You are on page 1of 11

Tugas Mata Kuliah Agama

Islam

MASYARAKAT MADANI
Dosen Pembimbing

: Bapak Zainul Hakim


DISUSUN
Oleh :

Gumilang Nandi Meizhar

(14010034)

Lukkita Priyojati

(14010052)

Nia Anggraini

(14010058)

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul Masyarakat Madani ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas presentasi
mata kuliah Agama Islam.
Kami menyadari bahwa selama penulisan makalah ini,
kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab
itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Zainul Hakim,
selaku dosen mata kuliah Agama Islam yang telah membimbing
kami menyelesaikan makalah ini, serta teman-teman yang telah
memotivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, karena masih memiliki banyak kekurangan, baik
dalam hal ini maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhirnya, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
bagi penulis dan bagi pembaca. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 25 September 2014

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju
masyarakat madani, masyarakat yang berkembang sesuai dengan
potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Untuk itu kehidupan
manusia Indonesia akan mengalami perubahan tentu akan berbeda
dengan kehidupan masyarakat pada era orde baru.
Masyarakat madani merupakan konsep yang mengalami proses
yang sangat panjang. Masyarakat madani muncul bersamaan dengan
adanya proses modernisasi, terutama pada saat transformasi menuju
masyarakat modern. Dalam mendefinisikan masyarakat madani ini
sangat bergantung pada kondisi sosial dan budaya suatu bangsa.
Dalam Islam, masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang taat
pada aturan Allah SWT, hidup dengan damai dan tenteram, dan yang
tercukupi kebutuhan hidupnya.
Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak
menyepelekan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak
meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat
untuk

dunianya.

Mereka

bersikap

seimbang

dalam

mengejar

kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada


masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka
kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.

1.2 Rumusan masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :

1.

Apakah pengertian masyarakat madani?

2.

Bagaimana sejarah dan perkembangan masyarakat madani?

3.

Bagaimana karakteristik masyarakat madani?

4.

Bagaimana peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat


madani?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:
Untuk memahami pengertian konsep masyarakat madani.
Untuk memahami sejarah dan perkembangan masyarakat
madani.
Untuk memahami karakteristik masyarakat madani.
Untuk memahami peran umat islam dalam mewujudkan
masyarakat madani.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani memiliki banyak pengertian yang telah
dikemukakan oleh beberapa pakar diberbagai negara yang
mengaji dan mempelajari tentang fenomena masyarakat madani,
antaranya:
Masyarakat madani diistilahkan pertama kali oleh mantan
Wakil Perdana Menteri Malaysia,

Anwar Ibrahim. Menurut

Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang


subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan
taraf kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
Masyarakat
madani
adalah
masyarakat

yang

beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang


maju

dalam

penguasaan

ilmu

pengetahuan,

dan

teknologi. Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat


madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba ayat 15:

Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan


Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di
sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
"Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu
5

dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri


yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".

2.2 Karakteristik Masyarakat Madani


Masyarakat madani membutuhkan unsur-unsur sosial yang menjadi
prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor tersebut
merupakan satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas
masyarakat madani.
1. Wilayah Publik yang Bebas
Adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk
mengemukakan pendapat masyarakat. Di wilayah ruang publik
ini semua warga negara memiliki posisi dan hak yang sama
untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut dan
terancam oleh kekuatan-kekuatan di luar civil society. Mengacu
pada Arendt dan Habermas, ruang public juga dapat diartikan
sebagai wilayah bebas di mana semua warga negara memiliki
akses penuh dalam kegiatan yang bersifat publik. Sebagai
prasyarat mutlak lahirnya civil society yang sesungguhnya,
ketiadaan wilayah publik bebas ini pada suatu negara dapat
menjadi suasana tidak bebas di mana negara mengontrol warga
negara dalam menyalurkan pandangan sosial politiknya.
2. Demokrasi
Demokrasi adalah

prasyarat

mutlak

lainnya

bagi

keberadaan civil society yang murni (genuine). Tanpa demokrasi,


masyarakat

sipil

tidak

mungkin

terwujud.

Secara

umum,

demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber


dan dilakukan oleh, dari, dan untuk warga Negara.
3. Toleransi
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati
perbedaan pendapat. Lebih dari sikap menghargai pandangan
berbeda orang lain, toleransi, mengacu pandangan Nurcholis
Madjid, adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan
ajaran

itu.

Jika

toleransi

menghasilkan

adanya

tata

cara

pergaulan yang menyenangkan antara berbagai kelompok yang


berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah
atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yanng benar. Dalam
perspektif

ini,

toleransi

bukan

sekedar

tuntutan

sosial

masyarakat majemuk belaka, tetapi sudah menjadi bagian


penting dari pelaksanaan ajaran moral agama.
Senada dengan Madjid, Azra menyatakan bahwa dalam
kerangka

menciptakan

berkeadaban

kehidupan

(tamaddun/

civility),

yang

berkualitas

masyarakat

dan

madani

menghajatkan sikap-sikap toleransi, yakni kesediaan individuindividu untuk menerima beragam perbedaan pandangan politik
di kalangan warga bangsa.
4. Pluralisme
Kemajemukan atau pluralisme merupakan prasyarat lain
bagi civil society. Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap
harus mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam,
tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima
kenyataan perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah dan rahmat
Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.
Kemajemukan dalam pandangan Madjid erat kaitannya
dengan sikap penuh pengertian (toleran) kepada orang lain, yang
nyata-nyata

diperlukan

dalam

masyarakat

yang

majemuk.

