You are on page 1of 17

PENGEMBANGAN APTAMER BERBASIS BIOSENSOR UNTUK

KEAMANAN PANGAN

KELOMPOK VII
Rahmayanti

H311 12 278

Pramudia Ridwan

H311 12 280

Seniati Salahuddin

H311 12 281

Mirnawati M.

H311 12 282

Annisa Nur Khaeruni

H311 12 284

Darmawati

H311 12 285

Ripka Saputri

H311 12 286

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah yang
berjudul Biosensor Berbasis Aptamer disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Metode Pemisahan dan Pengukuran, Jurusan Kimia FMIPA universitas Hasanuddin,
Makassar.
Atas terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Selain itu,
terima kasih kepada dosen yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan tugas
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna, oleh sebab itu
penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun dan
mendukung penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah
wawasan penulis dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya serta rekan-rekan
sebidang ilmu pada khususnya.
Makassar, April 2015

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum sensor dibedakan menjadi dua jenis yaitu sensor fisika dan
sensor kimia. Sensor fisika lebih kepada kemampuannya untuk mendeteksi kondisi
besaran fisika seperti tekanan, gaya, tinggi permukaan air laut, kecepatan angin, dan
sebagainya. Sedangkan sensor kimia merupakan alat yang mampu mendeteksi
fenomena kimia seperti komposisi gas, kadar keasaman, susunan zat suatu bahan
makanan, dan sebagainya. Termasuk ke dalam sensor kimia ini adalah biosensor.
Dewasa ini, biosensor telah banyak diteliti dan dikembangkan oleh para peneliti
danindustri, dan dalam dunia biosensor research, topik yang sedang berkembang
sekarang ini adalah biosensor yang berbasis DNA (genosensor).
Biosensor adalah alat untuk mendeteksi suatu analit yang menggabungkan
komponen biologis dengan komponen detektor fisikokimia. Ini terdiri dari 3 bagian:
1) unsur biologis sensitif bahan biologis misalnya jaringan, mikroorganisme, organel,
reseptor sel, enzim, antibodi, asam nukleat, dan

lain-lain yang berasal bahan

biologis 2) transduser atau elemen detektor, bekerja dengan cara yang fisikokimia;
optik, piezoelektrik, elektrokimia, dll yang mengubah sinyal yang dihasilkan dari
interaksi antara analit dengan unsur biologis menjadi sinyal listrik dan 3) elektronik
yang terkait atau prosesor sinyal yang terutama bertanggung jawab untuk
menampilkan hasil dalam cara yang user-friendly. Contoh umum dari biosensor
komersial adalah biosensor glukosa darah, yang menggunakan enzim glukosa
oksidase untuk memecah glukosa darah turun.. Aptamer memiliki spesifikasi dan
afinitas tinggi untuk setiap molekul target yang secara prinsip dapat dipilih untuk

setiap molekul target yang diberikan, mulai dari molekul kecil sampai besar seperti
protein dan bahkan sel-sel. Selain itu aptamer sangat mudah disintesis dengan
reproduktifitas dan kemurnian yang tinggi. Berbeda dengan protein berbasis antibody
atau enzim, aptamers DNA biasanya sangat stabil secara kimiawi. Apabila aptamer
mengikat molekul target maka akan mengalami perubahan konformasi yang
signifikan, hal tersebut akan menawarkan fleksibilitas yang besar dalam desain
aptamer sebagai biosensor dengan sensitivitas deteksi dan selektivitas yang tinggi.
Karena struktur 3-dimensinya yang unik, maka aptamer dapat membentuk ikatan
dengan berbagai target dengan afinitas yang sebanding dengan antibodi. Oleh sebab
itu dengan menggunakan aptamer sebagai biosensor maka dapat dijadikan alat yang
penting untuk diagnosa dan terapi yang lebih baik dibandingkan menggunakan
biosensor reseptor alamai seperti antibod atau enzim.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang di kaji adalah

sebagai berikut :
1.

Apa pengertian Aptamer dan Biosensor?

2.

Bagaimana prinsip dasar aptamer biosensor?

