You are on page 1of 38

Definisi Separator

Separator adalah tabung bertekanan yang digunakan untuk memisahkan fluida


sumur menjadi air dan gas (tiga fasa) atau cairan dan gas (dua fasa), dimana
pemisahannya dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a.

Prinsip penurunan tekanan.

b.

Gravity setlink

c.

Turbulensi aliran atau perubahan arah aliran

d.

Pemecahan atau tumbukan fluida

Untuk mendapaktkan effisiensi kerja yang stabil dengan kondisi yang bervariasi, gas
liquid separator harus mempunyai komponen pemisah sebagai berikut :
1. Bagian pemisah pertama, berfungsi untuk memisahkan cairan dari aliran fluida
yang masuk dengan cepat berupa tetes minyak dengan ukuran besar.
2. Bagian pengumpul cairan, berfungsi untuk memisahkan tetes cairan kecil
dengan prinsip gravity setlink.
3. Bagian pemisah kedua, berfungsi untuk memisahkan tetes cairan kecil dengan
prinsip gravity settlink.
4. Mist extraktor, berfungsi untuk memisahkan tetes cairan berukuran sangat kecil
(kabut).
5. Peralatan kontrol, berfungsi untuk mengontrol kerja separator terutama pada
kondisi over pressure.

Didalam block station, disamping terdapat separator pemisah gabungan terdapat ju


gaseparator uji yang berfungsi untuk melakukan pengujian (test) produksi suatu
sumur dan dariseparator uji ini laju produksi sumur (Qo,Qw,danQg) bias didapat dim
ana Qo dan Qwdiperoleh dari barel meter sedangkan Qg diperoleh dari pencatatan o
rifice flow meter (orifice plate ) atau dari alat pencatat aliran gas lainnya.
Disamping itu ditinjau dari tekanan kerjanyapun separator dapat dibagi tiga, yaitu
separator tekanan tinggi (750 1500 psi), tekanan sedang (230 700 psi), tekanan
rendah (10 225).

2.2.

Jenis Separator

Dalam industri perminyakan dikenal beberapa jenis separator berdasarkan bentuk,


posisinya dan fungsinya.

2.2.1.

Jenis separator berdasarkan bentuk dan posisinya.

a. Separator tegak/vertikal.
Biasanya digunakan untuk memisahkan fluida produksi yang mempunyai GLR
rendah dan/atau kadar padatan tinggi, separator ini sudah dibersihkan serta
mempunyal kapasitas cairan dan gas yang besar.
b. Separator datar /horisontal
Sangat baik untuk memisahkan fluida produksi yang mempunyai GLR tinggi dan
cairan berbusa. Separator ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu single tube
horizontal seprator dan double tube horizontal separator. Karena bentuknya yang
panjang, separator ini banyak memakan tempat dan sulit dibersihkan, namun
demikian kebanyakan fasilitas pemisahan dilepas pantai menggunakan separator ini
dan untuk fluida produksi yang banyak mengandung pasir, separator ini tidak
menguntungkan.

c. Separator bulat /spherical.


Separator jenis ini mempunyai kapasitas gas dan surge terbatas sehingga
umumnya digunakan untuk memisahkan fluida produksi dengan GLR kecil sampai
sedang namun separator ini dapat bekerja pada tekanan tinggi. Terdapat dua tipe
separator bulat yaitu tipe untuk pemisahan dua fasa dan tipe untuk pemisahan tiga
fasa.
2.2.2.
yaitu:

Berdasarkan fasa hasil pemisahanya jenis separator dibagi dua,

a. Separator dua fasa, memisahkan fluida dormasi menjadi cairan dan gas, gas
keluar dari atas sedangkan cairan keluar dari bawah.
b. Separator tiga fasa, memisahkan fluida formasi menjadi minyak, air dan gas. Gas
keluar dari bagian atas, minyak dari tengah dan air dari bawah.

2.2.3.

Kelebihan dan kekurangan dari masing-masing separator :

a. Separator Vertikal
kelebihannya :

Pengontrolan level cairan tidak terlalu rumit

Dapat menanggung pasir dalam jumlah yang besar

Mudah dibersihkan

Sedikit sekali kecenderungan akan penguapan kembali dari cairan

Mempunyai surge cairan yang besar

Kekurangannya :

Lebih mahal

Bagian-bagiannya lebih sukar dikapalkan (pengiriman)

Membutuhkan diameter yang lebih besar untuk kapasitas gas tertentu

b. Separator Horizontal
Kelebihannya :

Lebih murah dari separator vertical

Lebih mudah pengiriman bagian-bagiannya

Baik untuk minyak berbuih (foaming)

Lebih ekonomis dan efisien untuk mengolah volume gas yang lebih besar

Lebih luas untuk setting bila terdapat dua fasa cair

Kekurangannya :

Pengontrolan level cairan lebih rumit daripada separator vertical

Sukar dalam membersihkan Lumpur, pasir, paraffin

Diameter lebih kecil untuk kapasitas gas tertentu

c. Separator Bulat
Kelebihannya :

Termurah dari kedua tipe diatas

Lebih mudah mengeringkan dan membersihkannya dari pada separator


vertical, lebih kompak dari yang lain
Kekurangannya :

Pengontrolan cairan rumit

Mempunyai ruang pemisah dan kapasitas surge yang lebihk kecil

2.2.4.

Jenis separator berdasarkan fungsinya.

Berdasarkan fungsinya atau jenis penggunaannya, separator dapat dibedakan atas:


gas scrubber, knock-out flash-chamber, expansion vessal, chemical electric dan
filter.

a. Gas scrubber.
Jenis ini dirancang untuk memisahkan butir cairan yang masih terikut gas hasil
pemisahan tingkat pertama, karenanya alat ini ditempatkan setelah separator, atau
sebelum dehydrator, extraction plant atau kompresor untuk mencegah masuknya
cairan kedalam alat tersebut.
b. Knock-out
Jenis ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu free water knock-out (FWK0)
yang digunakan untuk memisahkan air bebas dari hidrokarbon cair dan total liquid
knock-out (TLKO) yang digunakan untuk memisahkan cairan dari aliran gas
bertekanan tinggi ( > 125 psi )
c. Flash chamber.
Alat ini digunakan pada tahap ianjut dari proses pemisahan secara kilat (flash) dari
separator. Flash chamber ini digunakan sebagai separator, tingkat kedua dan
dirancang untuk bekerja pada tekanan rendah ( > 125 psi )
d. Expansion vessel.
Alat ini digunakan untuk proses pengembangan pada pemisahan bertemperatur
rendah yang dirancang untuk menampung gas hidrat yang terbentuk pada proses
pendinginan dan mempunyai tekanan kerja antara 100 -1300 psi.
e. Chemical electric.
Merupakan jenis separator tingkat lanjut untuk memisahkan air dari cairan hasil
separasi tingkat sebelumnya yang dilakukan secara electris (menggunakan prisip
anoda katoda) dan umumnya untuk memudahkan pemisahan.

2.2.5.

Oil Skimmer.

Merupakan peralatan pemisah yang direncanakan untuk menyaring tetes-tetes


minyak dalam air yang akan dibuang sebagai hasil proses pemisahan sebelumnya
untuk mencegah turbulensi aliran, air yang mengandung tetes minyak dimasukkan
melalui pembagi aliran yang berisi batu bara / batu arang tipis-tipis, sedangkan
proses pemisahan berdasarkan sistem gravity setling.
Kapasitas oil skimmer tergantung pada beberapa faktor terutama pada densitas
minyak air yang dapat ditentukan berdasarkan hukum intermediate yang
berhubungan dengan kecepatan setling dari partikel.

2.2.6.

Gas Dehydrator.

Gas dehydrator adalah alat yang digunakan untuk memisahkan partikel air yang
terkandung didalam gas. Peralatan ini merupakan bagian akhir dari pemisahan gas
hidrokarbon terutama pada lapangan gas alam.

Ada dua cara pemisahan air dari gas, yaitu dengan


a. Solid desiccant, misainya calsium chloride
b. Liquid desiccant, misainya glycol.

2.2.6.1. Calsium chloride gas dehydrator.


Komponen peralatan ini merupakan kombinasi dari separator tiga tingkat, yaitu gas
- liquid absorbtion tower dan solid bad desiccant unit. Pemisahan partikei air dari
gas dilakukan dengan cara mengkontakkan aliran gas dengan calsium chloride
didalam chemical bad section.
2.2.6.2. Glycol dehydrator.
Liquid desiccant yang sering digunakan adalah trienthylene glycol. Peneyerapan
partikel air terjadi karena adanya kontak antara glycol dengan gas yang
mengandung air pada tray didalam absorber (kontaktor) proses regenerasi glycol
yang mengandung air dilakukan dengan cara pemanasan sehingga air terbebaskan
dari glycol.

2.3.

