You are on page 1of 7

Corticotropin-releasing hormone (CRH) CRH memiliki reseptor multipel dan

afinitasnya meningkat pada akhir kehamilan. Kadar CRH plasma meningkat pada
akhir minggu ke6-8 kehamilaan normal. Beberapa penelitian mengemukakan
pendapat bahwa pada CRH dikaitkan dengan inisiasi terjadinya persalinan.
Reseptor CRH dapat memberikan sinyal melalui cAMP atau kalsium, sehingga
CRH dapat menyebabkan relaksasi atau kontraksi miometrium tergantung pada
reseptor yang muncul.
Prostaglandin Prostanoid berinteraksi dengan delapan tipe reseptor heptahelical,
dan beberapa dari reseptor tersebut diekspresikan dalam miometrium. Meskipun
prostaglandin kebanyakan digunakan sebagai uterotonika, prostanoid dapat
berperan sebagai relaksan otot. Prostaglandin diproduksi oleh membrana asam
arakidonat yang biasanya dilepaskan oleh aktivitas enzim fosfolipase A2 atau C
pada membrana fosfolipid. Asam arakidonat dapat berperan dalam substrat tipe 1
&2

yang

dikenal

dengan

siklooksigenase

1&

2.

PGHS-1&2.

Peranan Fetus Dalam Inisiasi Persalinan


A. Kontraksi uterus dalam persalinan Pertumbuhan janin merupakan komponen
penting dalam aktivasi uterus yang tampak pada fase 1 persalinan. Selama masa
gestasi dan dalam kaitannya dengan pertumbuhan janin, diperoleh adanya
peningkatan tegangan kontraksi miometrium dan tekanan cairan amnion. Adanya
peregangan pada uterus terus menerus akan menginduksi protein CAPs (spesific
contraction-associated proteins). Regangan juga akan meningkatkan ekspresi dari
protein gap junction, connexin 43 yang strukturnya mirip dengan reseptor oksitosin.
Selain itu regangan pada uterus dianggap berpengaruh terhadap siklus endokrin
feto-maternal dalam aktivasi uterus dalam proses persalinan.
B. Kaskade fetal endokrin mempengaruhi timbulnya persalinan. 1
Kemampuan fetus untuk menyediakan sinyal endokrin dibuktikan lewat percobaan
pada janin domba sejak 30 tahun yang lalu, dimana dibuktikan bahwa sinyal
tersebut dihasilkan dari aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Pada domba, produksi

steroid padar kelenjar adrenal fetus dipercaya dapat memberikan efek pada plasenta
dan membrana plasenta yang dapat merubah keadaan miometrum dalam keadaan
tenang menjadi status otot yang mulai berkontraksi. Komponen dalam tubuh
memiliki kemampuan untuk untuk memproduksi CRH (corticotropin-releasing
hormone). 1
C .Peranan CRH dalam kelenjar adrenal fetus Fetus memiliki berat kelenjar adrenal
yang sama dengan kelenjar adrenal dewasa dan memiliki kemiripan dalam ukuran.
Kelenjar adrenal yang mendekati kelahiran fetus menghasilkan steroid kurang lebih
100-200 mg/hari, lebih tinggi dibandingkan dengan steroid yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal dewasa pada keadaan istirahat (30-40mg/hari) namun fungsi
steroid yang dihasilkan fetus berbeda dengan dewasa. Sebagai contohnya, sejumlah
cortisol tidak diproduksi oleh kelenjar adrenal fetus hingga trimester ketiga.
Sebagai hasilnya kadar cortisol fetus meningkat pada minggu-minggu akhir
kehamilan. Selama periode ini, produksi Dehidroedpiandrosteron sulfat (DHEA-S)
meningkat secara signifikan sehingga berefek pada peningkatan estrogen maternal
terutama estriol. Peningkatan aktivitas adrenal ditandai dengan kadar hormon
adrenocortiotropic hormon (ACTH) fetus yang tidak meningkat hingga sebelum
persalinan.1,7 Kadar ACTH tidak meningkat secara signifikan sampai akhir
kehamilan sehingga proses pertumbuhan dan diferensiasi dari kelenjar adrenal fetus
sebenernya dipengaruhi oleh faktor lain yang disekresikan oleh plasenta. Zona fetal
dari kelenjar adrenal akan segera mengalami involosi sesudah kelahiran. Dari
beberapa

