You are on page 1of 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Dasar Teori
II.1.1 Perpindahan Panas
Menurut Holman (1997), berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat lain karena
adanya perbedaan suhu diantara kedua tempat tersebut. Dalam proses perpindahan energi
tersebut tentu ada kecepatan perpindahan panas yang terjadi, atau yang lebih dikenal
dengan laju perpindahan panas. Maka ilmu perpindahan panas juga merupakan ilmu untuk
memperhitungkan laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Kalor
sendiri adalah salah satu bentuk energi. Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak
musnah, contohnya hukum kekekalan massa dan momentum, ini artinya kalor tidak hilang. Energi
hanya berubah bentuk dari bentuk yang pertama ke bentuk yang ke dua. Menurut Holman

(1997), ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi.
1. Pancaran (Radiasi)
Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang
bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam
ruang, bahkan jika terdapat ruang hampa di antara benda-benda tersebut. Energi radiasi
dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan melalui ruang antara,
dalam bentuk gelombang elektromagnetik Pada hakekatnya proses perpindahan kalor
radiasi terjadi dengan perantaraan foton dan juga gelombang elektromagnet. Bila energi
radiasi menimpa suatu bahan, maka sebagian radiasi dipantulkan, sebagian diserap dan
sebagian diteruskan. Jadi dalam mempelajari perpindahan kalor radiasi akan dilibatkan
suatu fisik permukaan. Ciri-ciri radiasi yaitu :
Kalor radiasi merambat lurus.
Untuk perambatan itu tidak diperlukan medium (misalnya zat cair atau gas).
Perpindahan panas secara radiasi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

dimana :

Q=

AT 4

..........................................................(1)

= konstanta Boltzman = 5,676 x 10-8 (W/m2..oK4)


= emissivity (=1 untuk benda hitam)
= luas permukaan benda (m2)

Gambar II.1 Perpindahan Panas Secara Radiasi

2. Hantaran (konduksi)
II-1

BAB II TINJAUN PUSTAKA


Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor
mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah
dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan
yang bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan
momentum.
Bahan yang dapat menghantar kalor dengan baik dinamakan konduktor. Penghantar
yang buruk disebut isolator. Sifat bahan yang digunakan untuk menyatakan bahwa
bahan tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor ialah koefisien konduksi
termal. Apabila nilai koefisien ini tinggi, maka bahan mempunyai kemampuan
mengalirkan kalor dengan cepat. Untuk bahan isolator, koefisien ini bernilai kecil. Pada
umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam)
merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya.
Q=
..........................................................(2)
K A T
dimana : Q
= rate perpindahanxpanas (watt)
A
k
x
T

= luas penampang searah aliran panas (m2)


= thermal conductivity bahan (W/m.K)
= jarak perpindahan panas (m)
= suhu (oK)

Gambar II.2 Perpindahan Panas Secara Konduksi

3. Aliran (konveksi)
Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan/aliran/ pencampuran
dari bagian panas ke bagian yang dingin. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan
bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan
permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang
utama. Oleh karena konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka
bentuk pengangkutan kalor ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan
zat ini terjadi aliran, karena massa yang akan dipanaskan tidak sekaligus dibawa ke
suhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama
dipanaskan memperoleh massa jenis yang lebih kecil daripada bagian massa yang
lebih dingin. Sebagai akibatnya terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya tersebar pada
seluruh zat.
Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas konveksi
diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan konveksi
paksa (forced convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan
kerapatan karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai
konveksi bebas (free / natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya
pemaksa / eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN
MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

II-2

BAB II TINJAUN PUSTAKA


fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya
disebut sebagai konveksi paksa.
Q = h A T
..........................................................(3)
dimana :

h
T
A

= koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.K)


= suhu fluida (oK)
= luas area / dinding (m2)