Flash Separator

Flash Separator test adalah separator kecil dilaboratorium yang fungsinya sama
dengan separator yang ada dilapangan. Disini akan terjadi pemisahan antara gas,
minyak, dan air. Pemisahan ini penting agar secara baik dapat diketahui jumlah
serta sifat sifat gas maupun minyak pada periode tertentu.
Dari analisa ini bisa didapat sifat sifat maupun maupun komposisi gas dan minyak
baik diseparator ataupun di tanki pengumpul. Tekanan dan Temperatur dari alat ini
bisa diatur sehingga dimungkinkan untuk mendapatkan kondisi tertentu (P dan T
separator) agar memperoleh minyak yang optimum di tanki pengumpul.
Ditinjau dari jenis fluida yang akan di analisa ada 2 macam analisa Flash Separator
yaitu :
Single stage separator yaitu terdiri dari satu separator dan satu tanki
pengumpul.
Multi stage separator yaitu terdiri dari lebih dari satu separator dan satu tanki
pengumpul.

2.4.
2.4.1.

Percobaan di Laboratorium
Peralatan Kerja

Untuk keperluan analisa single stage separator dipergunakan peralatan


sebagai berikut :

1.
-

Flash Separator Test yang di lengkapi :


Gauge penunjuk tekanan

Tabung gelas tempat gas dan minyak dipisahkan dan dilengkapi dengan katup
bagian atas dan bawah.
Bak pemanas berisi air yang dilengkapi dengan temperatur kontrol untuk
memanaskan bagian luar tabung gelas dengan cara dialiri pada temperatur
tertentu.
Katup (valve) pengatur tekanan, untuk mengatur tekanan didalam tabung
gelas.
Botol tanki pengumpul, untuk menampung minyak dari separator ke
atmosfeer.
-

Skala pmbacaan ketinggian minyak dalam tabung gelas.

Thermometer untuk mengetahui temperatur separator dilapangan.

2. Brooksmeter, untuk menampung dan mengetahui volume gas yang


terbebaskan dari minyak.
3. Hydrometer atau densitometer, untuk mengukur density minyak ditanki
pengumpul.
4.

Balon gelas, untuk mengukur berat gas maupun udara.

5.

Alat penimbang berat.

6.

Pompa air raksa.

2.4.2.

Prosedur Kerja
Proses di mulai dari tekanan yang lebih tinggi.

1. Panaskan bak pemanas pada flash separator dengan temperatur yang


diinginkan. Alirkan untuk memanaskan tabung gelas.
2.

Tutup katup atas dan bawah dari tabung gelas.

3.

Tutup katup pengatur tekanan pada flash separator test.

4.

Hubungkan botol minyak reservoir dengan pompa air raksa, tekan 5000 psig.

5. Hubungkan bagian atas botol minyak reservoir dengan katup atas tabung gelas
flash separator test.
6. Buka secara perlahan katup atas botol minyak reservoir (sample). Jaga tekanan
dalam botol tetap 5000 psig dengan mendorong pompa.
7. Buka katup atas tabung gelas pada separator. Masukkan minyak sebanyak 5
10 cc. Jaga tekanan dalam botol minyak reservoir agar tetap 5000 psig dengan

mendorong pompa. Selama memasukkan minyak kedalam tabung gelas, terjadi


proses flash didalamnya. Gas yang terbentuk akan menekan gauge sampai tekanan
berada diatas tekanan yang diinginkan. Tutup kembali katup atas tabung gelas.
8. Atur tekanan dalam tabung gelas sesuai yang diinginkan dengan memutar
katup pengatur tekanan.
9.

Baca ketinggian minyak didalam tabung gelas.

10. Baca pembacaan pompa pada 5000 psig sebagai initial pump reading.
11. Hubungkan brooksmeter dengan katup pengatur tekanan. Buka katup pada
brooksmeter.
12. Buka katup atas tabung gelas, masukkan minyak kedalamnya sekitar 30 cc.
Jaga tekanan dalam botol tetap 5000 psig dengan mendorong pompa. Gas yang
terbebaskan akan mengalir kedalam brooksmeter melalui katup pengatur tekanan.
Tutup katup pada brooksmeter.
13. Baca volume gas pada brooksmeter, baca ketinggian minyak dalam tabung
gelas dan baca pembacaan pompa pada 5000 psig sebagai final pump reading.
14. Ukur gravity gas dengan balon gas (caranya seperti pada defferential
vaporization). Masukkan gas kedalam topler gelas untuk dianalisa komposisinya.
15. Timbang botol tangki pengumpul sebagai berat kosong dan hubungkan dengan
katup bawah tabung gelas. Hubungkan tangki pengumpul dengan brooksmeter
yang telah kosong. Buka katup brooksmeter.
16. Buka katup bawah tabung gelas, minyak dalam tabung akan turun dan
hentikan bila telah mencapai ketinggian awal. Tutup kembali katup bawah tabung
gelas. Terjadi proses flash dalam tangki pengumpul, gas terbebaskan akan mengalir
kedalam brooksmeter. Tutup katup brooksmeter.
17. Baca volume gas dalam brooksmeter, ukur gravity gas, ukur berat botol tangki
pengumpul plus minyak dan ukur density minyak dengan hydrometer atau
densitometer.
18. Untuk tekanan berikutnya atur tekanan dalam tabung ketekanan yang
diinginkan dengan memutar katup pengatur tekanan. Selanjutnya lakukan
pekerjaan dari point 9 hingga point 17.

Alat Separasi Minyak Bumi atau Separator


1. Pengertian Separator
Separator adalah alat separasi minyak dan gas bumi yang menggunakan prinsip
separasi flash pada tekanan dan temperatur tetap. Produksi dari sumur minyak di
separator vertikal sedangkan produksi dari sumur gas diproses di separator horizontal. Hal ini

karena pada separator horizontal memiliki daerah pemisahan yang lebih luas dan panjang
disbanding separator vertical.

Pemisahan gas dan minyak di lapangan dilakukan dengan separator, yaitu tabung
bertekanan dan bertemperatur tertentu untuk memisahkan fasa gas dengan minyak secara
optimum.(sumber : laporan Praktek Kerja Lapangan Firman dan Adi. Hal. 36)
2. Fungsi Utama dari Separator

Memisahkan fase pertama cairan hidrokarbon dan air bebasnya dari gas atau cairan,
tergantung mana yang lebih dominan.

Melakukan usaha lanjutan dari pemisahan fase pertama dengan mengendapkan sebagian
besar dari butiran-butiran cairan yang ikut di dalam aliran gas.

Mengeluarkan gas maupun cairan yang telah dipisahkan dari separator secara terpisah
dan meyakinkan bahwa tidak terjadi proses balik dari salah satu arah ke arah yang lainnya.
3..Prinsip Pemisahan
Ada dua macam proses dari pembentukan gas (vapour) dari hirokarbon cair yang bertekanan.
Proses tersebut adalah Flash separation dan Differential separation. Flash separation terjadi bila
tekanan pada sistem diturunkan dengan cairan dan gas tetap dalam kontak, hal mana gas tidak
dipisahkan dari kontaknya dengan cairan saat penurunan tekanan yang membiarkan gas keluar dari
solusinya. Proses ini menghasilkan banyak gas dan cairan sedikit. Differential separation terjadi bila
gas dipisahkan dari kontaknya dari cairan pada penurunan tekanan dan membiarkan gas keluar dari
solusinya. Proses ini menghasilkan banyak cairan dan sedikit gas.( sumber : Surface Facilities
Training Program, Oil Handling Facilities. Medco Energi. Indonesia.hal. 27)

Suatu separator minyak/gas yang ideal, yang bertitik tolak dari pendapatan cairan yang maksimum,
adalah suatu konstruksi yang dirancang sedemikian rupa, sehingga dapat menurunkan tekanan aliran
fluida dari sumur pada inlet separator., menjadi atau mendekati tekanan atmosphere pada saluran
keluar separator. Gas dipindah/dikeluarkan dari separatorsecara terus menerus segera setelah
terpisah dari cairan, ini dikenal dengan differential separation, namun penataan seperti diatas tidak
praktis.
Pemisahan tergantung dari efek gravitasi untuk memisahkan cairan, sebagai contoh hasil pemisahan
minyak,gasdan air akan terpisah bila ditempatkan pada satu wadah karena mempunyai perbedaan
densitassatusamalainnya.Prosespemisahankarenaadanyaperbedaandensitasfluidadanefekgravitasi
dapatterlihatpadagambardibawahini:

Prinsip Pemisahan

Faktor faktor lain yang dapat mempengaruhi pemisahan fluida antara lain;
a.

Viskositas fluida

b.

Densitas minyak dan air

c.

Tipe peralatan dalam separator

d.

Kecepatan aliran fluida

e.

Diameter dari titik titik air (droplet)

4. Klasifikasi Separator
Klasifikasi separator tergantung dari pembagian jenis ruang lingkupnya, secara umum
diklasifikasikan sebagai berikut : (sumber : laporan Kerja Praktek Rahmansyah dan BrianOperasi
Produksi dan Well Servic. Hal. 34)

Menurut tekanan kerja (working pressure)


a.

High Pressure (HP) Separator 650-1500 psi

b. Medium Pressure (MP) Separator 225-650 psi


c.

