You are on page 1of 9

TETRALOGY FALLOT

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetralogi fallot (TOF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling
banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit
jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium
dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit
jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot
merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang
paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya
pirau kanan ke kiri.
Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien Tetralogi fallot didapat diatas 5 tahun
dan prevalensi menurun setelah berumur 10 tahun. Dari banyaknya kasus kelainan
jantung serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka
sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan
mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat (Staf IKA, 2007).

B. Rumusan Masalah

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Adapun rumusan masalah yang didapatkan antara lain:


Apa saja klasifikasi dari penyakit jantung bawaan/congenital heart disease (CHD)?
Apa definisi dari penyakit tetralogi fallot?
Apa saja etiologi dari penyakit tetralogi fallot?
Bagaimana patofisiologi penyakit tetralogi fallot?
Apa gejala dan tanda penyakit tetralogi fallot?
Apa saja komplikasi dari penyakit tetralogi fallot?
Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyakit tetralogi fallot?
Bagaimana pengobatan penyakit tetralogi fallot?

C. Tujuan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Adapun tujuan yang didapatkan antara lain:


Agar dapat menjelaskan klasifikasi dari penyakit jantung bawaan/congenital heart
disease(CHD)
Agar dapat menjelaskan definisi dari penyakit tetralogi fallot
Agar dapat menjelaskan etiologi dari penyakit tetralogi fallot
Agar dapat menjelaskan patofisiologi penyakit tetralogi fallot
Agar dapat menjelaskan gejala dan tanda penyakit tetralogi fallot
Agar dapat menjelaskan komplikasi dari penyakit tetralogi fallot
Agar dapat menjelaskan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyakit tetralogi
fallot
Agar dapat menjelaskan pengobatan penyakit tetralogi fallot

D. Manfaat

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Adapun manfaat yang didapatkan antara lain:


Memahami klasifikasi dari penyakit jantung bawaan/congenital heart disease (CHD)
Memahami definisi dari penyakit tetralogi fallot
Memahami etiologi dari penyakit tetralogi fallot
Memahami patofisiologi penyakit tetralogi fallot
Memahami gejala dan tanda penyakit tetralogi fallot
Memahami komplikasi dari penyakit tetralogi fallot
Memahami pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyakit tetralogi fallot
Memahami pengobatan penyakit tetralogi fallot

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Jantung Bawaan

1.
2.
3.
4.

Penyakit jantung bawaan merupakan hasil dari abnormalitas struktur atau fungsi
sistem kardiovaskuler sewaktu lahir. Pada sebagian besar kasus tertentu, defek struktural
dapat ditandakan pada gangguan spesifik perkembangan embriologis yang normal.
Insiden penyakit jantung kongenital/Congenital Heart Disease (CHD) sebanyak kirakira 8 diantara 1000 kelahiran hidup dan menjadi lebih tinggi apabila katup aorta
bikuspidal diikutsertakan. Sekitar 1/3 kasus kondisi sakit yang kritis terjadi pada awal
kehidupan. Kelainan ekstrakardia yang mengikuti terjadi pada sekitar bayi dengan
CHD. Pada sindroma Down, misalnya, ditemukan insiden yang tinggi dari defek septum
atrium atau septum ventrikel, atau paten duktus arteriosus (Underwood, 2000).
Pada sekitar 80% kasus, penyebab penyakit jantung kongenital tidak diketahui.
Faktor lingkungan seperti infeksi virus pada ibu (terutama rubella), peminum kronis, dan
obat seperti thalidomide, semuanya jelas berhubungan dengan CHD. Faktor ini sangat
penting pada umur kehamilan minggu keempat sampai kesembilan setelah konsepsi.
Selama periode tersebut, ruang atrium dan ventrikel mengalami pemisahan oleh septum,
katup jantung mengalami pembentukan dan trunkus arteriosus yang primitif terbagi
menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Insiden CHD menunjukkan kenaikan pada ibu
penderita DM yang insulin-dependen atau fenilketonuria. Walau ditemukan hubungan
yang lemah antara insiden kelainan dengan jantung bawaan dengan faktor keturunan
hubungan ini jelas terlihat; umumnya hanya satu dari sepasang kembar monozigot yang
terkena. Resiko lesi jantung kongenital pada keturunan individu yang terkena berbedabeda tergantung pada sifat defek, misalnya dari 2% yang mempunyai koarktasio aorta
ditemukan sekitar 4%-nya merupakan defek septum ventrikuler. Apabila dua atau lebih
anggota keluarga yang terkena, resiko kelihatannya lebih tinggi dan, pada kejadian ini,
dianjurkan untuk mengadakan konsultasi genetik. Distribusi defek tidak secara umum
mengikuti pola yang jelas dari hukum Mendel (Sadler, 2000).
Gambaran klinis dan patologis yang menonjol dari penyakit jantung bawaan
adalah: (Underwood, 2000)
Makan yang kurang, kegagalan perkembangan dan tidak baiknya pertumbuhan
Penyakit respiratorius atau takipnea
Sianosis
Clubbing

5.
6.
7.
8.