Gambar II.3 Perpindahan Panas Secara Konduksi

II.1.2 Alat Penukar Panas


Menurut Sugiyanto (2009), Penukar kalor banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari dan di industri. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari sering
dipergunakan peralatan masak memasak yang semuanya sebenarnya merupakan alat
penukar kalor. Di dalam mobil maupun alat transportasi lainnya banyak dijumpai radiator
maupun alat pengkondisi udara kabin, yang keduanya juga merupakan penukar kalor. Di
industri, banyak sekali peralatan penukar kalor seperti ketel uap (boiler), pemanas lanjut
(super heater), pendingin oli pelumas (oil cooler), kondenser (condenser), dan lainlain. Khusus untuk industri semen, sebenarnya peralatan utama produksi seperti
suspension preheater, calciner, kiln, dan cooler sebenarnya juga merupakan alat
penukar kalor. Selain itu masih banyak penukar kalor untuk fungsi lainnya yang
dipergunakan dalam industri semen seperti pendingin minyak pelumas, pendingin udara
untuk kebutuhan jet pulse filter, dan lain sebagainya. Alat penukar kalor merupakan suatu
peralatan dimana terjadi perpindahan panas dari suatu fluida yang temperaturnya lebih
tinggi kepada fluida yang temperaturnya lebih rendah. Proses perpindahan panas tersebut
dapat dilakukan secara langsung atau tidak. Maksudnya ialah :
1. Alat penukar kalor yang langsung, ialah dimana fluida yang panas akan bercampur
secara langsung dengan fluida dingin (tanpa adanya pemisah) dalam suatu bejana atau
ruangan tertentu.
2. Alat penukar kalor yang tidak langsung, ialah dimana fluida panas tidak berhubungan
langsung (indirect contact) dengan fluida dingin. Jadi proses perpindahan panasnya itu
mempunyai media perantara, seperti pipa, pelat atau peralatan jenis lainnya.
Jika ditinjau dari fungsinya, semua penukar kalor sebenarnya sama fungsinya
yaitu menukarkan energi yang dimiliki oleh suatu fluida atau zat ke fluida atau zat
lainnya. Perlu dicatat di sini bahwa fluida atau zat yang saling ditukarkan energinya
tersebut dapat merupakan fluida atau zat yang sama namun berbeda temperaturnya.
Sebagai contoh dalam hal penukar kalor yang berfungsi untuk mendinginkan minyak
II-3
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN
MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

BAB II TINJAUN PUSTAKA


pelumas gearbox dengan pendingin air, ini berarti bahwa penukar kalor tersebut berfungsi
memindahkan energi yang dimiliki oleh minyak pelumas ke air pendinginnya, sehingga
air tersebut menerima energi dari minyak pelumas yang ditandai dengan kenaikan
temperaturnya. Sedangkan bagi minyak pelumas yang memberikan energinya ke air akan
mengalami penurunan temperaturnya sehingga kekentalannya dan sifat melumasinya
akan menjadi lebih baik dan dapat dipergunakan untuk melumasi kembali. Dalam kasus
seperti ini seolah-olah penukar kalor hanyalah merupakan tempat berlangsungnya
transfer energi dari minyak pelumas menuju air pendingin (Kusuma, 2011).
Dalam praktek fungsi penukar kalor yang dipergunakan di industri lebih
diutamakan untuk menukarkan energi dua fluida (boleh sama zatnya) yang berbeda
temperaturnya. Pertukaran energi dapat berlangsung melalui bidang atau permukaan
perpindahan kalor yang memisahkan kedua fluida atau secara kontak langsung (fluidanya
bercampur). Energi yang dipertukarkan akan menyebabkan perubahan temperatur fluida
(kalor sensibel) atau kadang dipergunakan untuk berubah fasa (kalor laten). Laju
perpindahan energi dalam penukar kalor dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kecepatan
aliran fluida, sifat-sifat fisik (viskositas, konduktivitas termal, kapasitas kalor spesifik, dan
lain-lain), beda temperatur antara kedua fluida, dan sifat permukaan bidang perpindahan
kalor yang memisahkan kedua fluida. Walaupun fungsi penukar kalor adalah untuk
menukarkan energi dua fluida atau dua zat, namun jenisnya banyak sekali. Hal ini terjadi
karena biasanya desain penukar kalor harus menunjang fungsi utama proses yang akan
terjadi di dalamnya.
Menurut Kusuma (2011), menyatakan bahwa berdasarkan proses perpindahan kalor
yang terjadi, penukar kalor dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu :
a. Tipe kontak langsung
Tipe kontak langsung adalah tipe alat penukar kalor dimana antara dua zat yang
dipertukarkan energinya dicampur atau dikontakkan secara langsung. Contohnya
adalah clinker cooler dimana antara clinker yang panas dengan udara pendingin
berkontak langsung. Contoh yang lain adalah cooling tower untuk mendinginkan air
pendingin kondenser pada instalasi mesin pendingin sentral atau PLTU, dimana antara
air hangat yang didinginkan oleh udara sekitar saling berkontak seperti layaknya air
mancur. Dengan demikian ciri khas dari penukar kalor seperti ini (kontak langsung)
adalah bahwa kedua zat yang dipertukarkan energinya saling berkontak secara
langsung (bercampur) dan biasanya kapasitas energi yang dipertukarkan relatif kecil.
Contoh-contoh lain adalah desuper-heater tempat mencampur uap panas lanjut dengan
air agar temperatur uap turun, pemanas air umpan ketel uap (boiler) dengan
memanfaatkan uap yang diekstraksi dari turbin uap. Alat yang terakhir ini sering
disebut feed water heater.
b. Tipe tidak kontak langsung
Tipe tidak kontak langsung adalah tipe alat penukar kalor dimana antara
kedua zat yang dipertukarkan energinya dipisahkan oleh permukaan bidang padatan
seperti dinding pipa, pelat, dan lain sebagainya sehingga antara kedua zat tidak
tercampur. Dengan demikian mekanisme perpindahan kalor dimulai dari zat yang
lebih tinggi temperaturnya mula-mula mentransfer energinya ke permukaan pemisah
untuk kemudian diteruskan ke zat yang berfungsi sebagai pendingin atau penerima
II-4
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN
MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

