You are on page 1of 3

PENDAHULUAN

Anomali Ebstein (AE) adalah suatu kelainan jantung bawaan berupa malformasi katup trikuspidalis
(KT), ditandai oleh letak daun posterior dan daun septum KT berpindah tempat ke arah lebih
rendah ke dalam ventrikel kanan
sehingga ruangan ventrikel kanan menjadi kecil, ruangan atrium kanan menjadi sangat besar
karena bergabung dengan ruang atrialisasi ventrikel kanan , dan KT menjadi tidak kompeten.
Wilhelm Ebstein pertama kali melaporkan penderita AE pada tahun 1866,6,8 tapi nama anomali
Ebstein baru diusulkan oleh Alfred Arnstein pada tahun 1927. Pada tahun 1937, Yates dan Shapiro
melaporkan kasus AE disertai gambaran radiologik dan elektrokardiografi. Setelah itu makin
banyak dilaporkan kasus AE dalam kepustakaan.6 Anomali yang sering menyertai AE antara lain
stenosis atau atresia pulmonalis, pirau interatrial, pirau interventrikular, atau insufi siensi mitral.
Bayi AE berat dapat meninggal beberapa hari sesudah lahir karena gagal jantung kongestif tetapi
dengan AE ringansedang dapat hidup sampai dewasa biasanya disertai penyulit antara lain
endokarditis bakterial, abses otak, emboli paradoksikal, serangan iskemik transien, atau stroke.
Tulisan ini mengulas AE pada neonatus dan pemilihan pengobatan yang tepat.
KEKERAPAN
AE merupakan kelainan jantung bawaan yang jarang. Angka kejadian sebenarnya tidak diketahui
karena banyak kasus ringan yang tidak terdiagnosis. Namun, dengan meningkatnya penggunaan
ekokardiografi maka banyak kasus dapat didiagnosis dan diperkirakan angka kejadian AE saat ini
0,5-1% dari seluruh kasus kelainan jantung bawaan pada anak. AE dapat ditemukan pada semua
usia dengan angka kejadian sama di antara anak laki-laki
dan perempuan lebih sering ditemukan pada anak ras kulit putih. Laporan lain menyebutkan risiko
AE pada bayi terpapar litium 10-20 kali lebih tinggi dari pada populasi umum dengan angka
kejadian 1/20.000 kasus.
PENYEBAB
Penyebab AE masih belum diketahui pasti. Pernah dilaporkan kasus AE pada saudara kembar dan
beberapa kasus AE disertai kelainan jantung bawaan lain, Laporan lain menunjukkan AE bersifat
familial karena ditemukan pada seorang anak laki-laki dan pamannya dari garis keturunan ibu.
Faktor lingkungan yang diduga turut berperan antara lain pemakaian reglitium, benzodiazepin, atau
bahan cat vernis oleh ibu hamil dalam trimester pertama kehamilan. Beberapa penelitian
melaporkan risiko AE 8% bila bayi terpajan reglithium sehingga
bila ibu harus menggunakan reglithium selama trimester pertama kehamilan, dianjurkan
pemeriksaan ekokardiografi janin dan bayi sesudah lahir walaupun asimtomatik, terutama bila bayi
lahir dengan gejala sianosis dan distres pernapasan, gangguan irama jantung, diabetes insipidus
nefrogenik, disfungsi tiroid, hipoglikemia, hipotonia dan letargi, hiperbilirubinemia, atau
makrosomia. Pemberian litium tidak dianjurkan pada ibu hamil selama periode organogenesis
jantung pada masa kehamilan minggu ke-5 hingga ke-9. Sianosis, hipotonia, dan perubahan EKG
pernah dilaporkan pada bayi yang minum ASI ibu pengguna litium. Kadar litium serum pada bayi
berkisar 10 - 15% dari kadar serum ibu.