3. Bagaimanan aplikasi aptamer berbasis biosensor dalam bidang pangan?


1.3

Tujuan
Adapun tujuan dari tulisan ini adalah sebagai berikut :
1.

Mengetahui definisi aptamer dan biosensor.

2.

Mengetahui prinsip dasar aptamer biosensor.

3.

Mengetahui aplikasi aptamer berbasis biosensor dalam bidang pangan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Biosensor dan Aptamer


2.1.1 Pengertian Biosensor
Biosensor adalah alat pendeteksi atau penyelidik yang menggabungkan
komponen biologis (seperti mikroba, jaringan, sel, bakteri, protein, enzim dan
antibodi) dan elektronis untuk menghasilkan sinyal yang terukur, yang dapat
mendeteksi, mencatat, dan mengirimkan informasi secara cepat. Definisi klasik
mendefiniskan biosensor sebagai suatu perangkat atau instrumen analitik yang
menggunakan biomolekul seperti mikroba, jaringan, sel, protein, enzim, antibodi, dan
DNA untuk melakukan pengenalan, deteksi atau rekognisi pada suatu zat biokimia
tertentu, yang kemudian adanya perubahan sifat fisika-kimia pada biomolekul
tersebut dapat merepresentasikan informasi yang ditransduksikan dengan transduser
fisis menjadi besaran elektronik untuk bisa diolah selanjutnya.
Prinsip kerja biosensor adalah biokatalis atau senyawa aktif biologi akan
berinteraksi dengan zat kimia yang akan dideteksi (molekul target). Hasil interaksi
yang berupa besaran fisik seperti panas, arus listrik, potensial listrik atau lainnya
panas, arus listrik, potensial listrik atau lainnya akan dimonitor oleh transduser.
Besaran tersebut kemudian diproses sebagai sinyal sehingga diperoleh hasil yang
dapat dipahami pada suatu layar monitor.
Beberapa komponen dasar biosensor adalah sebagai berikut :
1. Bioreseptor. Merupakan komponen biologis yang peka, dibuat dengan teknis
biologis. Misalnya jaringan, mikroba, organel, sel, protein, enzim, antibodi,
nucleic acids dan sebagainya.
2. Transduser. Merupakan detektor yang bekerja secara fisikokimia, piezoelektronik,

optik, elektrokimia, dan sebagainya yang mengubah sinyal yang dihasilkan dari
interaksi antara analit dengan bioreseptor menjadi sinyal lain (yaitu, transduser)
yang dapat lebih mudah diukur dan dihitung.
3.

Elemen elektronik. Prosesor sinyal utama yang bertanggung jawab untuk


menampilkan hasil yang mudah dipahami.
Biosensor yang pertama kali dibuat adalah sensor yang menggunakan

transduser elektrokimia yaitu elektroda enzim untuk menentukan kadar glukosa


dengan metode amperometri. Sejauh ini, biosensor dalam perkembangannya
mempunyai tiga generasi yaitu generasi pertama; dimana biosensor berbasis oksigen,
generasi kedua; biosensor menjadi lebih spesifik yang melibatkan mediator
diantara reaksi dan transduser, dan terakhir generasi ketiga; dimana biosensor
berbasis enzyme coupling.
Untuk produk-produk komersial dari teknologi biosensor, sekarang ini telah
banyak diperjualbelikan. Biosensor eksternal/internal dalam bentuk chip bahkan telah
diproduksi oleh perusahaan Amerika i-Stat, MicroChips, Digital Angel, VeriChip
yang dapat ditanam dalam tubuh manusia. Beberapa Perusahaan Jepang pun turut
berpartisipasi, seperti Matsushita Electric Industrial Co. Dengan teknologi
biosensornya yang mampu menetapkan secara cepat dan mudah pengukuran
kolesterol darah. Tokyo Medical and Dental University dengan biosensor nafasnya
yang memanfaatkan enzim monoamine oksidase A (MAO A) dan lain sebagainya.
Tetapi secara umum untuk penguna biosensor, hampir 60% pengunanya berasal dari
health-care industri.
Contoh umum dari biosensor komersial adalah biosensor glukosa darah, yang
menggunakan enzim glukosa oksidase untuk memecah glukosa darah turun. Dalam

melakukan hal itu pertama mengoksidasi glukosa dan menggunakan dua elektron
untuk mengurangi FAD (komponen enzim) untuk FADH2. Hal ini pada gilirannya
teroksidasi oleh elektrode (menerima dua elektron dari elektroda) di sejumlah
langkah. Arus yang dihasilkan adalah ukuran konsentrasi glukosa. Dalam hal ini,
elektroda adalah transduser dan enzim adalah komponen biologis aktif.
2.1.2

