Professional Documents
Culture Documents
Isi dan pikiran dalam pidato ini merupakan ringkasan dari makalah lengkap yang disampaikan pada
bagian berikutnya dari buku pidato pengukuhan ini.
ditelitinya . Posisi ini menimbulkan kerumitan tertentu bagi para peneliti yang
berusaha mengungkap kenyataan sosial dalam latar alamiah sebagaimana
kekhasan ciri penelitian kualitatif 2. Kerumitan tersebut berkaitan dengan
dua
jenis realitas yang ada pada diri manusia, yaitu (a) fenomena, dan (b) noumena.
Immanuel Kant, mahaguru logika dan matematika yang hidup pada
tahun 1724 1804, seperti dinyatakan Agus Salim (2001 : 1), adalah filosof yang
mengemukakan dua jenis realitas tersebut. Fenomena merupakan dunia yang
kita alami dengan panca indera dan terbuka bagi penelitian ilmiah karena
rasional. Sebaliknya dunia noumena tidak dapat didekati dengan pengalaman
empiris karena bukan hal yang fisik atau empiris. Di sinilah letak kerumitan
tersebut.
Manusia mempunyai sifat yang serba misteri. Bila hewan, tumbuhtumbuhan dan alam tergolong dunia fenomena, selanjutnya jin, malaikat dan roh
adalah dunia noumena, maka manusia mempunyai sifat dari dua dunia tersebut
sekaligus. Sebagai fenomena, manusia terikat pada hukum-hukum alam dan
terbuka bagi penyelidikan ilmiah. Tetapi di balik itu, manusia juga noumena
karena mempunyai jiwa, paling tidak sebagai diri sendiri manusia memiliki free
will atau kemauan bebas. Pendek kata, manusia dapat diposisikan sebagai
makhluk yang pasif karena didorong dan dibentuk oleh kekuatan di luar dirinya,
tetapi pada saat yang sama manusia juga makhluk aktif karena mengontrol,
membentuk, dan bertindak bebas. Diakibatkan oleh karena keadaan inilah para
peneliti kualitatif yang berusaha memahami realitas kehidupan manusia
menyarankan suatu pendekatan yang berbeda dengan yang biasa digunakan
oleh para peneliti kuantitatif.
Sejumlah ahli metodologi kualitatif seperti Lincoln dan Guba (1985 : 187-219) ; Bogdan dan Biklen
(1990 : 32-36) ; Hasan (1990 : 14-25) ; Creswell ( 1994 : 815 dan 2003 : 181183) ; Moleong (1996 : 4-8)
; Neuman (2000 : 16-18) ; dan Irawan (2006 : 6-12) mengemukakan beberapa karakteristik yang dapat
menunjukkan bahwa yang dilakukan oleh seorang peneliti adalah metode kerja penelitian kualitatif.
Pertama, lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung. Kedua, peneliti sebagai instrumen utama.
Ketiga, penelitian kualitatif bersifat interpretative. Keempat, peneliti kualitatif harus berrefleksi secara
sistematik terhadap setiap informasi dari responden dan peka terhadap biografi pribadi responden dan
membuat penelitian lebih fokus. Terakhir, kelima, analisis data dilakukan secara induktif.
realitas
menjadi
penggalan-penggalan
variabel
yang
saling
Prosedur kerja seperti ini didasari oleh suatu pandangan yang disebut
Naturalisme3.
kuantitatif.
Hidup bersama dengan seorang apalagi sekelompok orang yang memiliki
latar sosial, tradisi dan budaya berbeda untuk suatu keperluan pengumpulan
data penelitian dengan menggunakan teknik complete-participant atau observer
as
participant
bukanlah
Muhadjir (1990 : 133-136) mengemukakan lima aksioma paradigma naturalisme, yaitu aksioma tentang
(a) realitas, (b) interaksi yang mengenal dengan yang dikenal, (c) keterkaitan pada waktu dan konteks, (d)
pembentukan timbal balik dan simultan, dan (e) keterkaitan pada nilai. Dalam kaitannya dengan realitas,
dipahami bahwa realitas itu kompleks, memiliki tata, tampil dalam berbagai perspektif, ada keterhubungan
timbal balik antar berbagai sesuatu.
