You are on page 1of 26

MAKALAH

Teknologi Sediaan Steril dan Aseptik


Dispensing
Uji Pirogen dengan Rabbit Test

Disusun oleh :
Kelompok 5
Alexander Victory
1306408492
Amiratul Haq Rasyid
1306405446
Desi Aryani Tri L
1306411940
Hana Rosanna
1306405465
Monica Angeline
1306408542
Muthia Hanifah
1306408536
Nilam Sartika
1306408454
Sekar Alinda Nastiti
1306411953
Viktoria Mardhika E
1306411921
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan pertolongan-Nya
pada

penulis dapat

menyelesaikan

makalah

ini

tepat

waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Teknologi Sediaan Steril dan Aseptik Dispensing . Dalam makalah ini, penulis
membahas mengenai Rabbit Test untuk menguji kandungan pirogen dari
sediaan farmasetik.
Makalah ini dapat diselesaikan tak luput oleh adanya dorongan serta
bantuan baik secara materiil maupun moril kepada penulis. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu
dalam proses pembuatan makalah ini, terutama Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt.
sebagai dosen pembimbing mata kuliah Teknologi Sediaan Steril dan Aseptik
Dispensing.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Namun,
penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna karena itu penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan yang kurang berkenan. Selain
itu, penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Terima
kasih.

Depok, Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.

DAFTAR ISI.... 3
BAB I

PENDAHULUAN 4

1.1.

Latar
Belakang..........

1.2.

4
Rumus

an Masalah....................................................................................... 4
1.3.

Tujuan
Penulisan.......

1.4.
BAB II
`

5
Metod

e Penulisan........................................................................................

ISI................................

2.1. Pirogen......................................................................................................

2.2. Uji Pirogen.................................................................................................

2.3. Rabbit Pyrogen Test..................................................................................... 7


2.3.1 Apparatus dan Diluen........................................................................... 8
2.3.2 Temperature Recording (Pencatatan Temperatur) 8
2.3.2.1 Thermocouple..... 9
2.3.3 Pemilihan Hewan............................................................................... 12
2.3.4 Prosedur Rabbit Test 13
2.3.5 Interpretasi Hasil Uji.... 17
2.3.6 Keterbatasan Uji Pirogen Kelinci USP........ 18
BAB III PENUTUP... 22
3

3.1. Kesimpulan 22
BAB IV LAMPIRAN.............................................................................................
4.1 Pertanyaan dan Jawaban........................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 24

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Obat yang diberikan dengan rute parenteral/ secara injeksi harus steril

dan bebas pirogen. Pirogen atau bakteri endotoksin adalah produk metabolik
organik dari bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan demam dan
hipotensi pada pasien terdapat dalam jumlah yang berlebihan pada injeksi
intravena (IV).
Respon pirogenik sudah dikenal sejak tahun 1865, ketika dilaporkan
bahwa injeksi air suling menyebabkan hipertermia pada anjing. Kemudian,
pada tahun 1876, kehadiran pirogen yang dapat menyebabkan demam,
ditemukan dalam daging yang membusuk. Identifikasi komponen pirogenik
dari bakteri dicoba oleh Roussy pada tahun 1889 dan Centanni pada tahun
1894, yang menetapkan bahwa pirogen itu nonproteinaceous. Hort dan
Penfold pada tahun 1911 membuat kontribusi yang signifikan dalam
berhubungan produksi demam dan administrasi infus intravena. Mereka juga
adalah yang pertama untuk menggunakan kelinci sebagai hewan model
untuk mempelajari respon pirogenik.
Uji pirogenitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakan
suatu

sediaan

uji

bebas pirogen

atau

tidak

dengan

maksud

untuk

menghilangkan risiko berbahaya yang dapat diterima oleh pasien apabila


diinjeksi dengan suatu sediaan farmasi.
Tes pirogen menjadi tes kontrol kualitas resmi untuk parenteral pada
tahun 1942 di AS Pharmacopeia (USP), edisi ke-12. Kemudian pada tahun
4

1945, Code of Federal Regulations (CFR) menyatakan bahwa antibiotik perlu


diuji pirogen. Tes kelinci merupakan tes awal yang resmi diakui dalam
standar

kompendium

telah

dasarnya

tetap

tidak

berubah

meskipun

kemajuan dalam ilmu parenteral dan teknologi telah ada tes lain yang lebih
efektif.
1.2
a.
b.
c.
d.

Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan pirogen?
Apa pengertian dan ketentuan dari rabbit test?
Bagaimana prosedur menjalankan uji pirogen dengan rabbit test?
Apa kekurangan dan kelebihan rabbit test dibanding tes pirogen lain?

1.3

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui prosedur
dan ketentuan uji pirogen yang pertama digunakan, yaitu rabbit test
dalam sediaan parenteral, serta kekurangan dan kelebihannya.

1.4

Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode
studi literatur yang berasal dari buku referensi, jurnal-jurnal ilmiah, serta
situs internet yang terpercaya.

BAB II
ISI
2.1 Pirogen
Pirogen berasal dari kata pyro (fire) dan gen (beginning) dikarenakan
indikasi umum yang sering terjadi pada pasien adalah kenaikan suhu tubuh.
Semua bentuk mikroorganisme menghasilkan pirogen, tetapi pirogen yang
paling

poten

dihasilkan

oleh

bakteri

gram

positif,

yang

memiliki

lipopolisakarida (LPS) pada membrane sel luarnya, dan merupakan senyawa


yang paling sering terlibat dalam reaksi pirogenik.
Respon pirogenik jarang sekali yang fatal kecuali kondisi pasien sedang
sangat buruk dan dosis yang dipaparkan sangatlah besar. Akan tetapi,
pirogen dikatagorikan sebagai senyawa toksik sehingga tetap tidak boleh
dipaparkan pada manusia. Berikut adalah beberapa efek pirogen yang dapat
terjadi pada manusia:

Gambar 1. Efek Pirogenik yang Dapat Terjadi pada Manusia


Produk parental yang steril dan terbebas dari partikulat ditandakan
dengan tidak adanya kontaminasi pirogenik di dalamnya. Mencegah
kehadiran pirogen dalam produk parenteral lebih dianjurkan untuk dilakukan
dibandingkan dengan menghilangkannya dari produk parenteral. Mencegah
kontaminasi pirogenik pada dasarnya melibatkan pemakain bahan, pelarut,
material pembungkus, dan alat pemroses

yang

telah didepirogenasi

sebelumnya, kemudian dipakai dengan menerapkan prosedur yang benar


dan tepat pada seluruh proses pembuatan produk untuk meminimalisir
kemungkinan tumbuh dan berkembangnya pirogen.
Oleh sebab itu, telah dikembangkan berbagai cara uji pirogen yang
dapat ditemukan dalam kompendial.
2.2 Uji Pirogen
7

Pada tahun 1923, Seibert pertama kali merekomendasikan bahwa


seluruh produk farmasetik harus menjalani uji pirogenik. Eksperimen yang
dikontrol secara hati-hati membuktikan hasil sebelumnya dari Hort dan
Penfold yang menggunakan kelinci sebagai hewan model untuk mendeteksi
kehadiran pirogen dalam senyawa injeksi. Seibert juga mendemonstrasikan
bahwa pirogen berasal dari organisme yang dapat hidup di air, tahan
pemanasan, dapat disaring, dan dapat dieleminasi dari air dengan cara
destilasi. Rademacher kemudian mengimplementasikan hasil dari Siebert
dan mengeluarkan intruksi untuk penyiapan larutan parenteral yang bebs
pirogen.

Di

lain

mikroorganisme

pihak,
sebagai

CoTui

dan

penghasil

Schrift
pirogen

menemukan
tergantung

bahwa

sifat

terhadap

tipe

mikroorganisme itu sendiri, dan tipe pirogen bakteri terkait dengan


lipopolisakarida yang mereka miliki.
Tes pirogen menjadi quality control test untuk sediaan parenteral
secara resmi pada tahun 1942 dalam U.S. Pharmacopeia (USP) edisi ke 12.
Kemudian, pada 1945, Code of Federal Regulations (CFR) mengharuskan
bahwa antibiotik juga harus dites untuk adanya kehadiran pirogen Walaupun
perkembangan yang terjadi pada teknologi sediaan parenteral selama 50
tahun silam, metodologi rabbit pyrogen test yang secara resmi diakui dalam
standar kompendial tetap tak berubah.
2.3. Rabbit Pyrogen Test
Sejak awal mula dicantumkannya di USP pada tahun 1942, rabbit
pyrogen test secara esensial tetap tak berubah hingga sekarang. Oleh sebab
itu, pada makalah ini akan dibahas spesifikasi rabbit test yang tercantum
pada edisi ke 22 dari USP dan ulasan artikel yang ditulis oleh Peroneus pada
tahun 1973. Mayoritas industri parenteral bergantung pada LAL test untuk
meyakinkan terbuatnya produk yang bebas endotoksin. Untuk urusan
biologis, beberapa negara seperti Kanada masih membutuhkan pelaksanaan
rabbit pyrogen test untuk produknya.