Pengertian Aptamer
Aptamer adalah oligonukleotida pita tunggal (ssDNA atau RNA), yang

disintesis melalui proses seleksi, disebut systematic evolution of ligands by


exponential enrichment (SELEX), dari sekumpulan oligonukleotida dengan sekuen
acak (random combinatorial libraries). Karena struktur 3-dimensinya yang unik,
maka aptamer dapat membentuk ikatan dengan berbagai target dengan afinitas yang
sebanding dengan antibody. DNA dan RNA pada aptamer memiliki kemampuan
untuk berikatan dengan protein karena dia memilikin afinitas dan selektivitas yang
tinggi, bersifat spesik dan sedikit sekali variasi penganggu molekul target yang dapat
mengganggu aptamer . Aptamer kini dijadikan alat untuk diagnose dan terapi.
Aptamer berdasarkan biosensor ini memiliki kelebihan dari pada biosensor yang
menggunakan reseptor alami seperti antibody dan enzim. (Wenjuan et al, 2008)
Aptamer disebut juga antibody kimia karena proses pembuatannya secara in
vitro berdasarkan proses SELEK. Tidak seperti pada antibody pada system imun
hewan, proses selek memungkinkan fabrikasi aptamer untuk non-imunogenik yang
tidak mungkin dihasilkan oleh system imun. Bahkan memunkinkan bila produksi
aptamer hanya pada daerah targer tertentu yang ini tidak bisa dilakukan oleh
antibody hewan, karena dia akan menghasilkan epitop pada molekul target.

2.2

Aptamer Berbasis Biosensor


Pada dasarnya biosensor terdiri dari tiga unsur yaitu unsur biologi (reseptor

biologi), transduser, dan sistem elektronik pemroses sinyal. Unsur biologi yang
umumnya digunakan dalam mendesain suatu biosensor dapat berupa enzim, organel,
jaringan, antibodi, bakteri, jasad renik, dan DNA. Unsur biologi ini biasanya berada
dalam bentuk teramobilisasi pada suatu transduser. Amobilisasi sendiri dapat
dilakukan dengan berbagai cara baik dengan adsorpsi fisik, menggunakan membran
atau perangkap matriks atau dengan membuat ikatan kovalen antara biomolekul
dengan transduser. Untuk transduser, yang banyak digunakan dalam suatu biosensor
adalah transduser elektrokimia, optoelektronik, kristal piezoelektronik, transistor efek
medan dan temistor. Proses yangterjadi dalam transduser dapat berupa biosensor
kalorimetrik, potensiometrik, amperometrik, optikal maupun piezo-electric biosensor.
Sinyal yang keluar dari transduser ini kemudian diproses dalam suatu sistem
elektronik misalnya perekam atau komputer. Suatu Biosensor DNA (Aptamer) (atau
genosensor) menggunakan DNA yang diamobilisasi sebagai unsur pengenalnya.
Untuk Biosensor DNA (Aptamer) elektrokimia, unsur biologi yang
digunakan adalah DNA dan transdusernya adalah transduser lektrokimia. Metode
elektrokimia yang digunakan adalah voltametri, amperometri dan cyclic voltametry.
Berikut adalah contoh skema umum dari biosensor :