4
Paradigma positivisme menolak metaphisik dan teologik, atau setidaknya mendudukkan metaphisik dan
teologik sebagai primitif (Muhadjir, 1990 : 20). Kelompok positivis berpendapat bahwa terdapat realitas di
luar sana yang perlu dipelajari, ditangkap dan dipahami, Selanjutnya kelompok pospositivistik
berpandangan bahwa realitas itu tidak pernah bisa sepenuhnya dipahami, paling-paling hanya bisa didekati
(Agus Salim, 2001 : 11-12).
5
Dalam proses pengumpulan data yang menggunakan teknik observasi, Cresswel (1999 : 150-151)
membagi observasi dilihat dari partisipasi peneliti ke dalam empat kategori, yaitu (a) Complete participant
di mana peran sebagai peneliti disembunyikan, (b) Observer as participant, peran sebagai peneliti
diketahui, (c) Participant as observer observation, peran partisipan merupakan peran sekunder, dan (d)
Complete observer researcher, pengamatan tanpa partisipasi.
melakukan penelitian
Pembeli
Penjual
: tujuh setengah
Pembeli
Penjual
Pembeli
Penjual
Bagi mereka yang tidak tertarik pada penelitian kualitatif, ia pasti akan
melewati kenyataan dalam dialog itu begitu saja, sebab tampak sekilas seperti
tidak ada yang perlu dijelaskan. Jika diperhatikan dengan seksama, di dalam
dialog tersebut terdapat persoalan pandangan etik dan emik. Untuk memahami
dialog tersebut, jika peneliti menggunakan pandangan etik (fonetik),
menyimpulkan bahwa dalam catatan lapangannya
ia akan
(jika ditulis : 5.000) ? Bukankah lebih banyak lima ribu ?. Demikian pula halnya
lebih banyak mana 7 dibanding 6.000 ? Tentu lebih banyak 6.000. Jika logika
perbandingan ini benar, mengapa harga yang hanya tujuh setengah ditawar
menjadi lima ribu dan mengapa pula si pembeli menawar lagi enam ribu, padahal
penjual sudah memberi harga baru hanya tujuh ?. Di sinilah letak
persoalannya. Dalam pandangan emik (fonemik) penjual dan pembeli, tujuh
setengah secara intern dipahami sebagai tujuh ribu lima ratus rupiah, sementara
tujuh dipahami sebagai
masyarakat di daerah
tetap
norma-norma
Dalam
pandangan
ada
kebiasaan bagi kerabat atau kawan terdekat dan keluarga kepala desa untuk
meniduri bale-bale mana saja yang ada di rumah jika ia sedang bertamu atau
kebetulan mengantuk. Untuk beberapa minggu pertama, Dananjaya, yang untuk
keperluan tempat tinggalnya selama melakukan penelitian disediakan satu
kamar khusus yang masih belum banyak dipakai orang namun banyak kutu
busuknya, membiarkan orang-orang desa mempraktekan kebiasaan intim di
bale-balenya karena takut menyinggung perasaan mereka jika ia melarangnya.
Tetapi setelah ia berkesempatan untuk pergi ke Denpasar maka dibelinya
sekaleng insektisida untuk membasmi kutu busuk yang ada di bale-balenya
tersebut. Kemudian kasurnya ia tutupi dengan seperai putih terbersih. Melihat
bale-bale yang berubah menjadi putih bersih ini, orang desa tak berani lagi
menidurinya kecuali merabanya dengan perasaan kagum.
Mengadakan perubahan di rumah orang adalah perbuatan yang kurang
ajar. Hal itu diakui Dananjaya. Tetapi mengingat bahwa ia akan diam di rumah
tersebut bukan hanya untuk satu dua hari, melainkan untuk satu tahun,
sedangkan ia tahu bahwa penghalang utama dari suksesnya suatu penelitian di
satu tempat terpencil adalah kesehatan yang buruk dan keadaan fisik yang tidak
enak, maka terpaksa hal itu ia lakukan, di samping untuk menunjukkan kepada
pendukuk cara-cara menjaga kebersihan.