Polisitemia
Gagal jantung
Hipertensi pulmonalis
Endokarditis infeksiosa

B. Definisi Tetralogi Fallot

1.
2.

3.
4.

Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang terjadi
adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian
infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat
defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Sebagai konsekuensinya,
didapatkan adanya empat kelainan anatomi sebagai berikut : (Sadler, 2000)
Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel
Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari
bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan
penyempitan
Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri
mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan
Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan
tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal

C. Etiologi

1.
2.
3.

1.

2.
3.

Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak diketahui
secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktorfaktor tersebut
antara lain : (Mansjoer, 2000)
Faktor endogen
Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit
jantung atau kelainan bawaan
Faktor eksogen
Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obatobatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin,
jamu)
Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
Pajanan terhadap sinar -X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus
penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab
harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan
kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.

D. Patofisiologi
Mulai akhir minggu ketiga sampai minggu keempat kehidupan intrauterine, trunkus
arteriosus terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Pembagian berlangsung
sedemikian, sehingga terjadi perputaran seperti spiral, dan akhirnya aorta akan berasal
dari posterolateral sedangkan pangkal arteri pulmonalis terletak antero-medial. Septum

1.
2.
3.
4.

yang membagi trunkus menjadi aorta dan arteri pulmonalis kelak akan bersama sama
dengan endokardial cushion serta bagian membrane septum ventrikel, menutup foramen
interventrikel. Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kanan dan kiri terjadi
antara minggu ke 4 dan minggu ke 8.
Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang abnormal
(over riding), timbulnya infundibulum yang berlebihan pada jalan keluar ventrikel kanan,
serta terdapatnya defek septum ventrikel karena septum dari trunkus yang gagal
berpartisipasi dalam penutupan foramen interventrikel. Dengan demikian dalam
bentuknya yang klasik, akan terdapat 4 kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang
besar, stenosis infundibular, dekstroposisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel kanan.
Kelainan anatomi ini bervariasi luas, sehingga menyebabkan luasnya variasi
patofisiologi penyakit. Secara anatomis tetralogi fallot terdiri dari septum ventrikel
subaortik yang besar dan stenosis pulmonal infundibular. Terdapatnya dekstroposisi aorta
dan hipertrofi ventrikel kanan adalah akibat dari kedua kelainan terdahulu. Derajat
hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Pada
50% kasus stenosis pulmonal hanya infundibular, pada 10-25% kasus kombinasi
infundibular dan valvular, dan 10% kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya ialah
stenosis pulmonal perifer.
Dekstroposisi pangkal aorta (overriding aorta) bukan merupakan condition sine qua
non untuk penyakit ini. Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang
normal, over riding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah kearah anterior
mengarah ke septum. Derajat over riding ini lebih mudah ditentukan secara angiografis
daripada waktu pembedahan atau autopsy. Klasifikasi over riding menurut Kjellberg :
(Staf IKA, 2007)
Tidak terdapat over riding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke belakang
ventrikel kiri
Pada over riding 25% sumbu aorta ascenden kea rah ventrikel sehingga lebih kurang
25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan
Pada over riding 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50% orifisium aorta
menghadap ventrikel kanan
Pada over riding 75% sumbu aorta asdenden mengarah ke depan ventrikel kanan,
septum sering berbentuk konveks ke arah ventrikel kiri, aorta sangat melebar,
sedangkan ventrikel kanan berongga sempit
Derajat over riding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat stenosis
menentukan besarnya pirau kanan ke kiri. Juga sangat menentukan sikap pada waktu
pembedahan. Arkus aorta yang berada di sebelah kanan disertai knob aorta dan aorta
descenden di kanan terdapat pada 25% kasus. Pada keadaan ini arteria subklavia kiri
yang berpangkal di hemithorax kanan biasanya menyilang di depan esophagus, kadang
disertai arkus ganda. Pada tetralogi fallot dapat terjadi kelainan arteri koronaria. Arteri
koronaria yang letaknya tidak normal ini bila terpotong waktu operasi dapat berakibat
fatal. Sirkulasi kolateral di paru pada tetralogi fallot yang terbentuk tergantung pada
kurangnya aliran darah ke paru. Pembuluh kolateral berasal dari cabang cabang arteria
bronkialis. Pada keadaan tertentu jumlah kolateral sedemikian hebat sehingga
menyulitkan tindakan bedah. Pembuluh kolateral tersebut harus diikat sebelum dilakukan
pintasan kardiopulmonal.
Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung
normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis, maka