Low Pressure (LP) Separator 10-225 psi


Berdasarkan hasil pemisahan

rator dua fasa : memisahkan fluida formasi menjadi fasa cair dan fasa gas

rator tiga fasa : memisahkan fluida formasi menjadi fasa minyak, air dan gas

Berdasarkan bentuk
a. Separator Vertikal
Vertical Separator vertical 2 fase (2 Phase Vertical Separator) sering digunakan untuk
aliran fluid yang rasio gas terhadap cairannya (gas oil ratio atau GOR) rendah sampai sedang
dan yang diperkirakan akan terjadi cairan yang datang secara kejutan (slug) yang relatif sering.
Gambar di bawah adalah separator vertikal. Bagian bawah dari bejana biasanya berbentuk
cembung, gunanya untuk menampung pasir dan kotoran padat yang terbawa.

Pada pengoperasiannya, pengubah-arah aliran masuk (inlet diverter) akan menyebabkan


cairan yang masuk menyinggung dinding separator dalam bentuk film, dan pada saat yang
bersamaan memberikan gerakan centrifugal kepada fluida. Ini memberikan pengurangan
momentum yang diinginkan dan mengizinkan gas untuk keluar dari filmcairan. Gasnya naik ke
bagian atas dari bejana, dan cairannya turun ke bawah.

Sedikit dari partikel-partikel cairan akan terbawa naik ke atas bersama gas yang
naik untuk

memperangkap

butiran-butiran

cairan

yang

akan

ikut

aliran

gas

digunakan mistextractor atau mist eliminator, yaitu susunan kawat kasa dan ada juga yang
lebih canggih dengan ketebalan tertentu, dipasang melintang terhadap arah arus gas pada bagian
atas seksi gasnya. Separator semacam ini biasa digunakan untuk tekanan kerja antara 50 sampai
150 psig.
b. Separator Horizontal
Separator horizontal

mungkin

yang

terbaik

dan

termurah

dibandingkan

denganseparator vertical yang kapasitasnya sama. Separator horizontal mempunyai luas antar
permukaan gas dengan cairan lebih besar, terdiri dari banyak sekat-sekat yang luas sepanjang
seksi pemisah gasnya, yang memberikan lebih banyak kecepatan gasnya.
Separator horizontal hampir selalu digunakan untuk aliran yang mempunyai rasio
gas terhadap cairan (GOR) yang tinggi untuk arus yang berbuih, atau untuk cairan yang
keluar dari separator sebelumnya. (sumber : Surface Production Operations, Design Oil
Handling Facilities. Gulf Publishing Company.hal. 118)

Separator horizontal mudah pemasangannya, apalagi yang terpasang di atas skid,


dan juga

mudah

mudah dapat

melakukan

disusun

ke

pemeliharaannya.

atas,

untuk

dijadikan

Beberapa separator horizontal


satu assembly pemisahan

dengan
bertingkat

(stageseparation) yang bisa menghemat ruang.


Pada separator horizontal, fluid mengalir secara horizontal dan bersamaan waktunya
bersinggungan

pada

permukaan

cairan.

Beberapa separator mempunyai

pelat-pelat

penyekat (baffle plates) horisontal yang tersusun berdekatan dengan jarak yang sama pada
hampir sepanjang bejana yang tersusun dengan kemiringan sekitar 45 terhadap bidang
horisontal. Gas mengalir di dalam permukaan penyekat-penyekat dan butiran-butiran cairannya
melekat pada pelat penyekat dan
membentuk film yang kemudian mengalir ke seksi cairan dari separator. Gambar
3.4 adalah separator horizontal yang dimaksud.
c. Separator Bulet

Gambar diatas adalah skematik dari separator spherical. Bagian-bagiannya sejenis


dengan separator vertikal

maupun separator horizontal.

Jenis

ini

memiliki

kelebihan

dalam pressure containment tetapi karena kapasitas surges terbatas dan mempunyai kesulitan
dalam fabrikasi maka separator jenis ini tidak banyak digunakan di lapangan.

Latar Belakang
Penggunaan
Separator

Gas dan minyak yang diproduksikan dari sumur tidak didapat dalam
keadaan berpisah secara langsung. Minyak dan gas dari sumur biasanya
berupa
campuran. Dan campuran tersebut tidak seluruhnya minyak dan gas. Apa
yang
ada dalam sumur dan reservoir sangatlah heterogen dan pada umumnya
ada
air,minyak,gas serta partikel padatan. Dan apa yang dihasilkan dari dalam
sumur
ketika telah mencapai surface tidak bisa langsung masuk storage tank dan
harus
segera dilakukan treatment. Proses pemisahan tersebut dapat berupa
pemisahan
minyak, air dan gas.Apabila tidak dilakukan treatment dapat berakibat korosi
dan
plugging dalam flowline/transmission line yang apabila diacuhkan dapat
berakibat
shut-in.

Masalah yang Dapat Terjadi dan Solusi


Selama penggunaan separator dua fasa (separasai minyak dan
gas)
mungkin saja terjadi beberapa masalah akibat apa yang diproduksikan.
Liquid,
gas dan atau solid yang terproduksikan dapat memberikan hambatan bagi
kinerja
separator. Beberapa masalah anatar lain:
a. Foamy Crude
Masalah terbentuknya foam dalam crude oil karena adanya impurities selain
air di mana impurities tersebut tidak dapat dihilangkan sebelum
aliran
memasuki separator. Salah satu pengotor tersebut adalah CO
2
. Foam juga
dapat berasal dari fluida komplesi atau workover yang tidak sesuai dengan
fluida wellbore. Namun foam dalam separator tidak akan
memberikan
masalah apabila desain internalnya telah menjamin waktu yang cukup atau
permukaan coalescing (membentuk substance yang lebih besar) yang cukup
untuk break.
Beberapa masalah yang ditimbulkan dengan adanya foam antara lain:
Kontrol dari level liquid menjadi lebih buruk, karena alat control harus
mendeteksi tiga fase liquid daripada yang seharusnya yaitu dua.
Foam memiliki rasio volume/berat yang besar sehingga dapat mengisi
ruangan pada vessel yang seharusnya bisa digunakan untuk ruang
liquid collecting atau gravity settling.
Dalam jumlah foam yang sangat tidak terkontrol, tidak mungkin untuk
menghilangkan separated gas atau oil yang sudah dihilangkan gasnya
dari vessel tanpa membawa foamy material pada gas atau liquid.
Penggunaan foam depressant akan membuat kapasitas separator lebih besar
karena foamnya berkurang. Namun penggunaan depressant akan
menambah
biaya lebih, dan lebih baik digunakan separator ukuran lebih upaya antisipasi

crude oil yang mengandung foam. Namun sekali mengunakan depressant


akan
membuat jumlah masuk lebih besar daripada kapasitrasnya.
b. Paraffin
Akumulasi paraffin akan menyebabkan pengaruh yang buruk terhadap
kinerja
separator. Coalescing plates pada liquid section dan mesh pad pada mist
extractor pada gas section akan cenderung terjadi plugging akibat akumulasi
partafin. Dan ketika paraffin dipekirakan yang menjadi penyebab masalah

tersebut, maka perlu dipertimbangkan lagi penggunaan centrifugal


mist
extractors. Maka perlu lubang lubang seperti manways, handholes dan
nozzle
agar steam, solvent atau liquid pembersih lain masuk ke separator.
Temperatur
liquid harus juga dijaga di atas cloud point dari crude oil
menghindari
pembentukan paraffin

c. Sand

Partikel pasir bisa menjadi masalah di separator yaitu membuat berhentinya


aliran pada valve trim, plugging pada bagian dalam separator, dan
akumulasi
pada bagian bawah separator. Hard trim khusus dapat meminimalkan efek
pasir di valve. Akumulasi pasir dapat dihilangkan dengan secara
teratur
menginjeksikan air atau uap dari bagian bawah vessel sehingga dapat ikut
terangkat keluar selama draining process.
Dan terkadang separator vertical dilengkapi dengan bagian bawah
berbentuk
cone. Di mana bagian cone tersebut adalah antisipasi bila produksi pasir
akan
menjadi maslah utama. Plugging pada internal separator adalah hal yang
perlu

dipertimbangkan saat mendesain separator. Desain yang harus


menutamakan
separasi yang baik serta akan meminimalkan pemerangkapan pasir dalam
separator

d. Liquid Carryover

Liquid carryover terjadi ketika free liquid keluar dengan fase gas dan dapat
mengindikasi hi-liquid level, kerusakan pada vessel utama, foam, desain
yang
tidak tepat, liquid outlet yang ter-plugged, atau rate yang melebihi desain
dari
vessels rate. Hal ini bisa dicegah dengan menginstall Level Safety High
(LSH) sensor yang akan menutup inlet ke separator ketika level
liquid
melebihi level normalnya.
e. Gas blowby
Terjadi ketika free gas keluar dengan fase liquid yang menjadi indikasi lowlevel liquid atau control liquid yang gagal. Hal ini bisa jadi berbahaya ketika
terjadi kegagalan dalam liquid level control dan liquid dump valve terbuka
dan gas yang masuk dari inlet akan dapat keluar lewat liquid outlet. Yang
mana vessel downstream selanjutnya akan diproses. Apabila vessel
downstream selanjutnya tidak dipersiapkan untuk gas blowby, maka dapat
terjadi over-pressured. Hal ini dapat dicegah dengan memasang low safety
low sensor yang akan menutup inlet atau outlet liquid ketika level liquid
turun
10-15% dari batas minimumnya. Dana pada proses downstream selanjutnya
seharusnya dipasang Pressure safety high sensor dan pressure safety valve
untuk memproses gas blowby.
f. Liquid Slugs
Pada bagian pipa yang rendah akan cenderung terbentuk akumulasi liquid
pada aliran dua fasa. Ketika level liquid pada bagian tersebut naik cukup
tinggi untuk menghambat gas flow, maka gas akan mendorong
liquid
sepanajang pipa sebagai slug. Hal ini tergantung flow rate, property pipa,
perubahan elevasi, flow properties. Keberadaan slug harus
diidentifikasi

dengan desain separator yang tepat. Normal operating level dan high-level
shutdown harus dipisah cukup jauh untuk antisipasi volume slug. Slug akan
menuju high level shutdown. Pada penggunaan separator 3 fasa dapat
terjadi masalah selama operasi
pada separator berlangsung, salah satunya yaitu terjadinya emulsi. Selama
jangka
waktu tertentu akumulasi material emulsi atau impurity lain dapat terbentuk
pada
interface oil dan air. Akan terjadi pengaruh buruk pada liquid-level control,
yaitu
akan mengurangi waktu efektif untuk pemisahana yang efektif antara air dan
minyak. Penggunaan bahan kimia dan atau panas akan meminimalisir
kesulitan
yang dihasilkan

