You are on page 1of 17

PERMASALAHAN BANJIR DI SAMARINDA

Disusun Oleh :

Nama

: Aprianus Dikson

No. Mhs

: 610011024

TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL


YOGYAKARTA

2016

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Samarinda sebagai Ibu Kota Kalimantan Timur yang saat ini tengah berkembang
dengan pesat, namun di tengah perkembangan ini Kota Samarinda masih selalu
didera dengan permasalahan banjir. Fenomena kejadian banjir saat ini tidak hanya
terjadi pada saat musim penghujan namun pada saat terjadi hujan dengan durasi 3
jam saja sudah dapat mengakibatkan banjir. Kondisi yang demikian ini sangat
mengganggu aktivitas warga Kota Samarinda.
Berbagai upaya telah dilakukan, namun upaya tersebut belum optimal dalam
mengatasi

masalah

banjir.

Upaya

tersebut

berupa

pemeliharaan

saluran

drainase kota, pembenahaan sungai-sungai yang melinatasi kota, berbagai studi


terkait pengendalian banjir kota, pembangunan sarana pengendali banjir serat
beberapa aturan telah dikeluarkan untuk pengendalian banjir. Upaya-upaya tersebut
ternyata kalah cepat dengan perkembangan kota. Oleh sebab itulah maka diperlukan
suatu penataan terpadu pengendalian banjir dengan menyusun prioritas penanganan
dan pembiayaan sesuai dengan kondisi actual serata prediksi pembangunan masa
mendatang.
Di Samarinda kini hanya terlihat dua sungai yang membelah "Kota Tepian" itu, yakni
Sungai Mahakam sebagai sungai terpanjang dan terlebar di Kaltim dan Sungai
Karang Mumus, merupakan anak Sungai Mahakam. Apabila terjadi hujan lebat
dalam beberapa jam, maka sebagian kawasan Samarinda tergenang. Kian parah,
apabila terjadi hujan lebat di kawasan utara Samarinda karena Waduk Benanga tidak
mampu menahan jutaan meter kubik air hujan sehingga Sungai Karang Mumus akan
meluap menyebabkan banjir kian merata di kota itu.
Luas DAS Sungai Karang Mumus sekitar 36.527 ha dengan panjang alur utama
sekitar 40 km. Jarak muara sungai Karang Mumus sampai Bendung Lempake sekitar
20 km. Bendung Lempake dibangun pada tahun 1977, dengan luas tangkapan air
sekitar 195 km2. Secara umum kondisi topografi daerah pengaliran sungai Karang
Mumus berbukit-bukit dan juga terdapat daerah datar khususnya di alur sungai
Karang Mumus yang berada dalam kota Samarinda. Di sepanjang alur sungai
Karang Mumus masuk anak-anak sungai dan juga terdapat beberapa lokasi rawa.
Beberapa anak sungai Karang Mumus antara lain sungai Lubang Putang, Sungai

Siring, Sungai Lantung, Sungai Muang, Sungai Selindung, Sungai Bayur, Sungai
Lingai dan Sungai Bengkuring.
Daerah aliran sungai (DAS) Sungai Mahakam mencapai jutaan hektare karena
merupakan sungai terpanjang di Kaltim, yakni mencapai 920 Km melintasi tiga
daerah, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda.
Sealin itu terdapat dua sub system lain yang juga mempunyai masalah banjir yaitu
DAS Karang Asam Besar (9,65 km2) dan DAS Karang Asam Kecil (16,25 km2).
Sungai Loa Bakung meskipun mempunyai DAS tidak masuk dalam Kota Samarinda,
namun mengingat perkembangan kota dan peningkatan pemenuhan pemukiman, di
DAS ini diprediksi akan berpotensi menjadi daerah banjir bila tidak ada penganganan
secara dini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Banjir
Sebelum membicarakan system pengendalian banjir yang efektif dan tepat guna,
perlu dipahami terlebih dahulu sumber penyebab terjadinya banjir. Secara umum
permasalahan banjir terjadi akibat berlebihnya limpasan permukaan dan tidak
tertambpungnya limpasan tersebut dalam badan sungai sehinga air meluap.
Terdapat dua faktor utama penyebab banjir yaitu factor alam (natural) dan factor
manusia (man made). Faktor alam seperti tingginya curah hijan, topografi wilayah,
pasang surut air laut, badai, dan lain-lain. Faktor alamiah ini sulit untuk dikendalikan,
kalaupun bisa memerlukan biaya yang cukup besar.
Faktor kedua adalah manusia, utamanya bersumber pada unsur pertumbuhan
penduduk. Pertumbuhan penduduk akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan
infrastruktur, seperti pemukiman, sarana air bersih, pendidikan, serta layanan
masyarakat lainnya. Selain itu pertumbuhan penduduk akan diikuti pula oleh
peningkatan penyediaan lahan untuk usaha seperti pertanian, perkebuanan maupun
industri. Peningkatan kebutuhan lahan usaha maupun penyediaan lahan untuk
infrastruktur tentu akan mempengaruhi tataguna lahan, dan berdampak menurunnya
potensi serapan air ke dalam tanah. Selain itu dengan lebih terbukanya lahan maka
semakin mudah lapisan tanah tergerus air hujan maka sedimentasi akan terjadi di
sungai, dan akibatnya kapasitas alir sungai akan menurun. Pertumbuhan penduduk

