oleh siapa sajah.
Kekurangannya adalah kompres harus
dilakukan berulang-ulang selama 2-3 menit
sekali untuk mempertahankan rasa hangatnya,
selain itu juga jika kompres air hangat
diberikan
secara
berlebihan
akan
mengakibatkan
peningkatan
perdarahan,
permeabelitas kapiler dan edema, dan
mengakibatkan
gangguan
kulit
yang
menyebabkan kemerahan atau lepuh. Menurut
penelitian yang telah dilakukan oleh Mery
Fananda (2012) di dapat hasil bahwa ada
pengaruh yang signifikan pemberian kompres
air hangat pada penurunan skala nyeri rematik
lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Teratai
Palembang.
Kompres jahe dapat menurunkan nyeri
sendi, karena jahe dapat meningkatkan
kemampuan kontrol terhadap nyeri. Jahe
memiliki rasa pedas dan bersifat hangat.
Beberapa bahan dalam jahe diantaranya
gingerol, limonene, linolenic acid, aspartic,
sitosterol, tepung kanji, caprylic acid,
capsaicin, chlorogenic acid, dan farnesol. Efek
farmakologis yang dimiliki jahe diantaranya,
merangsang ereksi, penghambat keluarnya
enzim 5-lipooksigenase dan siklooksigenase
serta meningkatkan aktivitas kelenjar endokrin
(Heriana, 2009). Menurut
Puspaningtyas
& Utami (2013), jahe sering sekali digunakan
sebagai obat nyeri sendi karena kandungan
gingerol dan rasa hangat yang ditimbulkannya
membuat pembuluh darah terbuka dan
memperlancar sirkulasi darah. Alhasil, suplai
makanan dan oksigen menjadi lebih baik
sehingga nyeri sendi akan berkurang.

Pada tahapan fisiologis nyeri, kompres


jahe menurunkan nyeri sendi pada tahap
transduksi, dimana pada tahapan ini jahe
mmiliki
kandungan
gingerol
yang
mengandung siklooksigenase yang bisa
menghambat
terbentuknya
prostaglandin
sebagai mediator nyeri, sehingga terjadi
penurunan nyeri sendi. Sehingga jahe dapat
digunakan sebagai salah satu alternative
pengobatan
non
farmakologis
untuk
menurunkan nyeri sendi.
Prinsip kerja dari kompres jahe adalah
dengan cara memanaskan terlebih dahulu
rimpang jahe di atas api atau bara dan
kemudian di tumbuk atau di parut dan di
tempelkan pada daerah persendian yang
mengalami nyeri dan kemudian di bungkus
dengan
menggunakan
plastik
untuk
mengantisipasi agar kompres jahe tidak jatuh,
kompres jahe ini dilakukan selama 20 menit.
Keunggulan dari kompres jahe adalah
bahannya mudah di dapat, murah, tidak
mengandung bahan kimia, dan tidak
mengandung efek samping dengan kadar yang
terlalu tinggi. Sedangkan kekurangan dari
kompres jahe adalah mengakibatkan kotor
pada area pengompresan. Menurut penelitian
yang telah dilakukan oleh Rizki Nugraheni
(2011), bahwa ada pengaruh yang signifkan
terhadap penurunan nyeri rematik pada sendi
lutut lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti pada tanggal 17 april
2014, data yang diperoleh dengan melakukan
wawancara kepada pegawai dinas sosial yang
bertugas di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran mengatakan terdapat 99
orang lansia, yang terdiri dari 71 orang lansia
perempuan dan 28 orang lansia laki-laki
dengan rentang usia 60-94 tahun yang di
tempatkan pada 14 wisma. Data yang di dapat
terdapat 50% dari lansia sering mengeluh nyeri
sendi di pagi hari pada pengasuh lansia. Dan
sebagian besar lansia disana mengatasi nyeri
sendinya dengan menggunakan Analgesik
topical yaitu balsam, balsam merupakan obat
faforit para lansia dalam menurunkan nyeri
sendi.
Hasil observasi dan wawancara secara
langsung oleh peneliti pada 10 lansia, 10 orang
lansia mengeluh nyeri pada persendian,
mereka biasanya menggunakan balsam atau
minyak gosok untuk menurunkan nyerinya,
biasanya nyeri sendi muncul di pagi hari.

Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Biasanya jika nyeri sendi dirasa lansia sudah


sangat tidak tertahankan, biasanya lansia di
bawa ke klinik panti untuk di periksa dan
diberikan obat penghilang nyeri (analgetik). 3
orang lansia mengatakan pernah melakukan
kompres air hangat dan hasilnya nyeri sendi
sedikit menghilang. Empat orang lansia
mengatakan pernah menggunakan kompres
jahe untuk menurunkan nyeri sendi dan
hasilnya nyeri sendi berkurang dan lansia
merasa nyaman. Namun ke dua cara tersebut
dirasa lansia sangat merepotkan karena lansia
harus memasak air dan juga membakar jahe,
selain itu juga ada keterbatasan peralatan di
masing-masing wisma shingga lansia tidak
melakukan cara tersebut dengan rutin.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah quasi eksperiment design
(eksperimen semu) dengan rancangan non
equivalent control group design dimana
pengelompokan
anggota
sampel
pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
(pembanding) tidak dilakukan secara random
atau acak. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui perbedaan efektifitas dalam hal ini
adalah penurunan skala nyeri pada lansia yang
mengalami nyeri sendi sebelum di berikan
terapi kompres air hangat dan kompres jahe
dengan setelah diberikan terapi kompres air
hangat dan kompres jahe.
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh lansia yang ada di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran sebanyak 99
lansia.
Sampel
Mellaui proses perhitungan diperoleh
jumlah sampel minimum untuk kelompok
perlakuan kompres air hangat maupun
kelompok perlakuan kompres jahe adalah 17
responden. Sehingga total seluruh sampel
adalah sejumlah 34 orang.
Metode pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah purposive

sampling. Pada penelitian ini diambil populasi


terjangkau dengan kriteria inklusi dan eksklusi
Kriteria inklusi sampel penelitian ini
antara lain: 1) Lansia yang mengalami nyeri
sendi (sendi lutut / Articulatio Genu); 2)
Mampu berkomunikasi dengan baik; 3)
Bersedia berpartisipasi sebagai responden
dalam penelitian.
Kriteria eksklusi sampel penelitian ini
antara lain: 1) Lansia yang mengalami sakit
berat; 2) Lansia yang mengalami gangguan
pendengaran; 3) Lansia yang mengalami
kelumpuhan; 4) Lansia yang mengalami nyeri
sendi tetapi tidak bisa berkomunikasi dengan
baik; 5) Lansia yang mempunyai alergi jahe; 6)
Lansia yang mempunyai iritasi kulit; 7) Lansia
yang
mempunyai
luka
pada
area
persendiannya; 8) Lansia yang menggunakan
obat-obatan analgetik dan penurun nyeri lain;
9) Lansia yang mengalami nyeri sendi yang
menolak menjadi responden.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 hari pada
tanggal 16 Agustus 2014.
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan alat untuk
mengukur Nyeri Sendi dengan menggunakan
jenis skala nyeri Numerik. Cara penggunaan
skala nyeri Numerik ini yaitu dengan terlebih
dahulu menjelaskan tingkat skala nyeri dari
skala 0-10 dengan memperlihatkan gambar
skala numerik pada responden, dan kemudian
responden dianjurkan untuk memilih tingkat
skala nyeri yang dirasakan.
Analisis Data
Analisa univariat
Bentuk analisa univariat untuk data
numerik
berdistribusi
normal
ukuran
pemusatannya yaitu mean dan standar deviasi
(SD) sebagai ukuran penyebaran. Adapun
variabel yang dianalisis adalah perbedaan skala
nyeri sendi pada kelompok perlakuan kompres
air hangat dan kelompok perlakuan kompres
jahe.
Analisa bivariat
Uji paired t-test dilakukan untuk menguji
hipotesis komparatif rata-rata dua sampel bila
datanya berbentuk interval atau ratio dan

Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

sampelnya atau kelompok data yang diteliti


erkorelasi atau berkaitan satu sama lain, dalam
hal ini adalah mengamati perubahan skala
nyeri sendi sebelum dan setelah dilakukan
kompres air hangat dan kompres jahe.
Penelitian ini menggunakan uji t-test
dependent
untuk
mengetahui
adanya
perubahan skala nyeri sendi antara sebelum
dan sesudah diberikan kompres air hangat dan
kompres jahe. Peneliti juga menggunakan uji ttest independent untuk menganalisis peredaan
penurunan skala nyeri sendi setelah diberikan
kompres air hangat dan kompres jahe.
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
Skala Nyeri Sendi Sebelum Diberikan Terapi
Kompres Air Hangat
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Skala
Nyeri Sendi Sebelum Diberikan Terapi
Kompres Air Hangat pada Lansia Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran, 2014
Skala Nyeri
Frekuensi
Persentase
Nyeri Ringan

(%)
29,4

Nyeri Sedang

11

64,7

Nyeri Berat
Jumlah

1
17

5,9
100,0

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui


bahwa sebelum diberikan terapi kompres
hangat, sebagian besar lansia mengalami nyeri
sedang, yaitu sejumlah 11 orang (64,7%).
Skala Nyeri Sendi Sebelum Diberikan Terapi
Kompres Jahe
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Skala
Nyeri Sendi Sebelum Diberikan Terapi
Kompres
Jahe
pada
Lansia
Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran, 2014
Persentase
Skala Nyeri
Frekuensi
(%)
Nyeri Ringan
7
41,2
Nyeri Sedang

47,1

Nyeri Berat
Jumlah

2
17

11,8
100,0

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui


bahwa sebelum diberikan terapi kompres jahe,
lebih banyak lansia mengalami nyeri sedang,
yaitu sejumlah 8 orang (47,1%).
Skala Nyeri Sendi Sesudah Diberikan Terapi
Kompres Air Hangat
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Skala
Nyeri Sendi Sesudah Diberikan Terapi
Kompres Air Hangat pada Lansia Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran, 2014
Persentase
Skala Nyeri
Frekuensi
(%)
Tidak Nyeri
1
5,9
Nyeri Ringan

47,1

Nyeri Sedang
Jumlah

8
17

47,1
100,0

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui


bahwa sesudah diberikan terapi kompres
hangat, lebih banyak lansia mengalami nyeri
ringan dan sedang, yaitu masing-masing
sejumlah 8 orang (47,1%).
Skala Nyeri Sendi Sesudah Diberikan Terapi
Kompres Jahe
Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Skala
Nyeri Sendi Sesudah Diberikan Terapi
Kompres Jahe pada Lansia di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran, 2014
Persentase
Skala Nyeri
Frek.
(%)
Tidak Nyeri
2
11,8
Nyeri Ringan

11

64,7

Nyeri Sedang

23,5

Nyeri Berat

0,0

Nyeri Sangat Berat


Jumlah

0
17

0,0
100,0

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui


bahwa sesudah diberikan terapi kompres jahe,
sebagian lansia mengalami nyeri ringan, yaitu
masing-masing sejumlah 11 orang (64,7%).
Analisis Bivariat

Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Uji Kesetaraan Tingkat Nyeri Sendi Sebelum


Perlakuan antara Kelompok Kompres Air
Hangat dan Kelompok Kompres Jahe
Uji kesetaraan dilakukan dengan menguji
skala nyeri pasien sendi sebelum perlakuan
antara kelompok perlakuan kompres air hangat

dan kompres jahe. Hasilnya dikatakan setara


atau homogen apabila tidak ada perbedaan
secara bermakna antara skala nyeri antara
kelompok kompres air hangat dan kompres
jahe sebelum perlakuan p-value 0,078 dan pvalue 0,094 (=0,05).