Tujuan Separator
Penggunaan dan
Fungsi

Beberapa tujuan penggunaan separator antara lain, mendapatkan oil dan


gas yang
sudah stabil. Mendapatkan oil dan atau gas yang bersih dari
pengotor.
Mendapatkan peralatan pada surface tidak terganggu kinerjanya karena
sistem
pemisaha nyang tidak baik/bekerja akan menyebabkan korosi atau pluggin
pada
peralatan lain. Yang berujung pada kerugian akibat masalah pemisahan yang
tidak
ditangani dengan serius.

Daftar Pustaka
Surface Production
Operations, Volume 1,

Third Edition: Design of


Oil Handling
Systems and Facilities.
Maurice Stewart and Ken
E. Arnold
Jenis-jenis masalah pada sumur produksi

1.

Problem Scale
Scale merupakan kristalisasi dan pengendapan mineral yang berasal dari hasil reaksi ion-ion
yang terkandung dalam air formasi. Pengendapan dapat terjadi di dalam pori-pori batuan formasi, lubang
sumur bahkan peralatan permukaan.
Penyebab terbentuknya endapan scale antara lain :
a. Bercampurnya dua Jenis Air Yang Berbeda
Dua jenis air yang sebenarnya tidak mempunyai kecenderungan untuk membentuk scale, bila
bercampur kemungkinan membentuk suatu komponen yang tidak larut. Contoh yang umum adalah
pencampuran antara air injeksi dengan air formasi di bawah sumur, dimana yang satu mempunyai
kelarutan garam-garam barium yang tinggi, sedangkan yang lainnya mengandung larutan sulfate.
Pencampuran ini akan mengakibatkan pembentukan endapan barium sulfate (BaSO 4) yang
dapat menyumbat dan sulit untuk dibersihkan. Endapan carbonate dan sulfate akan menjadi lebih keras
dan makin bertambah apabila larutan mineralnya dalam keadaan bersentuhan (kontak) dengan
permukaan dalam waktu yang lama.
b. Penurunan Tekanan
Pada saat air formasi mengalir dari reservoir menuju lubang sumur, maka akan terjadi penurunan
tekanan. Penurunan tekanan ini dapat pula terjadi dari dasar sumur ke permukaan dari well head ke tanki
pengumpul. Penurunan tekanan ini akan menyebabkan terlepasnya CO 2 dan ion bikarbonat (HCO3-) dari
larutan.
Dengan terbebaskannya gas CO2 , sehingga akan menyebabkan berkurangnya kelarutan CaCO 3. Hal ini
berarti penurunan tekanan pada suatu sistem akan menyebabkan meningkatnya kemungkinan
terbentuknya scale CaCO3.

c. Perubahan Temperatur
Pada saat terjadi perubahan (kenaikan) temperatur, maka akan terjadi penguapan, sehingga terjadi
perubahan kelarutan, dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya pembentukan scale. Temperatur
mempunyai pengaruh pada pembentukan semua tipe scale, karena kelarutan suatu senyawa kimia
sangat tergantung pada temperatur. Misalnya kelarutan CaCO 3 akan berkurang dengan kenaikan
temperatur dan kemungkinan terbentuknya scale CaCO3 semakin besar.
2. Mekanisme Terbentuknya Scale
a.

Makin besar pH
Makin besar pH cairan, maka akan mempercepat terbentuknya scale. Scale biasanya terbentuk pada
kondisi basa (pH > 7).

b.

Terjadinya agitasi (pengadukan)


Pengadukan atau goncangan akan mempercepat terbentuknya endapan scale. Scale biasanya terbentuk
pada tempat dimana faktor turbulensi besar, seperti sambungan pipa, valve dan daerah-daerah
penyempitan aliran.

c.

Kelarutan zat padat


Kelarutan zat padat yang dikandung oleh air sangat berperan dalam pembentukan scale, sebab bila
kelarutan zat padat rendah atau kecil, maka kemungkinan untuk terbentuknya scale akan semakin besar.
3. Jenis-jenis scale yang terjadi antara lain :

Scale Calcium Sulfate (CaSO4)


Scale Calcium Sulfate terbentuk dari reaksi ion calcium dan ion sulfat reaksinya sebasgai berikut :
Ca++ + SO4=

CaSO4

Scale Barium Sulfate (BaSO4)


Scale Barium Sulfate dibentuk oleh kombinasi ion Ba++ dan ion SO4= dengan reaksi sebagai berikut :
Ba++ + SO4=

BaSO4

Scale Kalsium Karbonate (CaCO3)


Scale ini terbentuk dari kombinasi ion kalsium dan ion karbonat atau bicarbonate, sesuai dengan reaksi :
Ca++ + CO3=
++

Ca + 2(HCO3)

CaCO3
CaCO3 + CO2 + H2O

Perubahan kesetimbangan kimia ini menyebabkan terbentuknya scale yang dapat menghambat atau
menutup pori-pori batuan.
3. Cara mencegah terbentuknya scale :

Menghindari tercampurnya air yang incompatible (tidak boleh campur)

Mengubah komposisi air dengan water dilution (pengencer air ) atau mengontrol pH

Menghilangkan zat pembentuk scale

Penambahan scale control chemical

4. Cara mengatasi problem scale

Penambahan larutan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic)

Acidizing (Penambahan larutan HCl atau HCl:HF )

2.

Emulsi
Emulsi adalah campuran dua macam cairan yang dalam keadaan biasa tidak dapat bercampur
(immiscible). Problem emulsi umumnya timbul pada saat air mulai terproduksi bersama minyak. Air yang
tidak dapat bercampur dengan minyak dinamakan air bebas dan dengan mudah dipisahkan dengan cara
pengendapan. Namun disegi lain ada emulsi yang sulit berpisah, sehingga diperlukan suatu usaha untuk
pemecahannya. Terdapat tiga faktor penting yang membentuk emulsi stabil, yaitu :

1.

Adanya dua macam cairan yang immiscible.

2.

Adanya pengadukan/agitasi yang cukup kuat untuk menyebarkan cairan yang satu ke dalam cairan
yang lainnya.

3.

Adanya emulsifying agent yang dapat membuat emulsi menjadi stabil.


Di dalam emulsi cairan dalam bentuk butiran-butiran yang tersebar disebut dispersed (internal) phase,
dan cairan yang mengelilingi butiran-butiran itu disebut continuous (external) pahase. Secara umum
emulsi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu :
1.

Water in oil (W/O) emulsion dimana air sebagai dispersed dan minyak sebagai continious phase. Water
in oil emulsi inilah yang sering dijumpai.

2.

Oil in water (O/W) emulsion, dimana minyak sebagai dispersed phase dan air sebagai continious phase.
Ditinjau dari kestabilannya, emulsi juga dapat dibagi 2 (dua) macam, yaitu :

1.

Emulsi yang stabil adalah emulsi dimana minyak dan air tidak dapat memisahkan diri tanpa bantuan
dari luar.

2.

Emulsi yang tidak stabil adalah emulsi dimana minyak dan air dapat memisahkan diri tanpa bantuan
dari luar, cukup hanya diberikan settling time saja.
Kestabilan emulsi tergantung beberapa faktor, yaitu :

Emulsifying agent, pada emulsi minyak bumi yang stabil. Hal ini terdiri dari : asphalt, resin, oil soluble
organic acid dan material-material halus yang lebih larut atau dapat berpencar dalam minyak daripada
dalam air.

Viskositas, jika tinggi maka kecendrungan untuk mengikat butiran air lebih besar dibanding minyak
yang viskositasnya lebih rendah. Minyak yang viskositasnya besar memerlukan waktu lebih lama untuk
memecahkan emulsinya.

Specific grafity, bila perbedaannya besar maka akan mempercepat settling. Minyak yang berat
berkecendrungan untuk menahan butiran-butiran air dalam bentuk suspensi lebih lama.

Prosentase air yang tinggi akan membentuk emulsi yang kurang stabil, sehingga mudah dipisahkan
dari minyaknya.