tentu akan meningkatkan produksi sampah, apabila manajemen persampahan tidak


baik maka sampah akan menimbulkan masalah antara lain penyumbatan di saluran
drainase dan sungai tersebut.
Berdasarkan uraian di atas permasalahan banjir yang ada di Kota Samarinda dapat
diperkirakan sumber-sumber penyebab banjirnya, sebagai berikut :
1) Penyebab Alamiah
Banjir secara alamiah dapat terjadi karena pengaruh dari iklim, pengaruh
phisiografi, sedimentasi di sungai, kapasitas alur, drainase ataran bamjir yang
tidak memadahi serta pengaruh pasang surut. Berikut ini akan dijelaskan
secara rinci penyebab banjir secara alamiah di Kota Samarinda.
a) Iklim tropis, iklim tropis Indonesia ditandai oleh 2 musim, yaitu
musim hujan dari bulan Oktober sampai dengan Maret dan musim
kemarau dari bulan April sampai September. Hujan lebat di musim
hujan

menyebabkan

masalah-masalah

yang

cukup

berarti

di Indonesia. Kondisi ini diperburuk dengan tingginya kepadatan


penduduk di daerah genangan banjir. Kota Samarinda merupakan
salah satu Kota yang mempunyai posisi dekat dengan garis ekuator
sehingga kondisi musim yang terjadi tidak berbeda dengan daerah
lain di Indonesia. Berdasrkan data curah hujan yang ada di wilayah
Kota Samarinda menunjukkan bahwa rerata hujan tahunan sebesar
2.021 mm dengan hari hujan tahunan sebanyak 146 hari. Hujan
maksimum harian yang pernah terjadi di wilayah Kota Samarinda
adalah 147 mm yang tercatat di stasiun Temindung. Hujan harian
maksimum ini setara dengan kala ulang 10 tahunan. Berdasarkan
kondisi yang ada tersebut di atas terindikasi bahwa wilayah Kota
Samarinda mempunyai rerata hujan yang cukup tinggi. Tingginya
curah hujan ini akan sangat mempengaruhi kondisi banjir Kota
Samarinda, apabila fasilitas drainase maupun fasilitas pengendali
banjir yang lain belum mendukung.
b) Pengaruh Phisiografi, pada umumnya perkembangan wilayah di
Pulau Kalimantan berada di tepian sungai, dimana daerah ini relative
datar. Kondisi morfologi setiap sungai di Pulau Kalimantan pada
umumnya mempunyai kemiringan dasar sungai cukup landai, sungaisungainya lebih panjang dan daerah pengalirannya lebih luas.

Beberapa sungai yang mengalir di tengah Kota Samarinda adalah


sungai yang mempunyai kemiringan dasar landai dan banyak terjadi
meandering. Selain kondisi morfologi sungai yang demikian secara
topografi wilayah Kota Samarinda terutama daerah yang berkembang
berada pada dataran (plain) dimana daerah-daerah ini berada di
antara perbukitan, sehingga limpasan air dari perbukitan tersebut
akan terkonsentrasi mengalir pada daerah datar tersebut. Sebagai
ilustrasi daerah rawan banjir di wilayah Sempaja berada di bawah
perbukitan Gunung Cermin dimana perubahan slope baik itu slope
lahan maupun sungai cukup mempengaruhi kelancaran limpasan
permukaan. Daerah rawan banjir sepanjang Jl. Suryanata sampai
dengan permepatan Air Putih secara topografi limpasan dari bukit
akan terkonsentrasi menuju Jl. Suryanata sampai permepatan Air
Putih. Demikian pula dengan lokasi rawan banjir sepanjang Jl.
Sentosa arah ke Lempake, di lokasi ini terjadi perubahan slope
antara perbukitan menuju dataran.
Berkaitan dengan morfologi sungai di wilayah Kota Samarinda banyak
terdapat daerah-daerah cekungan dimana daerah tersebut pada
awlanya sebagai daerah retarding basin, namun saat ini daerah
tersebut telah berubah menjadi daerah pemukiman penduduk.
Dengan perubahan peruntukan ini secara awam daerah tersebut
dikategorikan sebagai daerah rawan banjir, padahal berdasar
morfologi sungai daerah tersebut sebagai daerah retarding basin.
Banyak lokasi retarding basin yang telah berubah fungsi yaitu daerah
Gunung Lingai yang merupakan lokasi retarding basin sungai
Karangmumus dan Sungai Sempaja. Lokasi ini telah berubah menjadi
daerah pengembangan permukiman dan sebagai daerah pertokoan.
Daerah rawa di sekitar Jl. Jakarta Loa Bakung yang saat ini telah
berubah menjadi lokasi permukiman dimana secara alami fungsi
daerah tersebut sebagai retarding basin sungai Loa Bakung.
c) Sedimentasi, di sungai pengendapan sedimen di muara sungai
akan

memperpanjang

delta

sungai,

mengurangi

kemiringan

memanjang sungai, mengurangi kapasitas angkut sungai, dan


memperbesar resiko banjir. Pengurangan kapasitas aliran pada
sungai dapat disebabkan oleh erosi. Erosi yang berlebihan terjadi
karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya pengolahan tanah.

Erosi ini menyebabkan sedimentasi di sungai-sungai, dimana hasil


erosi diensapkan pada bagian hilir sungai. Sedimentasi di sungai ini
menyebabkan peninggian (agradasi) dasar sungai dan meningkatkan
resiko banjir, kapasitas resapan daerah pengliran sungai untuk
menahan air dengan infiltrasi tergantung pada kondisi fisik daerah
pengliran sungai, khususnya tanaman penutup aliran permukaan.
Mencermati secara fisik aliran air yang ada di sungai yang melintas
Kota Samarinda terlihat pada saat musim penghujan atau sesaat
setelah terjadi hujan warna air yang mengalir di sungai terlihat coklat
ke hitam-hitaman. Kondisi ini mengindikasikan bahwa terdapat
konsentrasi sedimen yang cukup tinggi. Selain sedimentasi di sungai
indikasi tingginya tingkat erosi di DAS dapat dilihat di saluran-saluran
drainase yang masuk sungai alam. Banyak saluran drainase yang
menyempit bahkan ada yang sudah tidak dapat berfungsi karena
sedimentasi di saluran drainase.
d). Drasinase, drasinase daerah dataran banjir yang tidak memadai
Modifikasi daerah dataran banjir secara teratur dapat merintangi aliran
sungai dan pada akhirnya akan mempertinggi elevasi banjir. Apabila
suatudaerah mempunyai drainase dataran banjir yang kurang
memadai, maka daerah tersebut akan menjadi daerah banjir di saat
musim hujan. Daerah layanan drainase Kota Samarinda saat ini
sudah cukup luas, namun yang menjadi permasalahn adalah
kapasitas dari saluran drainase yang semakin mengalami penurunan.
Dari

pengamatan

di

lapangan

merupakan

penyebab

utama

berkurangnya kapasitas alir saluran. Meskipun kepadatan saluran


drainase yang ada di Kota Samarinda secara umum telah mencukupi
namun dari hasil pengamatan lapangan didapati kapasitas saluran
yang tidak memadahi. Sebagai contoh adalah saluran drainase di
daerah Temindung, saluran drainase Jl. Cendana, saluran drainase Jl.
Kadrie Oening, Jl. Suryanata, Jl. Slamet Riyadi, dan lainnya. Saluran
drainase tersebut selain kapasitasnya terlalu kecil juga beban
sedimen yang tinggi.
e). Pengaruh air pasang, Pasang air laut juga mempunyai efek yang
berarti pada masalah banjir, khususnya jika puncak banjir bersamaan
dengan air pasang tinggi. Sungai Mahakam sangat berpengaruh
terhadap kelancaran aliran anak-anak sungainya, yang mana terdapat

beberapa anak sungai Mahakam yang berada di Kota Samarinda


seperti sungai Karangmumus, sungai Karang Asam Besar dan Karang
Asam Kecil, sungai Loa Bakung, sungai Sambutan, dan sungai-sungai
yang lain. Pasang naik sungai Maraca tertinggi mencapai 1,35 m, hal
ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran anak sungai Mahakam
dan saluran-saluran drainase yang pada umumnya di wilayah
Samarinda mempunyai kemiringan dasar saluran yang landai.