BAB II TINJAUN PUSTAKA


energi. Untuk meningkatkan efektivitas pertukaran energi, biasanya bahan permukaan
pemisah dipilih dari bahan-bahan yang memiliki konduktivitas termal yang tinggi
seperti tembaga dan aluminium. Contoh dari penukar kalor seperti ini sering kita
jumpai antara lain radiator mobil, evaporator AC, pendingin oli gearbox dengan air,
dan lain-lain. Dengan bahan pemisah yang memiliki konduktivitas termal yang tinggi
diharapkan tahanan termal bahan tersebut akan rendah sehingga seolah-olah antara
kedua zat yang saling dipertukarkan energinya seperti kontak lansung. Bedanya
dengan yang kontak langsung adalah masalah luas permukaan transfer energi. Pada
jenis kontak langsung luas permukaan perpindahan kalor sangat tergantung pada luas
kontak antara kedua zat, sedangkan pada tipe tidak kontak langsung luas permukaan
sama dengan luas permukaan yang memisahkan kedua zat.
II.1.3 Heat Exchanger
Heat Exchanger merupakan peralatan yang digunakan untuk perpindahan panas
antara dua atau lebih fluida. Banyak jenis heat exchanger yang dibuat dan digunakan
dalam pusat pembangkit tenaga, unit pendingin, unit pengkondisi udara, proses di
industri, sistem turbin gas, dll. Hampir pada semua heat exchanger, perpindahan panas
didominasi oleh konveksi dan konduksi dari fluida panas ke fluida dingin, dimana
keduanya dipisahkan oleh dinding. Besar konveksi yang terjadi dalam suatu double-pipe
heat exchanger akan berbeda dengan cross-flow heat exchanger atau shell-and-tube
heat exchanger atau compact heat exchanger atau plate heat exchanger untuk beda
temperatur yang sama. (Handoyo, 2001).
Besar kecepatan aliran menentukan jenis aliran, yaitu aliran laminer atau turbulen.
Turbulensi yang terjadi dalam aliran akibat tingginya kecepatan aliran dapat
memperbesar bilangan Reynold dan bilangan Nusselt yang kemudian meningkatkan
perpindahan panas secara konveksi. Namun, semakin tinggi kecepatan aliran berarti
waktu kontak kedua fluida semakin singkat (Handoyo, 2001).
Menurut Kern, (1965) terdapat dua jenis aliran pada heat exchanger, yaitu:
1. Aliran Co-Current
Jika dua fluida memasuki Exchanger pada dua ujung yang sama dan mengalir
dengan arah yang sama, alirannya disebut parallel atau co-current flow. Kelebihan aliran
co-current diantaranya biasa dipakai dalam 1 fasa di multifase heat exchanger, dapat
membatasi suhu maksimal fluida dingin, dapat mengubah salah satu fluida dengan
cepat. Sedangkan untuk kekurangan diantaranya ialah panas yang dihasilkan lebih kecil
dibanding counter current, jarang dipakai dalam single pass heat exchanger, tidak
mungkin didapat salah satu fluida yang keluar mendekati suhu masuk fluida lain.

