Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Nur Fitri Ariani S
NIM. 150070300113016
Aru,dkk 2009)
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang
kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari
penyakit ini bisa bermacam - macam, bersifat sementara dan sulit untuk
didiognisis.
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminant atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya
Infeksi
Antibiotik
Sinar ultraviolet
Stress yang berlebihan
Obat-obatan yang tertentu
Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria.
Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun
10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan
wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit
ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan
bahwa hormone (terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit
ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus,
yang akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan.
C. Patofisiologi
Penyakit SLE
menyebabkan
terjadi
peningkatan
akibat
terganggunya
autoantibody
yang
regulasi
kekebalan
berlebihan.
yang
Gangguan
klinis dan serologis. Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami
remisi. Ulserasi selaput lendir paling sering pada palatum durum dan biasanya
tidak nyeri. Terjadi perbaikan spontan kalau penyakit mengalami remisi.
Fenomen Raynaud pada sebagian pasien tidak mempunyai korelasi dengan
aktivitas penyakit, sedangkan pada sebagian lagi akan membaik jika penyakit
mereda.
3. Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE. Manifestasi paling
sering ialah proteinuria dan atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik dan
kegagalan ginjal jarang terjadi; hanya terdapat pada 25 % kasus SLE yang
urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis penyakit SLE
difus dan nefritis penyakit SLE membranosa. Nefritis penyakit SLE difus
merupakan kelainan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom
nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis
penyakit SLE membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom
nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin
berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah
pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal dan sebagainya. Gagal ginjal merupakan
salah satu penyebab kematian SLE kronik.
4. Kardiovaskular
Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (efusi
perikard), iskemia miokard dan endokarditis verukosa (Libman Sacks).
5. Paru
Efusi pieura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang bilateral.
Mungkin ditemukan sel LE (lamp. dalam cairan pleura. Biasanya efusi
menghilang dengan pemberian terapi yang adekuat.
Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat ditegakkan jika faktorfaktor lain seperti infeksi virus, jamur, tuberkulosis dan sebagainya telah
disingkirkan.
6. Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE, mungkin disertai mual
(muntah jarang) dan diare. Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan
sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin
disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil
mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga
menimbulkan pankreatitis.
7. Hati dan Limpa
F. Penatalaksanaan
Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil
pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihans ecara
penurunan berat badan dan kemungkinan pula arthritis, pleuritis dan perikarditis.
Tidak ada 1 terlaboratorium megungkapkan anemia yang sedang hingga berat,
trombositopenia, leukositosis atau leucopenia dan antibody antinukleus yang
positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mungkin tetapi tidak memastikan
diagnostik.
a) Anti ds DNA
Batas normal : 70 200 iu/mL
Negatif
: < 70 iu/mL
Positif : > 200 iu/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65-80% penderita denga SLE aktif dan
jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumblah yang tinggi merupakan
spesifik untuk SLE sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan
pada penderitadengan penyakit reumatik dan lain-lain, hepatitis kronik, infeksi
mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah antibodi ini dapat turun dengan
pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada penyebaran penyakit
terutama Lupus glomerulonetritis. Jumlahnya mendekati negativ pada penyakit
SLE yang tenang.
b) Antinuklear antibodies ( ANA )
Harga normal : nol
karena ANA juga berkaitan dengan kemunculan penyakit dan keaktifan penyakit
tersebut. Setelah pemberian terapi maka penyakit tidak lagi aktif sehingga
jumblah ANA diperkirakan menurun.
Jika hasil test negativ, maka pasien belum tentu negativ terhadap SLE
karena harus dipertimbangkan juga data klinis dan test laboratorium yang lain,
jika hasil test posotof maka sebaiknya dilakukan test laboratorium yang lain
tetapi jika hasil test negativ maka sebaiknya dilakukan test serelogi yang lain
untuk menunjang diagnosa bahwa pasien tersebut menderita SLE. ANA dapat
meliputi anti-smith ( anti SM ). Anti RNP/antiribonukleo protein.
c) Test laboratorium lain
Test laboratorium lainya yang digunakan untuk menunjang diagnosa serta
untuk monitoring tetapi pada penyakit SLE antara lain adalah antiribosomal P,
antikardiolipin, lupus antikoagulan, urinalisis, serum kreatinin, test fungsi hepar.