Lebih lanjut Dananjaya juga menceritakan bahwa dalam kebudayaan orang
Trunyan pemeliharaan kebersihan seperti di kota bukanlah salah satu unsur
kebudayaan mereka. Pada hari-hari pertama ia tinggal di Trunyan, WC pertama
yang dibangun di sana belum selesai, maka cara buang air di semak-semak
seperti yang dilakukan oleh penduduk di sana membuat ia menjadi merana dan
tidak betah hidup di desa itu. Tetapi lambat laun ia menjadi terbiasa dengan
kebiasaan itu.
Pengalaman di awal penelitian ketika memasuki realitas sosial seperti
yang dialami Dananjaya menyiratkan persoalan etik dan emik. Sebagai orang
luar ia menyadari bahwa seharusnya ia mempertahankan latar alamiah dengan
tidak mengubah perilaku orang dalam
balenya. Namun kepentingan yang lebih besar demi suksesnya penelitian yang
akan ia lakukan yakni untuk menjaga kesehatan dan staminanya agar ia tidak
itu
karena
cara
buang
air
di
semak-semak
bukan
merupakan
pengalaman
yang
menegangkan
ketika
untuk
keperluan
Maaf, saya tidak menggunakan istilah PSK (Pekerja atau Penjaja Seks Komersial) karena istilah tersebut
mengaburkan makna asusila, bahkan anti-susila. Di samping itu, Indonesia sesungguhnya tidak menganut
paham seks sebagai komoditas yang dapat dikomersialkan.
halnya
dengan
pandangan
etik
Koentjoro.
Bagi
Koentjoro,
baik atau buruk?. Untuk itu, perkenankan saya menguraikan sedikit tentang dua
Untuk dapat bertahan seperti ini Koentjoro (2004 : xx) sengaja melatih diri untuk tidak ereksi
sembarangan. Sesuatu yang diakuinya sebagai latihan yang memang menyakitkan, tetapi itulah resiko
pekerjaan.
perspektif etika, yaitu etika teleologis dan etika deontologis (Suradika dan
Maskun, 2005 : 11-17).
Hadirin yang budiman,
Istilah Deontologi berasal dari kata Yunani yang berarti kewajiban (duty)
atau keharusan.
sebagai contoh, bagi etika teleologi tidak ditentukan oleh tindakan itu sendiri baik
atau buruk, melainkan ditentukan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Jika
tujuannya baik, maka tindakan mencuri dapat dipandang baik. Seorang anak
yang mencuri uang karena tidak mempunyai cara lain untuk membeli obat bagi
ibunya yang sedang sakit parah dalam perspektif etika teleologi dipandang
sebagai tindakan yang baik, tetapi jika ia mencuri untuk membeli narkoba atau
keperluan tidak mulia lainnya, maka tindakan itu dinilai jahat. Demikian juga
seorang dokter profesional, laki-laki, ahli kandungan yang harus melihat, maaf,
alat vital
PENELITIAN
KUALITATIF
TELAAH
TENTANG
PENGARUH
ilmu sosial.
Dalam ajaran Islam, kita juga diperintahkan untuk menghindari hal-hal
yang remang-remang, yang
kemauan baik, kesadaran dan watak yang kuat dari para pelaku, terlepas dari
akibat yang timbul dari perilaku para pelaku itu, sedangkan perspektif teleologi
memposisikan pentingnya melihat tujuan atau akibat dari suatu tindakan.
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa kekurangajaran Dananjaya yang
melakukan perubahan di rumah orang karena ingin penelitiannya tidak terhambat
oleh gangguan kesehatan selama melakukan penelitian, atau Koentjoro sebagai
peneliti profesional yang untuk keperluan pengumpulan data penelitiannya harus
bergaul dengan para pelacur, mucikari, germo dan aktor lainnya, dalam
perspektif teleologi dipandang sebagai tindakan yang dapat diterima sebagai
perbuatan baik.