Gambar II.4 Pola Aliran dan Distribusi Temperatur dalam Co-Current Flow

2. Aliran Counter-Current
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN
MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

II-5

BAB II TINJAUN PUSTAKA


Berdasarkan Kern (1965), meyatakan bahwa ketika dua fluida memasuki
Exchanger pada ujung yang berbeda dan melewati Exchanger unit dengan arah yang
berlawanan, aliran tipe ini disebut counter flow atau counter current flow. Secara
umum, kelebihan counter current yang utama adalah panas yang dihasilkan cukup
besar dibandingkan co-current, suhu keluar dari salah satu fluida dapat mendekati
suhu masuk fluida lain, bahan konstruksi lebih awet karena thermal stress-nya kecil.
Sedangkan untuk kekurangannya adalah tidak dapat dipakai untuk mengubah suhu
fluida dengan cepat dan kurang efisien jika dipakai untuk menaikkan suhu fluida dingin
untuk batas tertentu

Gambar II.5 Pola Aliran dan Distribusi Temperatur dalam Counter-Current Flow

Menurut Indra (2010), faktor yang mempengaruhi kinerja Heat Exchanger ialah :
1. Fouling faktor (Rd) fouling adalah peristiwa terakumulasinya padatan yang tidak
dikehendaki di permukaan Heat Exchanger yang berkontak dengan fluida kerja,
termasuk permukaan heat transfer. Penyebab terjadinya fouling ialah adanya pengotor
berat yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi atau coke keras. Adanya pengotor
berpori yaitu kerak lunak yang berasal dari dekomposisi kerak keras. Fouling dapat
mengakibatkan kenaikan tahanan heat transfer, sehingga meningkatkan biaya, baik
investasi, operasi maupun perawatan. Untuk pengaruh ukuran heat exchanger ialah
ukurannya menjadi lebih besar, kehilangan energi meningkat, waktu shutdown lebih
panjang dan biaya perawatan meningkat. Variabel operasi yang berpengaruh terhadap
fouling diantaranya ialah kecepatan linier fluida (velocity), semakin tinggi kecepatan
linier fluida, maka semakin rendah kemungkinan terjadinya fouling.
2. Pressure drop, untuk mengetahui sejauh mana fluida dapat memepertahankan tekanan
yang dimilikinya selama fluida mengalir. Disebabkan oleh 2 hal : Friksi aliran dengan
dinding, Pembelokan aliran. Jika P terlalu besar : disebabkan jarak antar buffle yang
terlalu dekat, aliran menjadi lambat, perlu tenaga pompa yang besar. Jika P terlalu
rendah, perpindahan panas tidak sempurna.
Menurut Handy (2011), berdasarkan fungsinya, alat penukar kalor dapat
digolongkan sebagai berikut :
1. Chiller
Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperatur
yang rendah. Temperatur fluida hasil pendinginan didalam chiller yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk
chiller ini media pendingin biasanya digunakan amonia atau freon.
2. Kondensor
Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga
berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara.
II-6
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN
MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

BAB II TINJAUN PUSTAKA


Uap atau campuran uap akan melepaskan panas atent kepada pendingin, misalnya pada
pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensor turbin, maka uap bekas
dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.
3. Cooler
Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan
mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa,
dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin cooler mempergunakan
media pendingin berupa udara dengan bantuan fan.
4. Evaporator
Alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada
alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang
dimanfaatkan alat ini adalah panas laten dan zat yang digunakan adalah air atau
refrigerant cair.
5. Reboiler
Alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan
sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah
uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri.
II.4 Macam-Macam Heat Exchanger
Menurut Geankoplis (1997), menyatakan dalam proses industri, transfer panas dari
dua liquid adalah umumnya terjadi pada Heat Exchanger. Transfer panas terjadi dari liquid
yang lebih panas ke dinding atau permukaan tube dengan cara konveksi, melewati dinding
tube ke dalam dengan cara konduksi dan kemudian konveksi ke liquid yang lebih dingin.
Ada tiga tipe dari Heat Exchanger, yaitu :
1. Double-pipe heat Exchanger
Exchanger yang paling sederhana adalah double-pipe atau concentric-pipe Exchanger.
Prosesnya, yaitu dimana satu fluida mengalir di dalam pipa (inner pipe) sedangkan fluida
yang lain mengalir dalam annular space diantara dua pipa. Fluida tersebut bisa dalam
aliran co-current atau counter current. Exchanger itu bisa dibuat dari sepasang pipa
tunggal panjang dengan fitting pada bagian akhir atau dari beberapa pasang yang
dihubungkan secara seri. Exchanger tipe ini biasanya digunakan untuk aliran rate yang
kecil (Geankoplis, 1986).
Double Pipe Heat Exchanger berisikan pipa atau beberapa pipa yang mempunyai shell
( annulus ) sendiri-sendiri. Aliran fluida searah atau lawan arah dapat digunakan, baik
fluida panas maupun dingin dalam shell dan fluida lain dalam pipa. Untuk keperluan
praktis, alat ini berbentuk pipa U dan bagian luarnya diberi sirip untuk meningkatkan
pemindahan panas. Keistimewaan jenis ini selain sederhana adalah mampu beroperasi pada
tekanan tinggi, dan karena tidak ada sambungan, resiko tercampur kedua fluida sangat
kecil. Kelemahannya terletak pada kapasitas perpindahan panasnya sangat kecil (Sugiyanto,
2009).