Umur emulsi, minyak yang mengandung emulsi bila dimasukkan ke dalam tangki, dan air yang tersisa
terpisahkan serta tidak segera dilakukan treatmen, maka emulsi tersebut menjadi sangat sulit untuk
dipisahkan.
A. Pencegahan problem emulsi
Secara umum pencegahan problem emulsi dapat dibagi 2 (dua) yaitu :

Tidak memproduksikan minyak dengan air secara serentak.

Mencegah timbulnya agitasi yang dapat membentuk emulsi


Karena memisahkan air didalam wellbore bisanya sangat sulit, maka pencegahan agitasilah yang dituju,
yaitu dengan :

Mencegah aliran turbulensi akibat penggunaan surface choke yang kurang tepat, dengan
memberi tekanan separator lebih besar namun dijaga perbedaan tekanannya masih mampu mengalirkan
minyak ke separator.

Pemakaiaan bottom hole choke, yang didasarkan atas :

a)

Perbedaan tekanan yang kecil antara up dan down-stream

b)

Temperatur didasar sumur jauh lebih tinggi dari temperatur permukaan

c)

Aliran yang lurus dengan jarak relatif panjang pada down-stream dari choke.

Pembukaan dan penutupan sumur secara terencana

Pada sumur-sumur yang di gas lift, pembentukan emulsi bisa dicegah dengan meningkatkan efisiensi
gas lift di tubing (pada continious gas lift) dan pemberian demusilfer pada ghatering systemnya.

Pada sumur-sumur pompa, pembesaran efisiensi volumetris pompa yang akan mengurangi terjadinya
emulsi yaitu dengan pemasangan gas anchor, clearance pompa yang kecil, spacing yang baik serta
kecepatan dan panjang stroke yang semestinya.
B. Penanggulangan problem emulsi
Terdapat beberapa macam cara untuk pemecahan emulsi, antara lain dengan :

1.

Metode Settling Time (Pengendapan)

Dengan cara ini diharapkan air, emulsi dan minyak akan terpisah secara gravitasi (karena perbedaan
densitasnya). Peralatan yang dipakai dapat berupa : gun barrrel atau wash tank, free water knock out,
storage tank, atau oil skimmer.
2.

Metode Kimiawi (penggunaan demulsifer)


Dengan metode ini dapat merusak film dari emulsifying agent yaitu dengan membuat kaku dan
mengkerutkannya.

3.

Metode pemanasan
Metode ini diterapkan dengan anggapan dispersed phase dalam emulsi tetap dalam keadaan bergerak
(seperti gerak Brown dalam larutan koloid-koloid zig-zag). Panas akan mempercepat gerakan tersebut
dan menyebabkan partikel dispersed phase saling tubrukan lebih sering dengan kekuatan lebih besar,
sehingga menyebabkan lapisan film yang dibentuk emulsifying agent menjadi pecah, dan viskositas

cairan makin berkurang yang menyebabkan air terpisah . Di lapangan metode ini diterapkan pada alatalat Heater Treater.
4.

Metode elektrik (listrik)


Prinsip metode ini adalah merusak atau menetralkan film penyelubung butiran-butiran air yang diinduksi
oleh medan listrik statis, sedangkan minyak sebagai continious phase diinduksikan sehingga butiranbutiran air yang lebih besar akan cepat mengendap dibanding butiran air yang kecil .

5.

Metode kombinasi
Di lapangan, metode kombinasi inilah yang sering diterapkan yaitu metode panas-kimiawi dan kimiawi-

listrik. Selain itu terdapat metode kombinasi dengan sistem mekanik, yaitu :

Filtering, dimana emulsi dipaksa mengalir melalui filter (saringan) sehingga film yang menyelubungi
dispersed phase pecah, namun demikian ternyata tidak semua terpecahkan.

Centrifuging, dimana emulsi dipecah dengan gaya centrifugal


Seringkali metode pemecahan problem emulsi juga dikombinasikan dengan pemecahkan problem korosi.
3.

Problem Parafin
Parafin atau asphaltin adalah unsur-unsur pokok yang banyak terkandung dalam minyak mentah.
Jenis kerusakan akibat endapan organik ini umumnya disebabkan oleh perubahan komposisi hidrokarbon
, kandungan wax (lilin) di dalam crude oil , turunnya temperatur dan tekanan, sehingga minyak makin
mengental (pengendapan parafinik) dan menutup pori-pori batuan. Secara umum rumus parafin adalah
CnH2n+2.
Endapan parafin yang terbentuk merupakan suatu pesenyawaan hidrokarbon dan hidrogen antara
C18H38 hingga C38H78 yang bercampur dengan material organik dan inorganik lain.
Kelarutan parafin dalam crude oil tergantung pada komposisi kimia minyak dan temperatur.
Pengendapan akan terjadi jika permukaan temperaturnya lebih rendah daripada crude oil. Viskositas
crude oil akan meningkat dengan adanya kristal parafin dan jika temperatur terus turun crude oil akan
menjadi sangat kental. Temperatur terendah dimana minyak masih dapat mengalir disebut titik tuang
(pour point).

1. Secara rinci penyebab utamanya adalah :


Turunnya tekanan reservoir

Hilangnya fraksi ringan minyak

Pemindahan panas dari minyak ke dinding pipa dan diteruskan ke tempat sekitarnya.

Aliran cairan yang tidak tetap dan tidak merata.

Adanya partikel lain yang menjadi inti pengendapan.

Kecepatan aliran dan kekasaran dinding pipa.

Terhentinya aliran fluida


2. Problem endapan organik ini dapat terjadi pada daerah :

Sepanjang zona perforasi

Pada tubing

Flow line

Separator

Di stock tank

3.

Cara mengatasi problem parafin

Mekanik (diresrvoir : hydroulic fracturing, di tubing dengan alat scraper dan cutter dan di flowline
dengan alat pigging )

Kombinasi dengan pemakaian solvent (kerosen, kondensate, dan minyak diesel) dengan cara
pemanasan (pemakaian heater treater, steam stimulation atau thermal recovery seperti injeksi uap)

Pemakaian larutan air + calcium carbide atau acethylene

Acidizing
Kedua faktor (endapan inorganik dan organik) ini akan menghambat aliran fluida reservoir ke sumur
produksi dan membentuk daerah kerusakan atau zona damage. Penurunan produksi dari sumur minyak
tergantung dari banyaknya dan tempat di mana endapan tersebut terdapat Gambar .3.6. merupakan
model dari endapan parafin.

4.

Kepasiran (sand problem)

Seperti diketahui, pasir yang terproduksi bersama fluida formasi antara lain akan menyebabkan :
Abrasi atau pengikisan di atas permukaan (termasuk endapannya)

Dapat terjadi penurunan laju produksi, bahkan dapat mematikan sumur.


Usaha yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kepasiran tersebut adalah dengan cara
memproduksikan minyak pada laju optimum tanpa terjadi kepasiran. Sand free flow rate merupakan
besarnya laju produksi kritis, dimana apabila sumur tersebut diproduksikan melebihi laju kritisnya, maka
akan menimbulkan masalah kepasiran.
Maksimum sand free flow rate atau laju produksi maksimum tanpa menimbulkan kepasiran dapat
ditentukan dnegan suatu anggapan bahwa gradien tekanan maksimum di permukaan kelengkungan
pasir, yaitu suatu laju produksi maksimum tanpa kepasiran berbanding langsung dengan keuatan formasi.
Dengan kata lain jika produksi menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan
formasi, maka butiran pasir formasi akan mulai ikut bergerak.

1.

Faktor faktor yang mempengaruhi problem terjadinya kepasiran :


a. Kekuatan Formasi
Dalam masalah kepasiran, Tixier et.al. berpendapat bahwa kekuatan formasi terhadap kepasiran
tergantung dari dua hal ,yaitu intrinsic strength offormation atau kekuatan dasar formasi dan
kesanggupan pasir untuk membentuk lingkungan stress yang ditentukan oleh tekanan pori-pori dan
tekanan overburden, bentuk dan sorting butiran serta sementasi diantara butiran yang kadang-kadang
diperkuat oleh clay.
Untuk menentukan suatu formasi stabil atau tidak dari suatu lapangan dikenal kriteria kritis
misalnya untuk lapangan Gulf Coast digunakan kriteria kritis yang merupakan batas suatu formasi
bersifat labil atau stabil, menurut Tixier adalah :
G/Cb > 0.8 x 1012 psi2 : formasi stabil (kompak)
G/Cb < 0.8 x 1012 psi2 : formasi tidak stabil (tidak kompak)
b. Sementasi Batuan