Saya akhiri substansi orasi ini dengan mengemukakan ungkapan yang
sangat bersahaja dari Clffort Geerzt (1982 : 248) : Kita tidak perlu menjadi
pribumi untuk memahami orang pribumi. Demikian juga ungkapan Koentjoro
(2004 : xix) : Kalau peneliti pelacuran melacur, menurut saya jelas-jelas dia
telah melanggar kode etik dan sekaligus telah melakukan perbudakan terhadap
respondennya. Ungkapan ini dapat dimaknai : untuk memahami realitas
kehidupan pelacur, tentu saja seorang peneliti tak perlu melacurkan diri. Peneliti
tetap dapat mempertahankan jati dirinya dan tidak larut dalam tradisi dan
kebudayaan yang hidup dalam realitas sosial yang ditelitinya. Dengan
menggunakan dua perspektif etika tersebut, peneliti dapat memutuskan dengan
pertimbangannya sendiri apakah ia harus melakukan atau
tidak melakukan
suatu tindakan sehingga ia dapat memposisikan diri secara tepat : tidak larut
atau going native dalam pandangan emik orang-orang yang diteliti, tetapi juga
tidak stereotype dan terbelenggu oleh pandangan etiknya.
Semoga uraian singkat pidato ini ada manfaatnya.
Sebagai umat beragama, etika kita tentu merujuk pada norma-norma
agama. Dalam agama kita diajarkan antara niat, cara dan tujuan harus samasama baik. Islam tidak membenarkan perilaku menghalalkan segala cara untuk
meraih tujuan, meskipun tujuan itu baik. Niatnya benar, caranya benar dan
tujuannya benar. Kita tentu tidak lupa ikrar yang selalu kita ucapkan: inna
shalaati, wanusuki, wamah yaaya, wama maati, lillaahi rabbil alamin
(Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semuanya untuk Allah
rabbulalamin). Ikrar ini tampaknya juga penting menjadi standar nilai dalam
menentukan pilihan-pilihan bagi seorang peneliti.
Bapak/ibu senat Guru Besar serta hadirin yang saya hormati,
Sudah merupakan keharusan dan kewajiban saya pada kesempatan
pidato ini menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
mengantarkan
saya
memperoleh
anugerah
yang
sungguh
tak
pernah
terbayangkan akan dapat dicapai tanpa bantuan dari banyak pihak yang telah
amat berjasa. Ucapan terima kasih yang pertama amat patut disampaikan
kepada seluruh guru saya baik pada jalur formal maunpun non-formal sejak
Taman Kanak-Kanak (TK) sampai dengan jenjang paling tinggi, maupun pada
jalur non-formal seperti pengajian, kursus, training, dan sebagainya.
Ketika di TK, saya amat berhutang budi kepada ibu Tati, guru TK Pikir di
Jl. Ketimun I, Blok. A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Karena jasa beliaulah
kognitif, afektif, dan psikomotorik saya ketika kecil dapat tumbuh berkembang
sebagaimana mestinya. Sampai saat ini saya masih hafal lagu-lagu karya Bapak
Kasur dan Ibu Kasur yang beliau ajarkan seperti Aku Seorang Kapitan, Balon
ku ada lima, Cicak-cicak di dinding, dan sebagainya. Untuk itu, kepada beliau
saya berhutang budi dan amat patut berterima kasih.
Ibu Maryam, Ibu Chadijah, Bapak Azis, Ibu Rusminah dan Ibu Siti
Nuraniyah adalah guru-guru saya ketika sekolah di SD Blok. A I Petang. Dari
beliaulah kompetensi CALISTUNG (membaca, menulis, berhitung), berteman,
dan bersosialisasi yang menjadi tujuan pembelajaran di SD dapat saya kuasai.
Kepada beliau semua, saya amat berhutang budi dan karenanya sangat patut
berterima kasih. Karena kesungguhan dan kegigihan beliau lah kendati ketika di
kelas 1, 2, dan 3 nilai rapor saya banyak angka merahnya tetapi di kelas 4 dan 5
selalu menjadi juara, bahkan di kelas 6 menjadi pelajar teladan. Hampir dapat
dipastikan tidak mungkin saya dapat menulis karya ilmiah, termasuk naskah
orasi ini, yang telah menghantarkan saya memperoleh jabatan terhormat sebagai
Guru Besar tanpa jasa baik dari beliau semua.