PATOFISIOLOGI
Pada AE, letak KT berpindah ke arah bawah, lebih rendah dari letak sebenarnya dan masuk ke
dalam ruang ventrikel. Defek ini dapat terjadi karena kegagalan proses pemisahan KT dari miokard
ventrikel kanan. Atrium kanan menjadi sangat besar, ventrikel kanan fungsional kecil, dan biasanya
terjadi regurgitasi trikuspidalis ringan sampai berat. Curah jantung efektif dari jantung kanan
menjadi berkurang selain karena kecilnya ventrikel kanan fungsional sehingga tidak berfungsi
normal dan regurgitasi trikuspidalis menyebabkan darah mengalir kembali ke dalam atrium kanan
melalui KT, juga karena sumbatan aliran keluar ventrikel kanan karena daun katup anterior dapat
sangat besar sampai berbentuk layar (sail-shape). Kelainan anatomi tersebut menyebabkan
hambatan aliran darah melalui ventrikel kanan sehingga sebagian besar darah dari atrium kanan
akan mengalir ke atrium kiri melalui foramen ovale persisten atau defek septum atrial. Adakalanya
fungsi ventrikel kanan sedemikian berkurang sehingga tidak cukup kuat untuk membuka KT pada
saat sistolik ventrikel kanan, dapat menyebabkan atresia pulmonalis fungsional bahkan pada
beberapa bayi menjadi atresia pulmonalis anatomik. Selama satu siklus jantung yaitu selama
sistolik atrium, darah vena sistemik kembali ke jantung masuk selain ke dalam atrium kanan juga
ke dalam ruang atrialisasi ventrikel kanan dan hanya sedikit darah yang masuk ke dalam ventrikel
kanan fungsional; sedangkan selama sistolik ventrikel, kontraksi ventrikel kanan fungsional selaras
dengan bagian atrialisasi ventrikel kanan menyebabkan banyak darah kembali ke dalam atrium
kanan karena
dampak regugitasi trikuspidalis dan hanya sedikit darah mengalir ke dalam paru. Ruang atrialisasi
ventrikel kanan walaupun secara anatomi merupakan bagian atrium kanan tetapi mengikuti
kontraksi dan relaksasi bersamaan dengan ventrikel kanan. Ketidakselarasan kontraksi
menyebabkan stagnasi darah di dalam atrium kanan. Beban tekanan dan beban volume di dalam
ruang atrium kanan diatasi dengan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale persisten atau defek
septum atrium sehingga timbul gejala sianosis.
MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis AE bervariasi tergantung besarnya ruang atrialisasi ventrikel kanan. Makin besar
ruang atrialisasi ventrikel kanan, makin banyak stagnasi darah di dalam atrium kanan, makin
kurang darah masuk ke arteri pulmonalis, dan makin berat gejala klinis. Gejala klinis, dapat
manifes sesudah bayi lahir (50%) atau selama periode neonatus, meliputi sianosis, takipnea, dan
kesulitan minum. Sianosis disebabkan oleh oksigenasi
berkurang yang disebabkan oleh pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale persisten atau defek
septum atrial. Kebanyakan bayi lahir dengan gejala sianosis ringan dan sebagian lagi asimtomatik
yang akan manifes pada saat mencapai usia anak, remaja atau dewasa muda dengan gejala cepat
lelah atau palpitasi akibat disritmia jantung. Namun bila AE berat maka bayi lahir dengan gejala
sianosis berat, kardiomegali masif, dan bising sistolik kontinu dan kematian dapat terjadi karena
gagal jantung kongestif dan hipoksemia; walaupun perbaikan spontan dapat terjadi pada
beberapa bayi bila resistensi vaskuler paru dapat diturunkan dan diperbaiki kemampuan ventrikel
kanan untuk mengisi sirkulasi paru. Kebanyakan bayi bertahan hidup bila duktus arteriosus tetap
terbuka sehingga terjadi perbaikan vaskularisasi paru. Hasil pemeriksaan fi sik bervariasi dari
ringan sampai berat. Bayi lahir awalnya dengan sianosis ringan, tetapi dengan bertambahnya usia
sianosis dapat menjadi makin berat disertai jari-jari tabuh, distensi vena-vena leher, dan pulsasi
presistolik pada leher karena kontraksi penuh atrium kanan. Mungkin terdapat deformitas ringan
