Professional Documents
Culture Documents
STRIPPING
1.1. Tujuan Percobaan
- Mengetahui pengaruh laju alir liquida pada koefisien transfer massa pada
-
kolom stripping
Mengetahui pengaruh laju alir gas pada koefisien transfer massa pada kolom
stripping
1.2. Tinjauan Pustaka
Transfer gas melibatkan terjadinya kontak antara udara atau gas lain dengan air
yang menyebabkan berpindahnya suatu senyawa dari fase gas ke fase cair atau
menguapnya suatu senyawa dari fase cair (dalam bentuk terlarut) menjadi fase gas
(lepas ke udara). Perpindahan massa zat dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya
(absorbsi-desorpsi), terjadi bila ada kontak antar permukaan cairan dengan gas atau
udara. Mekanisme ini terjadi secara difusi. Gaya penggerak perpindahan massa dari
udara ke dalam air atau sebaliknya dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi zat dalam
larutan dan kelarutan gas pada kondisi tertentu. Faktor utama yang mempengaruhi
kelarutan gas dalam air adalah suhu air, tekanan parsial gas dalam fase gas, konsentrasi
padatan terlarut dalam fase air dan komposisi kimia gas.
Stripping juga merupakan istilah lain dari transfer gas dengan penyempitan
makna, lebih dikhususkan pada transfer gas dari fase cair ke fase gas. Jenis peralatan
stripping untuk penyisihan ammonia umumnya adalah menara dengan sistem countercurrent antara udara (upflow) dan air (downflow). Menara dilengkapi dengan kipas
angin, rak untuk mendistribusikan air, lubang untuk pengeluaran gas, dan sebagainya.
Dapat dilihat pada gambar 1.1
Absorber dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu
komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan.
Solut adalah komponen yang dipisahkan dari campurannya sedangkan pelarut (solvent
sebagai separating agent) adalah cairan atau gas yang melarutkan solut. Karena
perbedaan kelarutan inilah, transfer massa solut dari fase satu ke fase yang lain dapat
terjadi. Absorbsi adalah operasi pemisahan solut dari fase gas ke fase cair, yaitu dengan
mengontakkan gas yang berisi solut dengan pelarut cair (solven /absorben ) yang tidak
menguap. Stripping adalah operasi pemisahan solut dari fase cair ke fase gas, yaitu
dengan mengontakkan cairan yang berisi solut dengan pelarut gas (stripping agent) yang
tidak larut ke dalam cairan. Ada 2 jenis absorbsi, yaitu kimia dan fisis. Absorbsi kimia
melibatkan reaksi kimia antara pelarut cair dengan arus gas dan solut tetap di fase cair.
Dalam absorbsi fisis, solut dalam gas mempunyai kelarutan lebih besar dalam pelarut
cairan, sehingga solut berpindah ke fase cair. Absorbsi dengan reaksi kimia lebih
menguntungkan untuk pemisahan. Meskipun demikian, absorbsi fisis menjadi penting
jika pemisahan dengan reaksi kimia tidak dapat dilakukan. Absorber dan stripper
seringkali digunakan secara bersamaan. Absorber digunakan untuk memisahkan suatu
solut dari arus gas. Stripper digunakan untuk memisahkan solut dari cairan sehingga
diperoleh gas dengan kandungan solut lebih pekat.
Keterangan :
H
=
L
G
X1, X2
Y1,
Gambar
Dalam
tinggi tower
= debit air
= debit udara
= kadar ammonia di air
(sebagai ratio massa)
Y2
= kadar ammonia di udara
(sebagai ratio massa)
1.2.1. Skema ammonia stripping
dilarutan
dalam
Pada stripper biasanya dilengkapi dengan satu compresor atau pompa vakum yang
berfungsi untuk mengalirkan gas atau udara sehingga aliran gas tersebut menyerap gas
yang terdapat di liquida yang akan dipisahkan dari aliran gasnya.
A. Terdapat 2 macam jenis stripper
1. Stripper dengan injeksi steam
2. Stripper dengan reboiler
B. Peralatan dalam kolom stripper
1. Plate coloum
Terdiri dari kolom vertikal dengan cairan masuk mengalir dari bagian atas dan
cairan keluar dari bagian bawah. Di bagian dalam kolom terdapat tray atau
plate.
2. Packed coloum
Mirip dengan plate coloum. Perbedaannya tidak adalah tidak terdapat tray atau
plate.
C. Tipe packing
1. Random packing
Digunakan secara luas di dalam tower pengeringan, absorbing tower, cooling
tower, washing tower, regenerative tower dan desulfurisasi tower di dalam
teknik kimia, metallurgi, coal gas, produksi asam dan oksigen, farmasi dan
industri yang lain.
Beberapa jenis packing yang sering digunakan antara lain rasching ring,
intalox sadle dan pall ring
2. Regular packing
Jenis regular packing: a) Rasching ring, b) Double spiral ring, c) Section
through expanded metal lath packing dan d) Wood grids
Gambar 1.2.3. Jenis regular packing
Menghitung fraksi mol NH3 liquid dan NH3 gas digunakan rumus sebagai
berikut:
(
xNH3 =
W NH 3
BM NH3
W NH 3
W H2 O
+
BM NH3
BM H2 O
) (
.................................
(1.2)
Untuk campuran solute A didalam solven B, koefisien diffusivitasnya:
DAB = 1,173x10-16(.MB)1/2 T/B.VA0,6 .............................. (1.3)
Dimana: DAB = diffusivitas liquida (cm2/det)
T
= temperatur (K)
NH OH ................................. (1.5)
4
Sehingga dapat dihitung L nya atau koefisien liquida murninya dengan rumus sebagai
berikut:
L = L (1- xNH3) ............................................. (1.6)
Kemudian mencari diameter ekuivalen dari packing (Dp) dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Dp = (Dc.h + 0,5.Dc2)1/2 ...................................... (1.7)
Dan dapat digunakan untuk mencari luas penampang packing (at) dengan rumus sebagai
berikut:
6
At = x Dp
(1)
.............................. (1.8)
KL = 0,021
0,49
( )
L
at.b
0,5
-1/3
) (
)
. D AB
.g
..................... (1.9)
Sehingga dapat digunakan untuk menghitung koefisien perpindahan massa liquida atau
KL nya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
KL = KL NH4OH...................................... (1.10)
Menghitung kecepatan massa udara digunakan rumus sebagai berikut:
V2
G= A
udara................................... (1.11)
1/2
1
1
+
)
MC MD
1
3
1
3 2
P [ ( Vc ) + ( VD ) ]
Dimana: DCD = diffusivitas gas (cm2/det)
VC = volume diffusi atom udara (cm3)
VD = volume diffusi atom gas (cm3)
MC = BM udara
MD = BM liquida
) ......................... (1.12)
-0,7
. g
g. D
1
3
at. D
(
( ) ( ) TR )
G
at. g
CD
CD
membuka valve 3 sesuai dengan variabel yang telah ditentukan yaitu 1, 2 dan 3
putaran
menjalankan pompa
menampung air yang keluar ari kolom stripping sebanyak 300 mL pada saat
aliran telah konstan, catat waktu yang dibutuhkan dan perbedaan ketinggian
manometer (H).
B. Kalibrasi Laju Alir Gas
- menyalakan kompresor sampai tekanan 1 bar
- membuka valve 2 dengan variabel yang telah ditentukan yaitu 40o, 50o dan 60o
- membuka valve pada kompresor
- mencatat waktu yang dibutuhkan sampai tekanan pada kompresor habis dan
perbedaan ketinggian manometer (H).
C. Percobaan
- membuat larutan ammonia dengan konsentrasi 0,03 N sebanyak 2000 mL
- menentukan suhu dengan densitas dari larutan ammonia yang telah dibuat
- membuat larutan NaOH 0,05 N sebanyak 100 mL dan standardisasi dengan
-
penampung liquida
menutup valve 1, 4, 7 dan 5
mengoperasikan kompresor pada tekanan 1 bar
melakukan prosedur berikut secara bersama-sama:
- membuka valve 3 untuk liquida dan valve 2 untuk gas sesuai dengan
variabel yang ditentukan, yaitu pada laju alir liquida tetap (gas berubah) dan
-
densitasnya
mengulangi langkah ke 6 sampai 10 untuk tiap variabel yang telah ditentukan
sebanyak tiga kali.
Volume
(mL)
300
300
300
Waktu
(Detik)
21
21,5
22
17
17
17
11
10,5
10
Tekanan
(bar)
40
50
60
Waktu
(Detik)
53
54
55
48
48,5
49
43
43
43
Volume
(mL)
300
300
300
Waktu
(Detik)
21
21,5
22
17
17
17
11
10,5
10
Q (mL/s)
14,2857
13,9534
13,6363
17,6470
17,6470
17,6470
27,2727
28,5714
30
Tekanan
(bar)
40
50
60
1.8. Grafik
Waktu
(Detik)
53
54
55
48
48,5
49
43
43
43
Q (mL/s)
14,2857
13,9534
13,6363
17,6470
17,6470
17,6470
27,2727
28,5714
30
0.8
H (cm)
0.6
0.4
10
15
20
25
30
35
Q (mL/s)
Grafik 1.8.1. Hubungan antara laju alir Q (mL/s) dan H (cm) pada kalibrasi laju alir
liquida
1.4
1.2
f(x) = 0x - 1.25
R = 0.99
1
H (cm)
0.8
0.6
0.4
400
420
440
460
480
500
520
540
560
580
600
Q (mL/s)
Grafik 1.8.2. Hubungan antara laju alir Q (mL/s) dan H (cm) pada kalibrasi laju alir gas
0.25
0.2
0.15
bukaan 40
bukaan 50
bukaan 60
H (am)
0.1
0.05
0
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
Q (cm3/s)
Grafik 1.8.3. Hubungan antara laju alir Q (cm3/s) gas dan H (cm) liquida untuk laju alir
liquida tetap dan laju alir gas berubah
0.8
0.7
0.6
H (cm)
0.5
bukaan 40
bukaan 50
bukaan 60
0.4
0.3
0.2
600
800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600
Q(cm3/s)
Grafik 1.8.4. Hubungan antara laju alir Q (cm3/s) gas dan H (cm) liquida untuk laju alir
gas tetap dan laju alir liquida berubah
1.9
1.7
1.5
H (cm)
bukaan 40
bukaan 50
bukaan 60
1.3
1.1
0.9
0
10
15
20
25
30
35
Q (cm3/s)
Grafik 1.8.5. Hubungan antara laju alir Q (cm3/s) liquida dan H (cm) gas untuk laju alir
liquida tetap dan laju alir gas berubah
2.2
2
1.8
H (cm)
1.6
bukaan 40
bukaan 50
bukaan 60
1.4
1.2
1
5
10
15
20
25
30
35
Q (cm3/s)
Grafik1.8.6. Hubungan antara laju alir Q (cm3/s) liquida dan H (cm) gas untuk laju alir
gas tetap dan laju alir liquida berubah
8
7
6
KL (g/cm3.s)
bukaan 40
bukaan 50
bukaan 60
4
3
2
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
Q (cm3/s)
Grafik 1.8.7. Hubungan antara laju alir Q (cm3/s) gas dan KL (g/cm3.s) untuk laju alir
liquida tetap dan laju alir gas berubah
7
KL (g/cm3.s)
bukaan 40
bukaan 50
bukaan 60
3
600
800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600
Q (cm3/s)
Grafik 1.8.8. Hubungan antara laju alir Q (cm3/s) gas dan KL (g/cm3.s) untuk laju alir
gas tetap dan laju alir liquida berubah
8
7
6
KG (g/cm3.s)
bukaan 40
bukaan 50
bukaan 60
4
3
2
0
10
15
20
25
30
35
Q (cm3/s)
Grafik 1.8.9. Hubungan antara laju alir Q (cm3/s) liquida dan KG (g/cm3.s) untuk laju
alir liquida tetap dan laju alir gas berubah
7
KG (g/cm3.s)
bukaan 40
bukaan 50
bukaan 60
3
5
10
15
20
25
30
35
Q (cm3/s)
Grafik 1.8.10. Hubungan antara laju alir Q (cm3/s) liquida dan KG (g/cm3.s) untuk laju
alir gas tetap dan laju alir liquida berubah
1.9. Pembahasan
Dari percobaan didapatkan hasil:
1. Hubungan antara Q dengan H pada kalibrasi liquida dan gas
Secara teori hubungan antara Q dan H adalah berbanding lurus, dimana semakin
besar nilai Q maka semakin besar pula nilai H.
Pada percobaan untuk kalibrasi laju alir liquida pada bukaan 1 didapatkan H rata-rata
sebesar 0,5 dengan Qrata-rata sebesar 13,9585 sedangkan pada bukaan 3 didapatkan
Hrata-rata sebesar 0,8 dengan Qrata-rata sebesar 28,6147, dapat dilihat pada grafik 1.8.1.