2) Penyebab Karena Tindakan Manusia.


Masalah banjir yang disebabkan oleh tindakan manusia, yaitu :
a) Perubahan daerah pengaliran sungai.

Perubahan daerah

pengaliran sungai seperti penggundulan hutan, pembukaan lahan


untuk

penyediaan

lahan

usaha

(pertanian,

perkebunan,

pertambangan) dan penyediaan lahan untuk pemukiman dapat


memperburuk masalah banjir yang ditandai dengan meningkatnya
aliran debit banjir. Perubahan dari hutan manjadi lahan pertanian
dapat menimbulkan sedimentasi dan hilangnya daya redap lahan
akibat tidak adanya vegetasi penutup lahan. Pembukaan lahan
pertambangan

batubara

di

beberapa

lokasi

perbukitan

juga

menyebabkan hilangnya vegetasi penutup lahan, selain terjadi


limpasan sesaat yang cukup tinggi bila hujan turun juga sedimentasi
akibat pembukaan lahan (land clearing), sehingga akan menambah
beban sedimen baik itu di sungai maupun saluran drainase. Banyak
comtoh alokasi di DAS yang telah mengalami perubahan seperti di
DAS Karangmumus, dimana di sub DAS sungai Binangat di daerah
hulu DAS telah dilakukan penambangn batubara. Penambangan ini
telah merubah daerah peruntukan DAS yang semula sebagai
perkebunan/ladang menjadi daerah terbuka, sehingga akan sangat
memepngaruhi

nilai

koefisien

resapan

DAS.

Selain

di

DAS

Karangmumus juga di sub DAS Karang Asam Besar, juga di daerah


hulu terdapat pertambangan batubara.
b) Pengembangan daerah dataran banjir dan tataguna lahan.
Reklamasi daerah genangan maupun daerah rawa akan mengurangi
daerah retensi banjir. Penyediaan lahan untuk permukiman, industri,

perkantran yang tidak terkontrol akan meningkatkan nilai koefisien


pengaliran dan juga menurunkan daya tampung air di lahan tersebut.
Banyak

lokasi

dalam

Kota

Samarinda

yang

pada

awal

perkembangan kota (th. 1980an) merupakan daerah tampungan air


sementara saat ini karena tuntutan perluasan kota dan penyediaan
lahan untuk permukiman dan industri menjadi daerah berkembang.
Tidak

terkontrolnya

pengembangan

lokasi

misalnya

dengan

penimbunan daerah rawa seperti di lokasi Loa Bakung, Bengkuring,


Sempaja, dan lokasi lain akan sangat mempengaruhi beban banjir
daerah hilir lokasi-lokasi tersebut.
c) Kawasan Kumuh. Perumahan kumuh sepanjang alur sungai dapat
menjadi penghambat aliran. Rumah0rumah panggung di tepian
sungai akan menghambat aliran air di sungai selain mempersempit
alur sungai. Sungai karangmumus, sungai Karang Asam Kecil dan
Karang Asam Besar merupakan tiga sungai penting yang memberi
kontribusi banjir di wilayah Kota Samarinda. Banyak rumah-rumah
pangguang di bentaran sungai ini dan ada kecenderungan bertambah.
Penataan sungai Karangmumus bagian Hilir sampai Jembatan III
telah dilaksanakan, yaitu dengan melakukan restlemen penduduk
kawasan bantaran sungai Karangmumus. Saat ini bagian hilir sungai
ini nampak lebih tertata dan aliran sungai akan lebih lancar. Namun
demikian masih diperlukan usaha lebih keras lagi penataan bagian
sungai yang lain sehingga nantinya sungai Karangmumus benarbenar tertata dan apat digunakan sebagai acuan bagi pengembangan
penataan bantaran sungai, tidak hanya di wilayah Samarinda tapi juga
untuk wilayah yang lain.
d) Sampah Pembuangan. sampah, kotoran, dan reruntuhan yang
dihasilkan dari penimbunan sembarangan dari material ke dalam aluralur drainase akan mengurangi kapasitas alir saluran. Banyak saluran
di

wilayah

Samarinda

yang

berkurang

kapasitasnya

akibat

sedimentasi material sampah, dan untuk penanganan sampah yang


masuk saluran drainase diperlukan biaya besar. Selain itu juga perlu
diwaspadai lokasi-lokasi yang potensial memproduksi sampah seperti
daerah pasar yang lokasinya dekat dengan sungai, lokasi ini potensial
sebagai sumber bencana daerah hilir karena sampah yang lolos ke
sungai akan menyumbat saluran daerah hilir. Untuk sungai skala kecil