Gambar II.6 Double Pipe Exchanger

LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN


MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

II-7

BAB II TINJAUN PUSTAKA

2. Shell-and-tube Exchanger
Menurut Kern (1965), menjelaskan bahwa jenis ini terdiri dari shell yang didalamnya
terdapat rangkaian pipa kecil yang disebut tube bundle. Perpindahan panas terjadi antara
fluida yang mengalir di dalam tube dan fluida yang mengalir di luar tube (pada shell side).
Shell and tube ini merupakan Heat exchanger yang paling banyak digunakan dalam prosesproses industri.
Keuntungan Shell and Tube Heat exchanger merupakan Heat exchanger yang paling
banyak digunakan di proses-proses industri karena mampu memberikan ratio area
perpindahan panas dengan volume dan massa fluida yang cukup kecil. Selain itu juga dapat
mengakomodasi ekspansi termal, mudah untuk dibersihkan, dan konstruksinya juga paling
murah di antara yang lain. Untuk menjamin bahwa fluida pada shell-side mengalir
melintasi tabung dan dengan demikian menyebabkan perpindahan kalor yang lebih tinggi,
maka di dalam shell tersebut dipasangkan sekat penghalang (baffles).
Menurut Muttaqin (2012), menyatakan bahwa shell and tube ini dibagi lagi sesuai
dengan penggunaannya yaitu class R (untuk keperluan proses dengan tekanan tinggi),
class C (untuk keperluan proses dengan tekanan dan temperatur menengah dan fluida yang
tidak korosif, serta class B (untuk keperluan fluida yang korosif). Proses pertukaran panas
pada kedua fluida ini terjadi pada dinding tube dimana terdapat dua proses perpindahan
yaitu secara konduksi dan konveksi. Heat exchanger tipe Shell and Tube dibedakan atas:

Fixed Tube Sheet


Fixed Tube Sheet merupakan jenis shell and tube Heat exchanger yang terdiri dari
tube-bundle yang dipasang sejajar dengan shell dan kedua tube sheet menyatu dengan
shell. Kelemahan pada tipe ini adalah kesulitan pada penggantian tube dan pembersihan
shell.

Floating Tube Sheet


Floating Tube Sheet merupakan Heat exchanger yang dirancang dengan salah satu tipe
tube sheetnya mengambang, sehingga tube-bundle dapat bergerak di dalam shell jika
terjadi pemuaian atau penyusutan karena perubahan suhu. Tipe ini banyak digunakan
dalam industri migas karena pemeliharaannya lebih mudah dibandingkan fix tube sheet,
karena tube-bundlenya dapat dikeluarkan, dan dapat digunakan pada operasi dengan
perbedaan temperatur antara shell dan tube side di atas 200 oF.
U tube/U bundle
U tube/U bundle merupakan jenis HE yang hanya mempunyai 1 buah tube sheet,
dimana tube dibuat berbentuk U yang ujung-ujungnya disatukan pada tube sheet sehingga
biaya yang dibutuhkan paling murah di antara Shell and Tube Heat exchanger yang lain.
Tube bundle dapat dikeluarkan dari shellnya setelah channel headnya dilepas. Tipe ini juga
II-8
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN
MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

BAB II TINJAUN PUSTAKA


dapat digunakan pada tekanan tinggi dan beda temperatur yang tinggi. Masalah yang
sering terjadi pada Heat exchanger ini adalah terjadinya erosi pada bagian dalam
bengkokan tube yang disebabkan oleh kecepatan aliran dan tekanan di dalam tube, untuk
itu fluida yang mengalir dalam tube side haruslah fluida yang tidak mengandung partikelpartikel padat.
Sebuah Shell and Tube Heat Exchanger terdiri dari sebuah shell silindris (badan Heat
Exchanger ) yang di dalamnya terdapat sejumlah tube (tube bundle) yang disusun dengan
pola tertentu. Tipe susunan tube yang banyak digunakan adalah In-line Square Pitch, Inline Triangular Pitch, Diamond Square Pitch dan Triangular Pitch. Temperatur aliran
fluida di dalam tube bundle berbeda dengan di luar tube (di dalam shell) sehingga terjadi
perpindahan panas melalui dinding tube antara aliran fluida di dalam tube dan di luar tube.
Dengan demikian, luas permukaan perpindahan panas bergantung pada jumlah tube/pipa
dalam shell. Jenis material pipa dan ketebalan harus sesuai dengan karakter fluida dan
kondisi operasinya. Daerah yang berhubungan dengan bagian dalam tube disebut dengan
tube side dan yang di luar tube disebut shell side (Sugiyanto, 2009).

LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN


MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

II-9

BAB II TINJAUN PUSTAKA

Hot fluid out

Gambar II.7 Shell and Tube Heat Exchanger

3. Cross-flow Exchanger

LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN


MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

II-10

BAB II TINJAUN PUSTAKA


Apabila suatu gas seperti udara dipanaskan atau didinginkan, peralatan yang digunakan
biasanya adalah cross-flow exchanger. Salah satu fluida, yaitu liquid mengalir pada bagian
dalam tube dan gas mengalir melalui tube bundle disebabkan oleh konveksi paksa atau
konveksi bebas (Geankoplis, 1986).

Gambar II.8 Cross flow heat Exchanger

II.1.5 Perhitungan dalam Desain Heat Exchanger


II.1.5.1 Neraca panas
Berdasarkan Kern (1965), menyatakan persamaan neraca panas sebagai berikut :
Qh = Q c
...................................(4)
W h Cp h (T 1T 2 )=W c Cp c ( t 1t 2)

.................................. (5)

Dimana :
Qh
= Panas yang dilepas oleh fluida panas, kJ/s
Qc
= Panas yang dilepas oleh fluida dingin, kJ/s
Wh
= Laju alir fluida panas, kg/s
Wc
= Laju alir fluida dingin, kg/s
CP,h
= Kapasitas panas untuk fluida panas, kJ/kg oK
CP,c
= Kapasitas panas fluida dingin, kJ/kg oK
II.1.5.2 Logarithmic Mean Temperature Difference (LMTD)
Pada umumnya kedua fluida yang mengalir bervariasi tidak linear dengan
temperatur. Pada setiap titik T-t antara kedua aliran berbeda sehingga LMTD diperlukan
untuk mempelajari T-t vs Q, sehingga persamaan perpindahan panas di dalam double pipe
Exchanger menurut Geankoplis (1997), dapat ditulis sebagai berikut :
Q=A UD LMTD
...........................................(6)
Q
UD = A x LMTD

...........................................(7)

Dimana :
A
= Luas perpindahan panas, m2
UD
= Overall heat transfer coefficient, kJ/s m2 oK
LMTD
= Logarithmic Mean Temperature Difference, oK
Ketika fluida panas dan dingin dalam heat exchanger mengalir secara countercurrent atau co-current, Log Mean Temperature Difference (LMTD) akan digunakan :
( T 2 - T1 )
LMTD= ln T 2
.....................................(8)
T 1
Dimana T2 adalah perbedaan suhu pada ujung Exchanger dan T1 adalah ujung
yang lain. LMTD ini digunakan untuk double pipe heat exchanger dan 1-1
II-11
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN
MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

BAB II TINJAUN PUSTAKA


Exchanger dengan 1 shell pass dan 1 tube pass dalam aliran counter maupun co-current
(Geankoplis, 1997).

LMTD untuk co-current :


Berdasarkan Kern (1965), Log Mean Temperature Difference (LMTD) untuk aliran
co-current dinyatakan dalam persamaan berikut ini :
( T1 - t1 ) -( T2 - t 2 )
LMTD=
(9)
( T 1 - t1 )
ln
( T2 - t 2 )
LMTD untuk counter current :
Berdasarkan Kern (1965), Log Mean Temperature Difference (LMTD) untuk aliran
counter-current dinyatakan dalam persamaan berikut ini :
( T1 - t2 ) -( T2 - t 1 )
LMTD=
(10)
( T 1 - t2 )
ln
( T2 - t 1 )
Menurut Kern (1965), meyatakan bahwa penurunan dari perbedaan temperatur
antara kedua fluida pada aliran berlawanan berlaku asumsi-asumsi di bawah ini :
1. Koefisien perpindahan panas total (U) adalah konstan pada keseluruhan proses.
2. Laju alir massa adalah konstan karena aliran dianggap steady state.
3. Panas spesifik dalah konstan pada keseluruhan proses.
4. Tidak ada perubahan fase dalam temperature, yaitu penguapan dan kondensasi.
5. Kehilangan panas diabaikan.
II.1.5.3 Individual Heat Transfer Coefficient
Menurut Geankoplis (1997), individual heat transfer koefisien adalah koefisien
perpindahan panas untuk menyatakan besarnya perpindahan panas antara fluida yang
mengalir dalam suatu permukaan dengan permukaan tersebut. Untuk mecari besarnya
individual heat transfer biasanya dipergunakan analisa dimensional dari bilangan-bilangan
tak berdimensi, antara lain :
1. Reynold Number (Nre)
DG
Nre =
.........................................................(11)