Ibu Yusuf Nazar yang kemudian dilanjutkan oleh Bapak Drs. Hasan Basri
adalah Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 9, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan yang memimpin Bapak Ibu Guru saya ketika di SMP, yaitu : Bapak
Maharzul, BA ; Ibu Dra. Siti Menara Murni ; Bapak Ramadhin ; Bapak Drs. Daud
Afifie ; Ibu Kartini, BA ; Bapak Samani AK ; Ibu Endang ; dan Bapak Sukamdio.
Dari sekolah ini, saya memperoleh banyak pengetahuan tentang agama Islam
yang sering membuat saya harus berbeda pandangan dengan teman-teman
sebaya di kampung saya tentang implementasi ibadah praktis. Namun, justru
karena hal inilah saya beruntung. Pengalaman hidup di dua tradisi peribadatan
Islam dari dua organisasi besar : Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama
membuat saya terbiasa dalam sikap berbeda pendapat tetapi tetap saling
menghormati. Kepada semua guru saya di SMP Muhammadiyah 9, saya
berhutang budi dan mengucapkan terima kasih.
Bapak Drs. NT Padidi yang dilanjutkan oleh Bapak Drs. Wirwahyu adalah
kepala sekolah yang memimpin guru-guru saya ketika belajar di SMA Negeri 6
Bulungan Jakarta Selatan. Ibu Zaenab ; Bapak Santoso ; Bapak Naibaho ;
Bapak Bakri ; Ibu Titi Larasati Nurhadi ; Bapak Bakri, adalah sebagian dari
seluruh guru-guru saya yang mengingatkan dan memberi semangat untuk tetap
giat belajar ketika ayah saya meninggal dunia saat saya kelas 2 SMA (sekarang
kelas 11). Kepada beliau semua saya berhutang budi dan mengucapkan terima
kasih.
Ketika studi S1 di kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta, saya
amat berhutang budi kepada banyak dosen saya di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Dengan tidak mengurangi rasa terima kasih dan hormat saya pada
dosen lain yang tidak saya sebut namanya secara khusus, saya ingin menyebut
beberapa nama yang telah amat berjasa membuat saya tertarik pada dunia
akademik setelah hampir lima tahun sehabis menyelesaikan studi sarjana muda
saya bekerja di dunia bisnis. Almarhum Drs. Ardissa Supina; Almarhum Drs.
Djalal Sayuti; Drs. Mohamad Sobary, MA ; dan dr.H. Yose Rizal, SKM; adalah
dosen-dosen saya yang di luar kelas telah memberikan bimbingan yang
melampaui batas kewajiban mulianya sebagai dosen. Dari mereka saya belajar
banyak
tentang
idealisme
dan
semangat
memperjuangkan
kebenaran.
lapang dada dan demokratis. Betapa tidak, kendati saya banyak memprotes
kebijakan beliau ketika saya masih mahasiswa dan beliau berdua dalam periode
yang berbeda menjadi Dekan FISIP-UMJ dengan menggalang demonstrasi
mahasiswa, tak ada sedikitpun dendam. Bahkan, Prof. Aminudin kemudian
menjadi Penasehat Akademis
kepada
Dekan dan seluruh Wakil Dekan di UMJ, serta seluruh anggota Senat/Guru
Secara klhusus saya menyampaikan terima kasih kepada Ibu Endang Sulastri,
Wakil Dekan FISIP-UMJ, seluruh Ketua Jurusan : Bapak Sumarno, Ibu Nani
Nurani Mukhsin, Ibu Romlah Hernowo, dan Ibu Maria Sri Iswari. Juga kepada
Ibu Muzazimah, Kepala Tata Usaha FISIP dan seluruh pasukan tak kenal lelah
di FISIP-UMJ. Bapak Emsumisran dan
seluruh jajarannya di Rektorat UMJ. Juga kepada Prof. Dr. Suhendar Sulaiman,
Prof. Dr. Koesmawan, Dr. Irwan Prayitno, Dr. Abdul Hamid, Gandang Sungkawa,
SE, MM, Gafur Ahmad, ST,MM,
Nur Azis
Yuli di Fakultas Ekonomi. Tak ketinggalan Sdr. Achmad Cholid yang telah
membantu segala urusan teknis penyelesaian naskah pidato dan makalah yang
disampaikan dalam kesempatan pengukuhan ini.