Dan kalibrasi laju alir gas pada bukaan 40o didapatkan Hrata-rata sebesar 0,7 dengan
Qrata-rata sebesar 13,9585 sedangkan pada bukaan 60o didapatkan Hrata-rata sebesar 1,2
dengan Qrata-rata sebesar 28,6147, dapat dilihat pada grafik 1.8.2.
2. Hubungan antara Q dengan H pada fase cair
Secara teori hubungan antara Q gas dan H pada fase cair adalah berbanding lurus,
dimana semakin besar nilai Q maka semakin besar pula nilai H.
Pada percobaan laju alir liquida tetap dan laju alir gas berubah didapatkan hasil
yang sesuai dengan teori, hal ini dapat dilihat pada grafik 1.8.3. Dengan data pada
bukaan 40o putaran 1 didapatkan Q sebesar 5,08 dan H sebesar 0. Dan pada
bukaan 40o putaran 3 didapatkan Q sebesar 21,42 dan H sebesar 0,1.
Dan pada laju alir gas tetap dan laju alir liquida berubah didapatkan hasil yang
sesuai dengan teori, hal ini dapat dilihat pada grafik 1.8.4. Dengan data pada
bukaan 40o putaran 1 didapatkan Q sebesar 10 dan H sebesar 0,3. Dan pada
bukaan 40o putaran 3 didapatkan Q sebesar 18,75 dan H sebesar 0,7.
3. Hubungan antara Q dengan H pada fase gas
Secara teori hubungan antara Q gas dan H pada fase cair adalah berbanding lurus,
dimana semakin besar nilai Q maka semakin besar pula nilai H.
Pada percobaan laju alir liquida tetap dan laju alir gas berubah didapatkan hasil
yang sesuai dengan teori, hal ini dapat dilihat pada grafik 1.8.5. Dengan data pada
bukaan 40o putaran 1 didapatkan Q sebesar 417,93 dan H sebesar 1. Dan pada
bukaan 40o putaran 3 didapatkan Q sebesar 1761,31 dan H sebesar 1,6.
Dan pada laju alir gas tetap dan laju alir liquida berubah didapatkan hasil yang
sesuai dengan teori, hal ini dapat dilihat pada grafik 1.8.6. Dengan data pada
bukaan 40o putaran 1 didapatkan Q sebesar 821,94 dan H sebesar 1,2. Dan pada
bukaan 40o putaran 3 didapatkan Q sebesar 1541,14 dan H sebesar 1,7.
4. Hubungan antara laju alir Q gas dan KL pada fase cair
Secara teori hubungan antara Q gas dan KL pada fase cair adalah berbanding
lurus.
Pada percobaan laju alir liquida tetap dan laju alir gas berubah didapatkan hasil
yang sesuai dengan teori, hal ini dapat dilihat pada grafik 1.8.7. Dengan data pada
bukaan 40o putaran 1 didapatkan Q sebesar 417,93 dan KL sebesar 2,74.10 -11. Dan
pada bukaan 40o putaran 3 didapatkan Q sebesar 1761,31 dan KL sebesar
5,563.10-11.
Dan pada laju alir gas tetap dan laju alir liquida berubah didapatkan hasil yang
sesuai dengan teori, hal ini dapat dilihat pada grafik 1.8.8. Dengan data pada
bukaan 40o putaran 1 didapatkan Q sebesar 821,94 dan KL sebesar 3,82.10 -11. Dan
pada bukaan 40o putaran 3 didapatkan Q sebesar 1541,14 dan KL sebesar
5,210.10-11.
5. Hubungan antara laju alir Q liquid dan KG pada fase cair
Secara teori hubungan antara Q gas dan KL pada fase cair adalah berbanding
lurus.
Pada percobaan laju alir liquida tetap dan laju alir gas berubah didapatkan hasil
yang sesuai dengan teori, hal ini dapat dilihat pada grafik 1.8.9. Dengan data pada
bukaan 40o putaran 1 didapatkan Q sebesar 5,08 dan KG sebesar 7,81.10 -11. Dan
pada bukaan 40o putaran 3 didapatkan Q sebesar 21,42 dan KG sebesar 4,07.10-11.
Dan pada laju alir gas tetap dan laju alir liquida berubah didapatkan hasil yang
sesuai dengan teori, hal ini dapat dilihat pada grafik 1.8.10. Dengan data pada
bukaan 40o putaran 1 didapatkan Q sebesar 10 dan KG sebesar 4,57.10 -11. Dan
pada bukaan 40o putaran 3 didapatkan Q sebesar 18,75 dan KG sebesar 3,36.10-11.