Secara teologis, tegas Madjid, kemajemukan sosial merupakan


dekrit Allah untuk umat manusia.
5. Keadilan
Keadilan sosial

adalah

adanya

keseimbangan

dan

pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap


warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan
pengertian lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan
pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh
kelompok atau golongan tertentu.

2.3

PERAN

UMAT

ISLAM

DALAM

MEWUJUDKAN

MASYARAKAT MADANI
Sifat kemodernan dalam kaitannya dengan masyarakat
madani muncul dengan mengatasi dimensi waktu. Sebagai
gantinya, kemodernan sebuah politik yang sitandai oleh, antara
lain, adanya struktur masyarakat madani lebih merujuk pada
sifat-sifat yang dikembangkan oleh bangunan politik tersebut.
Hal ini tidak aneh, karena dari sudut konsepsi, bangunan
masyarakat madani ini memang awalnya dikembangkan oleh
para pemikir dan filsuf lama: Plato, Aristotheles, Hobbes, Locke,
Rosseau, Bentham, Hume, dan sebagainya.
Antara lain dari sudut ini pulalah, kita dapat mengaitkan
antara islam dengan masyarakat madani. Ungkapan apresiatif
atau yang bersifat menghargai ini berasal dari kalangan ilmuan
nonmuslim atau barat, yang mengatakan bahwa ada kesesuaian
antara islam dan konsep masyarakat madani, bahkan kenyataan
itu pernah ada dalam kehidupan nyata masyarakat islam, barang
kali orang akan menilai bahwa ini merupakan suatu penilaian
yang objektif. Sosiolog terkemuka dar Amerika Serikat, Robert N.
8

Bellah misalnya mengatakan, bahwa sesungguhnya bangunan


politik yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad Saw. Ketika
berada di Madinah, adalah bersifat sangat modern. Memang
bukan organisasi atau lembaga di luar negara yang berkembang
pada waktu itu, tetapi dimensi-dimensi lain yang ada dalam
bangunan konsep masyarakat madani. Hal itu tercermin dengan
jelas dalam mitsaq Al-madinah (perjanjian madinah), yang oleh
para ilmuwan politik, dianggap sebagai konstitusi pertama
sebagai negara. Dalam hal ini, sejumlah persyaratan pokok
tumbuhnya kehidupan masyarakat madani yang dikembangkan
oleh Nabi Muhammad adalah prinsip kesamaan, keadilan, dan
partisipasi. Dalam konstitusi itu disebutkan, bahwa pluralitas
suku yang diikatkan dalam suatu kesepakatan, bersama, dan
dianggap sebagai umat. Tentu, umat disini bukan dalam arti
agama tetapi warga negara. Karenanya, dengan enak bani aus
yahudi itu juga disebut dengan umat Madinah. Adanya aturanaturan yang tegas ini, yang dituangkan secara tertulis dalam
perjanjian madinah, yang mengakui diterapkannya prinsip-prinsip
keadilan, persamaan, dan musyawarah merupakan ciri-ciri awal
terbentuknya kehidupan politik modern, yang antara lain ditandai
dengan munculnya semangat masyarakat madani. Disitu, yang
ingin dikembangankan adalah nilai-nilai kehidupan berbangsa
dan

bernegara

yang

sebanding

dengan

kehidupan

politik

demokratis meskipun masih dalam bentuk dan strukturnya yang


sederhana.
Dalam kerangka ini pernyataan yang muncul kemudian
adalah dari mana sumber transformasi atau perubahan itu
berasal. Tak ada satu jawaban yang lebih pasti bagi kita untuk
mengatakan bahwa faktor pendorong itu adalah islam. Karena
sejak muncul dan berlembangnya islam disana meskipun dalam

tahap awal transformasi atau perubahan masayarakat secara


besar-besaran terjadi disana, baik dilihat dari sudut pandang
keagamaan (lebih rasional) maupun kehidupan sosial budaya,
ekonomi, dan politik (lebih berperadaban). Dalam bahasa agama
proses

perubahan

dari

situasi

jahiliyah

ke

berperadaban

ditegaskan oleh al-Quran, bahwa salah satu fungsi islam adalah


membawa atau mengeluarkan masayarakat dari alam kegelapan
menuju

alam

mengeluarkan

terang.
umat

Dalam

manusia

kehadiran
dari

islam

kegelapan

ke

adalah
terang

benderang. Sebanding dengan itu, yang lebih popular adalah


kehadiran islam adalah rahmat bagi alam semesta.
Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau
potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa
itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan
seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik
dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi
kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan
besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd,
Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
Kualitas SDM Umat Islam Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110 :


Artinya Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.

10

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan


bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua
kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan
umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding
umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud
dalam Al-Quran itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.
Posisi Umat Islam SDM umat Islam saat ini belum mampu
menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam percaturan
global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu
pengetahuan

dan

teknologi,

belum

mampu

menunjukkan

perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih


dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga
belum mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum
positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem
sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam,
bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.

11

You might also like