2. Pradtl Number (Npr)


Npr=

Cp
k

........................................................(12)

Karena untuk perhitungan OHTC harus dipergunakan satu harga luas perpindahan
panas yang biasanya adalah permukaan luar pipa, oleh karena itu Kern (1965), menyatakan
bahwa individual heat transfer coefficient aliran dalam pipa harus diubah dengan
menggunakan persamaan :
D1
Npr= hio x De ...................................................(13)
II.1.5.4 Fouling Factors
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN
MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

II-12

BAB II TINJAUN PUSTAKA


Dalam prakteknya heat-transfer surface tidak bersih, kotoran, soot, scale, dan
deposit lain terbentuk pada salah satu atau kedua sisi tube-tube exchanger serta pada heattransfer surface lainnya. Deposit-deposit ini akan resistansi pada aliran dan mereduksi
koefisien heat-transfer overall U.
Untuk mencegah atau mengurangi ini fouling masalah inhibitor kimia sering
ditambahkan untuk meminimalkan korosi, deposisi garam, dan pertumbuhan algae.
Velocity air di atas 1 m/s digunakan membantu mereduksi fouling. Perbedaan temperatur
yang tinggi bisa memungkinkan untuk mencegah deposisi solid pada surface (Geankoplis,
1986).

Berdasarkan Kern (1965), koefisien overall dari perpindahan panas diperlukan


untuk memperoleh kondisi proses dapat diperoleh dari persamaan Fourier bila luas
permukaan A diketahui dan Q dan t dihitung dari proses. Lalu U = Q/A t. Abaikan
resistensi dinding pipa :
h h
U c = io o
h io + h o ...................................................(14)
Berdasarkan Kern (1965), persamaan Fourier yang menyatakan hubungan antara
dua koefisien overall UC dan UD adalah sebagai berikut:
1
1
=
+Rd ...................................................(15)
UD Uc
Rd= Rdi + Rd 0 ..................................................(16)
Dimana :

UC = Overall heat transfer coefficient dalam keadaan bersih, kJ/s m2 oK


UD = Overall heat transfer coefficient dalam keadaan kotor, kJ/s m2 oK
Rd
= Faktor kekotoran gabungan, s m2 oK/kJ
II.1.4.5 Harga efisiensi
Menurut Sugianto (2010), efisiensi efektif dari alat penukar panas adalah sebagai
berikut :
1.
Panas Jenis Fluida Dingin
Cc = Wc x CPc...........................................................(17)
2.
Panas Jenis Fluida Panas
Ch = Wh x CPh..........................................................(18)
3.
Laju Perpindahan Panas Aktual
Qact = Cc x (t2-t1).......................................................(19)
4.
Laju Perpindahan Panas Maksimal
Qmak = Ch x (T1-t1)....................................................(20)
5.
Efesiensi Efektif dari Heat Exchanger
Qact
= Qmak x 100%............................................(21)
Dimana :

Qact
Qmak

= Panas yang dilepas oleh fluida dingin, kJ/s


= Panas yang dilepas oleh fluida masuk, kJ/s

LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN


MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

II-13

BAB II TINJAUN PUSTAKA


Wh
= Laju alir fluida panas, kg/s
Wc
= Laju alir fluida dingin, kg/s
CPh
= Kapasitas panas untuk fluida panas, kJ/kg oK
CPc
= Kapasitas panas fluida dingin, kJ/kg oK
Menurut Mufid (2011), menyatakan bahwa efisiensi heat exchanger dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1. Laju perpindahan kalor
Laju perpindahan kalor menyatakan banyaknya panas yang mampu ditransfer tiap
satuan waktu, sehingga semakin besar laju perpindahan kalor, semakin besar pula
efisiensi heat excahnger (Prawesti, 2010).
2. Faktor gesekan
Faktor gesekan akan mempengaruhi nilai NRe fluida. Adanya faktor gesekan
menyebabkan berkurangnya turbulensi (Prawesti, 2010).
3. Pola aliran fluida
Pola aliran fluida mempengaruhi turbulensi yang berpengaruh pada laju perpindahan
panas (Prawesti, 2010).
4. Jenis material heat exchanger
Setiap material heat exchanger yang digunakan memiliki nilai koefisien perpindahan
panas yang berbeda-beda, maka kemampuan transfer panas yang diberikan pada heat
exchanger juga berbeda, sehingga mempengaruhi efisiensi heat exchanger (Prawesti,
2010).