Uji pirogen dirancang untuk membatasi level yang masih dapat


diterima dari resiko reaksi demam yang dialami pasien saat administrasi
sediaan dengan injeksi dari produk. Tes ini melibatkan pengukuran kenaikan
suhu dari kelinci setelah pemberian injeksi intervena dari larutan uji dan
dirancang untuk produk yang dapat ditoleransi oleh kelinci uji pada dosis
yang tidak melebihi 10ml per kg injeksi secara intravena dalam periode
waktu kurang dari 10 menit.Untuk produk yang membutuhkan penyiapan
dulu sebelumnya atau butuh administrasi dengan kondisi khusus, ikuti
aturan tambahan yang tercantum pada monografi masing-masing sediaan,
untuk senyawa antibiotik atau biologis, gunakan arahan yang tercantum
dalam federal regulation.
2.3.1 Aparatus dan Diluen
Semua aparatus seperti gelas, wadah, jarum suntik, dll yang digunakan
dalam melakukan uji pirogen harus bebas dari kontaminasi pirogenik. Alatalat yang tahan panas seperti kaca dan stainless steel bisa di depirogenasi
dengan dipanaskan pada suhu lebih besar dari 250 C selama minimal 60
menit.

Selain aparatus, pengencer dan solusi untuk mencuci dan

pembilasan perangkat juga harus bebas pirogen.


Untuk memastikan berkuranganya pirogen

pada

alat-alat

yang

digunakan dalam melakukan uji pirogen, maka harus dilakukan kontrol


negatif. Kontrol negatif memanfaatkan diluen sebagai injeksi, dan diluen
diberikan perlakuan yang sama dengan sampel.
2.3.2 Temperature Recording (Pencatatan Temperatur)
Berdasarkan USP <85>:
Gunakan alat pengukur temperatur yang akurat seperti termometer
klinis, thermistor probes, atau probes lain yang telah dikalibrasi untuk
memastikan akurasi 0.1C dan telah teruji untuk memberikan pembacaan
maksimum kurang dari 5 menit.

Masukan probe pengukur temperatur ke dalam rectum kelinci pada


kedalaman tidak kurang dari 7.5 cm, dan setelah waktu yang dirasa cukup,
tulis temperatur dari badan kelinci

Gambar 2. Macam-macam Thermistor Probes


2.3.2.1 Thermocouple
Termokopel

yang

terhubung

dengan

alat

pembaca

elektronik

merupakan pengukur temperatur yang saat ini secara khusus digunakan


untuk mengukur temperatur pada rektal kelinci. Termokopel mengandung 2
kabel konduktor listrik yang berbeda material, dimana kedua ujungnya
bergabung menjadi satu untuk membentuk situs pengukur yang akan
menghasilkan gaya termal elektromotif (Thermal Electromotive Force atau
EMF).
Terdapat beberapa tipe termokopel yang masing-masing memiliki
korelasi nilai EMF-temperatur yang telah ditentukan. (Misal tipe T yang pada
suhu 100F akan menghasilkan nilai EMF 1.518 mV.). Berikut adalah tabel
tipe-tipe termokopel yang umum digunakan, yaitu:

10

Gambar 3. Tabel Termokopel yang Umum Digunakan


Keterangan:
Digunakan material konduktor yang menghasilkan voltase yang
berbeda pada gradien temperatur yang sama, nanti dilihat perbedaan
voltase yang dihasilkan setelah pembacaan dan dikorelasikan pada data
gradien temperatur.
Termokopel hanya digunakan untuk mengetahui perbedaan
temperatur. Butuh temperatur dari referensi untuk mengetahui suhu absolut.
Bagian-bagian Termokopel
Termokopel umumnya terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Bagian dalam berisi dua kabel dari dua material yang berbeda
(sudah dijelaskan)
2. Penyekat (electrical insulator) yang melapisi kedua kabel, baik yang
terbuat dari material keramik atau non-keramik seperti teflon,
polivinil klorida, fiberglass, asbestos, dll.
3. Pembungkus luar (outer sheath), dapat terbuat dari berbagai
material, biasanya stainless steel, Teflon, dan berbagai jenis unsur
metal (platinum, copper, dan aluminum).

11

Gambar 4. Tampak Vertikal dan Horizontal Termokopel


Kalibrasi Termokopel
Termokopel harus dikalibrasi secara akurat dahulu sebelum dipakai
sesuai dengan standar dari National Institute of Standards and Technology
(NIST). Akurasi dari pengukuran temperatur termokopel tidak boleh melebihi
akurasi dari termokopel referensi. Instrumentasi referensi harus mencangkup
ice point reference bath dan elevated temperature reference bath yang telah
dikalibrasi sebelumnya. Termokopel kemudian dimasukkan untuk dikalibrasi
agar pembacaan akurat dan termokopel dapat digunakan untuk tes pirogen

Gambar 5. Instrumentasi Termokopel


Spesifikasi Termokopel untuk Rabbit Test

12

Temperatur badan kelinci diukur dengan alat pengukur elektronik


seperti di bawah ini. Alat dapat langsung memonitor suhu 100 kelinci
secara bersamaan

Perubahan/variasi pada temperatur kamar harus dapat dikompensasi


dengan kapabilitas sistem kalibrasi dari pengukur suhu

Pemeliharaan dan perbaikan yang memadai untuk alat pengukur harus


terpenuhi

Gambar 6. Alat Pengukur Elektronik untuk Rabbit Test


2.3.3 Pemilihan Hewan
Tes pirogen dipilih menggunakan hewan kelinci karena kelinci dan
manusia memiliki respon fisiologis yang identik.

Greisman dan Herrick

membuktikan bahwa pada kelinci dan manusia memiliki respon yang mirip
pada nanogram per kilogram untuk jumlah pirogenik endotoksin.
Bedasarkan USP, kelinci yang digunakan memiliki ketentuan sebagai
berikut:

Kelinci sehat dan dewasa.

Kelinci ditempatkan secara individual pada area dengan suhu seragam


(20-23C)

13

Sebelum menggunakan kelinci untuk pertama kalinya untuk tes


pirogen, kondisikan kelinci dengan tes menurut prosedur kecuali injeksi
tidak lebih dari tujuh hari sebelum digunakan

Jangan menggunakan kelinci untuk pengujian pirogen lebih dari sekali


setiap 48 jam, atau sebelum 2 minggu setelah kenaikan maksimum
dari suhu 0,6C saat sedang diuji pirogen

Beberapa strain kelinci dapat digunakan sebagai hewan uji untuk uji
pirogen. Faktor kunci dalam memilih kelinci adalah peternak hewan,
ketahanan kelinci terhadap penyakit, ukuran yang cukup untuk kemudahan
penanganan, telinga yang besar, dan laju

kenaikan berat badan. Kelinci

albino adalah kelinci yang paling banyak digunakan, terutama strain dari
Selandia Baru dan Belgia.
Sangat penting bahwa kelinci koloni diperlakukan dengan hati-hati.
Tempat kelinci disimpan harus dikontrol suhu, kelembaban, pencahayaan,
dan kontaminasi potensial udara, dan makanannya. Setiap kelinci baru harus
dikarantina dan dipantau selama 1 sampai 2 minggu setelah diterima untuk
melihat adanya penyakit yang muncul. Bila kelinci sakit maka kelinci tidak
dapat disertakan dalam uji pirogen.
Kelinci harus dilatih untuk menyesuaikan dan beradaptasi dengan
lingkungan baru mereka di laboratorium pengujian pirogen. Metode yang
diterapkan telah ditinjau oleh Personeus. Kelinci harus terbiasa berada dalam
kandang mereka dan ditangani selama penyisipan termokopel

ke rektal

kelinci dan injeksi produk uji.


Suhu basal tubuh kelinci berkisar antara 38,9C dan 39,8C (102,0
103,6F). Suhu awal diketahui dengan mengukur suhu rektal selama
konduktansi dengan tes palsu (mengikuti seluruh prosedur uji pirogen
menggunakan larutan natrium klorida bebas pirogen sebagai sampel yang
diinjeksi). Variasi suhu akan muncul dengan rentang yang dapat diterima
0,2 C. jika lebih dari rentang, kelinci tidak dapat disertakan dalam uji
pirogen karena akan mempengaruhi kenaikan suhu akibat adanya pirogen.

