Professional Documents
Culture Documents
Walt Disney Company adalah sebuah perusahaan hiburan raksasa yang berbasis di
Amerika yang diprakarsai oleh Walter Disney bersama saudaranya Roy O Disney pada tahun
1923. Pada tahun 1928, Walt Disney menciptakan Mickey Mouse yang akhirnya menjadi hits di
WDC. Mereka menyadari bahwa yang dinilai oleh pelanggan adalah nilai pengalaman yang
menyenangkan dengan hiburan yang di sajikan pihak Walt Disney. Disney merespon preferensi
konsumen dengan memanfaatkan merek dipasar konsumen yang berbeda dengan menawarkan
produk-produk dengan kelompok usia tertentu.
Strategi Disney dalam membangun pasar konsumen untuk masing-masing karakter
dimana setiap merek diciptakan untuk setiap kelompok umur dalam saluran distribusi. Misalnya
Mickey mouse dijual melalui departemen dan took khusus hadiah sedangkan baby mickey dijual
dengan harga yang lebih rendah secara masal.
Disney terus membesar, di bawah tampuk kepemimpinan Robert Iger. Pada 2012, Disney
berhasil mengantongi peningkatan pendapatan sebesar US$ 40,2 juta atau naik 20% dari 2011.
Laba Disney pada 2004 adalah sebesar $30,8 miliar USD dan merupakan komponen Dow Jones
Industrial Averege. Perusahaan ini dikenal sebagai Walt Disney Productions, Ltd. sampai 6
Februari 1986 dan kemudian diubah menjadi namanya sekarang. Bukan hanya itu, saham
perusahaan terus merangkak naik, bahkan menembus 38% selama 12 bulan ke posisi tertinggi
dalam sejarah Disney berdiri sebesar US$ 54 per saham. Perusahaan itu terus melebarkan sayap
usaha di segala lini. Hingga mampu menguasai aset berupa studi, film, video dan sebagainya
dengan nilai US$ 95,6 miliar.
Beberapa bulan sesudah dilantik menjadi CEO, misalnya, Iger harus mengambil
keputusan monumental: membeli Pixar dengan saham (all-stock) seharga US$ 7,4 miliar.
Akuisisi ini disebut monumental bukan hanya karena nilainya yang besar, tapi juga
menghilangkan pembatas antara dua kekuatan dari dua perusahaan dan dua kelompok pemegang
saham.
Kekuatan Pixar adalah di produksi film animasi. Kekuatan Disney di distribusi. Dengan
adanya akuisisi ini, kedua perusahaan akan fokus pada tujuan yang sama. Hubungan antara
Disney dan Pixar bukanlah sesuatu yang baru. Mulanya, Pixar adalah penjual peranti keras
komputer yang menjual Pixar Image Computer yang digunakan Disney untuk meningkatkan
efisiensi proses animasi 2D. Seiring berjalannya waktu, Pixar berpindah menjadi produsen film
animasi bekerja sama dengan Disney. Film hasil kerja sama tersebut adalah Toy Story yang
terjual lebih dari 150 juta keping dan mencetak pendapatan lebih dari US$ 2,5 miliar.
Awalnya, pembagian biaya dan produksi adalah 50-50. Pixar bertanggung jawab atas
kreasi dan produksi, sedangkan Disney bertanggung jawab atas pemasaran dan distribusi.
Sesudah peluncuran sekuel Toy Story 2, Pixar merasa diperlakukan tidak adil karena semua hak
atas cerita dan serialnya dimiliki sepenuhnya oleh Disney yang juga mengutip biaya distribusi
sebesar 12,5% dari pendapatan. Puncak ketidakpuasan dan pertentangan ini terjadi tahun 2004
dengan pengumuman Steve Jobs bahwa Pixar akan mencari mitra lain. Jobs, si maestro itu,
adalah pemilik Pixar.
Dengan putusnya kemitraan ini, Disney berada dalam bahaya besar. Harian New York
Times, 30 Januari 2004, memuat berita tentang analis Wall Street yang meminta bertemu dengan
eksekutif Disney dan mempertanyakan masa depan kerajaan bisnis itu dalam industri film
animasi. Dasar pertanyaan ini sangat kuat: film Disney tidak sesukses film Pixar. Hal ini
diperparah dengan fakta bahwa Disney telah menutup operasional film animasi di Florida. Sejak
pengumuman Jobs di tahun 2004 tersebut, praktis tidak ada film kerja sama Pixar dengan Disney
yang beredar hingga Disney membeli Pixar pada 24 Januari 2006.
Akuisisi Disney terhadap Pixar ini terbukti merupakan salah satu langkah strategis Iger
yang berhasil. Itu mungkin tak bisa terealisasi bila Roy mengintervensi. Terhadap akuisisi
monumental tersebut, pasar modal mengganjarnya dengan harga saham yang merangkak naik
dari US$ 25 menjadi US$ 36 pada pertengahan 2007. Belakangan, Disney/Pixar bahkan sukses
meluncurkan sejumlah film yang menjadi box office, seperti High School Musical, Beverly Hills
Chihuahua dan Bolt. Khusus High School Musical, film ini sungguh fenomenal karena
menyumbangkan pertumbuhan pendapatan operasional sebesar 20%.
Tantangan Iger sesudah akuisisi adalah menyatukan dua perusahaan yang berbeda. Lebih
parah lagi, di masa lalu, CEO Disney Michael Eisner memiliki konflik profesional dengan
pemilik Pixar, Jobs. Untungnya, Iger memiliki pengalaman bagaimana perusahaan dia
sebelumnya, ABC, pernah diakuisisi dua kali. Iger berbagi pengalaman dan perasaannya sebagai
bagian dari perusahaan yang dibeli sehingga berhasil membangun kepercayaan dari karyawan
Pixar.
Iger sadar, sesungguhnya yang dibutuhkan agar akuisisi ini bekerja adalah rasa saling
menghargai antara kedua belah pihak, baik secara pribadi maupun profesional. Dia setuju
mempertahankan Pixar sebagai identitas bisnis yang berbeda: nama Pixar tetap dipertahankan,
alamat surat elektronik karyawan tidak berubah, logo di pintu gerbang sama sekali tidak diutakatik, bahkan karyawan dapat mempertahankan benefit kesehatannya yang melimpah. Satusatunya hal yang berubah hanyalah pada branding film produksi sesudah akuisisi yang diberi
label sebagai Disney Pixar.
Pada dasarnya, Disney sebagai pembeli tidak memaksakan budayanya kepada Pixar
sebagai perusahaan yang diakuisisi. You need to be respectful and patient, kata Iger dalam
wawancaranya dengan International Herald Tribune mengenai rahasia keberhasilan akuisisinya.