Professional Documents
Culture Documents
SKENARIO 3
Video : Abdominal Pain
STEP 1
a. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
b. Akut abdomen adalah menunjukkan adanya keadaan darurat dalam abdomen
yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan
pembedahan.
STEP 2
1.
Apa saja jenis-jenis nyeri akut abdomen ?
2.
Apa saja sifat-sifat nyeri abdomen ?
3.
Apa penyebab dari akut abdomen ?
4.
Bagaimana patofisiologi appendisitis?
5.
Bagaimana penegakan diagnostik akut abdomen ?
6.
Bagaimana penatalaksanaan akut abdomen ?
STEP 3
1. Jenis-jenis nyeri akut abdomen
a. Nyeri somatik
b. Nyeri visceral
2. Sifat-sifat nyeri abdomen
a. Nyeri alih
b. Nyeri kolik
c. Nyeri kontinue
d. Nyeri proyeksi
e. Nyeri iskemik
f. Nyeri pindah
3. Penyebab dari akut abdomen
a. Perdarahan
b. Perforasi
c. Penyumbatan
d. Peradangan
e. Pankreatitis
4. Patofisiologi appendisitis
Apendisitis adalah peradangan dari
apendiks
vermiformis,
dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun
apendiks
vermiformis,
dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun
Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
pada massa atau abses appendiculer
b) Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu:
1) Nyeri tekan di Mc. Burney (+) Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
Mc Burney kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney dan ini
merupakan tanda kunci diagnosis
2) Nyeri lepas (+) Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa
nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen
kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah
sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik.
3) Defans muscular (+) lokal. Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal. Pada appendix letak retroperitoneal,
defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang .
4) Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah,
apabila kita melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah,
hal ini diakibatkan oleh adanya tekanan yang merangsang peristaltik
dan udara usus, sehingga menggerakan peritoneum sekitar appendix
yang meradang sehingga nyeri dijalarkan karena iritasi peritoneal pada
sisi yang berlawanan (somatik pain)
5) Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks Ada 2 cara memeriksa :
I. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa,
pasien memfleksikan articulatio coxae kanan maka akan terjadi nyeri
perut kanan bawah.
II. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
pemeriksa, nyeri perut kanan bawah
6) Obturator Sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar (endorotasi
articulatio coxae) secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan
apendiks terletak pada daerah hypogastrium
c) Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata
5. Penegakan diagnostik akut abdomen
A. Anamesis
a) Lokasi nyeri
mendeteksi
kemungkinan
terjadinya
perubahan
pada
b. Palpasi
I. Akut abdomen memberikan rangsangan pads peritoneum melalui
peradangan atau iritasi peritoneum secara lokal atau umum
tergantung dari luasnya daerah yang terkena iritasi.
II. Palpasi akan menunjukkan 2 gejala : Perasaan nyeri dan Kejang otot
(muscular rigidity, defense musculaire)
c. Perkusi
Perkusi pada akut abdomen dapat menunjukkan 2 hal:
1) Perasaan nyeri oleh ketokan pads jari. Ini disebut sebagai nyeri
ketok.
2) Bunyi timpani karena meteorismus disebabkan distensi usus yang
berisikan gas pads ileus obstruksi rendah.
d. Auskultasi
Auskultasi tidak memberikan gejala karena pada akut abdomen terjadi
perangsangan peritoneum yang secara refleks akan mengakibatkan
ileus paralitik.
e. Pemeriksaan rectal toucher atau perabaan rektum dengan jari telunjuk
Demikian
pula
dengan
pemeriksaan
hematokrit.
sebagai
10
STEP 5
1. Etiologi, patofisiologi, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan
a. Gastrointestinal bleeding
b. Ulkus peptikum
c. Peritonitis
d. Pankreatitis
e. Aorta abdominal aneurisma
f. Appendisitis
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
1. Etiologi, patofisiologi, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan
1) Gastrointestinal bleeding
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi.
Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam
jiwa hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien
dengan perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya
perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar atau
11
hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal dari
ligamentum Treitz. (Sudoyo, 2009).
Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan saluran cerna
bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halus atau kolon
bagian kanan, juga dapat menimbulkan melena. Hematokezia (perdarahan
merah segar) lazimnya menandakan sumber perdarahan dari kolon,
meskipun perdarahan dari saluran cerna bagian atas yang banyak juga dapat
menimbulkan hematokezia atau feses warna marun. Dalam kurun waktu
dekade terakhir tampaknya pasien akibat perdarahan saluran cerna
meningkat secara signifikan. Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna
bagian atas adalah 3,5-7%, sementara akibat perdarahan saluran cerna
bagian bawah adalah 3,6%. (Sudoyo, 2009).
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
A. Pemeriksaan Awal
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan
adalah menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada
status hemodinamik. Pemeriksaannya meliputi di bawah ini, yaitu:
1) Tekanan darah dan nadi posisi baring
2) Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
3) Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
4) Kelayakan napas
5) Tingkat kesadaran. (Sudoyo, 2009).
Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume
intravaskular akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil,
dengan tanda-tanda sebagai berikut:
1) Hipotensi (< 90/60 mm Hg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi
mm Hg
3) Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/ menit
4) Akral dingin
5) Kesadaran menurun
12
darah,
darah
untuk
menentukan
13
berlangsung. Proses hemodilusi dan cairan ekstravaskular selesai 24 72 jam setelah onset perdarahan. Target pencapaian hematokrit setelah
tranfusi darah tergantung kasus yang dihadapi, untuk usia muda dengan
kondisi sehat cukup 20-25%, usia lanjut 30%, sedangkan pada hipertensi
portal jangan melebihi 27-28%. (Sudoyo, 2009).
C. Pemeriksaan Lanjutan
Sambil
melakukan
upaya
mempertahankan
stabilitas
hemodinamik lengkapi anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan pemeriksaan lain yang diperlukan. Dalam anamnesis yang perlu
ditekankan adalah:
1) Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang
keluar
2) Riwayat perdarahan sebelumnya
3) Riwayat perdarahan dalam keluarga
4) Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
5) Penggunaan obat - obatan terutama anti inflammasi non steroid dan
anti koagulan
6) Kebiasaan minum alkohol
7) Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah,
demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi
obat - obatan
8) Riwayat transfusi sebelumnya. (Sudoyo, 2009).
Adapun pemeriksaan fisis yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut:
1) Stigmata penyakit hati kronik
2) Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
3) Tanda - tanda kulit dan mukosa penyakit sistematik yang bisa disertai
perdarahan saluran makanan, misalnya pigmentasi mukokutaneus
pada sindrom Peutz-Jegher. (Sudoyo, 2009).
Table 1. Perbedaan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)
dan perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB). (Sudoyo,
2009).
14
Perdarahan SCBA
Manifestasi
klinis Hematemesis
pada umumnya
melena
Aspirasi
Berdarah
Perdarahan SCBB
atau Hematokesia
Jernih
nasogastrik
Rasio
< 35
kreatinin)
Auskultasi usus
Hiperaktif
Normal
15
per
infus
0,1-O.5
U/menit.
Vasopressin
dapat
dimulai
sekitar
tahun
1978.
Somastostatin
dapat
16
oleh
tenaga
medik
yang
berpengalaman
dan
17
18
dimulai dari
atau
embolisasi
arterial.
Bila
dinilai
tidak
ada
dipertimbangkan
TIPS
(Transjugular
Intrahepatic
19
20
C. Penyebab Perdarahan
Perdarahan divertikel kolon, angiodisplasia dan kolitis iskemik
merupakan penyebab tersering dari saluran cerna bagian bawah.
Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang kronik dan berulang
biasanya berasal dari hemoroid dan neoplasia kolon. Tidak seperti
halnya perdarahan saluran cerna bagian atas, kebanyakan perdarahan
saluran cerna bagian bawah bersifat lambat, intermiten, dan tidak
memerlukan perawatan rumah sakit. (Sudoyo, 2009).