G. Penatalaksanaan
1. Secara Umum
Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan
dalam penatalaksanaan penderita LES, terutama pada penderita yang baru
terdiagnosis. Sebelum penderita LES diberi pengobatan, harus diputuskan dulu
apakah penderita tergolong yang memerlukan terapi konservatif, atau
imunosupresif yang agresif. Bila penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai
organ-organ mayor, maka dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang
meliputi kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresan lainnya. Tidak ada
pengobatan yang permanen untuk SLE. Tujuan dari terapi adalah mengurangi
gejala dan melindungi organ dengan mengurangi peradangan dan atau tingkat
aktifitas autoimun di tubuh.
Bentuk penanganan umum pasien dengan SLE antara lain (Sukmana,2004):
1. Kelelahan
Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya kita
harus mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau
karena penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal atau
komplikasi pengobatan dan emotional stress. Upaya mengurangi kelelahan
di samping pemberian obat ialah: cukup istirahat, batasi aktivitas, dan
LES,
akan
tetapi
bila
kadarnya
rendah
tidak
akan
3. Terapi konservatif
Diberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul. Pada
keluhan yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat
antiinflamasi nonsteroid namun tidak memperberat keadaan umum penderita.
Efek samping terhadap system gastrointestinal, hepar dan ginjal harus
diperhatikan, dengan pemeriksaan kreatinin serum secara berkala. Pemberian
kortikosteroid dosis rendah 15 mg, setiap pagi.
Sunscreen digunakan pada pasien dengan fotosensivitas. Sebagian
besar sunscreen topikal berupa krem, minyak, lotion atau gel yang
mengandung PABA dan esternya, benzofenon, salisilat dan sinamat yang dapat
menyerap sinar ultraviolet A dan B atau steroid topikal berkekuatan sedang,
misalnya betametason valerat dan triamsinolon asetonid.
4. Terapi agresif
Pemberian oral pada manifestasi minor seperti
prednison
0,5
f.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada
gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah,
nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup
serta citra diri pasien.
b. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
c. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
d. Sistem muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada
pagi hari.
e. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum
durum.
f. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
g. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah
atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
h. Sistem renal
Edema dan hematuria.
i. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun
manifestasi SSP lainnya.
indikasi.
terhadap
aktivitas
respon
dan
dapt
2.Tingkatkan istirahat
hemodimanik.
yang
panjang
sangat
4.Anjurkan
pasien
yang
maju
memberikan
UV
cedera
termal
akibat
kriteria hasil
1.Lakukan
Itervensi
sejumlah tindakan
Rasional
yang 1.mengendalikan rasa nyeri dan relaksasi
preparat
anti
inflamasi
kesiapan
pasien
untuk
penatalaksanaan nyeri
melakukan pengobatan
pasien
5.Jelaskan
patofisiologik
membantu
pasien
untuk
nyeri
dan
menyadari
bahwa rasa nyeri sering membawanya 5.Menjelaskan efek dari pengobatan yang
kemetode terapi yang belum terbukti sedang dijalani sekarang
manfaatnya
6.Bantu dalam mengenali nyeri dalam
kehidupan
seorang
yang
INTERVENSI
tingkat pengetahuan
RASIONAL
pasien 1.Mengidentifikasi luas masalah
dan
sebagai
tantangan,
beberapa
sulit
dan
kehilangan
kemampuan
alcohol.
memberikan
pedoman
untuk
Depresi
lama
menunjukkan
perasaan
membantu
menerima
dan
tersebut
pasien
mengatasinya
untuk
secara
solusi masalah.
lama/permanen
dan
dan persepsi pasien akan diharapkan diri ketidakmampuan pasien untuk memenuhi
dan orang lain.
9.Anjurkan
orang
untuk
mempertahankan
10.Bantu pasien
ruti sehari-hari.
11.Berfokus
11.Identifikasi
dahulu,
kakuatan,
metode
kaberhasilan kemempuan
sebelumnya
yang amsalah
pada
sendiri
dapat
ingatan
akan
mengahadapi
membantu
pasien
berpartisipasi
dalam
proses
pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito and Moyet, (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
EGC
Kowalak. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC