You are on page 1of 29

1

Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
I.

Latar Belakang

Bab II Tinjauan Pustaka


I.

Definisi...................................................................................................................................3

II.

Faktor Resiko.........................................................................................................................7

III.

Etiologi...................................................................................................................................8

IV.

Patofisiologi...........................................................................................................................8

V.

Gejala Klinis.........................................................................................................................13

VI.

Penatalaksanaan...................................................................................................................19

VII.

Early Goal Directed Therapy.............................................................................................22

VIII.

Prognosis..............................................................................................................................27

Bab III Peutup


I.

Kesimpulan...........................................................................................................................28

Daftar Pustaka...................................................................................................................................30

BAB I
PENDAHULUAN

I.

Latar Belakang
Sepsis merupakan masalah kesehatan utama, yang mempengaruhi jutaan manusia
di seluruh dunia, dengan insidens yang diperkirakan terus meningkat.1-6 Hingga saat
ini, sepsis masuk ke dalam 10 besar penyakit yang menjadi penyebab kematian
tertinggi di Amerika Serikat, dengan angka mortalitas mencapai 215.000 kasus
kematian tiap tahunnya.6,

Pada populasi anak, angka mortalitasnya di tahun 1995

berkisar 10,3% di antara anak-anak yang dirawat di bangsal anak rumah sakit di
Amerika Serikat.8 Sekitar 30% kasus sepsis dapat mengalami perburukan menjadi
sepsis berat dan syok septik, dengan angka mortalitas mencapai 84%. 7, 9 Di Afrika,
50% kematian anak di rumah sakit dapat terjadi dalam 24 jam pertama sejak anak
masuk rumah sakit, dan syok menjadi komplikasi pada banyak kasus di antaranya.1
Dalam 10 tahun terakhir telah banyak didapatkan perkembangan dalam
tatalaksana sepsis, yaitu dalam hal resusitasi cairan, terapi inotropik dan pemberian
antibiotika. Namun dalam penanganan sepsis terkini diketahui bahwa waktu
memegang peranan penting dan krusial.3-6, 11-13 Early Goal Directed Therapy (EGDT)
merupakan penatalaksanaan pasien dengan sepsis berat dan syok septik, yang
bertujuan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan, dalam jangka waktu
tertentu.4, 5, 1
Telah diketahui bahwa perfusi jaringan yang buruk pada keadaan sepsis berat dan
syok septik menyebabkan terjadinya global tissue hypoxia dan berbagai konsekuensi
yang menyertainya, dan hal tersebut berhubungan dengan tingginya angka
mortalitas.5, 13-15 EGDT mulai berkembang di tahun 2001 setelah penelitian Rivers dkk
menemukan bahwa penatalaksanaan yang agresif dalam jangka waktu 6 jam, dengan
tujuan mencapai target-target tertentu di unit gawat darurat pada pasien sepsis berat
dan syok septik ternyata berhasil mengurangi mortalitas hingga 16,5% dibandingkan

dengan kelompok yang mendapat terapi standar dengan mortalitas mencapai 46,5%.
6, 14

5,

EGDT kini telah banyak diterapkan di berbagai rumah sakit, sebagai bentuk

implementasi Surviving Sepsis Campaign.5 Namun, dalam pelaksanaannya, seringkali


masih menemui kendala akibat kurang mendukungnya sumber daya, sarana dan
prasarana yang tersedia.5, 14, 15 Agar EGDT dapat dilakukan dengan terorganisasi maka
klinisi harus memiliki pemahaman tentang patofisiologi sepsis, teori yang mendasari
EGDT, serta memiliki keterampilan dan penguasaan prosedur medis dan teknis yang
akan dilakukan dalam penanganan pasien dengan sepsis berat dan syok septik. 15
Berikut ini akan dibahas mengenai teori yang mendasari EGDT, prinsip EGDT, serta
aplikasinya di rumah sakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam pengaturan
peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Kegagalan sirkulasi ini biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan
(hipovolemik), karena kegagalan pompa jantung ataupun karena perubahan resistensi
vaskuler perifer.1
Syok secara garis besar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut adalah
tabel singkat mengenai jenis-jenis syok :2

Jenis Syok
Hipovolemi
k

Penyebab
1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi usus dan lainlain

Kardiogenik

1. Aritmia
Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
Penyakit jantung arteriosklerotik
Miokardiopati
3. Gangguan mekanis
Regurgitasi mitral/aorta
Rupture septum interventrikular
Aneurisma ventrikel massif
Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus

Obstruktif

Tension Pneumothorax
Tamponade jantung
Emboli Paru

Septik

Neurogenik

1.Infeksi bakteri gram negative,


Contoh:
Eschericia
coli,
Klebsiella
pneumonia,
Enterobacter,
serratia,Proteus,
2. Kokus gram positif,
Contoh : Stafilokokus, Enterokokus, dan Streptokokus
Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang belakang dan
spinal syok (trauma medulla spinalis dengan quadriflegia atau
paraplegia)
Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,misal nyeri hebat
Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya penggunaan obat anestesi
Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan bradikardi
jantung mendadak. Hal ini terjadi pada orang yang pingan mendadak
akibat gangguan emosional

Anafilaksis

Antibiotic
Contoh : Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin, ampoterisin
B
Biologis
Contoh : Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma
globulin
Makanan
Contoh : Telur, susu, dan udang/kepiting
Lain-lain
Contoh : Gigitan binatang, anestesi local

Tabel 1. Jenis-jenis Syok

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi
aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan
netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan
trombosit

yang

menyebabkan

gangguan

perfusi

ke

berbagai

jaringan

dan

disfungsi/kegagalan organ multipel.1


Nomenklatur mengenai sepsis telah banyak dilakukan, salah satu yang paling
sering digunakan ialah sepsis merupakan kelanjutan dari sebuah sindrom respons

inflamasi sistemik / Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) atau yang sering
disebut sindrom sepsis ditandai dengan 2 dari gejala berikut :3
a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3C; <35,6C)
b. Tachypneu (resp >20/menit)
c. Tachycardia (pulse >100/menit)
d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e. 10% >cell imature
Sepsis merupakan SIRS yang disertai dengan dugaan ataupun bukti adanya
sumber infeksi yang jelas. Sepsis dapat berlanjut menjadi sepsis berat yaitu sepsis yang
disertai dengan kegagalan organ multipel / Multiple Organ Dysfunction / Multiple Organ
Failure (MODS/MOF). Sepsis berat dengan hipotensi ialah sepsis dengan tekanan
sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg. Perkembangan berikut
dari sepsis ialah berujung pada suatu syok septik. Syok septik adalah subset dari sepsis
berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi oleh sepsis dan menetap
kendati telah mendapat resusitasi cairan, serta disertai dengan hipoperfusi jaringan.3
Syok septik didefinisikan sebagai keadaan kegagalan sirkulasi akut ditandai
dengan hipotensi arteri persisten meskipun dengan resusitasi cairan yang cukup ataupun
adanya hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh konsentrasi laktat yang melebihi 4 mg
/ dL) yang tidak dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain.4

Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis


Sindroma sepsis
Syok Septik
Sindroma
sepsis
ditambah
dengan
Takipneu, respirasi >20x/m
gejala:
Takikardi >90x/m
Hipotensi 90 mmHg
Hipertermi >38C
Tensi menurun sampai 40 mmHg dari
Hipotermi <35,6C
baseline dalam waktu 1 jam
Hipoksemia
Tidak membaik dengan pemberian
Peningkatan laktat plasma
cairan,
serta
penyakit
syok
Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1
hipovolemik, infark miokard dan
jam
emboli pulmonal sudah disingkirkan

Tabel 2. Perbedaan Sindrom Sepsis dan Syok Septik4

Gambar 1. Diagram hubungan SIRS, Sepsis dengan Infeksi5

Gambar 2. Kriteria Bones untuk Pengenalan Sepsis Berat5

II.