14

Kisaran suhu normal kelinci bisa berubah-ubah. Oleh karena itu dibutuhkan
pemulihan kembali suhu tubuh kelinci ke suhu normal sebelum diinjeksi
Kelinci dapat menjadi toleran terhadap aktivitas pirogenik setelah
suntikan berulang. Oleh karenanya kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu
tubuhnya 0,6C atau lebih selama tes pirogen tidak dapat digunakan lagi
sebagai hewan uji pirogen selama minimal 2 minggu. Hal ini dilakukan untuk
menormalkan kembali kelinci setelah terkena efek pirogen.
2.3.4 Prosedur Rabbit Test (USP)
Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam uji pirogen
menggunakan kelinci berdasarkan USP:
a. Ruang
Uji dilakukan di area terpisah yang ditujukan untuk uji pirogen
dan di bawah kondisi lingkungan yang mirip dengan lingkungan
dimana hewan disimpan dan bebas dari gangguan yang membuat
hewan stress.
Fasilitas yang digunakan memiliki dua ruangan dasar. Ruangan
pertama digunakan untuk kelinci uji antara, dan ruang yang lain
digunakan untuk pengujian pyrogen yang sebenarnya. Kelinci dalam
restraining boxes dipindahkan dengan gerobak (cart/wagon) dari
ruang penahanan ke ruang uji. Kedua ruangan harus memiliki pintu
pemisah yang ditutup selama periode pengujian pyrogen. Kondisi
lingkungan di kedua ruangan harus identik.
b. Makanan dan minuman
Makanan ditahan terhadap kelinci selama periode pengujian.
Akses air diperbolehkan sepanjang waktu, tetapi dilarang selama
pengujian.
c. Suhu
Jika

pengukuran

suhu

rektal

dimasukkan

selama

periode

pengujian, maka kelinci diberikan dalam kondisi cahaya yang pas


agar kelinci dalam sikap istirahat alami. Tidak lebih dari 30 menit
15

sebelum injeksi dosis uji, suhu kontrol dari masing-masing kelinci


ditentukan. Suhu kontrol menjadi dasar untuk menentukan kenaikan
suhu yg dihasilkan dari injeksi larutan uji. Kriteria kelinci yang
digunakan adalah yg memiliki perbedaan suhu kontrol tidak lebih dari
1 satu sama lain, dan tidak menggunakan kelinci yg suhunya
melebihi 39,8.
d. Larutan uji
Kecuali

dinyatakan

lain

dalam

masing-masing

monografi,

injeksikan ke dalam masing-masing vena telinga dari tiga ekor kelinci


sebanyak 10ml dari larutan uji per kilogram berat badan, setiap
suntikan dalam waktu 10menit setelah pemberian dimulai.
e. Pengujian alat
Untuk pengujian pirogen pada perangkat atau alat injeksi,
lakukan pencucian dan pembilasan permukaan yang bersentuhan
dengan parenterally-administered material atau dengan tempat
suntikan atau jaringan internal pasien. Sebagai contoh, 40ml salin
steril dan bebas pirogen, TS pada laju alir sekitar 10ml per menit
dilewatkan melalui setiap tabung dari 10 alat infus. Pastikan bahwa
semua larutan uji terlindungi dari kontaminasi. Lakukan injeksi
setelah pemanasan larutan uji pada suhu 37 2 C. catat suhu pada
1 dan 3 jam, serta interval 10menit antara injeksi setelahnya.
f. Kandang
Kelinci berada dalam suatu fasilitas dengan suhu terkontrol,
sebagai contoh pada 70 5F. kandang yang digunakan haruslah
kandang individual yang dirancang untuk menjaga kebersihan.
Kandang didesain harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
AAALAC.
g. Kebisingan
Kebisingan merupakan masalah besar dalam menjaga dan
penggunaan

kelinci

untuk

pengujian

pyrogen.

Ruangan

yang

digunakan untuk pengujian harus bebas kebisingan dan bebas dari


16

aktivitas apapun. Apapun yang menyebabkan kegembiraan pada


kelinci (excitement) berpotensi menyebabkan peningkatan suhu
tubuh sebesar 0,2-1,0C yang tidak kembali normal dalam waktu 6090 menit.
Uji pirogen menggunakan kelinci berlangsung selama 4-6 jam, oleh
karena itu kelinci uji harus berada dalam restraining box agar tidak bergerak
lincah, namun sebisa mungkin kelinci tetap nyaman. Kelinci ditahan di
bagian leher dan kepala untuk memungkinkan injeksi dosis uji ke dalam vena
telinga tanpa kelinci aktif menggerakkan kepalanya, namun kelinci tetap bisa
menggerakkan kaki dan punggungnya.

Gambar 7. Restraining boxes untuk kelinci.


