You are on page 1of 18

ILMU KEDOKTERAN ANAK

REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

APRIL 2016

UNIVERSITAS HASANUDDIN

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Rendy Aprilianus Jiwono

C111 12 255

Pembimbing: dr. Asrul Salam


dr. Dina Kurniasi
SUPERVISOR :
Prof. Dr. dr. H. Dasril Daud, Sp. A (K).

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
I.

PENDAHULUAN

Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai baik di


klinik maupun di lapangan. Untuk mendapatkan pengertian tentang anemia maka kita
perlu menetapkan definisi anemia:
1. Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh
2. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan di bawah normal
kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit (packed red cell).1
Ketika hal tersebut diatas terpenuhi, kemampuan darah untuk memberikan
oksigen pada jaringan berkurang2
Batasan yang digunakan WHO untuk menyatakan seseorang anemia sebagai
berikut:
Bayi cukup bulan

Hb 13.5-20.1 g/dL2

Anak umur 6 bulan-6 tahun

Hb <11 g/dL

Anak umur 6-14 tahun

Hb <12 g/dL

Untuk pembagian anemia sendiri dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi.


Klasifikasi yang sering digunakan adalah:
a. Klasifikasi morfologik: yang berdasarkan morfologi eritrosit pada
pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit.
Terbagi atas:
1. Menurut besarnya sel: anemia normositik: MCV 76-96 fL
anemia mikrositik: MCV <76 fL
anemia makrositik: MCV >96 fL
2. Menurut konsentrasi hemoglobin:
Anemia normokrom: MCHC 32-38 gr/dL
Anemia hipokrom: MCHC <32 gr/dL
2

b. Klasifikasi etiologi:
a. Anemia posthemoragik
b. Anemia defisiensi
c. Anemia aplastik
d. Anemia hemolitik
Dalam karya tulis ini akan lebih berfokus pada anemia defisiensi besi
yang akan dijelaskan lebih dalam pada bagian berikutnya.

II.

DEFINISI
Anemia yang berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu anaimia yang artinya
kurang darah didefinisikan sebagai berkurangnya jumlah total dari hemoglobin atau
berkurangnya jumlah sel darah merah.1 Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia
yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin.
Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan di dunia,
terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk
dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi
besi.2
Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif selama masa anak
diperlukan 0.8-1.5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan. Banyaknya
Fe yang diabsorbsi dari makanan sekitar 10% setiap hari, sehingga nutrisi yang
optimal diperlukan diet yang mpkan, oleh karena ituengandung Fe sebanyak 8-10 mg
Fe perhari.2
Fe yang berasal dari susu ibu diabsorbsi secara lebih efisien daripada yang
berasal dari susu sapi sehingga bayi yang mendapat ASI lebih sedikit membutuhkan
Fe dari makanan lain. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama
tahun pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan,
oleh karena itu diet bayi mengandung makanan yang diperkaya dengan Fe sejak usia
6 bulan.2
3

III.

ETIOLOGI
Penyebab dari anemia defisiensi besi pada anak sangat bervariasi penyebabnya.
Diantaranyanya sebagai berikut:
1. Terlalu cepatnyanya tali pusat di potong pada masa neonatal
2. Tidak adekuatnya kandungan besi dalam makanan
3. Kehilangan darah yang kronik pada traktus gastrointestinal, seperti ulkus
peptikum, divertikulum Meckel, polip, hemangioma atau inflammatory
bowel disease1, 3.
4. Infeksi parasit, berupa Trichuris trichiura, Plasmodium, & Helicobacter
5.
6.
7.
8.
9.

IV.

pylori
Pertumbuhan di masa remaja yang sangat cepat
Kehilangan darah dari menstruasi
Kehamilan
Donor darah3
Latihan yang berlebihan2

EPIDEMIOLOGI
Defisiensi besi merupakan penyakit yang penyebarannya paling luas dan
merupaka penyakit nutrisi yang paling sering. Diperkirakan sekitar 30% populasi
dunia menalami anemia defisiensi besi, dan kebanyakan dari mereka hidup di negara
berkembang. Di Amerika, 9% dari anak-anak berumur 12-36 tahun mengalami defisit
besi dan 30% dari kelompok ini berkembang menjadi anemia defisiensi besi.3
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia
sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun)
di kota sekitar 5,5%, anak praremaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil 26%. Apabila
dipandang dari warna kulit, prevalens ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam
dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial
ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah.2
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalens ADB
pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalens ADB pada
anak balita di Indonesia adalah 55.5%.2

V.