Tabel 5
Uji Kesetaraan Nyeri Sendi Sebelum Terapi antara Kelompok Kompres Air Hangat dan
Kelompok Kompres Jahe pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran,
Tahun 2014
Variabel
Kelompok
n
Mean
Sd
t
p-value
Skala Nyeri
Air Hangat
17
4,35
1,498
0,317
0,753
Jahe
17
4,18
1,741
Berdasarkan uji t independen, didapatkan
nilai t tabel sebesar 0,317 dengan p-value
0,753 ( = 0,05), maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
skala nyeri sebelum perlakuan antara

kelompok kompres air hangat dan kelompok


kompres jahe pada lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Ini
menunjukkan kedua kelompok dinyatakan
setara atau homogen sebelum diberikan
perlakuan, sehingga dapat dibandingkan.

Perbedaan Nyeri Sendi Lansia Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Terapi Kompres Air Hangat
Tabel 6
Perbedaan Nyeri Sendi Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Kompres Air Hangat di
Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014
Variabel
Perlakuan
n
Mean
Sd
t
p-value
Skala Nyeri
Sebelum
17
4,35
1,498
5,996
0,000
Sesudah
17
3,18
1,667
Berdasarkan uji t dependen, didapatkan
nilai t hitung sebesar 5,996 dengan p-value
sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 (
0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan skala nyeri sendi sebelum dan

sesudah diberikan terapi kompres air hangat


pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran yaitu sebesar 1,17 dalam
kategori nyeri ringan.

Perbedaan Nyeri Sendi Lansia Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Terapi Kompres Jahe
Tabel 7.
Perbedaan Nyeri Sendi Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Kompres Jahe di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014
Variabel

Perlakuan

Mean

Sd

p-value

Skala Nyeri

Sebelum
Sesudah

17
17

4,18
2,06

1,741
1,519

7,164

0,000

Berdasarkan uji t dependen, didapatkan


nilai t hitung sebesar 7,164 dengan p-value
sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000
(0,05), ini menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan skala nyeri sendi

sebelum dan sesudah mendapatkan terapi


kompres jahe pada lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran yaitu sebesar
2,12 dalam kategori nyeri ringan.

Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Perbedaan Efektivitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap
Penurunan Nyeri Sendi pada Lansia
Tabel 8.
Efektifitas Skala Nyeri Sendi Setelah Dilakukan Terapi Kompres Air Hangat dan Kompres Jahe
pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014
Variabel
Kelompok
N
Mean
Sd
t
p-value
Skala Nyeri
Air Hangat
17
3,18
1,667
2,043
0,049
Jahe
17
2,06
1,519
Berdasarkan uji t independen, didapatkan
nilai t hitung = 2,043 dengan p-value sebesar
0,049. Oleh karena p-value 0,049 < (0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan skala nyeri sendi lansia
sesudah mendapatkan terapi kompres air
hangat dan sesudah mendapat kompres jahe di
Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran. Ini juga berarti bahwa ada perbedaan
signifikan pemberian terapi kompres air hangat
dan kompres jahe terhadap penurunan nyeri
sendi lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran, dimana pemberian terapi
kompres jahe lebih efektif dibandingkan
pemberian terapi kompres air hangat.
PEMBAHASAN
Analisa Univariat
Skala nyeri sendi sebelum dilakukan kompres
air hangat dan kompres jahe pada lansia yang
mengalami nyeri sendi di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran
Nyeri sendi pada lansia terjadi karena
faktor usia, pada usia lanjut maka akan
mengalami proses penuaan, dimana terjadi
penurunan fungsi tubuh dan fungsi sel untuk
beregenerasi.
Pada
lansia
sistem
muskuloskeletal akan mengalami beberapa
perubahan seperti perubahan pada jaringan
penghubung
(kolagen
dan
elastin),
berkurangnya kemampuan kartilago untuk
beregenerasi, kepadatan tulang berkurang,
perubahan struktur otot, dan terjadi penurunan
elastisitas sendi. Hal ini yang menyebabkan
sebagian besar dari lansia mengalami
gangguan sistem muskuloskeletal, yang
menyebabkan nyeri sendi.
Menurut Potter & Perry (2005) gejala
nyeri sendi umumnya terjadi pada lansia
karena terdapat 44% lansia yang mengalami
radang sendi (arthritis). Lansia mengeluhkan
adanya kekakuan di pagi hari setelah bangun
tidur sehingga menimbulkan perubahan
mobilisasi atau keterbataan dalam beraktifitas