atau saluran di lokasi pasar diperlukan bangunan penyaring sampah


(trashrack) sehingga sampah tidak membebani lokasi hilir pasar.
Terdapat beberapa lokasi yang memproduksi sampah yang berada di
atas badan sungai, sebagai contoh Pasar Damak yang berada di atas
alur sungai Karangmumus. Produksi sampah dari pasar ini cukup
besar apabila penanganan tidak baik akan masuk ke alur sungai
Karangmumus dan akhirnya menambah beban sedimentasi sungai
Karangmumus. Selain Pasar Damak, terdapat Pasar Kedondong yang
berada di pinggir sugai Karangasam Besar. Seperti halnya Pasar
Damak perlu dilakukan penertiban terhadap sistem pembuangan
sampah sehingga tidak akan menambah permasalahan pada Sungai
Karangasam Besar.
e) Bangunan di sungai. Jembatan dan bangunan pada sungai yang
tidak mengikuti rencana pengelolaan sungai akan menghambat aliran.
Pilar atau pondasi bangunan tersebut akan mempersempit alur yang
ada sehingga terjadi pembendungan di lokasi tersebut. Disamping itu
pengetatan ijin bangunan di daerah pinggir sungai dan tidak
mengijinkan dan menertibkan bangunan di sepanjang bantaran
sungai. Banyak masalah bangunan di bantaran sungai, utamanya di
kota-kota yang dilintasi oleh sungai. Seperti diketahui ada 4 anak
sungai Mahakam yang melintas di wilayah Samarinda. Sungai
Karangmumus yang merupakan salah satu anak sungai Mahakam di
wilayah Samarinda sudah mempunyai masterplan penataannya,
namun tiga sungai lain yaitu Sungai Karangasam Kecil dan
Karangasam Besar dan Sungai Loa Bakung sampai dengan saat ini
belum dilakukan penataan, sehingga kelancaran aliran sungai ini
sangat terganggu. Perlu dilakukan studi detail desain penataan ketiga
sungai ini dan juga dilakukan studi restlement plan untuk relokasi
penduduk yang nanti dibebaskan dari bantaran ketiga sungai ini.
Restlement penduduk bantaran sungai ini harus menjamin bahwa di
tempat yang baru penduduk dapat tempat yang lebih layak baik dari
segi hunian maupun dalam mencukupi kehidupannya. Fasilitas di
lokasi baru harus tersedia dalam kapasitas cukup dan layak sehingga
tidak ada istilah pemindahan daerah kumuh yaitu menghilangkan satu
daerah kumuh menciptakan daerah kumuh baru.

2. Drainase Kota Samarinda


Pada umumnya daerah yang saat ini mempunyai perkembangan sangat pesat di
wilayah Kota Samarinda berada di daerah dengan topografi rendah dan relatif datar.
Saat ini fungsi saluran drainase yang berfungsi untuk menampung limpasan
permukaan dan saluran yang menampung limbah cair dari rumah tangga. Denegan
berfungsi ganda akan semakin menambah beban saluran tersebut, selain itu juga
akan menambah kekumuhan saluran. Semua sistem pembuangan di wilayah Kota
Samarinda mengalir menuju sungai alam yang selanjutnya masuk ke Sungai
Mahakam.
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 35 (1991)
tentang Sungai dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 tentang
garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan
Bekas Sungai, yang menetapkan perlunya menetapkan garis sempadan sungai dan
pengaturan penggunaan dataran banjir.
Dalam implementasinya khususnya di wilayah Kota Samarinda masih belum efektif
diterapkan dan banyak menghadapi permasalahn sosial. Sementara situ sistem
drainase yang ada di wilayah Kota Samarinda masih belum mengikuti standar sistem
drainase yang benar. Banyak drainase lingkungan yang langsung masuk ke sungai
alam, sehingga apabila terjadi kenaikan muka air di sungai akan memperngaruhi
secara langsung aliran drainase lingkungan tersebut.
Sumber genangan (banjir) di Kota Samarinda khususnya pada daerah hilir, dapat
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1. Banjir kiriman, aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu diluar
kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu
menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya sehingga
terjadi limpasan. Sebagai contoh lokasi yang sering mendapat banjir kiriman
adalah daerah sekitar jalan Panglima Antasari. Banjir yang terjadi di daerah
atas (hulu) yaitu di DAS Manggis dengan durasi 3-4 jam akan dapat
menyebabkan banjir di daerah Jl. Antasari. Banjir yang terjadi akibat dari
kapasitas alur sungai yang terbatas. Waktu tiba banjir yaitu perjalanan banjir
dari daerah hulu sampai dengan terjadinya genangan di wilayah ini sekitar 45 jam.