FAKTOR RESIKO
4

Faktor resiko terjadinya anemia defisiensi besi ada beberapa grup yaitu:
1. Wanita.
Dikarenakan wanita secara periodek akan mengalami kehilangan darah
pada saat menstruasi, wanita pada umumnya mengalami resiko yang
tinggi menderiat anemia defisiensi besi.
2. Bayi dan Anak
Bayi, secara terkhusus pada mereka yang lahir dengan berat badan
rendah atau lahir prematur yang tidak akan mendapat cukup besi dari
ASI atau susu formula dapat beresiko menjadi defisiensi besi.
Sedangkan pada anak, dibutuhkan besi dalam jumlah yang lebih
banyak untuk mendukung kebutuhan besinya dalam pertumbuhan.
3. Vegetarian
Orang-orang yang tidak makan daging beresiko lebih besar menderita
anemia defisiensi besi.
4. Orang yang sering donor darah
Orang-orang yang sering mendonorkan darahnya meningkatkan
resikonya untuk menderita anemia defisiensi besi dikarenakan donor
darah dapat mengurangi cadangan besi dalam tbuh. Turunnya
hemoglobin setelah mendonor hanyalah hal sementara yang dapat
diperbaiki cepat dengan mengkonsumsi makanan kaya besi.5
VI.

ASPEK BIOMEDIK
METABOLISME ZAT BESI
Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan homeostasis
besi dapat dimengerti dengan baik pada dewasa, sedangkan pada anak diperkirakan
mengalami hal yang sama sepeti pada orang dewasa. Zat besi bersama dengan protein
(globin dan protoporfirin) mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan
hemoglobin. Selain itu besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmiter, dan proses katabolisme.
Kekurangan besi akan memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran

pencernaan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, imunitas dan perubahan tingkat


selular.2
Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam
makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan, dan penyerapan oleh mukosa usus.
Dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau sekitar 4
gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai
cadangan dalam bentuk ferritin atau hemosiderin dan 3% dalam bentuk myoglobin.
Hanya sekitar 0.07% sebagai transferin dan 0.2% sebagai enzim. Bayi baru lahir
dalam tubuhnya mengandung besi sekitar 0.5 gram.
Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, sebagai berikut:
1. Penyerapan dalam bentuk non heme(sekitar 90% berasal dari
makanan), yaitu besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang
diserap
2. Penyerapan dalam bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan).
Besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi
dalam tubuh, asam lambung ataupun zat makanan yang dikonsumsi.2
Besi non heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk
kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk dalam sel mukosa. Di dalam sel
mukosa, besi akan dilepaskan dan apotransferinnya kembali dalam lumen usus.
Selanjutnya sebagian besi bergabung dengan apoferitin membentuk ferritin,
sedangkan besi yang tidak diikat oleh apoferitin akan masuk ke peredaran darah dan
berikatan dengan apotransferin membentuk transferin serum.2
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama
di duodenum hingga pertengahan jejenum, makin ke distal penyerapan besi semakin
berkurang. Besi dalam makanan terbanyak ditemukan dalam bentuk senyawa besi non
heme berupa senyawa kompleks inorganik Fe3+ yang oleh pengaruh asam lambung,
vitamin C, dan asam amino mengalami reduksi menjadi bentu ferro Fe2+. Bentuk ferro
6

ni kemudian diabsorbsi oleh sel mukosa usus dan didalam sel usus bentuk ferro ini
mengalami oksidasi menjadi bentuk ferri yang selanjutnya berikatan dengan
apoferitin menjadi ferritin. Selanjutnya besi ferritin dilepaskan ke dalam peredaran
darah setelah melalui reduksi menjadi bentuk ferro dan didalam plasma ion ferro di
reoksidasi kembali menjadi bentuk ferri. Yang kemudian berikatan dengan 1 globulin
membentuk transferrin. Absorbsi besi non heme akan meningkat pada penderita
anemia defisiensi besi. Transferin berfungsi untuk mengangkut besi yang selanjutnya
didistribusikan ke dalam jaringan hati, limpa dan susmsum tulang serta jaringan lain
untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh.2
Di dalam sumsum tulang, sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit
(retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk heme dan
persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit
berumur kurang lebih 120 hari, fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya
dihancurkan dalam sel retikuloendothelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi
menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin,
sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti di atas atau
akan tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoiesis.2
Bioavailabilitas besi dipengaruhi oleh kompsisi zat besi dalam makanan, asam
askorbat, daging, ikan dan unggas akan meningkatkan penyerapan zat besi non heme.
Jenis makan yang mengandung asam thanat (terdapat dalam the dan kopi), kalsium,
phytat, beras, kuning telur, polifenol, oksalat, fosfat dan obat-obatan (antasida,
tetrasiklin dan kolestiramin) akan mengurangi penyerapan zat besi.2
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung
dan enzim proteosa. Kemudian besi heme mengalami oksidasi menjadi hemin yang