yang disebabkan karena kehilangan total massa


tulang progresif. Beberapa kemungkinan untuk
penyebab kehilangan ini adalah perubahan
hormonal, dan resorpsi tulang aktual.
Selain karena penyakit penyerta seperti
osteoatritis,
arthritis
gout,
arthritis
rheumatoid, arthritis infeksi, lansia juga
mengatakan gejala nyeri sendi yang dialami
disebabkan oleh aktivitas kerja atau kegiatan
yang berlebihan karena terdapat beberapa
lansia yang masih bekerja, adapun penyebab
lain yaitu makanan yang dikonsumsi lansia
yang menyebabkan nyeri sendi, contohnya
organ dalam hewan (hati, usus, dll). Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Wijayakusuma (2008) bahwa beberapa hal
yang mempengaruhi timbulnya gejala nyeri
sendi adalah infeksi, pekerjaan, makanan,
gangguan imunitas, kelenjar atau hormon,
faktor usia, faktor genetik, psikologis, dan
lingkungan.
Menurut penelitian yang telah dilakukan
oleh Rachmawati (2006) yang bertujuan untuk
mengetahui karakteristik nyeri musculoskeletal
dan hubungannya dengan kemampuan
fungsional fisik pada lansia, didapatkan hasil
penelitian yang menunjukan prevalensi nyeri
pada lansia besarnya 80% dan terbanyak di
sendi lutut.
Analisis Bivariat
Peredaan skala nyeri sendi setelah dilakukan
kompres air hangat dan kompres jahe pada
lansia yang mengalami nyeri sendi
Hasil penelitian yang di dapatkan pada 17
orang lansia yang mengalami nyeri sendi di
Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran didapatkan rata-rata skala nyeri sendi
sebelum diberikan kompres jahe adalah nyeri
sedang sejumlah 8 orang (47,1%), rata-rata
skala nyeri sendi setelah di berikan kompres
jahe adalah nyeri ringan masing-masing
sejumlah 11 orang (64,7%), dan rata-rata
jumlah penurunan skala nyeri sendi adalah 3.

Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Hasil perhitungan menggunakan uji


independent t-test dan didapatkan hasil p-value
0,049 dengan (0,05) menunjukan bahwa ada
perbedaan skala nyeri pada lansia yang
mengalami nyeri sendi setelah diberikan
kompres air hangat dan kompres jahe.
Kompres air hangat dan kompres jahe
menurunkan nyeri sendi dngan memberikan
sensasi hangat pada area persendian yang
mengalami nyeri. Kompres air hangat
menggunakan air hangat sebagai media hangat
untuk menurunkan nyeri, sedangkan kompres
jahe menggunakan parutan jahe yang sudah di
panaskan terlebih dahulu. Selain itu juga
kompres air hangat dan kompres jahe
menurunkan nyeri sendi dengan tahapan
fisiologis nyeri yang berbeda.
Menurut Potter & Perry 2005, kompres
hangat pada area tubuh akan memberikan
sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang
belakang karena pemberian air hangat pada
area tubuh akan memberikan sinyal ke
hipotalamus melalui sumsum tulang belakang.
Ketika reseptor yang peka terhadap panas di
hipotalamus di rangsang, sitem efektor
mengeluarkan sinyal yang untuk memulai
berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan
ukuran pembuluh darah di atur oleh pusat
vasomotor pada medula oblongata dari tangkai
otak, dibawah pengaruh hipotalmik bagian
anterior
sehingga
terjadi
vasodilatasi.
Vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan
atau kehilangan energi atau panas melalui kulit
meningkat (Potter & Perry, 2005).
Rata-rata penurunan skala nyeri sendi
lansia pada perlakuan kompres air hangat 3,18,
sedangkan rata-rata skala nyeri sendi lansia
sesudah mendapatkan kompres jahe ternyata
lebih rendah, yaitu sebesar 2,06. Sehingga
kompres jahe lebih efektif menurunkan nyeri
sendi karena jahe mengandung beberapa zat
seperti gingerol yang dapat membantu proses
penurunan nyeri sendi dibadingkan dengan
kompres air hangat yang hanya mengandalkan
sensasi hangat saja dalam menurunkan nyeri
sendi.
Kompres jahe dalam penelitian ini
dilakukakn dengan cara menempelkan parutan
jahe yang telah di bakar terlebih dahulu pada
area persendian dan kemudian dibalut dengan
menggunakan kasa gulung, kompres ini
dilakukan dalam waku 20 menit. Perutan jahe
yang diletakkan pada area persendian (sendi
lutut
/
Articulatio
Genu)
dapat
memvasodilatasi pembuluh darah sehingga
8