1) Divertikulum
Perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri dan terjadi
pada 3% pasien diverkulosis. Tinja biasanya berwarna merah marun,
kadang - kadang bias juga menjadi merah. Meskipun divertikel
kebanyakan ditemukan di kolon sigmoid namun perdarahan divertikel
biasanya terletak di sebelah kanan. Umumnya terhenti secara spontan
dan tidak berulang, oleh karena itu tidak ada pengobatan khusus yang
dibutuhkan oleh para pasien. (Sudoyo, 2009).
2) Angiodisplasia
Angiodisplasia merupakan penyebab 10 - 40% perdarahan
saluran cerna bagian bawah. Angiodiplasia merupakan salah satu
penyebab kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia kolon biasanya
multipel, ukuran kecil kurang dari diemeter < 5mm dan biasa
terlokalisir di daerah caecum dan kolon sebelah kanan. Sebagaimana
halnya dengan vaskular ekstasia di saluran cerna, jejas di kolon
umumnya berhubungan degah usia lanjut, insufisiensi ginjal, dan
riwayat radiasi. (Sudoyo, 2009).
3) Kolitis iskemia
Kebanyakan kasus kolitis iskemia ditandai dengan penurunan
aliran darah viseral dan tidak ada kaitannya dengan penyempitan
pembuluh darah mesenterik. Umumnya pasien kolisis iskemia berusia
tua. Dan kadang - kadang dipengaruhi juga oleh sepsis, perdarahan
akibat lain, dan dehidrasi. (Sudoyo, 2009).
4) Penyakit perianal
21
kadang - kadang
22
perdarahan
sekaligus
dapat
menghentikan
tindakan
23
bermanfaat
untuk
mendiagnosis
sekaligus
mengobati
intususepsi. Pemeriksaan usus halus dengan barium yang teliti juga dapat
menunjukkan divertikulum Meckel. Deteksi sumber perdarahan yang
tidak lazim di usus halus membutuhkan enteroclysis yaitu pemeriksaan
usus halus dengan barium yang melibatkan difusi barium, Air, methyl
selulosa melalui tabung fluoroskopi yang melewati ligamentum Treitz
untuk
menciptakan
gambaran
kontras
ganda.
Bila
enteroskopi,
juga
pada perdarahan
24
Embolisasi arteri
perdarahannya
maka
hemikolektomi
kanan
atau
25
nyata. Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang berulang atau kronik
berhubungan dengan morbiditas dan dapat menyebabkan
kebutuhan
cukup
berespon
terhadap
rangsangan
sekretin
atau
barier yang
menimbulkan difusi balik ion H+. Ulkus gaster yang letaknya dekat
dengan
pilorus
biasanya
memperlambat
gerakan
antrum,
26
berupa luka
27
b. Medikamentosa
1) Antasida untuk menghilangkan keluhan sakit dan obat dispepsia.
2) Proton pump inhibitor (PPI) Omeprazol
3) Obat penangkal kerusakan mukus :
a) Koloid bismuth
Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan
bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap
rangsangan pepsin dan asam. Obat ini mempunyai efek
penyembuhan hampir sama dengan ARH2, serta adanya efek
bakterisidal terhadap H. pylori, sehingga kemungkinan relaps
berkurang. Dosis : 2 x 120 mg / hari. Efek samping : tinja
berwarna
kehitaman,
sehingga
timbul
keraguan
dengan
sekresi
mukus,
sekresi
bikarbonat,
dan
sebagai
penangkal
ulkus
pada
pasien
yang
28
29
ulkus
peptikum,
duodenum,
perforasi
kolon
akibat
duodenum,
pankreas
perforasi
kolon,
kontaminasi
30
respon
hiperinflamatorius,
sehingga
membawa
ke
31
32
nonoperatif
dengan
terapi
antibiotik,
terapi
hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan
terapi modulasi respon peradangan. (Sjamsuhidajat, 2010).
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik
stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda - beda namun semua
ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia
harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien
tanpa - tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di
dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka
menembus
peritoneum
maka
tindakan
laparotomi
diperlukan.
(Sjamsuhidajat, 2010).