akan masuk ke dalam sel mukosa usus secara utuh, kemudian akan dipecah oleh
enzim heme oksigenase menjadi ion ferri bebas dan porfirin. Selanjutnya ion ferri
bebeas ini akan mengalami siklus seperti di atas.2
Di dalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama ferritin berisfat
mudah larut, tersebar di sel parenkim dan sel makrofag, terbanyak di hati. Bentuk
kedua ialah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tapi lebh sedikit
dibandingkan ferritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel kuppfer hati,
makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk
mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. Apabila masukan besi dalam
makanan tidak cukup, maka terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk
mempertahankan kadar Hb.2

VII.

PATOGENESIS
Anemia defisiensi besi dapat diklasifikasikan menjadi 3 tahapan: defisiensi
cadangan besi, eryhtropoiesis yang kekurangan besi dan anemia defisiensi besi.4 pada
mulanya pada saat terjadi kehilangan darah, cadangan besi dalam tubuh akan
digunakan untuk mempercepat eritropoiesis. Setelah terjadi kehilangan darah terus
menerus dan akhirnya cadangan besi tubuh berkurang, proses eritropoiesis dan
produksi dari protein yang mengandung besi(seperti myoglobin) akan menjadi
terbatas, lalu hal inilah yang akan berlanjut menjadi anemia defisiensi besi.4
Secara detailnya tiap tahapan sebagai berikut:
1. Tahapan pertama ialah iron depletion atau storage iron deficiency.
Pada keadaan ini, simpanan besi dalam tubuh akan digunakan. Oleh
karena itu, serum ferritin akan berkurang levelnya. Selama cadangan
besi dalam tubuh masih ada dan dapat dimobilisasi untuk digunakan,

serum besi, TIBC dan level red cell protoporphyrin akan tetap normal.
Pada tahap ini juga akan terjadi peningkatan absorbsi besi non heme3
2. Tahapan kedua dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau
iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup
untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun
sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP)
meningkat.
3. Tahapan ketiga yang disebut iron-deficiency anemia. Keadaan ini
terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup
sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi
didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang prograsif. Pada tahap ini
telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.2
VIII.

TANDA DAN GEJALA KLINIS


A. GEJALA KLINIS
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan
oleh penderita dan keluarganya. Gejala-gejala klinis yang dapat timbul
pada anemia defisiensi besi antara lain:
1. Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan
2. Kelemahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
3. Pica, yaitu keinginan untuk memakan makanan yang tidak
biasa seperti kertas, tanah atau rambut4.
4. Pagophagia, keinginan untuk memakan es batu.3
Ketika hemoglobin berada pada level <5g/dL, gejala yang timbul
biasanya :
1. Iritabilitas
2. Anorexia
3. Lethargy
4. Murmur sistolik (anemic murmur)2
B. TANDA KLINIS
Tanda-tanda yang dapat ditemukan pada penderita anemia defisiensi
besi ialah sebagai berikut:
9

1. Pucat. Muka pucat merupakan tanda klinisi yang paling


penting, namun biasanya tidak kelihatan sampaikadar
hemoglobin turun hingga 7-8 g/dL. Pucat biasanya dapat dilihat
di telapak tangan, nail beds atau konjungtiva mata. Biasanya
orangtua gagal untuk melihat bahwa anaknya pucat, biasanya
yang pertama kali melihat pucat ialah teman yang berkunjung.3
2. Cheilosis. Cheilosis merupakan fissura yang terbentuk di sudut
mulut2

3.
Koilonichia.

Koilonichia ialah bentuk jari tangan yang menyerupai sendok3

4.
4.
4.
4. Splenomegali.
Splenomegali timbul ketika anemia defisiensi besi yang terjadi
sudah sangat berat, persisten dan tidak diobati.6
IX.