Faktor Resiko
Faktor risiko pada sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut:10

Usia ekstrem (<10 tahun dan > 70 tahun)


Penyakit primer (misalnya, sirosis hati, alkoholisme, diabetes mellitus,

penyakit cardiopulmonary, keganasan tumor padat, keganasan hematologi)


Imunosupresi (misalnya, neutropenia, terapi imunosupresif, terapi
kortikosteroid, IV penyalahgunaan narkoba, complement deficiencies,
asplenia)

III.

Operasi besar, trauma, luka bakar


Prosedur invasif (misalnya, kateter, alat intravaskular, prosthetic device,

hemodialisis dan kateter dialisis peritoneal, tabung endotrakeal)


Pengobatan antibiotik sebelumnya
Perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan
Faktor-faktor lain, seperti melahirkan, aborsi, dan malnutrisi

Etiologi
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon
sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah
atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang
yang berasal dari infeksi lokal.
Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara
lain karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat
sitotoksik dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive
seperti kateter intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat
hidup lama, serta meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten
terhadap antibiotik.

IV.

Patofisiologi
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis.
Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein
di dalam plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang
disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS
masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum
seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS
akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14. Kompleks
CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB
(NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang
menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut
juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).1

Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic
acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif
menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan
komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan
molekul MHC kelas II dari antigen presenting cells dan V-chains dari reseptor sel T,
kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin
proinflamasi yang berlebih.1,11

Gambar 3. Skema Infeksi - Sepsis


1. Peran Sitokin pada Sepsis
Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi
dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi
yang berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi
netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade
protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan
nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi

10

seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor
proteinase dan berbagai hormon.1,5
Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang
terpenting adalah TNF-, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10
sebagai antiinflamasi. Pengaruh TNF- dan IL-1 pada endotel menyebabkan
permeabilitas endotel meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin
sehingga meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, VCAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2, pembentukan
NO, endothelin-1.1 TNF-, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator primer akan
merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E 2 (PGE2), tromboxan A2
(TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan
angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di samping zat-zat
lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen.12
Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi
pada sepsis berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi.13
2. Peran Komplemen pada Sepsis
Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi
respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari
sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain
jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a
(anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi
berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal oksigen,
ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan.5
3. Peran NO pada Sepsis
NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular.
Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan
hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi
karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan
menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan
renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopresor.1,5

11

4. Peran Netrofil pada Sepsis


Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan
pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi
umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun. Walaupun
netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan
protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ. Terdapat 2
studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah
komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil
pada pasien dengan sepsis juga tidak efektif .13
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.Selain itu, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi
perifer meyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang terlihatsebagai
edema. Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan
perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen
karena toksin kuman

Berlanjutnya

proses

inflamasi

yang maladaptive akan

menhyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal


organ multiple (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan (injury) pada tingkat
seluler (termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke organ/jaringan sebagai akibat
hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang ikut
berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant
substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit,
dan efek samping dari terapi yang diberikan.5

12

Gambar 4. Skema Syok Septik akibat Infeksi Kuman Gram Negatif

13

Gambar 5. Skema Gangguan Hemodinamik pada Pasien Sepsis5


V.