Kekuatan formasi merupakan kemampuan dari fromasi untuk menahan butiran pasir agar tidak
terlepas akibat operasi produksi. Kekuatan formasi pasir dipengaruhi oleh friksi antar butir pasir dan
kohesi antar butir pasir . Friksi bertambah besar jika beban overburden bertambah besar. Kohesi antar
butir timbul akibat sementasi dan tegangan antar permukaan fluida.
Formasi pasir yang sementasinya baik dapat merupakan suatu sistem yang stabil dengan jalan
membentuk lengkungan kestabilan (arching) di luar lubang perforasi.
Tixier menyatakan bahwa kekuatan formasi terhadap kepasiran tergantung pada kekuatan dasar
formasi (intrinsic strength of formation) dan kemampuan pasir untuk membentuk lengkungan yang stabil
di sekitar lubang perforasi.
Batupasir terbagi menjadi tiga jenis tergantung dari komposisi kimianya, yaitu quartzite,
graywacke dan arkose. Sementasi pada pasir kwarsit adalah karbonat (kalsit dan dolomit) dan silika
(chert, chalcedonit dan kwarsa sekunder), sementasi alamiah pada batupasir graywacke dan arkose
sangat sedikit atau hampir tidak ada. Mineral tidak stabil adalah lempung yang banyak terdapat pada
pasir arkose dan graywacke. Lempung umumnya menyelimuti butir-butir kwarsa dan bersifat sebagai
mineral penyemen. Pasir graywacke dan arkose tidak tersementasi dengan baik sehingga sering
menimbulkan problem kepasiran.
Sementasi batuan sangat berpengaruh terhadap ikatan antar butir atau konsolidasi dari butiran
batuan tersebut, dengan demikian akan berpengaruh pula terhadap kestabilan butiran tersebut. Semakin
tinggi derajat sementasinya , maka suatu formasi akan semakin kompak. Persamaan empiris yang
menunjukkan hubungan faktor formasi (F) terhadap porositas () dan faktor sementasi (m) telah diberikan
Archie dalam bentuk sebagai berikut :
...(3-13)
c. Kandungan Lempung
Sebagian besar formasi pasir mengandung lempung sebagai matrik atau semen batuan. Material
lempung terdiri dari kelompok mik, kaolonit, chlorite illite dan montmorilonite. Kelompok montmorilonite
akan mengalami swelling bila kontak dengan air.
Pada umumnya lempung mempunyai sifat yang basah terhadap air atau water wet sehingga bila
ia bebas melewati formasi yang mengandung lempung akan menimbulkan dua akibat yaitu :

Lempung akan menjadi lunak.

Gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap material yang dilaluinya akan naik.
Akibat dari semua itu maka butiran pasir cenderung untuk bergerak ke lubang sumur bila air formasi
mulai berproduksi. Untuk menghitung kandungan mineral lempung di dalam formasi dapat dilakukan
dengan analisa logging. Adapun jenis log yang digunakan adalah : Spontaneous potensial log, resistivity
log, gamma ray log dan neutron log.
d. Laju Aliran Kritis
Sand free flow rate adalah besarnya laju produksi kritis yang mana bila laju produksi sumur lebih
besar dari laju kritisnya maka akan menimbulkan problem kepasiran.
Stein-Odeh dan Jones telah mengadakan penyelidikan untuk memperkirakan laju produksi dari
suatu formasi. Maksimum sand free flow rate dapat ditentukan dengan anggapan bahwa gradien tekanan

maksimum di permukaan kelengkungan pasir yaitu saat laju produksi maksimum tanpa kepasiran
berbanding langsung dengan kekuatan formasi.
Formasi pasir yang sementasinya baik dapat merupakan suatu sistem yang stabil dengan jalan
membentuk lengkungan kestabilan di luar lubang perforasi. Dengan kata lain bahwa apabila produksi
menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan formasinya maka butiran pasir
formasi akan bergerak atau mulai ikut berproduksi. Gambar 3.8. merupakan gambaran Lengkung
Kestabilan formasi
Persamaan yang diturunkan oleh Stein-Odeh dan Jones didasarkan pada anggapan sebagai
berikut:
1.

Laju produksi untuk setiap interval perforasi adalah sama

2.

Permeabilitas tetap untuk setiap interval kedalaman

3.

Tidak terjadi overlapping dari kelengkungan kestabilan untuk setiap interval perforasi

4.

Pengaruh turbulensi aliran, merata di seluruh interval perforasi

5.

Perbedaan tekanan maksimum yang diperbolehkan pada bidang kelengkungan adalah sebanding
dengan kekuatan formasi.
2. Cara Mengatasi Problem Kepasiran
Pada hakekatnya problematika turut terproduksinya pasir dapat dokontroll dengan tiga cara,
yaitu :
A. Pengurangan Drag Force
Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan efektif digunakan dalam menontrol. Laju
produksi yang menyebabkan terikutnya produksi pasir harus dipertimbangkan pada laju per-unit area dari
formasi yang permeabel.
Langkah pertama yang harus dipertimbangkan adalah penambahan daerah aliran (flow area),
kemudian penentuan laju maksimum atau laju produksi kritis, dimana di atas maximum rate tersebut pasir
menjadi berlebihan.
Ketika laju fluida bertambah secara bertahap, kosentrasi akan naik turun dengan tajam seharga
kosentrasi mula-mula. Efek bergelombang ini terbukti akan merusak brigde yang tidak stabil yang mana
akan terbentuk kembali pada laju aliran yang tinggi.
Ketika critical range yang telah dicapai, bridge tidak terbentuk kembali. Strength struktur telah
terlampaui dan produksi pasir akan berlanjut pada laju aliran yang lebih tinggi. Laju produksi kemudian
dikurangi sampai dibawah critical range untuk memberi kesempatan agar bridge terbentuk kembali,
kemudian rate dapat ditambah tetapi masih dibawah critical range.
Prosedur ini disebut Bean-up Technique yang secara cermat dilakukan dalam periode beberapa
bulan dan efektif untuk menetapkan laju produksi maksimum suatu sumur.
B. Metode Mekanik

Cara ini dilakukan dengan menggunakan gravel (dengan screen untuk menahan gravel) atau
dengan screen (tanpa gravel) untuk menahan butiran pasir yang ikut mengalir bersama fluida reservoir
pada saat sumur berproduksi.
Masalah utama dalam meotde ini adalah bagaimana untuk mengontrol pasir formasi tanpa
mengurangi produktivitas sumur secara berlebihan.
Pertimbangan utama untuk mendesain gravel dan screen antara lain :
1.

Ukuran gravel optimum yang sesuai dengan ukuran butiran pasir.

2.

Luas optimum dari screen slot untuk menahan gravel dan jika tidak memakai gravel, maka harus sesuai
dengan ukuran butiran pasir.

3.

Teknik penempatan yang efektif pada kemungkinan yang paling penting.


Untuk perencanaan ukuran gravel maupun screen diperlukan distribusi ukuran pasir, ukuran
besar butir pasir, keseragaman buitran pasir dan tingkat pemilihan butiran.
Untuk menentukan keseragaman butiran pasir digunakan metode sieve analysis. Dalam metode
ini sampel yang digunakan adalah yang representatif karena penyebaran ukuran butiran pasir yang
bervariasi dari suatu zona ke zona yang lain.
Tingkat keseragaman butiran pasir oleh Schwartz dapat ditentukan dengan persamaan :
.(3-27)
dimana:
d40 = diameter butiran pasir pada titik 40 percentile pada kurva
d90 = diameter butiran pasir pada titik 90 percentile pada kurva
C

= koefisien keseragaman (uniform coefficient)


Schwartz menyatakan bahwa pengertian uniform coefficient adalah merupakan tingkat

keseragaman dari butiran pasir yang kemudian dapat menunjukkan baik atau buruknya pemilihan butir
(sortasi). Harga C ini bervariasi dan setiap harga menunjukkan tingkat keseragaman dari tiap butiran
pasir, yaitu :
Jika C < 3 maka pasir seragam dan berukuran d10 sebagai ukuran gravel kritis
Jika C > 5 maka pasir tidak seragam dan berukuran d40 sebagai ukran gravel kritis
Jika C >10 maka pasir sangat tidak seragam dan berukuran d 70 sebagai ukuran gravel kritis
Slotted atau Screen Liner
Alat ini berbentuk pipa dan mempunyai sejumlah lubang pada sisinya dengan ukuran tertentu
yang dipasang didepan interval perforasi. Tujuan pemasangan alat ini adalah untuk menahan laju aliran
butiran pasir yang terikut di dalam fluida reservoir, sehingga fluida melaju tanpa adanya hambatan.
Secara ideal, lebar lubang (slot) pada liner harus dapat menahan buitran pasir tetapi tidak
membatasi aliran fluida.
Percobaan yang dilakukan oleh Coberly menyatakan bahwa batas tertinggi lebar lubang tidak
boleh lebih dari dua kali diameter 10 percentile agar dapat menahan secara efektif. Dalam menentukan
ukuran screen ini, beberapa ahli memberikan persaman-persamaan sebagai berikut :
1. Coberly :

W = 2 x d10 (3-28)
2. Wilson :
W = d10

(3-29)

3. Giil :
W = 2 x d15 .(3-30)
4. De Priester :
0.05 W d20 (3-31)
dimana :
W

= lebar celah liner, in

d10 = diameter butir pasir pada titik 10 percentile pada kurva distribusi, in.
Untuk menahan formasi pasir yang seragam, dimana butiran sulit untuk ditahan atau sering terjadi
perubahan kecepatan aliran, dianjurkan menggunakan lebar lubang sama dengan diameter 10 percentile
atau W = d10
Gravel Pack
Cara ini dilakukan dengan jalan memasang saringan pasir di bagian luar dan slotted liner di
bagian dalam.
Pada awalnya Coberly dalam perbandingan ukuran gravel sand hanya mempertimbangkan
masalah menahan/mencegah gerakan pasir kedalam lubang bor dan bukan permeabilitas gravel
packnya. Kemudian menjadi jelas bahwa produktivitas maksimum dari formasi pasir harus terhenti pada
permukaan luar dari gravel pack. Jika terjadi penghalang pasir didalam gravel pack itu sendiri, maka
permeabilitas akan berkurang.
Pengaruh dari G-S Ratio pada permeabilitas gravel pack digambarkan dengan jelas pada
penyelidikan laboratorium oleh Saucier. Gambar 3.10. menunjukkan pengaruh G-S Ratio pada
permeabilitas gravel pack.
1. Ukuran Gravel Pack
Untuk menentukan ukuran gravel, beberapa ahli memberikan saran sebagai berikut :
a. Coberly :
D > 10 d10 ..(3-32)
b. Hill :
D = 8 d10 (3-33)
c. Tausch dan Corley :
4 d10 < D < 6 d10 (3-34)
d. Schwartz :
Schwartz, memberikan pendekatan dalam menentukan ukuran gravel, yaitu dengan memperhatikan halhal sebagai berikut :
1. Analisa butiran pasir formasi
Setelah diperoleh kurva distribusi ukuran butir pasir formasi produktif, maka kurva tersebut digunakan
untuk perhitungan selanjutnya.