IKIP Jakarta, sekarang Universitas Negeri Jakarta, adalah tempat yang
memberi kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan studi Pascasarjana
Magister dan Doktor. Ketika menyelesaikan program Doktor, saya mendapat bea
siswa dari Pemerintah Republik Indonesia melalui program TMPD (Tim
Manajemen Program Doktor). Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada
Pemerintah melalui Kopertis Wilayah III dan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Dengan bantuan biaya tersebut, saya
tak memperoleh hambatan finansial dalam menyelesaikan studi tersebut.
Kepada seluruh dosen saya di Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
saya mengucapkan terima kasih. Secara khusus, saya ingin menyampaikan
penghargaan, rasa hormat dan hutang budi kepada Prof. Dr. Sutjipto, almarhum
Prof. Dr. AOB Situmorang, Prof. Dr. Toeti Soekamto, Prof. Dr. Jujun S.
Suriasumantri, Dr. Farida Mukti, Prof. Dr. Atwi Suparman, Prof. Dr. Yusufhadi
Miarso, Prof. Dr. Djaali, Prof. Dr. Lexy J. Moleong,
Murwani, dan Dr. Zaenal Rafli serta seluruh dosen yang terlalu panjang untuk
saya sebut satu persatu. Di samping itu, kepada Prof. Dr. Fathurrahman Djamil,
Guru Besar UIN Jakarta, saya sampaikan
Somad Karim, dan Drs. H. Muchlis Noor yang banyak membimbing saya dalam
berorganisasi di Muhammadiyah, serta Saudara Edward Lukman dan Saudara
Irfan Chalik yang selain menjadi teman di Gerakan Pemuda Muhammadiyah juga
banyak membantu dalam beberapa proyek penelitian yang saya lakukan.
Organisasi lain yang juga patut saya sebut untuk menyampaikan ucapan terima
kasih adalah Partai Amanat Nasional, Komite Nasional Pemuda Indonesia
(KNPI),
Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, Karang Taruna Kelurahan Gandaria Utara dan
Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan, Persatuan Remaja Mesjid Darussalam,
Keluarga Remaja Mushalla Daarul Muttaqien, Remaja Islam Masjid Nurul Hilal,
Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), dan Badan Musyawarah Masyarakat
(Bamus) Betawi.
Bapak/Ibu hadirin yang terhormat, .
Terakhir, perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih yang
amat pribadi kepada seluruh keluarga besar saya. Batua (kakek), Nyatua
(nenek),
persatu, saya ucapkan terima kasih atas dukungan materiel maupun morilnya
ketika saya kuliah. Kepada Bapak saya : Almarhum Abdillah Dul Baisan saya
panjatkan doa semoga Bapak mendapat limpahan rahmat dari Allah SWT,
Ananda yakin saat ini Bapak sedang tersenyum di Syurga menyaksikan hasil
jerih payah Bapak ketika masih hidup. Usia Bapak memang tidak panjang, tetapi
amal kebaikan yang Bapak tinggalkan terutama semangat menyekolahkan kami,
putra-putri Bapak,
tidak meninggalkan harta benda, tetapi harta berupa iman Islam, pendidikan, dan
nama baik ketika menjadi Guru Madrasah dan Lurah semasa hidup sudah
teramat cukup sebagai modal kami untuk bergaul dan hidup bermasyarakat.
Kepada Mama saya : Hj. Siti Marminah, ketegaran Mama menjadi single
parent membesarkan dan membimbing sembilan anak setelah ditinggal Bapak
merupakan teladan yang amat berharga. Di dalam kesendirian Mama berhasil
membesarkan kami. Kegetiran hidup karena ditinggal suami, tidak menjadikan
Mama putus asa. Hasil jerih payah berupa penghargaan sebagai Guru Besar
yang saat ini Ananda peroleh teramat kecil jika dibandingkan dengan jerih payah
dan Kerja keras Mama sebagai tukang jahit yang berhasil membesarkan kami.