darah akan dipintaskan melewati cacat septum ventrikel tersebut ke dalam aorta.
Akibatnya terjadi ketidak jenuhan darah arteri dan sianosis menetap. Aliran darah paru
paru, jika dibatasi hebat oleh obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, dapat memperoleh
pertambahan dari sirkulasi kolateral bronkus dan kadang dari duktus arteriosus menetap.

E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis sering khas. Karena aorta menerima darah yang kaya oksigen dari
ventrikel kiri dan yang tanpa oksigen dari ventrikel kanan, maka terjadilah sianosis.
Stenosis pulmonalis membatasi aliran darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru dan
apabila ini berat, untuk kelangsungan hidupnya hanya mungkin apabila duktus arteriosus
tetap terbuka. Bising sistolik diakibatkan baik oleh defek septum ventrikuler atau, bila
berat, stenosis pulmonalis. Seperti juga pada seluruh penderita yang hipoksia,
konsentrasi hemoglobin menunjukkan kenaikan. Gagal jantung kanan tidak dapat
dihindari dan endokarditis bakterialis akan terjadi. Anak yang menderita dispnea akibat
tetralogi fallot kadang-kadang mempunyai posisi tubuh yang khas akibat penyesuaian,
dimana kedua kaki diletakkan berdekatan dengan sendi paha, atau duduk dengan posisi
kaki-dada. Keadaan ini akan meningkatkan aliran balik vena dari tungkai bawah atau,
lebih spekulatif, untuk mengurangi perfusi arteri perifer, yang karenanya akan
meningkatkan aliran melalui duktus arteriosus atau defek septum ventrikuler ke sirkulasi
sebelah kanan. Sebelum ada pengobatan operasi yang maju, sebagian besar penderita
akan meninggal dunia (Underwood, 2000).
Serangan serangan dispnea paroksismal (serangan serangan anoksia biru)
terutama merupakan masalah selama 2 tahun pertama kehidupan penderita. Bayi
tersebut menjadi dispneis dan gelisah, sianosis yang terjadi bertambah hebat, penderita
mulai sulit bernapas dan disusul dengan terjadinya sinkop. Serangan serangan demikian
paling sering terjadi pada pagi hari. Serangan serangan tersebut dapat berlangsung dari
beberapa menit hingga beberapa jam dan kadang kadang berakibat fatal. Episode
serangan pendek diikuti oleh kelemahan menyeluruh dan penderita akan tertidur.
Sedangkan serangan serangan berat dapat berkembang menuju ketidaksadaran dan
kadang kadang menuju kejang kejang atau hemiparesis. Awitan serangan biasanya
terjadi secara spontan dan tidak terduga. Serangan yang terjadi itu mempunyai kaitan
dengan penurunan aliran darah pulmonal yang memang mengalami gangguan
sebelumnya, yang berakibat terjadinya hipoksia dan asidosis metabolis (Mansjoer, 2000).

F. Komplikasi

1.
2.
3.
4.
5.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit tetralogi fallot adalah sebagai
berikut: (Staf IKA, 2000)
Trombosis pulmonal
CVA trombosis
Abses otak
Perdarahan
Anemia relatif

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaaan penunjang untuk penyakit tetralogi fallot adalah sebagai berikut:
(Mansjoer, 2000)
1. Pemeriksaan laboratorium

2.

3.

4.

5.

Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen
yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit
antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida
(PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn
dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung. Gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga
seperti sepatu.
Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel
kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.
Ekokardiografi
Memperlihatkan
dilatasi
aorta,
overriding
aorta
dengan
dilatasi
ventrikel
kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru.
Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel
multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer.
Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan,
dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.

E. Pengobatan

1.
2.
3.
4.
5.