penitian

disebutkan

bahwa

CRH

memiliki

kemampuan

untuk

menstimulasi DHEA-S pada adrenal fetus dan biosintesis cortisol. 1,7


D. Produksi CRH plasental CRH disintesis oleh plasenta. Kemampuan cortisol
untuk menstimulasi CRH plasental memungkinkan fetus untuk masuk dalam
kaskade endokrin yang tidak akan terpisahkan hingga akhir persalinan. 1 Kadar
CRH plasma maternal ditemukan rendah pada trimester pertama dan meningkat
pada pertengahan kehamilan hingga waktu persalinan. 12 minggu sebelum akhir
masa gestasi, CRH plasma mengalami kenaikan secara mendadak. CRH yang
dihasilkan oleh cairan amnion ditemukan meningkat pada akhir kehamilan.

Sedangkan CRH dalam tali pusar lebih rendah dibandingkan sirkulasi maternal
tetapi kadarnya masih dapat memacu proses steroideogenesis kelenjar adrenal fetus.
1 CRH merupakan satu-satunya hormon tropic yang memiliki releasing factor yang
berikatan dengan spesific serum binding protein. Selama masa kehamilan, CRHbinding protein (CRH-BP) berikatan dengan CRH yang bersirkulasi dalam
pembuluh darah ibu. Adanya reaksi ikatan tersebut membuat inaktivasi dari
aktivitas plasenta untuk menghasilkan ACTH. Pada kehamilan trimester akhir,
kadar CRH-BP dalam plasma maternal dan cairan amnion menurun dimana pada
saat yang bersama-an pun kadar CRH meningkat tajam yang menunjukkan adanya
aktivitas CRH yang tinggi. 1 Dalam kehamilan, kondisi kesejahteran janin dapat
terganggu oleh berbagai macam komplikasi, konsentrasi CRH fetus-cairan amnionmaternal plasma yang meningkat. Peningkatan kadar CRH akan menghasilkan
kadar CRH-BP yang subnormal. Peningkatan produksi CRH plasental dalam
kehamilan normal dan adanya ekstresi CRH plasental yang berlebihan pada
kehamilan resiko tinggi akan meningkatkan sintesis cortisol fetus. 1
E. Pengaruh CRH dalam persalinan CRH plasental diduga memegang peranan
penting dalam regulasi persalinan. Pertama, CRH plasental akan meningkatkan
produksi cortisol fetal yang akan memberikan feedback positif pada plasenta
sehingga produksi CRH dalam jumlah lebih banyak. Dengan demikian diperoleh
kadar CRH yang tinggi yang dapat mengawali terjadinya kontraksi miometrium.
Kedua, kortisol diduga telah berefek pada miometrium secara tidak langsung
melalui membran plasenta yang meningkatkan sintesis prostaglandin. CRH diduga
dapat merangsang sintesis adrenal steroid C19, yang dapat meningkatkan
aromatisasi substrat plasenta dan menghasilkan elevasi estrogen yang dapat
membuat pergeseran ratio estrogen ke rasio progesteron serta memperlihatkan
ekspresi dari sejumlah protein kontraktil dalam miometrium yang menyebabkan
miometrium tidak lagi dalam keadaan tenang. 1
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam persalinan:
- Oksitosin Pada kehamilan trimester akhir, terutama pada fase 1 persalinan terjadi
peningkatan reseptor oksitosin miometrium. Dengan adanya peningkatan reseptor