Gambar 1. Skema Umum Biosensor

Ketika antibodi menjadi dominan didalam pendeteksian protein, biosensor


yang mengunakan tipe dari pengenalan komponen telah disaingi keuntungannya saat
penemuan pertamanya ditahun 1990. Keuntungan tersebut adalah aptamer, DNA, dan
molekul RNA yang mengalami metodologi seleksi untuk mengikat afinitas yang
tinggi dan kekhususan dari kesukaan analit. Metodologi seleksinya disebut SELEX
(systematic evolution of ligands by exponential enrichment). DNA yang secara acak
mengandung 1014 hingga 1015 urutan acak diproduksi. Analit tersebut bergerak
menuju kolom dan DNA/RNA dilewatinya. Aptamer yang tidak mengikat suatu
analit secara spesifik akan dicuci ketika aptamer lain yang tidak berikatan ditahan.
Kekuatan ionik suatu kolom buffer ini kemudian diubah untuk melepaskan molekulmolekul asam nukleat yang telah terikat dengan spesifitas tinggi. Polymerase chain
reaction (PCR) atau reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR)
dilakukan untuk kembali memperkuat suatu kolam yang berisi urutan asam nukleat
putative yang akan diuji. Siklus tersebut diulang untuk mengisolasi ikatan asam
nukleat yang spesifikasinya tinggi. Hasil urutan tersebut dikloning kedalam bentuk
plasmid dan dimasukan kedalam bakteri diikuti dengan pengurutan modern untuk
mengelusidasi analit tersebut. Aptamer-aptamer menawarkan pengganti yang baik
untuk antibodi karena mudah dalam penanganan dan stabilitasnya (Nutiu, 2004).
Sintesis aptamer pada in vivo dibandingkan in vitro menghasilkan elastisitas
yang rendah terhadap respon imun. Kemampuan aptamer mengikat analit tidak
dengan sendiri menjamin dalam penerapannya untuk biosensor. Pengikatan
transduksi hingga pengukuran sinyal sama pentingnya. Pengukuran sinyal transduksi
biasanya terjadi pada bentuk elektriknya atau bentuk optiknya yang mana telah
disampaikan dalam literature. Peristiwa pengikatan mengubah konfigurasi atau juga

konformasi dari aptamer yang mana terjadi juga perubahan sifat-sifat optic dari
system tersebut (Steel, 1998).
Molekul-molekul analit yang berikatan menginduksikan perubahan terhadap
absorbansinya yang mana dapat dimonitor secara spektroskopi atau secara
kolorimetri. Ketika penggunaan aptamer-aptamer (bertentangan dengan antibodi)
menghasilkan lebih banyak struktur datar yang serbaguna dan kuat untuk
pendeteksian. (Alan, 2009)
2.3 Aptamer untuk Target Miromolekul
Pengembangan aptamers berbasis biosensor pemeriksaan dan aptamer
berbasis makanan terkait dapat ditemukan pada pembahasan berikut
2.3.1 Pengemasan Makanan
Kontaminasi dari kemasan produk makanan telah terdeteksi pada beberapa
makanan terakait, termasuk bahan makanan, senyawa-senyawa stimulant, dan
pengawet-pengawet makanan. Salah satu senyawa tersebut adalah Bisphenol A
(BPA), yang dikenal sebagai pengganggu endrocrine sejak tahun1930-an .
BPAvdigunakan sebagai senyawa monomer dalam produk plastik polikarbonat.
Keprihatinan utama mengenai penggunaan bisphenol A dalam produk konsumen
dilaporkan oleh media pada tahun 2008. Pada tahun 2010, sebuah laporan dari
Amerika Serikat Food and Drug Administration (FDA) menimbulkan kekhawatiran
lebih lanjut mengenai Paparan BPA untuk janin , bayi dan anak-anak . Pada bulan
September 2010 , Kanada menjadi negara pertama yang menyatakan BPA sebagai zat
beracun dan melarang penggunaannya dalam botol bayi (AS FDA, 2010). Beberapa
aptamers dan platform aptamer telah dikembangkan dalam menanggapi masalah ini.