2. Banjir lokal, genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah
itu sendiri. Hali ini dapat terjadi kalau hujan yang terjadi melebihi kapasitas
sistem drainase yang ada. Pada banjir lokal, ketinggian genangan air antara
0,2-0,7 m dan lama genangan bisa mencapai 3-5 jam. Tinggi genangan
maupun lama genangan akan semakin besar apabila pada saat hujan
bersamaan dengan pasang Sungai Mahakam.. kejadian banjir seperti ini
hampir terjadi di semua daerah rendah.
3. Banjir akibat pasang Sungai Mahakam, banjir yang terjadi baik akibat
aliran langsung air pasang dan/atau air balik dari saluran drainase akibat
terhambat oleh air pasang. Banjir pasang merupakan banjir rutin akibat muka
air Sungai Mahakam pasang. Daerah yang mendapat pengaruh langsung
dari air pesang Sungai Mahakam tentunya daerah yang mempunyai
ketinggian di bawah muka air pasang sekitar +1,58 m. Ketinggian genangan
antara 0,20-0,50 m dengan lama genangan antara 2 hingga 4 jam. Pada
sepuluh tahun terakhir, banjir yang terjadi di kota Samarinda semakin
meningkat, baik besaran maupun frekuensinya. Hal ini diakibatkan oleh
meningkatnya limpasan permukaan dari daerah tangkapan air, berkurangnya
kapasitas saluran akibat sedimentasi dan hilangnya tampungan banjir
alamiah berupa rawa-rawa.
Saat ini sebagian besar wilayah berkembang di Kota Samarinda telah
terlayani oleh jaringan drainase. Konstruksi saluran drainase yang ada sebagian
sudah berupa saluran dengan pasangan batu dan sebagian saluran tanpa konstruksi
batu atau saluran tanah. Berdasarkan data survey yang pernah dilakukan dalam
studi Penyusunan Outline rencana Induk Drainase Kota Samarinda panjang saluran
drainase Kota Samarinda adalah 303.112,40 Km yang terdiri dari saluran dengan
pasangan batu sepanjang 104.149,40 Km dan saluran tanpa pasangan 198.963,00
Km. Dari panjang saluran drainase yang ada di Kota Samarinda banyak saluran
yang sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya bahkan sudah tidak berfungsi
sebagai saran pamatusan air limpasan permukaan. Beberapa masalah yang terkait
dengan saluran drainase Kota Samarinda seperti berikut :
1. Banyak saluran drainase yang pada saat perencanaan dahulu didesain
mampu untuk mengalirkan air dari daerah tangkapan air namun sekarang
kapasitas yang diencanakan tersebut sudah tidak mampu lagi. Dalam
permasalahan ini kapasitas desain sudah tidak sesuai dnegan debit limpasan
yang terjadi.

2. Penurunan kapasitas alir saluran drainase akibat sedimentasi dan sampah


yang masuk di saluran drainase. Kondisi ini banyak dijumpai hampir di
seluruh jaringan drainase yang ada. Sedimen yang ada di saluran berasal
baik dari sekitar lokasi namun juga berasal dari daerah hulu terangkut aliran
dan mengendap di lokasi hilir. Material sampah baik itu sampah organik
maupun sampah non organik banyak menyumbat saluran drainase.
Permasalahan ini tidak saja akan menghambat laju aliran namun juga
mengurangi kapasitas saluran.
3. Hambatan utilitas kota juga merupakan salah satu permasalahan besar
dalam

sistem

drainase

Kota

Samarinda.

Banyak

utilitas kota yang

menghambat laju aliran drainase bahkan mengurangi kapasitas alir saluran


drainase. Contoh yang mudah ditemui adalah adanya tiang listrik PLN yang
berada di dalam alur saluran drainase seperti pada saluran drainase Jl. P.
Antasari. Pipa air minum juga merupakan salah satu penghambat laju aliran
dan mengurangi kapasitas saluran, khusus untuk pipa air minum biasanya
akan menghambat laju aliran yang akan masuk gorong-gorong. Pemasangan
pipa

air

khusus

yang

melintasi

goronggorong

sepertinya

tidak

memperhitungkan dimensi dari gorong-gorong ataupun box culvert. Akibat


dari kecerobohan ini pemasangan pipa tersebut tidak hanya menghambat laju
aliran namun juga mengurangi kapasitas dimana akibat dimensi pipa tersebut
maupun akibat sampah yang menyangkut pada piapa air tersebut.
4. Banyaknya