tersebut maka terjadi peningkatan kontraksi uterus dan miometrium lebih responsif
terhadap oksitosin. Sehingga jika terjadi prolong gestasi dapat disebabkan karena
keterlambatan peningkatan reseptor oksitosin. 1 Oksitosin bersifat uterotonika yang
digunakan untuk menginisiasi persalinan. Oksitosin merupakan suatu nanopeptida
yang disintesis dalam neuron magnoseluler dari neuron supraoptik dan
paraventricular. Prohormon oksitosin dibawa dengan protein carrier neurophysin
yang terletak di hipofisis posterior. Oksitosin prohormon dikonversikan secara
enzimatis ke dalam bentuk oksitosin selama proses transport. Oksitosin tidak
menyebabkan inisiasi persalinan namun merupakan salah satu zat aktif yang efektif
dalam persalinan aktif. Oksitosin berperan sebagai reseptor heptahelical yang
mengaktivasi fosfolipase. Oksitosin juga sangat penting dalam fase 3 persalinan. 1
Beberapa pendapat mengenai oksitosin:
Reseptor oksitosin dalam miometrium dan jaringan desidua mengalami
peningkatan drastis pada saat menjelang akhir masa gestasi
Oksitosin berperan dalam jaringan desidua untuk merangsang pelepasan
prostaglandin
Oksitosin disintesis secara langsung dalam desidua dan jaringan ekstraembrionik
dan dalam plasenta
Fakta mengenai oksitosin : Peningkatan oksitosin maternal selama stadum 2
persalinan (akhir fase ke-2 persalinan), dalam periode awal post partum dan selama
pemberian air susu ibu (fase 3persalinan). Adanya peningkatan pelepasan oksitosin
merupakan indikator bahwa oksitosin dihasilkan pada akhir persalinan atau sekitar
masa nifas. Segera setelah kelahiran bayi,plasenta dan membran plasenta (fase
lengkap ke-2), akan terjadi kontraksi yang kuat dan persisten dan terjadi retraksi
uterus sehingga mencegah terjadinya perdarahan post partum. Oksitosin
meyebabkan kontraksi yang persisten. 1 Infus oksitosin akan merangsang
peningkatan kadar mRNAs dalam miometrium sehingga gen tersebut dapat
mengkode protein esensial untuk involusi uterus. Protein esensial tersebut terdiri
dari colagenase, monosit chemoattractant protein-1, interleukin-8, urokinase
plasminogen activator receptor. Oleh karena itu, kerja oksitosin pada akhir
persalinan dan selama fase ke-3 persalinan dapat digunakan untuk involusi uterus. 1

- Prostaglandin Prostaglandin terutama PGF2a dan PGE2 berperan dalam fase 2


persalinan. Beberapa fakta yang mendukung teori diatas: Kadar prostaglandin
(termasuk metabolitnya) dalam cairan amnion, plasma maternal dan urin maternal
meningkat

selama

proses

kelahiran

Terapi

wanita

hamil

menggunakan

prostaglandin yang diberikan dalam jalur apapun dapat menyebabkan aborsi dan
kelahiran janin dalam semua stadium gestasi Pemberian inhibitor prostaglandin H
sintase tipe 2 (PGHS-2) pada wanita hamil akan menghambat onset persalinan
spontan dan terkadang dapat digunakan untuk persalinan prematur. Prostaglandin
yang digunakan untuk otot miometrium secara in vitro menyebabkan kontraksi,
bergantung pada percobaan prostanoid dan status fisiologis dari jaringan. 1
Membrana plasenta dan plasenta mampu memproduksi prostaglandin. Oleh karena
itu, prostaglandin terutama PGE2 dapat dideteksi pada cairan amnion pada semua
stadium gestasi. Seiring dengan pertumbuhan janin, maka kadar prostaglandin
dalam cairan amnion ikut meningkat secara bertahap. Prostaglandin dipercaya
untuk menghasilkan respon inflamasi yang dapat memberikan sinyal untuk
memandu terjadinya persalinan aktif. 1 Untuk mengetahui sumber prostaglandin
dalam cairan amnion pada saat persalinan, maka perubahan anatomi yang
melibatkan membran plasenta fetalis selama dilatasi serviks perlu dibahas lebih
mendalam. Sebelum persalinan dimulai, membran plasenta menempel pada desidua
vera dimana pada segmen bawah rahim, membran sangat tipis dan lambat
terbentuk. Bagian bawah kantung amnion terdorong dari dinding uterus, fragmen
desidua parietalis tetap menempel keras pada permukaan luar dari chorion laeve. 1
Fenomena normal dari persalinan dini merupakan suatu keadaan dimana terjadi
dilatasi serviks dini. Bagian bawah dari segmen bawah rahin dan sebagian serviks
merupakan bagian yang paling mudah mengalami dilatasi. Ketika servik dibuka,
janin akan melalui serviks, seperti air mengisi balon sehingga tekanan meningkat
dan mendorong isinya melalui rongga berbentuk silinder. Area permukaan berisi
janin akan meningkatkan progresifitas dilatasi serviks selama fase 2 persalinan.
Permukaan luar dari amnion melekat pada bagian avaskuler dari chorion laeve/
sedangkan jaringan desidua yang mengalami trauma dan devaskularisasi terlepas
dari uterus dan menimbulkan garis ireguler. 1 Menjelang persalinan kadar sitokin
lebih besar dalam kantung kehamilan dibandingkan di dalam kantung amnion.