Misalnya, Lee et al . mengembangkan aptamer -sandwich berbasis sensor karbon


nanotube dapat mendeteksi BPA pada konsentrasi yang sangat rendah ( Lee et al . ,
2011) .
2.3.2

Logam Berat
Logam anorganik mencemari bahan makanan termasuk ikan dan produk

ikan, daging dan produk daging, susu dan produk susu, telur, lemak dan minyak serta
pakan ternak. Arsenik adalah senyawa karsinogen yang beracun yang ditemukan di
banyak bagian dunia. Unsur ini terdapat dalam beberapa bilangan oksidasi (-3, 0, + 3,
dan 5 +); Namun, arsenat [As (V)] dan arsenit [As (III)] adalah yang paling
melimpah. Kontaminasi terhadap manusia dapat terjadi melalui konsumsi langsung,
seperti minum air yang telah terkontaminasi arsenik dan melalui tanaman yang
tumbuh dari tanah yang terakumulasi arsenik. Hal ini dapat mengakibatkan efek yang
lebih serius termasuk kanker, penyakit kulit, dan penyakit kardiovaskular arsenikosis
(M. Kim et al., 2009). Kim et al. mengembangkan aptamer DNA afinitas tinggi untuk
arsenik yang dapat mengikat arsenat [(As (V)] dan arsenit [As (III)] dengan
konstanta disosiasi masing-masing 5 dan 7 nM (M. Kim et al., 2009).
Selain As, terdapat pula Mercury ion (Hg2+) sangat beracun dan kontaminan
luas. Unsur ini dapat merusak sistem saraf dan endokrin pusat. Selain itu, ikan dan
kerang yang terkontaminasi merkuri dalam tubuh mereka, sering dalam bentuk
methylmercury. Kehadiran merkuri dalam ikan bisa menjadi masalah kesehatan,
terutama bagi perempuan yang sedang hamil, ibu menyusui, dan anak-anak (Xu et
al., 2010).
2.3.3

Ochratoxins

Ochratoxins berbahayaterhadap produk makanan dari beberapa spesies


jamur, terutama di Aspergillus dan Penicillium genera, yang dapat mengkontaminasi
makanan dan minuman termasuk sereal, kacang-kacangan, kacang-kacangan,
rempah-rempah, buah-buahan kering, kopi, kakao, bir, dan anggur. Ochratoxin A
(OTA) adalah nefrotoksik dan karsinogenik dan menimbulkan ancaman serius bagi
kesehatan manusia dan hewan. Badan Internasional untuk Penelitian Kanker telah
mengklasifikasikan OTA sebagai senyawa yang karsinogen bagi manusia.
Berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan oleh Food Joint dan
Organisasi Pertanian / Komite Ahli WHO Food Additives (JECFA), lebih dari 50%
dari paparan OTA adalah hasil dari paparan dari sereal dan produk sereal. Batas
peraturan untuk OTA ada di beberapa negara, dan pengujian produk dilakukan pada
laboratorium pengujian pusat. Misalnya, Komisi Eropa diberikan maksimum batas 5
ug / kg untuk biji-bijian sereal mentah dan 3 mg / kg untuk semua produk sereal (De
Girolamo et al., 2011). Pada tahun 2008, Cruz-Aguado et al. mengembangkan
aptamer mikotoksin pertama untuk OTA. Aptamer DNA yang dipilih terikat OTA
dengan konstanta disosiasi nanomolar dan menunjukkan selektivitas yang tinggi
(Cruz-Aguado & Penner, 2008a).
Dengan urutan ini, Wang et al. mengembangkan metode uji jalur
kromatografi untuk cepat Deteksi OTA (L. Wang et al., 2011b). Uji Strip berbasis
aptamer didasarkan pada kompetisi untuk aptamer yang dimodifikasi dengan
nanopartikel emas (PNB) sebagai reporter visual antara ochratoxin A dan probe
DNA. GNPs disiapkan dan thiolated aptamers (Aptamer: 5'-GAT CGG GTG TGG
GTG GCG TAA Agg GAG CAT CGG ACA AAA AAA AAA AAA AAA AAA-SH3') adalah rakitan pada permukaan nanopartikel. Probe DNA (Uji garis penyelidikan

DNA 1: 5'-Biotin-CTA GCC CAC ACC CAC CGC ATT TCC CTC GTA GCC TGT3 'garis kontrol DNA probe 2: 5'-Biotin-TTT TTT TTT TTT TTT TTT-3. ) Yang
terkonjugasiuntuk streptavidin menggunakan 5 'biotin. Strip dikumpulkan sebagai
berikut (lihat Gambar. 3).

