You are on page 1of 4

#2

MENGAPA AKU BEKERJA?


Bro..Bro, gw tadi ada lihat iklan, katanya besok ada job fair di kampus kita, kita
besok kesana yuk!
Besoknya Hendi dan Gilang pun pergi ke event job fair yang ada di kampus mereka
itu.
Wuih, banyak banget perusahaan yang ikut di pameran ini!, celetuk si Gilang.
Iya lang, banyak banget kan!, jadi bingung nih milih yang mana, hehe. Lu mau
kerjanya dimana, lang?, kata Hendi.
Kalau gw sih yang mana aja, yang penting perusahaannya bonafit, posisi gw bagus,
gaji gw gede, gw dapet tunjangan dan banyak fasilitas dari tuh perusahaan, jam
kerjanya sedikit, kerjanya sampe hari Jum'at doang, terus liburnya banyak!, gitu hen,
hahaha, seru si Gilang dengan semangat 45-nya.
Hendi yang "terpelongo" mendengar pernyataan Gilang itu tiba-tiba tersadar setelah si
Gilang menutup rahangnya dengan tangan kanannya.
Woi!, kenape lu? Kesambet? Hahahaa. Kalau lu gimana, hen?, tanya Gilang.
Gila lu ndro, eh..Gila lu lang, maruk bener lu, hadeeh. Kalau gw mah, yang penting
tuh perusahaan enak aja buat jadi tempat kerja, terus gajinya cukup buat kehidupan
gw. Udah, itu doang, kata Hendi dengan santainya.
Hmmm, sederhana banget sih harapan lu, celetuk si Gilang.
Mereka berdua pun mulai mencari pekerjaan di event job fair itu, dan pada akhirnya
mereka diterima kerja. Gilang diterima di perusahaan asuransi, sedangkan Hendi
diterima di perusahaan telekomunikasi.
Kemudian, 6 bulan sejak event job fair tersebut
Hen, gimana kerjaan lu disitu?, kata Gilang.
Enak sih, lang. Tapi entah kenapa gw ngerasa kalau gw kayak gak jadi diri gw
sendiri. Enak tapi ada rasa tersiksa gitu. Kalau lu, lang?, tanya Hendi.
Gw stres sama semua kerjaan gw, waktu buat diri gw sendiri malah hampir gak ada.
Nyesel gw, hen!, keluh Gilang kepada Hendi.
Lho, bukannya lu Sabtu dan Minggu libur, lang?, tanya Hendi.
Iya sih, tapi masalahnya, karena kerjaan gw banyak banget makanya gw Sabtu dan
Minggu sering ngelanjutin kerjaan gw yang di kantor. Kadang Jum'at atau Sabtu
udah bisa kelar sih, tapi karena gw kecapean, gw jadi bisanya istirahat doang di

rumah, kalau jalan-jalan lagi kan pake tenaga, hen. Di tambah lagi, gw ternyata gak
suka sama kerjaan gw. Angkat tangan deh gw bro!, keluh Gilang.
Terus gimana dong, lang? Lu stres, gw juga tersiksa. Apa kita berdua resign aja kali
yah?, kata Hendi.
Nah, para pembaca, bayangkan seandainya Anda berada di posisi mereka. Mana yang
akan Anda pilih? Anda akan tetap bekerja di perusahaan itu? atau Anda memilih
resign?
Saya yakin tidak sedikit dari kita yang memiliki dilema karir seperti yang dihadapi
oleh Hendi dan Gilang. Coba Anda ingat kembali, sebelum Anda melamar kerja atau
mulai bekerja di tempat Anda bekerja saat ini, apa yang Anda harapkan dari sebuah
pekerjaan? Pernahkah terbesit di benak Anda pertanyaan MENGAPA AKU
BEKERJA?.
Ketahuilah, ketika Anda berpikir bahwa bekerja hanya untuk sekedar mencari nafkah,
disitulah titik awal kesalahan Anda yang membuat Anda merasa disiksa oleh rutinitas
dari profesi yang Anda lakoni saat ini.
So, mengapa Anda bekerja?
Saya itu bekerja supaya bisa menghidupi diri saya dan keluarga saya, coach?, kata
klien saya.
hmmm.., saya pun hanya diam saja.
Dengan wajah sedikit kebingungan, dia pun kembali menambahkan Kenapa coach?
Ada yang salah?
Tidak..tidak. Tidak ada yang salah, sahut saya.
Anda bahagia?, tambah saya.
Saya bahagia kok, coach!, jawabnya dengan lantang.
Boleh saya tahu definisi dari kata bahagia yang Anda maksud?, tanya saya
kepadanya.
Cukup lama juga dia memikirkan jawaban dari pertanyaan itu. Di tengah keheningan,
saya mencoba untuk memecah keheningan dengan melontarkan pertanyaan tambahan.
Berapa kali dalam 1 minggu Anda berkumpul bersama keluarga Anda?
Seberapa sering Anda tertawa dalam 1 minggu?
Seberapa sering Anda merasa bersemangat dan menjadi diri Anda sendiri ketika
melaksanakan pekerjaan Anda?
Seketika klien saya itu menutup kedua matanya, dan membukanya kembali sekaligus
melihat saya dengan tatapan mata yang berkaca-kaca.