2.

Harga perbandingan gravel terhadap pasir formasi atau G-S ratio


G-S ratio adalah perbandingan antara ukuran butiran gravel dengan ukuran butir pasir formasi. G-S ratio
sangat penting hubungannya dengan pemilihan ukuran gravel. Beberapa bentuk persamaan yang
diberikan oleh para ahli, adalah sebagai berikut :
a. Saucier
b. Schwartz
atau :
c. Coberly-Hill-Wagner-Gumpertz :
d. Maly :
Untuk harga perbandingan G-S kurang dari 6, pasir tidak mampu masuk ke dalam gravel pack,
jika perbandingan ukuran G-S diantara 6-10.5 pasir bisa masuk dan akan mengurangi permeabiltas
efektif gravel pack, dan apabila perbandingan G-S lebih besar dari 10.5 maka gravel pack tidak mampu
menahan pasir yang masuk. Gambar 3.7. menunjukkan efek G-S ratio terhadap permeabilitas gravel
pack.
Schwartz mengakui adanya efek dari kecepatan aliran dan ia membuat rumusan yang sama
dengan Saucier, sebagai berikut :

1.

Pasir dengan C < 5 dan velocity < 0.05 ft/sec, menggunakan d10 sebagai ukuran gravel kritis.

2.

Pasir dengan C > 5 dan velocity > 0.05 ft/sec, menggunakan d40 sebagai ukuran gravel kritis.

3.

Pasir dengan C > 10 dan velocity > 0.1 ft/sec, menggunakan d70 sebagai ukuran gravel kritisnya.
Jadi ukuran gravel pack adalah sebagai berikut :
D90 gravel = 6 x d90 pasir formasi (3-35)
Dimana kecepatan aliran (velocity) adalah :
..(3-36)
Metode gravel packing disarankan untuk mengontrol pasir pada zone yang panjang. Gravel
packing juga baik dipakai untuk zone pendek, tetapi di dalam remedial work, multiple completion,
diameter sumur yang kecil, dan adanya abnormal prsessure akan menambah kesulitan dan biaya.
2. Tipe Gravel Pack
Untuk menempatkan gravel pack tergantung sistem sumur yang digunakan, penempatan gravel
pack ada dua cara, yaitu :
1. Open hole gravel pack, dimana selalu digunakan pada single completion
Pada tipe ini, casing diset di atas formasi produktif, sedangkan gravel ditempatkan di annulus
antara screen liner dengan formasi. Biasanya lubang bor diperbesar (underreamed) untuk mengangkat

kotoran-kotoran yang diakibatkan saat pemboran berlangsung dan mengurangi tahanan alir dengan
memperbesar radius pasir -gravel unit.
2.Cased-hole gravel pack
Tipe dari cased-hole geavel packing dilakukan dengan menempatkan gravel di annulus antara
screen liner dengan casing dan sebagian di belakang perforasi (perforation tunnel).
Fluida produksi yang mengalir harus melalui tiga bagian, yaitu bagian gravel yang mengisi tunnel
perforasi, gravel pack dan screen liner untuk mencapai lubang bor. Oleh karena itu, produktivitas
ditentukan oleh tahanan alir dari masing-masing bagian tersebut. Potensi terbesar untuk tahanan alir
adalah bagaian perforasi.
3 .Kualitas Gravel
Kualitas gravel sangat bervariasi dan tergantung pada sumber gravel yang ditangani. Gravel
sangat bervariasi di dalam kemurnian, kebundaran kekuatan dan kandungan kuarsa. Gravel dapat
bercampur dengan kotoran dan pecah selama transportasi dan penempatannya.
API merekomendasikan pasir yang digunakan untuk gravel pack yaitu :
3.

Kebulatan dan kebundaran , 0.6 atau lebih dari skala Krumbein.

4.

Pembatasan kelarutan terhadap asam, tidak boleh lebih dari 1 % kelarutan dalam 12 % HCl atau 3%
HF lumpur asam. Kandungan kuarsa 98 % atau lebih.

5.

Kekuatan butiran (dalam standar tes laboratorium) bila diberi tekanan 2000 psi selama 2 menit tidak
boleh rusak lebih dari 4 % untuk ukuran 12/20, 16/30, dan 20/40 mesh atau 2 % untuk ukuran 30/50 dan
40/60 mesh.
4.Penyeleksian Screen Liner
Screen liner yang digunakan harus sesuai dengan ukuran gravel, sehingga harus ditentukan
ukuran screen liner. Ukuran screen liner (W) mempunyai harga tertentu yang besarnya sesuai dengan
strandar produksi pabrik yang memproduksinya.
C. Metode Resin Consolidation
Metode ini umumnya digunakan pada formasi dimana material lepasnya sangat halus. Metode ini
dilakukan dengan menggunakan resin yang akan mengikat butiran pasir disekitar lubang bor. Resin akan
mengikat buitran pasir menjadi suatu gumpalan yang keras, dimana ikatannya kuat dan mempunyai
compressive strength samapai 3000 psi.
Sistim pengikatannya dengan menggunakan fluida pengikat, seperti :
Furan, Epoxy, Phenol Resin, Phenol Formaldehyd. Caranya yaitu dengan menginjeksikan sejumlah zat
pengikat kedalam formasi unconsolidated sehingga material halus akan terikat dan menjadi butiran yang
lebih besar dan lebih mudah dikontrol.
Metode ini digunakan pada zone pendek dimana karena suatu hal sehingga gravel pack tidak
bisa digunakan. Adapun beberapa keuntungan lain dari penggunaan metode ini adalah sebagai berikut :

1.

Tersedia untuk ukuran diameter yang kecil

2.

Cocok dipakai melalui tubing

3.

Awet dipakai pada open well bore

4.

Cocok untuk sumur multiple completion (komplesi ganda)

5.

Dapat digunakan untuk sumur yang bertekanan abnormal, di offshore atau lokasi yang terisolasi
diamana tubing hoist tidak tersedia, sehingga akan mengurangi kesulitan dan biaya.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam metode resin consolidation adalah :

1.

Permeabilitas formasi harus merata

2.

Perforasi harus semua terbuka

3.

Interval produksi/perforasi tidak terlalu panjang (kurang dari 10 ft)

4.

Tidak banyak butiran asing selain pasir yang berbutir cukup besar

5.

Tidak terjadi kontaminasi plastik selama pengerjaannya


Pada dasarnya ada dua sistim pada resin consolidation method, yaitu :
a. Sistim Internal
Pada sistim ini dugunakan larutan Resin yang disertai oleh zat pengeras, pengencer, katalisator.
Pengerasan terjadi dengan terpisahnya pelarut dari resinnya.
b. Sistim external
Pada sisitm ini digunakan larutan resin yang tidak disertai oleh zat pengeras. pengerasan pada
saat overflush datang.
5.Korosi
Korosi adalah kerusakan logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, demana besi
(Fe) bereaksi membentuk senyawa hidroksida, karbonat atau sulfida yang rapuh dan mudah tererosi oleh
aliran. Sebagai akibatnya adalah penipisan dinding pipa, alat-lat produksi, yang akhirnya dapat
menimbulkan kebocoran-kebocoran.
Penyebab korosi yang sering dijumpai di lapangan adalah CO 2, H2S, asam-asam organik, HCl
dan oksigen yang terlarutkan di dalam air.
1.

Faktor-faktor penyebab terjadinya korosi antara lain :

Pengaruh komposisi logam, dimana setiap logam yang berbeda komposisinya mempunyai
kecendrungan yang berbeda pula terhadap korosi.

Pengaruh komposisi air, dimana pengkaratan oleh air akan meningkat dengan naiknya konduktivitas.
Disamping itu pengkaratan oleh air juga akan meningkat dengan menurunnya pH air.

Kelarutan gas, dimana oksigen , karbondioksida atau hidrogen sulfida yang terlarut dalam air akan
menaikkan korosivitas secara drastis. Gas yang terlarut adalah sebab utama problem korosi. Jika gasgas tersebut dapat dibuat tidak memasuki sistem air dan air dipertahankan pada pH yang netral atau pH
yang lebih tinggi, maka kebanyakan sitem air akan mempunyai problem korosi sedikit.