Gejala Klinis
Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tandatanda syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi
urin, dan penurunan tekanan darah). Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia
sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer,
produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya
tekanan nadi / pulse pressure). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler
normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan
sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.
Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah
hipovolemia, baik relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena
transudasi cairan). Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah
jantung rendah, sehingga apabila volume intravaskule adekuat, curah jantung akan

14

meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi otot jantung melemah,


mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu.
Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada
peningkatan volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status
hemodinamika pada sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik
(vasodilatasi dan meningkatnya aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih
mirip status hipodinamik (vasokonstriksi dan aliran darah berkurang).
Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan
ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer,
sehingga kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu,
akibatnya VO2 (pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini
pada syok septik dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi
jaringan.
Karakteristik

lain

sepsis

berat

dan

syok

septik

adalah

terjadinya

hiperlaktataemia, mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan


karena dys-oxia jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen)

Tabel 3. Korelasi Gejala Klinis Syok dengan Mekanisme dalam Tubuh

15

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi,
dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak
dapat pulih).2
1. Fase I : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan
melalui mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis,
yaitu meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran
darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak.
Tekanan darah diastolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik
meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi
menyempit).
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi
secara temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu
terdapat peningkatan sekresi vasopressin dan renin angiotensin aldosteron
yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air dalam
sirkulasi.
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit
pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat
> 2 detik.
2. Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan
curah jantung yang adekuat dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi.
Jaringan dengan perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup,
sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak efisien. Alur
anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnya
yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan
terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi
membuang CO2.

16

Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons


terhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya
mekanisme energi dependent pompa Na/K ditingkat selular, akibatnya
integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria akan
memburuk yang dapat berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya aliran darah
dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat memperburuk
keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos
disertai tendensi perdarahan.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain
histamin, serotonin, sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan
interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat membentuk oksigen radikal serta
PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh makrofag
merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan
syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi
vasodilatasi arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat
volume intravaskular yang kembali kejantung (venous return) semakin
berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah,
tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan
mottled, capillary refilling bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas
bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan
kesadaran).

17

3. Fase III : Irreversible


Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus
berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi sistem multi
organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di
jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya 2% / jam dengan demikian
tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun system
sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah
tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (soporkoma), anuria dan tanda-tanda kegagalan sistem organ lain.

Tabel 4. Kriteria Diagnosis / Tanda dan Temuan dalam Sepsis

18

Syok septik yang berat dapat berkemabang menjadi suatu sindrom


gangguan / penurunan fungsi organ multipel akibatnya hipoperfusi generalisata.
Berikut adalah tanda-tanda kelainan sistemik pada Multiple Organ Failure
Multiple Organ Failure
DIC

FDP 1:40 atau D-dimers 2,0 dengan


rendahnya
platelet
Memanjangnya waktu:
- protrombin
- partial thromboplastin
- Perdarahan

Respirotary Distress.Syndrome

Hipoksemia

Acute Renal Failure

Kreatinin > 2,0 ug/dl


Na. Urin 40 mmol/L
Kelainan prerenal sudah disingkirkan

Hepatobilier disfunction

Bil.>34 umol/L (2,0 mg/dL)


Harga alk. Fosfatase, SGOT, SGPt dua
kali harga normal

Central Nervous System Disf..

GCS < 15

Tabel 5. Tanda Multiple Organ Failure


Differential Diagnosis

Acute Renal Failure


Acute Respiratory Distress Syndrome
Cardiogenic Shock
Disseminated Intravascular Coagulation
Hypovolemic Shock
Pulmonary Embolism
Shock, Distributive
Shock, Hemorrhagic
Toxic Shock Syndrome
Transfusion Reactions

19

VI.

Penatalaksanaan
Pasien sepsis wajib dinilai dan dievaluasi dengan menggunakan metode ABCDE
( Airway, Breathing,Circulation,Disability, Exposure ). Metode ABCDE :5
A = Airway assessment, maintenance and oxygen
B = Breathing and ventilation assessment
C = Circulation assessment, intravenous (IV) access and fluids
D = Disability: assess the neurological status and check the blood glucose
E = Exposure and environmental control
Penatalaksaan awal pasien-pasien yang dicurigai dengan sepsis ialah resusitasi
cairan yang mencakup 3 proses, yaitu:

Memaksimalkan penyebaran oksigen dan perfusi jaringan


Monitoring seksama dari tanda-tanda vital dan fungsi organ sebagai pedoman

resusitasi lanjutan
Menyiapkan strategi untuk menyingkirkan sumber infeksi
Proses ini ditujukan untuk menghentikan ( atau setidaknya memperlambat )

onset dari sindrom disfungsi organ multipel / multi organ dysfunction syndrome. Saat
sepsis sudah dikonfirmasi, beberapa langkah berikut sebaiknya sudah dilakukan
seperti oksigen aliran tinggi, cannule, terapi cairan, monitoring jumlah urin.
Berikut adalah langkah-langkah yang seharusnya dilakukan :5
1. Penilaian ABCDE, dapat mencakup :
a. Penilaian klinis
b. Airway support
c. Oksigen aliran tinggi
d. Cannule
e. Terapi cairan
f. Monitoring jumlah urine
g. Penilaian kadar gula darah
h. Regulasi temperatur
2. Pengecekan ulang untuk memastikan hal berikut telah dilakukan :
a. Terapi oksigen aliran tinggi
b. Cannule
c. Terapi cairan bila ada gangguan sirkulasi
d. Monitor jumlah urin
3. Melakukan penegakan diagnostik sepsis yang spesifik, dapat mencakup :
a. Kultur ( darah, dll )
b. Pengukuran kadar laktat
c. Pengukuran Hemoglobin dan tes lain
d. Pencitraan untuk mengidentifikasi sumber infeksi

20

4. Terapi lengkap untuk sepsis:


a. Antibiotik spektrum luas secara intravena
b. Drainase atau bedah bila memungkinkan
Penatalaksanaan awal ini dapat disingkat menjadi Sepsis Six yakni :5

Oksigen aliran tinggi


Sepsis secara dramatis

akan

meningkatkan

kecepatan

metabolik

tubuhsehingga kebutuhan akan oksigen akan meningkat. Untuk itu digunakan


non-rebreathe face mask dengan aliran oksigen tinggi. Saturasi oksigen
ditargetkan di sekitar >= 94% kecuali jika pasien memiliki riwayat
hipoksemia kronis. Non-rebreathe face mask biasanya tidak cocok untuk
pemakaian jangka panjang, namun sangat penting dalam fase resusitasi akut

untuk memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk.


Kultur darah ( dan yang lainnya ).
Kultur darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik intravena.
Kultur darah diambil secara percutaneous dan sebelum meletakkan akses IV
yang baru. Kultur darah tidak mempengaruhi pilihan terapi antibiotik
speksturm luas pada fase awal tetapi berpengaruh pada pemilihan antibiotik

ketika patogen telah diidentifikasi.


Antibiotik spektrum luas secara intravena
Pemilihan antibiotik spektrum luas yang tepat akan mengikuti langkahlangkah berikut :
o Riwayat alergi yang dimiliki oleh pasien.
o Kondisi klinis pasien dan kemungkinan sumber infeksi
o Peraturan mengenai administrasi antibiotik.
Uji terapi cairan intravena.
Bila pasien sepsis mengalami hipotensi atau bila pasien menunjukkan tandatanda insufisiensi sirkulasi, uji terapi cairan dengan 10ml/kg koloid ataupun
20ml/kg kristaloid sebaiknya dilakukan dalam bolus yang telah dibagi. Dapat
diulang dua kali, hingga bolus total tiga kali. Bila pasien masih mengalami
hipotensi, sebaiknya dipasang Central Venous Catheter yang sekaligus dapat

memonitor administrasi vasopressor dan inotropik bila dibutuhkan.


Pengukuran hemoglobin dan laktat
Laktat dapat diukur dari sampel vena menggunakan jarum Arterial Blood Gas.
Akumulasi laktat menandakan respirasi anaerob yang sedang berlangsung.

21

Penelitian terbaru menyebukan Procalcitonin sebagai alternatif penanda

kaskade hipoperfusi lanjut.