Maaf coach, saya tidak bahagia, lirihnya dengan nada yang sendu.
Mengapa Anda tidak bahagia?, sahut saya.
Karena saya tidak mencintai pekerjaan saya, coach, jawabnya kepada saya.
Mengapa Anda tidak mencintai pekerjaan Anda? Padahal Anda dan keluarga Anda
hidup dari pekerjaan Anda saat ini, bukan?, saya mencoba bertanya lebih dalam lagi
kepadanya.
Betul, coach. Saya tidak menikmati pekerjaan saya. Banyak hal dari pekerjaan saya
yang saya lakukan dengan keterpaksaan, jawabnya.
Seandainya Anda menikmati pekerjaan Anda, menurut Anda apa yang akan terjadi
di dalam hidup Anda?, tanya saya.
Saya pikir, hidup saya pasti akan bahagia. Saya pun pasti bisa lebih maksimal
dalam berkarya dan memberikan hasil melalui pekerjaan saya, jawabnya dengan
berapi-api.
Itu saja?, sahut saya.
Tidak, coach. Selain hidup saya lebih bahagia oleh karena saya menikmati
pekerjaan saya, saya pun kemungkinan besar akan mendapatkan penghasilan yang
lebih dari hasil pekerjaan saya yang maksimal, dan bisa jadi karir saya semakin
meningkat, dan saya pun bisa semakin lebih memberikan keamanan finansial bagi
diri saya dan keluarga saya.
Good!, menurut Anda apakah keluarga Anda cukup dibahagiakan dengan keamanan
finansial?, tambah saya.
Tidak, coach. Seandainya saya menikmati pekerjaan saya, hal itu pun akan
berdampak baik bagi keluarga saya dari segi waktu saya kepada mereka. Saya akan
lebih mampu menyelesaikan pekerjaan saya dengan tepat waktu karena bagi saya
pekerjaan tidaklah menjadi beban. Sehingga pengaturan dari pembagian waktu saya
akan menjadi lebih baik antara pekerjaan dengan keluarga saya, katanya dengan
lebih bersemangat.
Hebat!, sekarang untuk mewujudkan hal itu semua, Anda akan mulai dari mana?,
tanya saya kepadanya.
Saya akan mulai dengan mencoba lebih menikmati setiap proses yang terjadi di
dalam pekerjaan saya, coach, katanya.
Seandainya ternyata Anda tidak bisa menikmatinya? Saya harap yang Anda maksud
adalah menikmati dengan setulus hati, bukan menikmatinya karena dipaksakan ya,
sahut saya.
Hmmm, pertama mungkin saya akan mencoba untuk mendiskusikannya dengan
keluarga saya coach. Atau mungkin saya akan berdiskusi dengan pimpinan saya

terkait pekerjaan saya, apakah ada pekerjaan atau posisi lain di dalam perusahaan
tempat saya bekerja saat ini yang sesuai dengan hati, kemampuan dan karakter saya.
Yah, pilihan paling terakhirnya mungkin adalah saya akan mencoba berpindah karir.
Begitu, coach!, jawabnya dengan mata dan nada yang penuh semangat dan harapan
akan perubahan.
Selamat!, saya doakan Anda bisa menjalankan rencana Anda itu dengan baik, sahut
saya dengan bahagia.
Jadi para pembaca sekalian, setelah membaca dialog antara saya dengan klien saya
tadi, pertanyaan untuk Anda adalah, MENGAPA ANDA BEKERJA?. Selamat
menjawab.

You might also like