aliran darah menjadi lancar, selain itu jahe


mengandung gingerol yang dapat membantu
dalam menurunkan nyeri. Hal ini seperti pada
tahapan fisiologis nyeri dimana kompres jahe
menurunkan nyeri pada tahap transduksi yang
mana pada tahapan ini kandungan gingerol
jahe yang mengandung siklooksigenase yang
dapat menghambat mediator nyeri sehingga
terjadi penurunan nyeri.
Pengobatan dari luar ini biasanya dengan
cara memberi semacam lulur untuk
menghangatkan bagian yang terasa nyeri. Hal
ini disebabkan karena salah satu kandungan
jahe yang mempunyai sifat panas yang dapat
memberikan efek hangat atau respon tubuh
terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran
pembuluh darah, menurunkan viskositas darah,
menurunkan ketegangan otot, meningkatkan
metabolism jaringan, dan meningkatkan
permeabilitas kapiler. Respon dari panas inilah
yang digunakan untuk keperluan terapi pada
beragai kondisi dan keadaan yang terjadi di
dalam tubuh.
Menurut Budhawar (2006) melulurkan
rimpang jahe yang telah dipanaskan dan
dihaluskan saat tibul nyeri sendi, dapat
mengurangi nyeri sendi tanpa efek samping
karena tidak mengandung bahan kimia dengan
khasiat dan manfaatnya telah diakui oleh
peneliti. Penggunaan jahe sebagai lulur dapat
menghilangkan rasa nyeri dan menaikkan
sirkulasi darah yang akan mengurangi udem
(pembengkakan) (Potter & Perry, 2006).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Hadi
Masyhurrosidi pada tahun 2013 yang bertujuan
untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri
subakut dan kronis sebelum dan sesudah
kompres hangat rebusan jahe pada lansia
dengan Osteoartritis Lutut di Posyandu Lanjut
Usia Puskesmas arjuna Kecamatan Klojen
Malang Jawa Timur. Didapat hasil secara
signifikan tingkat nyeri sebelum dan setelah
pemberian kompres hangat rebusan jahe pada
lanjut usia dengan osteoarthritis lutut dengan
rata-rata penurunan skala nyeri sebesar 2,75.
Rata-rata penurunan skala nyeri setelah
diberikan kompres jahe pada pebelitian ini dan
penelitian sebelumnya sama, tetapi hanya
teknik perlakuannya saja yang berbeda karena
pada
penelitian
sebelumnya
dengan
menggunakan air reusan jahe untuk
mengompres, hal ini juga yang menyebabkan
selisih rata-rata penurunan skala nyeri pada
penelitian ini dan penelitian sebelumnya.

Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Metode pemberian kompres air hangat