Gambar 3. Pembangunan strip berbasis aptamer


Strip ini mengandalkan reaksi kompetitif antara probe DNA 1 (garis uji)
dan Target OTA . Di hadapan OTA , yang aptamer - GNP tidak bisa berhibridisasi
dengan DNA menyelidiki 1 di garis uji , sehingga menyebabkan intensitas warna
merah menjadi lemah . terlepas dari konsentrasi OTA , probe aptamer - GNP bisa
berhibridisasi dengan DNA probe 2 di garis kontrol untuk memastikan validitas tes
deteksi ( lihat Gambar . 4 )

Gambar 4. Skema prinsip deteksi strip


Bila menggunakan jalur ini untuk tujuan kualitatif , ditemukan memiliki
batas visual deteksi ( LOD ) sebesar 1 ng / mL . Namun, adalah mungkin untuk
menggunakan strip ini untuk tujuan semi kuantitatif dengan LOD kuantitatif adalah
0.18 ng / mL yang lebih baik dari strip berbasis antibodi
2.4 Aptamer untuk Target Makromolekul
Salah satu contoh adalah neurotoksin botulisme. Protein ini terkait dengan
botulinium Clostridium, kontaminan umum dapat dalam makanan kaleng yang telah
benar disiapkan (misalnya dipanaskan sebelum pengalengan). Neurotoxin yang
memiliki dosis yang sangat mematikan (~ ng bakteri) dan dianggap sebagai salah
satu zat yang paling beracun yang dikenal. Tok & Fischer (2008) memilih aptamer
DNA untuk dua target-neurotoxin terkait botulinum, Bont-toxoid dan Bont Hcpeptida. Menggunakan microbead tunggal SELEX, studi ini menghasilkan urutan
tinggi afinitas yang kompetitif terikat ke target lebih sesuai antibodi. Beberapa

platform aptasensor menjanjikan dikembangkan sejauh ini termasuk bebas label tes
voltametri (Cheng et al, 2007), impendance spektroskopi Faradaic (Rodriguez et al.,
2005) dan teknologi RNA microarray (Collett et al., 2005).

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan :
1. Pada dasarnya biosensor terdiri dari tiga unsur yaitu unsur biologi (reseptor
biologi), transduser, dan sistem elektronik pemroses sinyal.
2. Biosensor berbasis aptamer dapat digunakan dalam mendeteksi kandungan
dalam makanan dengan metode elektokimia. Seperti mendeteksi logam
berat, racun, senyawa makromolekul, kontaminasi makanan akibat
pengemasan, dan lain-lain.

B. Saran
Secara kualitatif, kebutuhan akan biosensor sangat besar. Dan diperkirakan
permintaan biosensor di pasaran dunia akan selalu meningkat tiap tahun. Sehingga
sudah seyogyanya para peneliti memanfaatkan momentum tersebut untuk dapat
merintis dan mengembangkan sistem sensor dengan kreatifitas, langkah dan
kebijakan yang lebih baik lagi

DAFTAR PUSTAKA

Alan, K. H Cheng, et al. 2009. Design and Testng of Aptamer Biosensor for Protein
and Small molecules. Bioelectrochemistry 77, 1-12
Nutiu, Y. Lu. (2004). Structure-switching signal aptamers: transducing molecular.
Chem Eur J, 1868-1876.
Radi, Elgawad. 2011. Electrochemical Aptamer-Based Biosensor : Recent Advanes
and Perspective. International Journal of Electrochemistry Vol. 2011, Hal. 17
Steel, T.M. Herne, M.J. Tarlov. (1998). Electrochemical quantitation of DNA
immobi-lized on gold. Anal Chem, 46704677.
Wenjuan et al. 2008. Aptamer Biosensor for Protein Detection Using Gold
Nanoparticles. Analytical Chemsitry, 373, 213-219

You might also like