Yang dibutuhkan untuk uji pirogen adalah:
a) Thermocouple
Thermocouple ini akan dimasukkan ke dalam rektum kelinci dengan
kedalaman tidak kurang dari 7,5 cm untuk mengukur suhu pengujian.
Setelah periode aklimatisasi (pengadaptasian) 30-45 menit, dicatat
pembacaan pada suhu kontrol. Dalam 30 menit perekaman suhu
kontrol, dosis uji diadministrasikan ke kelinci.

17

Gambar 8. Pemasangan thermocouple pada restraining box kelinci.


b) Jarum suntik steril
Jarum berukuran 20-23 Gauge dibutuhkan untuk administrasi dosis.
Ukuran tepatnya jarum tergantung pada volume dosis. Pada USP
tertera bahwa dosisnya yaitu 10 ml/kg berat badan, kecuali
dinyatakan lain pada monografi obat. Misalnya, untuk injeksi
Phytonadione, dosis untuk tes pirogen adalah 2 ml/kg; sementara
untuk injeksi protamin sulfat, dosisnya hanya 0,5 ml/kg (mengandung
10 mg/ml).
c) Larutan uji
Larutan uji harus dihangatkan pada suhu 37oC sebelum diinjeksikan.
d) Alkohol 70%
Alkohol 70% diusapkan pada vena telinga kelinci sebelum obat
diinjeksikan, untuk membasmi kuman dan memperjelas vena.
Prosedur uji pirogen menggunakan kelinci adalah sebagai berikut:
1 Pilih dan timbang kelinci yang sehat, sudah dilatih, dan suhu
tubuhnya stabil.
2 Atur kelinci pada restraining box dan pasang thermocouple pada
rektum kelinci sesuai kondisi yang dibutuhkan.
3 Tahan telinga kelinci di antara jari-jari tangan kiri dan arahkan
telinga ke bawah, tekan dengan ibu jari.
4 Posisikan perlahan jarum dengan ujung miring ke atas dekat ujung
vena telinga.

18

5 Secara perlahan injeksikan sejumlah kecil sampel untuk mengetahui


apakah jarum benar-benar berada di dalam vena. Jika tidak,
gelembung akan terbentuk atau akan terasa tekanan balik. Tarik
jarum sedikit dan tusuk kembali di tempat yang sesuai.
6 Usahakan menekan plunger jarum suntik dengan stabil, dan
selesaikan injeksi dalam waktu 10 menit.
7 Tarik kembali jarum dan tekan tempat injeksi dengan ibu jari untuk
menghindari perdarahan dan timbul bekas luka.

Gambar 9. Injeksi pada Pembuluh Vena Telinga Kelinci


8 Catat suhu di bagian rektal saat 1, 2, dan 3 jam setelah injeksi.
9 Cek keadaan kelinci dan peralatan secara berkala. Kadang-kadang,
kelinci bisa saja mengalami perdarahan dubur, iritasi, atau merasa
tidak

nyaman

di

bagian

kaki

atau

punggung;

atau

kawat

thermocouple dapat rusak atau perekam panas elektronik dapat


tidak berfungsi. Jika hal ini terjadi, penanganan segera harus
dilakukan.
2.3.5 Interpretasi Hasil Uji
Menurut Pharmacopeial Forum edisi Juli / Agustus 1991, suatu produk
dapat dinilai bebas pirogen jika tidak ada kelinci tunggal menunjukkan
kenaikan suhu 0,5C atau lebih di atas suhu kontrol. Jika kondisi ini tidak
19

terpenuhi, tes harus melanjutkan ke tahap kedua. Pada tahap kedua, tidak
lagi melibatkan jumlah suhu individual. Pada tahap kedua, lima kelinci
tambahan diberikan persiapan baru sampel uji yang sama seperti tiga kelinci
awal. Hasilnya dapat dinilai bebas pirogen jika tidak lebih dari tiga dari
delapan kelinci menunjukkan kenaikan suhu individual 0,5C atau lebih.
Persyaratan Kesehatan Masyarakat AS untuk Produk Biologi, Bagian 73,
suatu produk dinilai pirogenik jika setidaknya setengah dari kelinci diuji
menunjukkan kenaikan suhu 0,6C atau lebih, atau jika kenaikan suhu ratarata semua kelinci 0.5C atau lebih.
The British Pharmacopoeia (BP) (24) uji pirogen mempekerjakan skala
geser berdasarkan atas 3 kelinci dan kelompok tambahan dari 3 kelinci, jika
diperlukan, untuk total 12 kelinci. Skala ini ditunjukkan pada Tabel 2.3
dengan hasil uji USP termasuk untuk perbandingan.

Tabel 1. Perbandingan Kebutuhan Uji Pirogen untuk Rabbit Test berdasarkan


USP dan BP
2.3.6 Keterbatasan Uji Pirogen Kelinci USP
Pada USP, uji pirogen kelinci memiliki beberapa keterbatasan,dimana
yang ditetapkan kesempatan untuk uji Limulus Amebocyte Lysate sebagai
alternative yang mungkin untuk prosedur uji pirogen resmi.
a. Model In Vivo
Sebuah metode pengujian (model in vivo) yang menggunakan hewan
hidup sebagai modelnya tentunya memberikan sejumlah permasalahan yang
20

diberikan oleh system biologi. Variabilitas pada system biologi menimbulkan


masalah besar. Tidak ada dua kelinci yang akan memiliki suhu tubuh yang
sama atau respon yang identic pada sampel pirogen yang sama. Kelinci
sangat sensitif dan rentan terhadap lingkungannya. Hal Ini diartikan menjadi
sebuah proposisi mahal dalam hal fasilitas, kontrol lingkungan, dan
penyesuaian hewan.
Pengujian pirogen kelinci tidak hanya mahal, tetapi juga melelahkan.
Beberapa jam dihabiskan dalam melakukan uji pirogen, termasuk sejumlah
besar perlakuan awal dalam penyiapan hewan. Kelinci harus diberi makan
dan minum dengan benar, kandang dibersihkan untuk mencegah penyakit,
dan waktu yang dihabiskan dalam penyesuaian hewan untuk beradaptasi
dengan kondisi fasilitas pengujian pirogen dan uji itu sendiri.
b. Sensitivitas Kelinci Terhadap Pirogen
Respons pirogenik pada kelinci tergantung pada dosis yang diberikan.
Semakin besar pirogen yang diinjeksikan setiap kilogram berat badan kelinci,
semakin besar peningkatan suhu pada kelinci. Bisa kita lihat pada tabel di
bawah ini :

Tabel 2. Hasil uji pirogen pada kelinci


Sebuah studi yang dilakukan oleh Health Industry Manufacturers
Association (HIMA), menunjukkan bahwa kelinci dari 12 laboratorium gagal
dalam uji pirogen secara konsisten, pada dosis 1,0 ng/ml (10 ml/kg dari 10
ng/kg endotoksin) yaitu endoktoksin Escherichia coli 055:B5 dan semua
21

koloni melalui (tidak ada pirogenisitas) pada dosis 0,156 ng/kg (atau 0,156
ng/ml menggunakan dosis 10 ml/kg). Studi yang sama juga melaporkan
bahwa

rata-rata

koloni

kelinci

akan

mencapai

kemungkinan

50%

keberhasilan/kegagalan dengan 95% keyakinan pada level endotoksin diatas


0,098 ng/ml (dosis 10 ml/kg). Sedangkan uji Limulus Amebocyte Lysate (LAL)
akan mendeteksi level endotoksin 0,025 ng/ml. Dapat disimpulkan, bahwa
uji kelinci kurang sensitif terhadap endotoksin dibandingkan dengan uji LAL.
Variasi respons terhadap larutan pirogenik pada setiap kelincinya juga
ditunjukkan di tabel sebelumnya. Standar deviasi dan koefisien variasinya
sangat tinggi diantara 8 kelinci yang diadministrasikan dosis endotoksin
yang identik. Studi HIMA melaporkan, dari 12 laboratorium yang melakukan
uji pirogen terhadap kelinci, 4 yang melalui level 2,5 ng endotoksin per kg.
Sensitivitas kelinci pada penentuan endotoksin menunjukkan kejatuhan
di rentang 1-10 ng/kg. Ditemukan juga bahwa ambang dosis pirogenik E.coli
untuk kelinci dan manusia adalah 1,0 ng/kg per berat badan. Dapat kita lihat
bahwa volume larutan pirogenik diadministrasikan karena bergantung pada
dosisnya

(daripada

konsentrasi),

dimana

kelinci

memberikan

respons

terhadap pirogen tersebut.