dengan meletakan waslap lembab yang Waslap
lembab hangat yang diletakkan pada area
persendian dapat memvasodilatasi pembuluh
darah sehingga aliran darah menjadi lancar,
mengurangi kaku sendi dengan menurunkan
viskositas cairan synovial dan meningkatkan
distensibilitas jaringan. Kompres air hangat
menurunkan nyeri sendi melalui tahap
transmisi, dimana pada tahapan ini sensasi
hangat pada kompres air hangat menghambat
pengeluaran mediator inflamasi seperti
sitokinin proinflamasi, kemokin, yang dapat
menurunkan sensivitas nociceptor sehingga
akan meningkatkan ambang rasa nyeri
sehingga terjadilah penurunan nyeri.
Kompres air hangat merupakan sebuah
teknik kompres blok pada pembuluh darah
supervision dengan teknik seka (Corrard,
2001). Menurut Hegner (2003) efek dari
kompres air hangat dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu efek secara fisik, kimia dan biologis.
Efek fisik dengan cara transfer panas yang
diberikan melalui kompres air hangat sehingga
menyebabkan zat cair, padat dan gas memuai
ke segala arah. Efek kimia pemberian kompres
air hangat yaitu meningkatkan metabolisme sel
tubuh. Efek biologis yang dapat terjadi ketika
diberikan kompres air hangat adalah
peningkatan sirkulasi darah dan peningkatan
tekanan kapiler. Tekanan O2 dan CO2 di dalam
darah akan meningkat sedangkan pH darah
akan mengalami penurunan.
Pemberian kompres air hangat dalam
penelitian ini selama 20 menit, sesuai dengan
waktu yang dapat menunjukkan efek
pemberian kompres air hangat. Menurut
Kozier dalam Suprapti (2008) mengungkapkan
bahwa panas mempunyai efek yang berbeda
dalam tubuh, efek tersebut juga tergantung dari
lamanya pemberian panas. Pemberian panas 15
30 menit memiliki efek vasodilatasi
pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan
aliran darah. Peningkatan aliran darah akan
menurunkan viskositas darah dan metabolisme
lokal karena aliran darah membawa oksigen ke
jaringan.
Keterbatasan
Penelitian ini mengalami keterbatasan,
keterbatasan itu yaitu suhu air hangat yang di
gunakan untuk kompres air hangat yang tidak
bisa bertahan lama sehingga peneliti perlu
mengganti air hangat selama berulang kali agar
suhu air tetap terjaga.

KESIMPULAN
Ada perbedaan penurunan skala nyeri
lansia yang mengalami nyeri sendi sebelum
dan sesudah mendapatkan terapi kompres air
hangat.
Ada perbedaan penurunan skala nyeri
lansia yang mengalami nyeri sendi sebelum
dan sesudah mendapatkan terapi kompres jahe.
Ada perbedaan skala nyeri lansia yang
mengalami nyeri sendi setelah dilakukan terapi
kompres air hangat dan kompres jahe dengan
jumlah rata-rata penurunan nyeri 1 skala untuk
kompres air hangat dan 2 skala untuk kompres
jahe.
SARAN
Lansia hendaknya dapat melakukan
kompres jahe secara mandiri ketika lansia
mengalami nyeri sendi sebelum diberikan obat
penurun nyeri.
Pengasuh
wisma
hendaknya
memanfaatkan lahan kosong di area wisma
untuk digunakan sebagai lahan penanaman
jahe, sehingga para lansia tidak mengalami
kesusahan saat akan menggunakan kompres
jahe.
Peneliti selanjutnya agar pada saat
menggunakan kompres air hangat dapat
mengganti media dengan menggunakan
kompres hangat kering sehingga suhu air tetap
terjaga atau bisa tahan lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Proses dan
Konsep Keperawatan Nyeri. Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media.
[2] Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit
tidak Menular Solusi Pencegahan dari
Aspek Perilaku dan Lingkungan. Jakarta :
PT Alex Media Komputindo.
[3] Azizah,
Lilik
Marifatul.
2011.
Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
[4] BPS. 2011. Profil Lansia Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.
[5] Budhawar, Vikas. 2006. The secret
benefits of gingwr and Turmeric. Jakarta :
PT Bhuana ilmu populer.

Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

[6] Corrard, F. 2001. Ways to reduce fever :