sitokin dalam kantung kehamilan diduga akan meningkatkan kadar prostaglandin


yang dihasilkan oleh amnion. mediator inflamasi memfasilitasi terjadinya dilatasi
serviks dan segmen bawah rahim. Sitokin dan kemokin akan memandu terjadinya
degradasi, peningkatan kadar asam hialuronat dan menyebabkan masuknya leukosit
ke dalam uterus. Dengan adanya peningkatan sitokin dan prostaglandin
menyebabkan degradasi lebih lanjut dari matriks ekstraseluler yang menimbulkan
perlunakan dari membrana plasenta. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses
persalinan

ditandai

dengan

perubahan

cepat

dari

serviks.

FISIOLOGIS PERSALINAN
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang sebab terjadinya persalinan:
1. Teori Penurunan Progesteron
Penuaan plasenta telah dimulai sejak usia kehamilan 30-60 minggu sehingga
terjadi penurunan konsentrasi progesteron dan estrogen pada saat hamil, terjadi
perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron yang menimbulkan kontraksi
Braxton Hicks, yang selanjutnya akan bertindak sebagai kontraksi persalinan.
Kenyataan menunjukkan bahwa saat menjelang persalinan, tidak terjadi penurunan
konsentrasi progesteron.
2. Teori Oksitosin
Menjelang persalinan terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam otot rahim
sehingga mudah terstimulasi saat disuntikkan oksitosin dan menimbulkan
kontraksi. Diduga bahwa oksitosin dapat meningkatkan pembentukan prostaglandin
dan persalinan dapat berlangsung terus atau minimal melakukan kerjasama.
3. Teori Keregangan Otot Rahim
Induksi persalinan dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban sehingga
keregangan otot rahim makin pendek dan kekuatan untuk berkontraksi makin
meningkat.
4. Teori Janin
Sinyal yang diarahkan pada maternal sebagai tanda bahwa janin telah siap lahir,
belum diketahui dengan pasti. Kenyataan menunjukkan, bila terdapat anomaly
hubungan hipofisis dan kelenjar supraneal, persalinan akan menjadi lebih lambat.

Diduga bahwa keutuhan hipofisis dan glandula suprarenal sangat penting walaupun
bentuk diketahui bentuk sinyalnya.
5. Teori Prostaglandin
Menjelang persalinan, diketahui bahwa prostaglandin sangat meningkat pada
cairan amnion dan desidua. Diperkirakan bahwa terjadinya penurunan progesterone
dapat memicu interleukin -1 untuk melakukan hidrolisis gliserofosfolofid
sehingga terjadi pelepasan dari asam arakidonat menjadi prostaglandin, PGE2, dan
PGF2 alfa. Terbukti pula bahwa saat mulainya persalinan terdapat penimbunan
dalam jumlah besar asam arakidonat dan prostaglandin dalam cairan amnion. Selain
itu, terjadi pembentukan prostasiklin dalam miometrium desidua dan korion leave.
Prostaglandin dapat melunakkan serviks dan merangsang kontraksi bila diberikan
dalam bentuk infuse, per os, atau secara intra vaginal. Oleh karena itu, dapat
dikemukakan bahwa proses mulainya persalinan merupakan proses yang kompleks
dan paling dominant, tetapi merupakan inisiasi pertama yang masih belum
diketahui dengan pasti.

You might also like