Prolaps visera, tanda - tanda peritonitis, syok, hilangnya bising
usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rektum, adanya
udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga
33
dapat
berupa pankreatitis
akut atau
34
B. Etiologi
Pada sepertiga sampai dua pertiga pasien, pankreatitis
disertai dengan adanya batu empedu (kolelitiasis) yang diduga
menyebabkan trauma sewaktu pasase batu, atau menyebabkan
sumbatan di daerah papila Vater. Pengobatan bedah terhadap batu
empedu sering kali menghilangkan gejala pankreatitis berulang, ini
mendukung peranan kausal batu di duktus tadi. (Sjamsuhidajat, 2013)
Garam empedu yang mengalami konjugasi dan lisolesitin juga
merupakan faktor kausal pankreatitis akibat refluks cairan
empedu ke dalam saluran pankreas yang dapat merusak dinding
saluran. Kerusakan dinding ini dapat merupakan awal terjadinya
autodigesti. Batu di dalam papila Vater dapat Juga menyebabkan
sumbatan dan spasme yang juga dianggap sebagai salah satu
faktor penyebab pankreatitis. (Sjamsuhidajat, 2013)
Faktor lain adalah penggunaan alkohol berlebihan, trauma
operasi tanpa atau dengan pipa penyalir T di duktus koledokus,
hiperparatiroidi, berbagai racun dan obat, virus tertentu, dan cedera
darl luar. Alkohol menambah konsentrasi protein dalam cairan
pancreas dan mengakibatkan endapan yang merupakan inti untuk
terjadinya kalsifikasi yang selanjutnya menyebabkan tekanan
intraduktal leblh tinggi. Selain itu, defisiensi protein pada peminum
alkohol menyebabkan degenerasi, atrofi, dan fibrosis pankreas
yang sering berakhir dengan pankreatitis kronik. (Sjamsuhidajat,
2013)
Pankreatitis pascabedah dapat disebabkan oleh Iengan
lintang pipa penyalir T yang terlalu panjang melewati sfingter
Oddi, operasi gastrektomi, dan cedera saluran pankreas atau
pembuluh darah sewaktu operasi. Kadang ditemukan hubungan
antara
penyakit
35
(Sjamsuhidajat, 2013).
Derajat Serangan
Ringan
Manifestasi Klinik
Nyeri perut akut
Tanda Perut
- Ringan
- Selama beberapa hari
Gejala dan tanda Sistemik
Sedang
Berat
- Takikardia
Nyeri perut
- Akut
36
- Berat sekali
Tanda perut
Peritonitis umum: kembung perut, nyeri
tekan umum, defans muskuler umum,
peristalsis tidak ada/ ileus paralitik berat
Gejala dan tanda sistemik
- Syok dalam
- Toksemia berat
- Sindrom distress paru akut (ARDS)
Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah makan
kenyang atau setelah minum alkohol. Rasa nyeri perut timbul tiba
- tiba atau mulai secara perlahan. Nyeri dirasakan di daerah
pertengahan epigastrium dan biasanya menjalar menembus ke
belakang. Rasa nyeri berkurang bila pasien duduk mbungkuk dan
bertambah bila telentang. Muntah tanpa mual dulu sering
dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu lambung
sudah kosong. Gambaran klinik bergantung pada berat dan tingkat
radang. Kadang terjadi serangan untuk satu dua hari saja dengan
udem dan infiltrasi ringan. Kadang terdapat serangan berat dengan
infiltrasi difus yang hebat. Dapat pula terjadi perdarahan difus di
pankreas,
nekrosis
terbatas
atau
luas,
sampai
gangren.