Ananda amat yakin, berkat kerja keras tersebut, dibarengi dengan doa dan
shalat tahajud dan shalat dhuha yang Mama lakukan hampir setiap hari, Allah
telah memberi rahmat, berkah, dan karunia yang teramat banyak kepada kami,
anak-anak Mama. Ananda berdoa semoga Mama selalu diberikan rahmat dan
hidayah dari Allah SWT dan menikmati hari tua dengan bahagia.
Kepada Kakak-kakak saya dan suami : Kakak Hj. Salmah Budiarti dan
Uda Yunisaf Anwar, SE ; Kakak Salmah Nurseha dan Mas Budi Suwarto, saya
juga mengucapkan terima kasih atas bantuan moril dan materiel selama saya
sekolah dan kuliah. Saya tak akan lupa ketika kakak berdua harus berhutang di
Koperasi untuk menyelesaikan kewajiban keuangan saya di kampus saat akan
ujian sarjana muda. Kepada Adik-adik saya dan isteri: Drs. Ichwan Ghalbi dan
Nelda Saswita, SH ; Ir. Rachmat Nursiaga dan
Pelitasasi ; Pamilda
Fathurachman, S.Sos dan Nurbaiti, S.Sos, M.Si ; Andry Priharta, SE, MM dan
Rina, SE ; Firdaus Pidada, S.Sos (Ini adik saya satu-satunya yang belum
menikah, semoga cepat menikah) ; dan Indra Lusahadi, SE dan Pipit, S.Sos.
Saya juga mengucapkan terima kasih atas semangat dan dukungan dari kalian.
Kekompakan dan kehangatan persaudaraan kita semoga tetap terjaga.
Saya beruntung mendapat mertua Bapak Prof. Dr.H. Soekarno dan Ibu
Hj. Siti Lamirah. Dorongan dan dukungan dari beliau lah yang membuat saya
percaya diri untuk menyelesaikan studi sarjana dan pascasarjana. Ancaman
dari beliau yang tak akan mengizinkan putrinya menikah dengan saya kecuali
dapat menyelesaikan S1 belasan tahun yang lalu ternyata saya rasakan
manfaatnya sampai saat ini. Jika dahulu tidak diancam mungkin studi saya
berhenti sampai di tingkat sarjana muda saja. Sangat patut dikemukakan di sini
semangat untuk studi lanjut pascasarjana terasa semakin kuat karena dorongan
dan dukungan dari Bapak. Rasanya, kebaikan dan kemurahan hati yang bapak
dan ibu berikan tak akan dapat terbalas oleh saya. Bapak dan Ibu tak pernah
membedakan kasih sayang antara kepada anak dan menantu. Semoga Bapak
dan Ibu berbahagia dan tetap sehat menjalani hari tua yang indah.
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada adik-adik ipar saya :
Ir. Djoko Riadi, MM dan isteri : Ir. Ogawati ; Ir. Yuli Sasmita dan isteri : dr. Nur
Faizah ; drg. Viera Lasmiana dan suami : Chaerudin Lubis, SE, MM ; dan Ir.
Wahyu Surachmat, MM dan isteri : Chrisnawati Budi, S.Sos,
Kekompakan,
kegembiraan, dan bakti kita pada Bapak dan Ibu harus dapat terus kita jaga.
Terakhir dan sangat penting. Saya mengucapkan terima kasih kepada isteri saya
tercinta : dr. Ratnawati dan tiga putra-putri buah cinta kami : Dian, Dina, dan
Danie. Kalian berempat adalah karunia Allah dan kebanggaan saya. Pengertian
dan kasih sayang kalian telah memudahkan saya dalam menyelesaikan studi
dan tugas melaksanakan berbagai peran sosial kemasyarakatan yang
diamanatkan kepada saya. Banyak waktu libur yang seharusnya menjadi milik
kalian terpaksa terkalahkan karena berbagai aktifitas saya tersebut. Tetapi
sungguh, di dalam kesibukan itu saya selalu ingat kalian sebagai amanah Allah.
Saya amat mencintai kalian, dan tentu saya pun merasakan kasih dan cinta
kalian. Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
keluarga kita.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Om Shanti..Shanti..Shanti..Om