Monitor jumlah urin
Pada kondisi normal, sistem autoregulasi tubuh akan menjamin aliran cukup
ke ginjal dalam jumlah normal meski adanya perubahan tekanan darah. Pada
sepsis, fungsi ini terganggu sehingga ketika tekanan darah menurun, aliran
darah ke ginjal juga menurun sehingga jumlah urin juga akan menurun.
Urinary kateter dapat mengukur jumlah produksi urin dari ginjal, sehingga
membantu mengestimasi aliran darah ginjal. Hal ini membantu dalam menilai
perfusi ginjal dan sebagai prediktor dari gagal ginjal. Pasien harus ditargetkan
mencapai produksi urin normal. Dikatakan oliguria bila produksi urin
<0.5ml/kg/jam selama 2 jam berturut-turut. Oliguria persisten menjadi tanda
awal dari gagal ginjal. Anuria mengindikasikan bahwa ginjal telah sepenuhnya
mengalamai kegagalan, namun seringkali akibat terbloknya aliran urin di
kateter
Target yang ingin dicapai pada resusitasi awal :
MAP > 65mmHg
Capillary Refill Time membaik
Akral menjadi lebih hangat
Produksi urin >0.5ml/kg/jam
Status mental yang membaik.
Menurunnya kadar laktat

VII.

Early Goal Directed Therapy


Merupakan langkah awal dalam 6 jam pertama yang dilakukan untuk
meningkatkan survival pada pasien sepsis

22

1. Perbaikan hemodinamik.
Banyak pasien syok septik yang mengalami penurunan volume
intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi
penurunan tekanan darah. Cairan koloid dan kristaloid tak diberikan. Jika disertai
anemia berat perlu transfusi darah dan CVP dipelihara antara 10-12 mmHg.
Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam
waktu 1-2 jam. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami
hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg,
urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi,
saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12
mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau
pemberian dobutamin (dosis 5-10 g/kg/menit sampai maksimal 20 g/kg/menit).
14

Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP
60mmHg atau tekanan sistolik 90-110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 mg/Kg

23

BB/menit. Bila dosis ini gagal meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat
di tingkatkan sampai 20 g/ KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis dopamine
dikembalikan pada 2-5 mg/Kg BB/menit, tetapi di kombinasi dengan
levarterenol (norepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor masih gagal,
berarti prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor lain
(fenilefrin atau epinefrin).14

2. Pemakaian Antibiotik
Setelah diagnose sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera diberikan,
dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat.
Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik
diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan
terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif.
Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak
diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih
obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat
penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis.14 Oleh karena pada sepsis
umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat
mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan,
terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat
pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ. 1
Pemberian antibiotik kombinasi juga dapat dilakukan dengan indikasi :

Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui


Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni
Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen
(pseudomonas aureginosa, enterokokus)
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan

data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada
bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.14

24

Tabel 6. Pemilihan Antibiotik pada Beberapa Kasus Infeksi5


3. Terapi Suportif
Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera

dilakukan.
Terapi cairan
o Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%
atau ringer laktat) maupun koloid.1,14

25

o Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik


melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
o Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila
kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard
dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih

kontroversi antara 8-10 g/dL.


Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian
cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai
dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau
tekanan

darah

sistolik

>8g/kg.menit,norepinefrin

90mmHg.

Dapat

0.03-1.5g/kg.menit,

dipakai

dopamin

phenylepherine

0.5-

8g/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5g/kg/menit. Inotropik dapat digunakan:


dobutamine 2-28 g/kg/menit, dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5

g/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).1,5,15


Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9

mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.1,15


Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 g/kg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based
belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan

hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1,5,15


Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan

produksi

(glikolisis,

glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi


dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi
insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme
protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak,

vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.1,5


Kontrol gula darah

26

Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan


mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin
untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada
kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.
Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam

praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.1,5


Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan
DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di
sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas
antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus
menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan,
berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan

dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.


Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa
syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.14

4. Modifikasi Respons Inflamasi


Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog
lipopolisakarida); antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin,
APC, TFPI; antagonis PAF; metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis
bradikinin, antioksidan (N-asetilsistein, selenium), inhibitor sintesis NO (LNMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN-, G-CSF, imunonutrisi);
nonspesifik

(kortikosteroid,

pentoksifilin,

dan

hemofiltrasi).

Endogenous

activated protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi,


koagulasi dan fibrinolisis. Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari
bentuk rekombinan dari human activated protein C yang diindikasikan untuk
menurunkan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat dengan risiko kematian
yang tinggi.15

27

VIII. Prognosis
Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan
sekarang rata-rata 40% (kisaran 10 to 90%, tergantung pada karakteristik pasien).
Hasil yang buruk sering mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal (misalnya,
dalam waktu 6 jam dari diagnosa dicurigai). Setelah laktat asidosis berat dengan
asidosis metabolik decompensated menjadi mapan, terutama dalam hubungannya
dengan kegagalan multiorgan, syok septik cenderung ireversibel dan fatal.

BAB III
PENUTUP

I.

Kesimpulan
Efektifitas pada penanganan sepsis yaitu dengan identifikasi dan intervensi dini

agresif berjenjang dengan target-target resusitasi yang telah ditentukan dalam


protokol penatalaksanaan di unit gawat darurat atau di ruang perawatan intensif
maupun non-intensif, yaitu dengan menerapkan EGDT.20
Intervensi untuk meningkatkan curah jantung meliputi resusitasi cairan untuk
meningkatkan preload, pemberian inotropik untuk memperbaiki kontraktilitas

28

jantung, serta pemberian vasopresor (atau vasodilator) untuk optimalisasi afterload.


Konten oksigen arterial dapat ditingkatkan dengan transfusi Packed Red Cell (PRC)
dan meningkatkan SaO2 dengan terapi oksigen.8

Daftar Pustaka
1. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004; h.54-88.
2. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
3. British Journal of Anesthesia. Anesthesic Management in Patients With Severe Sepsis.
[online]. Cited May 2013. Available from : http://bja.oxfordjournals.org/content/105/6/
734/T1. expansion.html
4. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18
5. Ron Daniels. Tim Nutbeam. ABC of Sepsis.2010. UK : Wiley Blackwell BMJ books.
6. Sands KE, Bates DW, Lanken PN, Graman PS, Hibberd PL, Kahn KL, et al.
Epidemiology of sepsis syndrome in 8 academic medical centers. JAMA. Jul 16
1997;278(3):234-40.

29

7. Kumar A, Roberts D, Wood KE, Light B, Parrillo JE, Sharma S, et al. Duration of
hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is the critical determinant
of survival in human septic shock. Crit Care Med. Jun 2006;34(6):1589-96.
8. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa SP, Dhainaut JF, Lopez-Rodriguez A, et al.
Efficacy and safety of recombinant human activated protein C for severe sepsis. N Engl J
Med. Mar 8 2001;344(10):699-709.
9. Bernard GR, Artigas A, Brigham KL, Carlet J, Falke K, Hudson L, et al. The AmericanEuropean Consensus Conference on ARDS. Definitions, mechanisms, relevant outcomes,
and clinical trial coordination. Am J Respir Crit Care Med. Mar 1994;149(3 Pt 1):81824.
10. Michael R. Pinsky. Septic Shock. [online] cited May 2013. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168402
11. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for future
treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at: http://www.bmj.com
12. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18.
13. Hotckins RS, Karl I. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med
2003;348 (2): 138-150. Available at: http://www.nejm.com
14. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al. Surviving
sepsis campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic shock. Crit Care
Med 2004;32(3):858-72.
15. Wheeler AP, Bernard G. Treating patient with severe sepsis.[online]. Cited May 2013.
Available at: http://www.nejm.com

You might also like