new luke warm water baths still
indicated? Arch pediatric. 9 (3).311-315
[7] Dorlan. 2006. Kamus Saku Kedokteran.
Jakarta : EGC.
[8] Fanada, Mery. 2012. Pengaruh Kompres
Hangat dalam Menurunkan Skala Nyeri
pada Lansia yang Mengalami Nyeri
Rematik di Panti Sosial Tresna Werdha
Teratai Palembang. Jurnal. Badan Diklat
Provinsi Sumatera Selatan.
[9] Hegner, Barbara R. 2013. Asistensi
Keperawatan Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta : EGC.
[10] Heriana, Arif. 2009. Tumbuhan Obat
dan Khasiatnya. Seri I. Jakarta : Penebar
Swadaya.
[11]Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan
Gerontik Dan Geriatrik, Ed. 3. Jakarta :
EGC.
[12] Kozier. 2009. Buku Ajar Keperawatan
Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC.
[13] Maryam, dkk. 2008. Mengena Usia
Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.
[14] Masyhurrosyidi, Hadi. 2013. Pengaruh
Kompres Hangat Rebusan Jahe terhadap
Tingkat Nyeri Subakut dan Kronis pada
Lanjut Usia dengan Osteoarthritis Lutut di
Puskesmas Arjuna Kecamatan Klojen
Malang Jawa Timur. Jurnal. Fakultas
Kedokteran
Universitas
Brawijaya
Malang.
[15] Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar
Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
salemba Medika.
[16] Notoatmodjo,
Soekidjo.
2010.
Metodologi
Penelitian
Kesehatan.
Jakarta : Rineka Cipta.
[17] Nugraheni, Rizqi. 2011. Pengaruh
Pemberian Kompres Jahe Terhadap Nyeri
Rematik Pada Sendi Lutut Lansia Di Unit
Rehabilitasi Tresna Wredha Wening
Wardoyo Ungaran. Skripsi. Program Studi
Ilmu Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo
Ungaran.
[18] Nursalam.
2011.
Konsep
dan
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

10

Keperawatan. Edisi II. Jakata : Salemba


Medika.
[19] Potter, Perry. 2006. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan. Edisi 4.
Jakarta : EGC.
[20] Price, Sylvia A, & Wilson, Lorraine
M. 2005. Patofisiologi : konsep klinis
proses-proses penyakit, volume 2.
Jakarta : EGC.
[21] Rachmawati, M. R. 2006. Nyeri
Muskuloskeletal
dan
Hubungannya
dengan Kemampuan Fungsional Fisik
pada Lanjut Usia. Jurnal. Universa
Medicina. Vol. 25 No 4.
[22] Sani, A. 2013. Perbedaan Efektifitas
Kompres Hangat dan Kompres Dingin
terhadap Skala Nyeri pada Klien Gout di
Wilayah Kerja Puskesmas Batang III
Kabupaten Batang. Jurnal. Program Studi
S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Pekajangan.
[23] Santoso, H., & Ismail, A. 2009.
Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta :
Gunung Mulia.
[24] Stanley, M., & Beare, P. G. 2006.
Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2.
Jakarta : EGC.
[25] Sukandar,
dkk.
2009.
Farmakoterapi. Jakarta : PT ISFI.

Iso

[26] Sugiono. 2010. Metode Penelitian


Pendidikan
Pendekatan
Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung :
Alfabeta.
[27] Suprapti, M Lies. 2003. Aneka Awetan
Jahe. Yogyakarta : KANSIUS.
[28] Suprapti. 2008. Perbedaan Pengaruh
Kompres Hangat dengan Kompres Dingin
terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada
Pasien Anak karena Infeksi di RSUD
Djojonegoro Temanggung
[29] Utami, P., & Puspaningtyas, D. E.
2013. The Miracle of Herbs : Daun,
Umbi, Buah, dan Batang Tanaman Ajaib
Penakluk Aneka Penyakit. Jakarta ; PT.
AgroMedia Pustaka.
[30] Widiyanti,
R.
2009.
Analisis
Kandungan Fenol Total Jahe (Zingiber
officinale Rosco) Secara In Vitro. Skripsi.
Fakultas Kedoktran Program Studi

Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

Pendidikan Dokter Universitas Indonsia


Jakarta.
[31] Wijayakusuma, Hembing. 2007. Atasi
Rematik dan Asam Urat ala Hembing.
Jakarta : Puspa Swara.

[32] Yatim, Faisal. 2006. Penyakit Tulang


dan
Persendian
(Arthritis
atau
Arthralgia). Jakarta : Pustaka Populer
Obor.

Perbedaan Efektifitas Pemberian Kompres Air Hangat dan Pemberian Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran

11

You might also like