Akibat reaksi perubahan fase dan reaksi kimia secara langsung seperti pipa yang mengalami
perenggangan.
2. Syarat-syarat terjadinya korosi adalah :

1.

Anoda
Anoda merupakan bagian dari logam yang terkorosi. Pada waktu logam larut maka atom
melepaskanelektronnya sehingga logam menjadi positif. Reaksinya adalah sebagai berikut :
Fe++ +2e

Fe
2.

Katoda
Katoda merupakan logam yang tidak terlarut tetapi merupakan tempat yang dituju oleh gerakkan elektron
yang dalam perjalanannya bereaksi dengan ion yang ada dalam air. Proses ini disebut reduksi, adapun
reaksinya sebagai berikut :
2 H+ + 2e

3.

H2

Elektrolit
Proses korosi akan berjalan secara simultan jika ada penghantar listrik yang disebut elektrolit. Dalam hal
ini air merupakan zat elektrolit yang mempunyai sifat hantar listrik, ini akan naik jika kadar garam dalam
air itu bertambah.
3. Beberapa macam korosi yang sering dijumpai anatara lain

Sweet, Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan oleh CO 2 dan sam pekat serta tekanan parsialnya (7-30
psi atau lebih). Adapun reaksi kimia yang terjadi sebagai berikut :

CO2 + H2O

H2CO3

Fe + H2CO3

FeCO3 +2H

Sour Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan oleh H 2S (dan sejumlah kecil O2 dan CO2). Pada baja
biasanya membentuk serbuk hitam yang merupakan katode baja sehingga baja mudah patah atau aus.
Karena molekul H membuat celah atau retakan -retakan dan bila ada mikroorganisme maka akan
mempercepat terjadinya korosi. Adapun reaksi kimia yanga terjadi sebagai berikut :
H2S +Fe

FeS +2H

Oxygen Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan oleh udara atau air yang mengandung O2, yang
ditandai adanya FeO(OH) dan Fe2O3 . Adanya gas yang mengandung CO 2 dan H2S atau air garam dapat
mempercepat lajunya korosi tersebut. Adapun reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut :
2Fe + O2 + H2O

Fe2O3 +H2O

Electrochemical Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan kandungan anode, katode, elktrolit dan
konduktor. Ditinjau dari reaksi kimia-listriknya, maka terdapat dua tipe yaitu :

a.

Peristiwa pembalikan aliran listrik, bila dua keping logam yang berbeda dicelupkan pada media elektrolit
yang sama.

b.

Bila dua keping yang sejenis dilarutkan pada media salah satunya ditembuskan udara maka yang tidak
merngansdung udara menjadi katode, sebaliknya menjadi anode, Fe(OH) 2 dan Fe(OH)3 akan mengendap
saat ion besi (Fe++) bereaksi dan menghasilkan OH- pada katode.
4. Cara pencegahan korosi antara lain dengan :

Mengontrol atau menurunkan kadar salinitas, H2S, CO3 dan O2 dalam semua proses yang
berhubungan dengan produksi minyak, sehingga pH dapat dinaikkan (tingkat keasaman menurun).

Pelapisan khusus (coating) pada pipa dengan memakai polythylene dan poly-vinyl chloride.
Dalam pemakaiannya, coating harus bersifat :
a.

Mampu dan cukup kuat menahan tegangan dari perubahan suhu

b.

Berdaya ikat yang baik pada permukaan logam

c.

Bertahanan listrik tinggi setelah instalasi pipa dipasang

d.

Dalam waktu tertentu bereduksi lemah pada tahanan listriknya

Pemakaian corrosion inhibitor secara efektif


Dalam pemakaian corrosion inhibitor diharapkan selain menetralisir korosi, juga melindungi dari
elektrolit, yaitu :
a.

Pembentukan film (mengurangi difusi antara logam-elektrolit)

b.

Detergen (menjaga agar sistem tetap bersih)

c.

Demulsifer (menetralisir pembentukan emulsi-korosi inhibitor)

d.

Bakterisasi (mencegah pertumbuhan bakteri)

Cathodic Pretection yaitu memasukkan arus listrik ke dalam logam, yang penggunaannya sesuai
dengan:
a.

Resistivitas atau tanah sekeliling daerah tersebut

b.

Karakteristik pipa yang digunakan


3.1.2. Problem Mekanis
Problem mekanis yang terjadi pada suatu sumur perlu diperhatikan, karena hal ini akan
mempersulit pengontrolan sumurnya, sehingga apabila tidak diatasi sejak dini akan menimbulkan
kefatalan. Problem ini umumnya adalah :
a. Kebocoran casing/tubing
Penyebab terjadinya problem ini adalah proses korosi, collapse (sambungan pada casing. Korosi pada
casing disebabkan adanya kandungan H 2S, CO2, HCl, mud-acid atau perbedaan potensial/kontak dua
macam fluida yang berbeda kegaramannya, sehingga menyebabkan pengikisan kimiawi (non abrasi)
pada dinding casing terutama bagian dalamnya, sehingga makin lama makin tipis dan akhirnya bocor.
Kebocoran casing tesebut dapat mengakibatkan terjadinya komunikasi zona-zona lain dengan zona
produktif dan mengakibatkan laju produksi minyak turun.
b. Keruskan primary cementing

Primary cementing adalah penyemenan pertama yang dilakukan langsung setelah casing dipasang
begitu selesai pemboran .
Tujuan primary cementing adalah :

Memisahkan lapisan yang akan diproduksi dengan yang tidak

Mencegah mengalirnya fluida dari satu lapisan ke lapisan yang lain

Melindungi pipa dari tekanan formasi

Menutup zona loss circulation

Mencegah proses korosi pada casing oleh fluida formasi


Sebab-sebab terjadinya kerusakan primary cementing adalah adanya tekanan yang besar pada operasi
kerja ulang atau kualitas semen dan pengrejaannya yang tidak baik.
c. Keruskan peralatan produksi bawah permukaan
Keruskan peralatan produksi bawah permukaan antara lain :

Tubing atau packer bocor

Keruskan pada casing atau tubing

Kesalahan atau kerusakan pada artificial lift

Keruskan pada plug


Adapun problem di atas harus ditangani sejak dini dengan melakukan recompletion (komplesi kembali
secara keseluruhan sehingga baik/sempurna).

6.

Coning
Water dan Gas coning merupakan permasalahan yang serius pada banyak aplikasi dilapangan.
Gejala ini ditandai oleh breakthtrough air atau gas yang terlalu dini. Penyebab timbulnya gejala coning
pada sumur-sumur minyak pada dasarnya disebabkan oleh laju produksi yang berlebihan.
Water coning bisa terjadi bersama-sama dengan gas coning atau trjadi sendiri-sendiri, tergantung
pada reservoarnya. Jika reservoarnya memiliki lapisan ga diatas lapisan minyak dan atau lapisan air
dibawahnya, maka kemungkinan terjadi gejala coning ada.
Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan produksi minyak , tetapi
juga dapat mengakibatkan sumur di tutup atau ditinggalkan sebelum waktunya.
Berbeda dengan fingering, coning terjadi akibat aliran air dan atau gas yang melintasi bidang
batas dari arah vertikal. Sedangkan pada fingering air dan atau gas mengalir melewati atau sepanjang
bidang batas. Bidang batas yang dimaksud adalah oil water contac atau gas oil contact yang berbeda
dalam kondisi statis, yaitu ketika belum terjadi aliran didalam reservoar.
A.Faktor Penyebab Water/Gas Coning
Water coning didefinisikan sebagai gerakkan vertikal dari air yang memotong bidang perlapisan
didalam formasi produktif. Terproduksinya air yang berlebihan dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa
hal dibawah ini : Perembesan air umumnya terjadi pada mekanisme pendororng water drive, water
coning, water fingering, dan terjadinya kerusakan primary cementing atau kebocoran casing.

Water fingering didefinisikan sebagai gerakan air menuju ke atas dalam zona yang lebih
permeabel dari multi zona. Didalam reservoar yang berlapis-lapis gas fingering dapat terjadi lebih awal
pada lubang bor dengan perbedaan tekanan yang tinggi. Gas fingering lebih umum terjadi di dalam
reservoar dimana permeabilitas antar zona cukup besar perbedaannya.
Gambar 3.16. merupakan bentuk kerucut air yang telah mencapai lubang perforasi, sedangkan
gambar 3.17. merupakan bentuk kerucut gas.
B. Cara Menangulangi Water/GasConing
Produksi air yang berbentuk kerucut atau gas dapat mengurangi produksi secara signifikan. Oleh
karena itu penting untuk memperkecil atau paling tidak menunda terjadinya coning. Beberapa metode
yang dilakukan untuk menanggulangi terjadinya coning yaitu :

Menrunkan laju produksi dibawah laju alir kritis (qo < qc)

Jika mungkin mematikan sumur, selama waktu tertentu sehingga diperkirakan akan mengembalikan
batas air-minyak kekondisi awal.

Menjalankan program kerja ulang, untuk menutup lubang perforasi awal dan melakukan perforasi
dengan interval yang baru.

You might also like