Walaupun hampir semua pasien tetralogi memerlukan tindakan bedah, namun


terapi konservatif tidak boleh diabaikan sebelum pembedahan dilakukan. Pencegahan
dan penanggulangan dehidrasi sangat penting untuk menghindari hemokonsentrasi yang
berlebihan serta trombosis. Pengobatan akut serangan sianotik meliputi: (Staf IKA, 2007)
Meletakan pasien dalam posisi menungging (knee chest position), sambil mengamati
bahwa pakaian yang melekat tidak sempit
Pemberian O2
Koreksi asidosis metabolik dengan NaHCO3
Pemberian propanolol 0,1 mg/kgBB intra vena
Pemberian morfin subkutan atau IV 0,1 mg/kgBB
Pemulihan akan berlangsung dengan cepat, demikian pula pH nya kembali kepada
keadaan normal. Pengukuran pH darah yang berulang diperlukan, karena kekambuhan
asiodis sering ditemukan. Untuk mencegah terulangnya serangan sianotik diberikan
propanolol per oral 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dengan hasil yang sangat
baik pada beberapa penderita dengan serangan hebat, terutama yang disertai takikardi.
Serangan sianotik lebih sering terjadi pada pasien dengan anemia, maka bila terdapat
anemia relatif akibat defisiensi besi perlu diberikan preparat besi sampai kadar
hemoglobin mencapai 16-18 g/dl dan hematokrit 55-65%.

F. Tindakan Bedah
Merupakan suatu keharusan bagi semua penderita tetralogi fallot. Pada bayi
dengan sianosis yang jelas, sering pertama-tama dilakukan operasi pintasan atau
langsung dilakukan pelebaran stenosis trans-ventrikel. Koleksi total dengan menutup VSD
seluruhnya dan melebarkan stenosis pulmonal pada waktu ini sudah mungkin dilakukan.
Umur optimal untuk koreksi total pada saat ini adalah 7-10 tahun. Walaupun kemajuan

telah banyak dicapai, namun sampai sekarang operasi semacam ini lalu disertai resiko
besar (Staf IKA, 2007).

G. Prognosis
Tanpa operasi prognosis tidak baik. Rata-rata mencapai umur 15 tahun, tetapi
semua ini bergantung kepada besar kelainan. Ancaman pada anak dengan tetralogi fallot
adalah abses otak pada umur sekitar 2-3 tahun. Gejala neurologis disertai demam dan
leukositosis memberikan kecurigaan akan adanya abses otak. Jika pada bayi dengan
tetralogi fallot terdapat gangguan neurologis, maka cenderung untuk diagnosis trombosis
pembuluh darah otak daripada abses otak. Anak dengan tetralogi fallot cenderung untuk
menderita perdarahan banyak, karena mengurangnya trombosit dan fibrinogen.
Kemungkinan timbulnya endokarditis bakterialis selalu ada (Staf IKA, 2007).

BAB III
PEMBAHASAN

Pada skenario yang berjudul Bayi Biru didapatkan beberapa masalah,


diantaranya:
Nama
: Nita
Umur
: 2 tahun
Berat badan : 8 kg
Tinggi badan : 75 cm
Keluhan
: Mudah capek bila bermain, bila berlari tiba-tiba berhenti lalu jongkok, sesak napas,
bibirnya biru, tidak ada demam, tidak batuk pilek, sudah terjadi sejak anak mulai bisa
berjalan. Sejak berusia 2 minggu, Nita tampak biru-biru bila sedang menyusu dan
menangis.
Pem. fisik
: Kompos mentis, sianosis, tekanan darah 100/60, nadi 120 kali/menit, respirasi 30
kali/menit, suhu badan 36,50C, tekanan vena jugularis normal, dada simetris, ketinggalan
gerak (-), retraksi (-), suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-), iktus kordis di
SIC V linea midclavicularis sinistra, tak kuat angkat, batas jantung normal, S1 tunggal, S2
split tak konstan, bising sistolik derajat 3 atau 6, punctum maximum di SIC V, 2 cm di
lateral linea medioclavikularis sinistra, abdomen normal, hepar dan lien tidak teraba,
akral hangat, nadi cepat, jari tabuh, kuku sianosis.
Pem. penunjang : Pemeriksaan darah rutin, foto thorax, elektrokardiografi, ekokardiografi.
Diagnosis
: Tetralogi fallot
Untuk menilai status gizi Nita, dilakukan pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh) atau
BMI (Body Mass Index). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
IMT = 14,22
Nilai normal IMT yaitu 25. Dari hasil penghitungan IMT, status gizi Nita termasuk di
bawah standar atau bisa dikatakan kurus. Hal ini membuktikan bahwa terjadi gangguan
pertumbuhan pada Nita. Seharusnya, di usianya saat ini berat badan Nita seberat 12 kg
sedangkan tinggi badannya sekitar 96 cm (Soetjiningsih, 1995).
Nita mengeluh mudah lelah, karena pada penyakit tetralogi fallot terjadi gangguan
pada proses metabolisme yang mengakibatkan tertumpuknya asam laktat pada otot
sehingga menyebabkan perasaan mudah lelah. Biasanya, saat Nita berlari tiba-tiba dia
merasa sesak napas lalu kemudian berjongkok. Gejala berjongkok setelah pasien