DIAGNOSA BANDING
Penyakit-penyakit yang hampir mirip dengan anemia defisiensi besi ialah
thalasemia alfa atau thalasemia beta dan anemia karena penyakit kronik. Tabel
dibawah ini yang dapat perlihatkan perbedaan diantara penyakit-penyakit di atas.2
10

X.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk mendiagnosis perkembangan
penyakit anemia defisiensi besi ialah:
1. Serum ferritin
2. Serum besi
3. Free erythrocite protoporphyrin (FEPs)
4. Saturasi transferin
5. Hitung jumlah eritrosit
6. Hitung jumlah reticulocyte
7. Hemoglobin
8. Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
9. RBC Distribution Width
10. Pemeriksaan darah tepi2

11

DIAGNOSIS
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil t emuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan
dengan gejala klinis yang sering tidak khas.
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB:

Kriteria diagnosis menurut WHO:


1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata<31% (N: 32-35%)
3. Kadar Fe serum <50 ug/dL (N:80-180ug/dL)
4. Saturasi Transferin <15% (N: 20-50%)2
Bila sarana terbatas, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Anemia tanpa perdarahan
2. Tanpa organomegali
3. Gambaran darah tepi: mikrositik, hipokrom, anisositosis, sel target
4. Respon terhadap pemberian terapi besi4

XI.

PENATALAKSANAAN
a. Tatalaksana farmakologi
Respon umum pada anemia defisiensi besi terhadap terapi besi yang adekuat
merupakan suatu diagnostik kunci yang mempertegas bahwa pasien tersebut
menderita anemia jenis ini. Pemberian tablet besi oral merupakan terapi yang tidak
mahal dan sangat efektif. Tidak ada bukti yang kuat bahwa penambahan elemen metal
lain atau vitamin dapat meningkatkan respon terhadap terapi garam besi. Disamping
rasa yang tidak enak dari tablet besi, intoleransi terhadap tablet besi pada anak jarang
dibanding dengan anak yang lebih tua dan remaja.8
12

Dosis terapi untuk elemen besi yang harus diberikan ialah 3-6 mg/kg yang
dibagi dalam 3 waktu sehari. Ferrous sulfate memiliki jumlah elemen besi sebanyak
20% dan idealnya diberikan bersamaan diantara makanan. Pemberian dalam bentuk
parenteal hanya digunakan apabila terdapat malabsorbsi. Garam ferous sekitar 3 kali
lebih baik penyerapannya dibandingkan garam feri.2, 8
Dosis obat yang terlalu besar akan memberikan efek samping pada saluran
pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang cepat. Absorbsi besi yang
terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan tetapi
dapat menimbulkan efek samping pada aluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut
pemberian besi dapt dilakukan pada saaat makan atau segera setelah makan meskipun
akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi ini harus terus diberikan
selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.2
Jika anemianya ringan, pemeriksaan darah dilakukan kembali dalam waktu 4
minggu setelah terapi awal. Pada titik ini setidaknya sudah terdapat peningkatan kadar
hemoglobin sebanyak 1-2 g/dL dan biasanya menjadi baik kembali. Jika anemia lebih
berat lagi, konfirmasi yang lebih cepat dari diagnosis dapat dibuat dengan melihat
adanya retikulosit dalam 48-96 jam setelah terapi awal. Hemoglobin akan meningkat
sebanyak 0.1-0.4 g/dL per hari tergantung dari beratnya anemia. Pemberian terapi zat
besi harus dilanjut sampai 8 minggu setelah kadar hemoglobin normal.
Sebagai ringkasan untuk dosis terapi dan dosis profilaksis sebagai berikut:
1. Profilaksis: PO; 1-2 mg/kg/hari dari elemental besi (maksimum 15
mg/hari)
2. Defisiensi: PO; 3-6 mg/kg/hari dari elemen besi dalam 3 dosis terbagi.8

13

Untuk pemberian IM atau IV, kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak


lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi.
Larutan ini mengandung 50 mg besi/mL.2
Dosis dihitung berdasarkan:
Dosis besi (mg) = BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dL) x 2.5
Terapi berupa transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang
sangat berat dengan kadar Hb <4 g/dL. Pasien dalam keadaan ini ditransfusi PRC
dengan dosis 2-3 mL/kgBB/ kali pemberian disertai dengan pemberian diuretik seperti
furosemid2

b. Tatalaksana non farmakologi


Pencegahan primer:

Mempertahankan ASI eksklusif hingga 6 bulan

Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun

Menggunakan sereal/makanan tambahan yang difortifikasi tepat pada


waktunya, yaitu sejak usia 6 bulan sampai 1 tahun

Pemberian vitamin C seperti jeruk untuk meningkatkan absorbsi besi, serta


menghindari bahan yang menghambat absorbsi besi seperti the, fosfat dan
phytat pada makanan

Pendidikan kebersihan lingkungan

Pencegahan sekunder

Skrining ADB
o Periksa Hb atau Ht. American Academy of Pediatrics (AAP)
menganjurkan skrining antara usia 9-12 bulan, 6 bulan kemudian

14

dan usia 24 bulan. Pada daerah resiko tinggi sejak usia 1 tahun
sampai 5 tahun

Suplementasi besi
o Cara yang paling tepat untuk mencegah ADB di daerah prevalens
tinggi. Dosis elemental yang dianjurkan:

BBL normal dimulai sejak usia 6 bulan dianjurkan 1


mg/kgBB/hari

BBL 1,5-2,0 kg : 2 mg/kgBB/ hari diberikan sejak usia 2


minggu

BBL 1,0-1,5 kg : 3 mg/kgBB/ hari diberikan sejak usia 2


minggu

BBL <1 kg : 2 mg/kgBB/ hari diberikan sejak usia 2


minggu4

XII.

KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat anemia defisiensi besi ialah:
1. Jari kuku yang menjadi lebih rapuh dan membentuk kuku seperti
sendok
2. Lidah memperlihatkan suatu atrofi dari papilla lingua dan membentuk
tampakan yang glossy
3. Tingkat intelegensia dari anak menjadi berkurang di sekolah
4. Pertumbuhan anak terhambat7

XIII.

PROGNOSIS

15

Prognosis dari penyakit anemia defisiensi besi pada umumnya baik (dubia et
bonam) asalkan terapi besi dan nutrisi yang kaya zat besi di konsumsi dengan tepat.
Pengawasan ketat harus dilakukan pada anak agar tidak terjadi kelebihan besi yang
dapat mengakibatkan keracunan.9
Pada anak, pertumbuhan akan menjadi lambat dan penurunan kapabilitas
untuk belajar sering ditemukan. Pada anak yang lebih muda, anemia defisiensi yang
berat berhubungan dengan tingkat intelegensia (IQ) yang rendah, berkurangnya
kemampuan untuk belajar hal baru dan pertumbuhan yang suboptimal.7

XIV.

KESIMPULAN
Anemia defisiensi besi merupakan penyakit yang sangat banyak dijumpai
ditengah-tengah masyarakat. Sebagai dokter umum kita dituntut untuk mampu
membuat diagnosis klinis dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara
mandiri dan tuntas. Namun tugas kita di pelayanan primer bukan saja hanya
mengobati namun yang terpenting ialah kita harus meningkatkan pendidikan
kesehatan masyarakat awam dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mencegah
timbulnya anemia defisiensi besi.

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Johnson TD, Graham DY. Diagnosis and management of iron deficiency anemia in
the 21st century. Ther Adv Gastroenterol, 2011. 4(3): 177-184
2. Permono HB et al. BUKU AJAR HEMATOLOGI-ONKOLOGI ANAK. Badan
penerbit IDAI; 2012.
3. Kliegman RM, et al. Nelson Textbook of Pediatrics, 19th Edition. Philadelphia:
Elseiver Saunders, 2011
4. Pudjiadi AH, et al. PEDOMAN PELAYANAN MEDIS IKATAN DOKTER ANAK
INDONESIA. Badan penerbit IDAI; 2009
5. Dinaz Z, Jinelle AW, Urs G. Iron deficiency Anemia. Can Vet, 2012. 53: 250-256
6. Mayo Clinic[Internet]. Disease and Conditions Iron deficiency anemia; 2014 [cited
Jan 02, 2014]. Available from: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/irondeficiency-anemia/basics/risk-factors/con-20019327 .
17

7. Harper JL. Medscape[Internet]. Iron Deficiency Anemia; 2015 [Updated on Nov 7,


2015]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview#a6.
8. Chattri GL. PEDIATRIC DRUG DOSES Second Edition. India: Jaypee Brothers
Medical Publishers, 2012
9. Nanda R. MedlinePlus [Internet]. Iron Deficiency Anemia; 2015 [updated on Feb 13,
2015]. Available from:
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000584.htm.

18

You might also like