bangunan

infrastruktur

baik

yang

sifatnya

bangunan

individu/pribadi maupun kelompok bangunan yang tidak dilengkapi dengan


sarana drainase yang mencukupi. Kondisi yang demikian ini akan
menyebabkan permasalahan kelancaran aliran permukaan di lokal area
tersebut.
5. Masih belum tertatanya sistem drainase yang baik, dalam hal ini
dimaksudkan bahwa tingkatan funsi saluran belum tertata dengan baik,
sebagai contoh saluran drainase primer dapat berfungsi sebagai saluran
drainase lingkungan, belum adanya pemisah antara drainase permukaan
dengan saluran air kotor dari rumah tangga. Selain itu saluran drainase yang
ada banyak tertutup oleh plat jembatan rumah/toko, sehingga akan
menyulitkan pemeliharaan saluran. Masih sedikitnya fasilitas pendukung alam
sistem drainase kota seperti pintu-pintu air untuk memproteksi dampak
kenaikan muka air di sungai terhadap saluran drainase, fasilitas pompa banjir

yang masih sangat minim serta minimnya kegiatan operasi dan pemeliharaan
fasilitas drainase.
B. PEMBAHASAN
1. Konsep Umum Pengendalian Banjir Kota Samarinda
Dengan melihat kondisi perkembangan Kota Samarinda dan analisa penyebab banjir
sebuah konsep perngendalian banjir kota yang dapat diterapkan dibagi dalam tiga
bagian kegiatan yaitu :
1. Pengelolaan Daerah Hulu
2. Konsep Pengendalian Banjir untuk daerah tengah
3. Konsep Pengendalian Banjir daerah hilir
Konsep pengendalian banjir daerah hulu dimaksudkan adalah pengandalian banjir
daerah hulu aliran sungai, hal ini dengan mempertimbangkan bahwa daerah hulu
sampai saat ini merupakan daerah yang masih belum berkembang sehingga lebih
mudah dalam penataannya. Konsep yang dapat dilakukan di daerah hulu adalah
memeprbaiki kondisi DAS rusak dan mempertahankan potensi alamiah DAS
sehingga diharapkan dapat dilakukan reduksi potensi banjir di daerah ini, sehingga
beban banjir daerah dibawahnya dapat lebih ringan. Daerah resapan air hujan terus
dioptimalkan fungsinya dengan menjaga dan melestarikan vegetasi penutup lahan
termasuk di dalamnya tidak melakukan pembukaan lahan yang tanpa dilakukan
pengendalian.
Daerah bagian tengah suatu DAS yang ada pada umumnya juga merupakan daerah
tengah wilayah Kota Samarinda saat ini sebagian besar difungsikan sebagai daerah
pengembangan permukiman. Konsep yang dapat diterapkan di daerah tengah
adalah dengan melakukan minimalisasi perubahan tataguna lahan. Tuntutan
penyediaan kawasan permukiman tidak dapat dihindari dan hal ini selaras dengan
perkembangan kota, namun demikian untuk pengembangan wilayah permukiman
tidak dilakukan dengan penimbunan daerah-daerah rendah yang dalam sejarah
keberadaan Kota Samarinda daerah tersebut merupakan daerah parkir air limpasan
(retarding basin). Selain itu juga tidak melakukan pemotongan perbukitan untuk
penyediaan lahan/lokasi perumahan atau penyediaan material timbunan untuk lokasi
yang lain. Sedangkan konsep untuk sistem drainase adalah dengan pembenahan
sistem. Saluran drainase harus mengikuti tingkat fungsionalnya contohnya saluran

drainase dari komplek perumahan harus masuk sistem saluran sekunder sebelum
masuk sungai utama. Hal ini untuk menghindari rancaunya sistem dan menghindari
adanya air balik saat musim banjir. Dengan berjalannya sistem drainase maka tidak
diperlukan banyak sistem pintu-pintu pembuangan dari saluran kolektor.
Daerah hilir wilayah Kota Samarinda yang juga merupakan daerah hilir DAS saat ini
sebagai daerah berkembang baik itu sebagai pusat pemerintahan, pusat pendidikan,
pusat perdagangan dan industri selain teradpat daerah permukiman. Pengamanan
terhadap

asetaset

tersebut

dari

bahaya

banjir

mutlak

dilakukan.