beraktivitas dinamakan gejala squating. Dalam posisi jongkok, Nita merasa lebih nyaman
karena aliran balik dari tubuh bagian bawah berkurang dan menyebabkan kenaikan
saturasi oksigen arteri (Mansjoer, 2000).
Pada pemeriksaan, tidak ditemukan adanya demam ataupun batuk pilek. Hal ini
menandakan bahwa tidak adanya infeksi bakteri atau virus. Sejak usia 2 minggu setelah
kehamilan, Nita tampak kebiruan atau sianosis. Sianosis diakibatkan karena stenosis
pulmonal yang terjadi pada penyakit tetralogi fallot. Stenosis pulmonal yaitu terjadinya
penyempitan pada pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru-paru,
sehingga mengakibatkan turunnya oksigen. Oleh karena itu, terjadi sianosis. Sianosis
hanya terdapat setelah menangis, minum, dan stres. Serangan anoksia merupakan tanda
bahaya pertama. Segera setelah bangun atau setelah menangis keras, terjadi sianosis
jelas, setelah itu pucat dan pingsan. Penyebab serangan ini masih belum jelas (Staf IKA,
2007).
Nilai tekanan darah normal untuk anak usia 1-3 tahun adalah sistole sekitar 75-100
mmHg dan diastole 50-75 mmHg. Dalam skenario ini, tekanan darah masih dalam batas
normal. Sedangkan untuk denyut nadi berkisar antara 100-160 kali /menit, yang juga
dalam batas normal. Nilai respirasi normal yaitu 15-30 kali/menit. Suhu badan juga dalam
batas normal (Delp, 1996).
Terdapat suara tambahan pada saat bunyi jantung 2 atau diastolik. Selain itu
didapatkan bising derajat 3 atau 6. Bising derajat 3 mudah didengar, sedangkan bising
derajat 6 yaitu bising yang paling amat keras, juga dapat didengar walaupun stetoskop
tidak menyentuh dinding dada tetapi jari-jari masih menyentuh dinding dada. Punctum
maximum atau lokalisasi dan penyebaran bising yang terjadi di SIC V (Delp, 1996)
Clubbing fingers/digital clubbing/jari tabuh merupakan kelainan bentuk jari dan
kuku tangan yang berhubungan dengan sejumlah penyakit yang berkaitan dengan
jantung dan paru-paru. Patofisiologi clubbing finger yang terbaru dijelaskan oleh Prof.
Bonthron dan dr. Chris Bennet dari Yorkshire Regional Genetics Service. Mereka
mempelajari sekelompok pasien yang menderita primary hypertrophic osteoarthropathy
(PHO), suatu kelainan genetik yang ditandai oleh clubbing finger, pembesaran sendi yang
disertai nyeri dan penebalan tulang jari tangan. Penemuan mereka menunjukkan bahwa
Prostaglandin E2 (PGE2), yang diproduksi oleh tubuh sebagai mediator inflamasi,
memegang peran penting pada proses terjadinya clubbing finger. Pada keadaan normal,
PGE2 akhirnya akan didegradasi oleh enzim 15-HPGD, yang diproduksi terutama oleh
jaringan paru. Untuk kasus gangguan jantung, aliran darah yang menuju ke paru akan
berkurang, sehingga proses degradasi PGE2 yang sebagian besar terjadi di jaringan paru
akan terganggu (Guyton, 2006).

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai tetralogi fallot antara lain
defek septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup pulmoner, dan hipertrofi
ventrikel kanan. Penyebab tetralogi fallot terdiri dari 2 faktor, yaitu endogen dan
eksogen. Anak dengan tetralogi fallot umumnya akan mengalami keluhan sesak saat
beraktivitas, berat badan bayi yang tidak bertambah, clubbing fingers, dan sianosis.

Pemeriksaan yang dilakukan antara


elektrokardiografi, ekokardiografi.

lain

pemeriksaan

darah,

foto

thorax,

B. Saran
1.
2.
3.
4.

Adapun saran yang dapat diberikan dalam skenario ini antara lain:
Hindari penggunaan alkohol atau obat yang membahayakan pada masa kehamilan
Makanan ibu haruslah mencukupi nilai gizi serta nutrisi yang dibutuhkan
Lakukan tindakan operasi untuk mempertahankan hidup anak
Pemberian oksigen sangat diperlukan saat anak sesak napas

DAFTAR PUSTAKA
Delp, Mohlan H. 1996. Major Diagnosis Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, Arthur C. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapicus FKUI.
Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta: Infomedika.
Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

You might also like