Sensitivitas kelinci terhadap endotoksin bervariasi terhadap waktu di
hari (circadian) dan waktu pada tahun (cirannual). Peningkatan suhu paling
besar untuk dosis endotoksin berapa saja yang diberikan biasanya terjadi
pada sore hari, dimana peningkatan paling kecil terjadi pada tengah malam.
Pada tengah malam, sensitivitas paling besar terlihat di akhir Oktober, ketika
paling kecil terlihat di akhir April. Bagaimanapun, ini berlawanan dengan jam
10 pagi. Meskipun belum dicoba, disarankan untuk koloni kelinci diuji untuk
ambang sensitivitasnya pada awal bulan dan pada jam ketika produk diuji
secara normal. Dengan begitu, variasi soal waktu terhadap sensitivitas ini
dapat dikontrol.
c. Gangguan dari Uji Pirogen Kelinci

22

Banyak produk parenteral yang diberikan tidak dapat diuji untuk


pirogen dengan uji kelinci karena gangguan yang mereka buat pada respon
kelinci terhadap pirogen jika mereka muncul dalam produk tersebut. Setiap
produk

memiliki

efek

samping

menurunkan

suhu

badan,

seperti

prostaglandin dan agen kemoterapi kanker, akan mengganggu respon


kelinci. Beberapa produk secara inheren toksik untuk kelinci

dan harus

diencerkan dengan konsentrasi jauh di bawah dosis farmakologis efektif


obat.

Tabel 3. Contoh Obat yang tidak Dapat diuji dengan Uji Pirogen USP
Meskipun sebagian besar keterbatasan dan kekacauan saat ini
dari uji LAL, tidak bisa dilupakan bahwa uji pirogen kelinci USP selama
beberapa dekade telah dianggap sebagai test yang cukup sensitif untuk
pirogen dan telah membantu untuk menghilangkan kontaminasi pirogenik
dari obat-obat

yang telah dipasarkan, walaupun sebagian besar pabrik

farmasetik dan peralatan farmasi saat ini menggunakan uji LAL untuk tes
pirogen.

23

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pirogen atau bakteri endotoksin adalah produk metabolik organik dari
bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan demam dan hipotensi pada
pasien terdapat dalam jumlah yang berlebihan pada injeksi intravena (IV).
Respon pirogenik jarang sekali yang fatal kecuali kondisi pasien sedang
sangat buruk dan dosis yang dipaparkan sangatlah besar. Akan tetapi,
24

pirogen dikatagorikan sebagai senyawa toksik sehingga tetap tidak boleh


dipaparkan pada manusia.
Produk parental yang steril dan terbebas dari partikulat ditandakan
dengan tidak adanya kontaminasi pirogenik di dalamnya. Uji pirogen
dirancang untuk membatasi level yang masih dapat diterima dari resiko
reaksi demam yang dialami pasien saat administrasi sediaan dengan injeksi
dari produk. Tes pirogen menjadi quality control test untuk sediaan
parenteral secara resmi pada tahun 1942 dan tercantum dalam U.S.
Pharmacopeia (USP) edisi ke 12. Kemudian, pada 1945, Code of Federal
Regulations (CFR) mengharuskan bahwa antibiotik juga harus dites untuk
adanya kehadiran pirogen.
Rabbit Pyrogen Test merupakan metode uji pirogen yang melibatkan
pengukuran kenaikan suhu dari kelinci setelah pemberian injeksi intervena
dari larutan uji dan dirancang untuk produk yang dapat ditoleransi oleh
kelinci uji pada dosis yang tidak melebihi 10ml per kg injeksi secara
intravena dalam periode waktu kurang dari 10 menit. Untuk produk yang
membutuhkan

penyiapan

terlebih

dahulu

sebelumnya

atau

butuh

administrasi dengan kondisi khusus, ikuti aturan tambahan yang tercantum


pada monografi masing-masing sediaan. Uuntuk senyawa antibiotik atau
biologis, gunakan arahan yang tercantum dalam federal regulation.
Walaupun

perkembangan

yang

terjadi

pada

teknologi

sediaan

parenteral selama 50 tahun silam, metodologi rabbit pyrogen test yang


secara resmi diakui dalam standar kompendial tetap tak berubah. Meskipun
mayoritas industri parenteral sekarang bergantung pada LAL test untuk
meyakinkan terbuatnya produk yang bebas endotoksin. Untuk urusan
biologis, beberapa negara seperti Kanada masih membutuhkan pelaksanaan
rabbit pyrogen test untuk memastikan kualitas produknya.

DAFTAR PUSTAKA
25

Akers, M. (1985). Parenteral quality control. New York: M. Dekker.

Sushruta, M., & Anubha, K. (2011). An overview of limulus amoebocyte lysate (LAL)
test. International Research Journal of Pharmacy, 2(4), 67-71.

Williams, K. (2007). Endotoxins. New York: Informa Healthcare.

26

You might also like