5. Jenis heat exchanger


Jenis double pipe heat exchanger hanya dapat digunakan untuk luas permukaan
perpindahan panas yang lebih kecil dibandingkan jenis shell and tube heat exchanger.

II.2 Aplikasi Industri


Analisa Unjuk Kerja Alat Penukar Kalor Tipe Shell And Tube Untuk
Pendinginan Minyak Pelumas Pada Sistem Penggerak Induced Draft Fan
Induced Draft Fan berfungsi untuk menghisap gas panas dan abu sisa pembakaran
pada rotary kiln (tanur putar) untuk proses pengeringan material mentah di unit raw mill
(penggiling material mentah). Komponen ID Fan terdiri dari fan (kipas), motor listrik,
sistem penggerak, pipa saluran, dumper (peralatan pengendali aliran) dan sistem pendingin
(alat penukar kalor). Alat penukar kalor digunakan untuk mempertahankan karakteristik
pelumas pada sistem penggerak ID Fan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui unjuk kerja dari alat penukar kalor berdasarkan beberapa batasan antara lain,
alat penukar kalor yang dianalisa adalah tipe selongsong dan pipa, fluida kerja dan fluida
pendingin mengalir dalam arah yang berlawanan. Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik
Semen Kupang II PT. Sarana Agra Gemilang, KSO PT. Semen Kupang (Persero).
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif,
berdasarkan informasi data yang didapat dari lapangan.
Heat Exchanger adalah suatu alat yang menghasilkan perpindahan panas dari suatu
fluida ke fluida lainnya. Hal yang lazim pada Heat Exchanger adalah perpindahan panas
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN
MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

II-14

BAB II TINJAUN PUSTAKA


pada suatu fluida terpisah dengan fluida lainnya oleh dinding atau sekat yang dilalui oleh
panas. Jenis Heat Exchanger yang sederhana adalah wadah dimana fluida yang panas dan
fluida yang dingin dicampur secara langsung. Pada sistem ini, kedua fluida akan mencapai
suhu akhir yang sama, dan jumlah panas yang berpindah dapat diperkirakan dengan
mempersamakan kerugian energi dari fluida yang lebih panas dengan perolehan energi
oleh fluida yang lebih dingin. Berikut ini adalah spesifikasi heat exchanger yang
digunakan di Pabrik Semen Kupang II:
Kapasitas
: 5 m3
Fluida tube
: minyak pelumas
Fluida shell
: water
Minyak pelumas yang merupakan fluida panas diletakkan di dalam tube untuk
mencapai efisiensi yang lebih tinggi karena tidak ada panas yang terbuang keluar. Panas
yang dilepas oleh fluida panas secara keseluruhan dapat digunakan untuk menaikkan
temperatur fluida dingin (air) dalam shell, tanpa ada panas yang terbuang keluar.
Sedangkan material properties yang digunakan yaitu:
Q (flow rate)
= 5,1 m3/jam
Do (outside diameter)
= 0,01 m
Di (inside diameter)
= 0,0092 m
N (jumlah baffle)
= 142
Tin minyak pelumas
= 57 oC
Tout minyak pelumas
= 48 oC
Tin water
= 30 oC
Berikut adalah Sifat fisik fluida di dalam heat exvhanger pada Pabrik Semen Kupang
II:

Fluida
Air
Minyak Pelumas

(kg/m3)

1000
853,77

Cp (J/kg K)
4178
2118

Kf (W/m K)
0,620
0,1385

(kg/m s)
7,69 x 10-4
3,52 x 10-2

LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN


MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

II-15

BAB II TINJAUN PUSTAKA


Berdasarkan hasil analisa perhitungan dan pembahasan untuk mengetahui unjuk
kerja alat penukar kalor tipe shell and tube, dapat disimpulkan bahwa efektivitas yang
dihasilkan berkisar antara 0.28 0.29. Namun, jika dibandingkan dengan hubungan antara
NTU terhadap efektivitas Cmin/Cmax, maka nilai yang dihasilkan berada pada rentang 0.64
0.45. Keadaan ini menunjukkan bahwa alat penukar kalor tipe shell and tube yang
dianalisa wajib dibersihkan karena memiliki kualitas yang kurang baik, dimana nilai
efektivitas aktual yang dihasilkan lebih rendah dari nilai efektivitas teoritis.
Sumber : Yohanes (2015)

LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DENGAN PERPINDAHAN


MASSA
DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS

II-16

You might also like