Konsep

pengendalian banjir di daerah ini adalah dengan memperlancar aliran drainase yang
ada yaitu dengan peningkatan kapasitas alir saluran drainase dan memproteksi
aliran di saluran dari pengruh pasang air Sungai Mahakam. Peningkatan kapasitas
dapat dilakukan dengan pelebaran saluran, pengerukan sedimen, dan penataan
bantaran sungai. Proteksi terhadap pasang air Sungai Mahakam dilakukan dengan
membuat pintu-pintu air otomatis dan sistem pompa untuk membentu pemasukan air
saat Mahakam pasang.
Selain tiga konsep pengendalian banjir berdasarkan wilayah pengembangan,
program

pengendalian

banjir

harus

pula

dilengkapi

dengan

adanya

Peraturan/Perundangan yang menjamin ketertiban dalam pelaksanaan program


tersebut. Peraturan/Perundangan tersebut tentunya mencakup subjek, objek, dan
alat dalam pegelolaan banjir.
2. Strategi Pengendalian Banjir Kota Samarinda
Berdasarkan konsep umum tersebut di atas, dapat dilakukan penjabaran konsep
tersebut dalam strategi pengendalian banjir yang diharapkan lebih memberikan arah
dan kejelasan kerangka dasar pelaksanaan program. Berikut beberapa strategi
pengendalian banjir Kota Samarinda :
1) Strategi Penataan Ruang dan Penguasaan Lahan, yaitu memperketat
pemanfaatan ruang kota sesuai dengan RUTRK dan RDTRK yang
diimplementasikan dalam bentuk pengetatan penerbitan izin lokasi
dan sertifikat tanah.
2)

Strategi Penataan Bangunan dan Lingkungan, yaitu : memperketat


proses legalisasi site-plan kawasan maupun sub-kawasan dengan
penekanan pada ketercakupan empat hal dalam rencana pokok, yaitu
:

a. Pemanfaatan

drainase

internal

sehingga

terkoneksi

dengan

drainase kota/sungai,
b. Ketersediaan kolam penampung sementara (RetardingBasin),
c. Pengamanan daerah-daerah lereng agar terhindar dari erosi dan
tetap hijau,
d. Menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) yang cukup
3. Strategi

Pengawasan

dan

Penertiban,

yaitu

meningkatkan

dan

memperluas operasi pengawasan bangunan dan penggalian bahan/galian


golongan

serta

pertambangan

batubara

melalui

satuan

Operasi

Pengawasan Bangunan (Polisi Bangunan).


4. Strategi Pengaturan dan Koordinasi, meliputi :
a. Adanya kesepakatan antara pihak pemerintah daerah dengan
pengembang/swsta untuk mengentisipasi banjir,
b. Mengikutsertakan camat dan lurah di wilayah masing-masing untuk
di garis dengan melaporkan hal-hal yang terkait dengan strategi
pengawasan dan penertiban,
c. Menerbitkan aturan tentang kawasan resapan air dan tampungan
air di dalam kota.
5. Strategi Pembiayaan, meliputi :
a. Pengalihan kegiatan yang tidak mendesak pada Tahun Anggaran
2005 untuk kegiatan penanggulangan banjir
b. Menyisihkan sebagian dana reboisasi dan PBB untuk kegiatan
penanggulangan banjir
c. Memperkuat komitmen ketersediaan dana untuk tahun 2005 dan
seterusnya sesuai dengan tahapan jangka menengah dan jangka
panjang, antara lain melalui Perda Propinsi maupun Perda Kota
Samarinda

6. Strategi Pelibatan dan Pendampingan masyarakat, meliputi saluran


a. Mengaktifkan budaya/gerakan Jum`at Bersih yang diberlakukan
terhadap seluruh lapisan masyarakat di wilayah pemukiman dan
sentra-sentra kegiatan,
b. Melibatkan masyarakat dalam gerakan reboisasi dan penghijauan
terutama pada lahan-lahan kritis di daerah resapan air,
c. Memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang prinsip-prinsip
konservasi tanah dan air dalam pendayagunaan lahan.
7. Strategi Penataan DAS Karangmumus, Karangasam Kecil, Karangasam
Besar, dan Loa Bakung, meliputi
a. Mengidentifikasi

lahan-lahan

kritis

pada

kawasan

lindung,

penyangga, dan budidaya


b. Melaksanakan program pemulihan lahan kritis berdasarkan skala
prioritas
c. Memberikan kejelasan status hukum kepemilikan lahan
d. Pengalokasian wilayah untuk pemukiman dengan memperhatikan
aspek biogeofisik dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

REFERENSI
http://www.kalimantan-news.com/berita.php?idb=12306
https://id.berita.yahoo.com/limbah-tambang-rusak-lingkungan-warga-desak-pemkotsamarinda-022752531.html
http://www.balikpapanpos.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=107915

You might also like