(Sjamsuhidajat, 2013)
D. Diagnosis
1) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perut tegang dan sakit,
terutama bila ditekan. Kira - kira 90% disertai demam,
takikardia, dan leukositosis. Syok dapat terjadi bila banyak
cairan dan darah hilang di daerah retroperitoneum atau
intraperitoneum, apalagi bila disertai muntah. Rangsangan cairan
pankreas dapat menyebar ke perut bawah atau ke rongga dada
kiri sehingga terjadi efusi pleura kiri. Umumnya tampak tanda
37
puncak
tertinggi
sekitar
hari
ketiga
sejak
38
pemeriksaan
ultrasonik
ekografi
ditemukan
sekitar
pankreas,
dan
mungkin
batu
empedu.
membedakan
adanya
nekrosis,
abses,
maupun
39
Sel
leukosit
>15.000/mm 3
Kadar
Glukosa
>200
mg/dl
LDH
(laktodehidrogenase)
>35 U/l
E. Pentalaksanaan
Kebanyakan
penderita
pankreatitis
akut,
yaitu
dikelola secara
hemoragik.
Pasien
mengistirahatkan
pankreas
gastropankreatik
yang
dan
harus
dipuasakan
menghindarkan
menyebabkan
unjtuk
refleks
pelepasan
gastrin.
penting
untuk
(Sjamsuhidajat, 2013)
Pemasangan
pipa
nasogastrik
40
batu
pada
saluran
empedu
melalui
disertai
pemasangan
(Sjamsuhidajat, 2013)
F. Komplikasi
Komplikasi pankreatitis akut ini sangat bergantung pada
perjalanan klinisnya. Yang paling sering terjadi ialah syok dan
kegagalan fungsi ginjal. Hal ini terjadi selain karena
pengeluaran enzim proteolitik yang bersifat vasoaktif dan
menyebabkan perubahan kardiovaskuler disertai perubahan
sirkulasi ginjal, juga disebabkan oleh adanya sekuestrasi cairan
dalam rongga retroperitoneum dan intraperitoneum, terutama
pada pankreatitis hemoragika dan nekrotikan. (Sjamsuhidajat,
2013)
Kegagalan fungsi paru akibat pankreatitis akut kadang terjadi
dan menyebabkan prognosis yang buruk. Hal ini terjadi akibat
adanya toksin yang merusak jaringan paru yang secara klinis
dicurigai bila ada tanda hipoksia ringan sampai udem paru
yang berat berupa sindrom distres paru akut (adult respiratory
distress syndrome, ARDS). Fungsi paru juga menurun akibat
efusi pleura yang biasanya terjadi di sebelah kiri. Pergerakan
41
menyebabkan
syok
septik.
Komplikasi
berupa
Serangan
pankreatitis
yang
berulang
dapat
steatorea
terutama
pada
pankreatitis
alkohol.
(Sjamsuhidajat, 2013)
G. Prognosis
Prognosis pankreatitis akut dapat diramalkan berdasarkan
tanda pada waktu pemeriksaan pertama dan 48 jam kemudian
menurut kriteria Ranson. Dengan tabel kriteria Ranson dapat
dipastikan
derajat
kegawatan
pankreatitis
akut.
Mortalitas
42
muara
duktus
pankreas,
ekstraksi
batu,
dan
43
menjadi
portal,
ketagihan
alkohol
atau
terpilih.
ketagihan
opiat
menurut
Whipple.
Untuk
tampak
melebar,
biasanya
dilakukan
44
utama
aneurisma
aorta
abdominalis
adalah
aneurisma
di
retroperitoneum
yang
menyebabkan
45
diagnosis
banding
perlu
dipikirkan
tumor
di
46
6). Appendisitis
Peradangan dari dari appendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering.
A. Patofisiologi
Apendisitis
biasanya
lumen
47
besar)
Demam ringan di awal penyakit, dapat naik tajam pada peritonitis
Nyeri lepas
Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali
Konstipasi
Diare
Disuria
Iritabilitas
Gejala berkembang cepat, kondisi dapat di diagnosis dalam 4 sampai
6 jam setelah munculnya gejala pertama ( sudoyo, 2009 )
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah
48
C. Pemetiksaan penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 46 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP
yaitu 80% dan 90% ( sudoyo, 2009)
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 9697% (sudoyo, 2009 )
c. Analisa urin
bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah ( sudoyo,
2009)
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis
meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
49
Penundaan
appendektomi
dengan
pemberian
Daftar Pustaka
50