dada sisi kiri dan teraba thrill pada beberapa kasus di apeks jantung atau batas kiri sternum akibat
regurgitasi trikuspidalis. Hati biasanya membesar, tetapi tidak ada pulsasi presistolik. Ekstremitas
teraba dingin disertai nadi kecil akibat curah jantung yang kurang. Pada auskultasi terdengar bunyi
jantung satu pecah lebar, bunyi jantung dua normal, adakalanya terdengar bunyi jantung III dan IV,
bising diastolik dan bising holosistolik pada batas stenum kiri bawah. Bila terdapat gagal jantung
kanan akan tampak desakan vena sentralis meningkat, takikardia, takipnea, hepatomegali,
edema tungkai, dan asites. DIAGNOSIS
Diagnosis AE pada neonatus ditegakkan berdasarkan gejala klinik berupa sianosis, takipnea, dan
sulit minum dan gambaran radiologik foto toraks berupa kardiomegali berbentuk kotak (box-shape)
atau balon (balloon shape) karena atrium kanan besar, bayangan a. pulmonalis dan hulu aorta
mengecil, dan vaskularisasi paru berkurang dan dikonfi rmasi oleh hasil ekokardiografi berupa
perpindahan letak KT, dilatasi atrium kanan, regurgitasi trikuspidalis, sumbatan aliran keluar
ventrikel kanan, dan pirau interatrial. Diagnosis AE selama masa janin biasanya ditemukan saat
ekokardiografi ibu hamil. Bila ekokardiografi antenatal menunjukkan gambaran kardiomegali dan
regurgitasi trikuspidalis, dianjurkan pemeriksaan ekokardiografi selama periode neonatus,
terutama bila bayi sianosis.
DIAGNOSIS BANDING
1. Stenosis pulmonalis anatomik. Gejala klinis sianosis dan dapat dibedakan dari foto toraks yang
menunjukkan kardiomegali berbentuk kotak, bola, atau balon, ventrikel kanan kecil dan
vaskularisasi paru berkurang pada AE sedangkan ventrikel kanan normal dan vaskularisasi paru
berkurang pada stenosis pulmonal anatomik.
2. Efusi perikard: Foto torak AE mirip dengan efusi perikard tapi pada efusi perikard
tidak ditemukan sianosis, bising, dan irama gallop.
3. Total anomalous pulmonary venous drainage: Gejala klinik mirip AE tapi pada foto toraks tampak
transposisi total vena pulmonalis, hipertrofi ventrikel kanan dan vaskularisasi paru bertambah.
4. Tetralogy of Fallot dan L-transposition of the great vessels. Gejala klinis sianosis dan dapat
dibedakan dari hasil pemeriksaan radiologik.
5. Isolated severe tricuspid regurgitation.8
6. Dibedakan dari kelainan jantung bawaan yang ditandai oleh segmen ventrikel kanan hipoplastik
dengan KT normal.
PENGOBATAN
Tata laksana AE bergantung pada derajat gangguan fungsi jantung. Pada neonatus dengan sianosis
ringan pada hari-hari pertama lahir, dapat diberi oksigen untuk menurunkan resistensi vaskuler
paru dan obat penyekat ACE, diuretik, dan digoxin bila terdapat tandatanda gagal jantung
kongestif, antibiotik profi laksis untuk mencegah endokarditis bakterial, obat anti-aritmia bila ada
aritmia, pengobatan pilihan dengan radiofrequency ablation bila ada takikadia supraventrikuler
dan pemberian prostglandin untuk membuka duktus arteriosus sehingga tindakan pembedahan
dapat ditunda sampai usia remaja atau dewasa muda. Pada neonatus dengan sianosis dan gejala
klinis berat, dianjurkan tindakan pembedahan untuk menjaga agar foramen ovale dan duktus
arteriosus tetap terbuka sedangkan bila neonatus dengan hipoksia berat dependensi
prostaglandin, cukup dilakukan pirau aortopulmonalis atau penutupan KT melalui pembedahan,
septektomi atrial, dan pembuatan pirau aortopulmonalis, yang bertujuan membuat atresia
trikuspidalis fungsional, selanjutnya diperbaiki dengan pembuatan pirau teknik Glenn dan Fontan1.
Pada kasus regurgitasi trikuspidalis berat, dilakukan perbaikan KT abnormal bersamaan dengan
penutupan ASD dan pada beberapa kasus dapat dilakukan pirau tehnik Glenn dengan anastomosis
antara vena cava superior dan arteri pulmonalis. Cara ini akan mengurangi volume darah yang
dipompa oleh ventrikel kanan yang tidak berfungsi. Perbaikan biventrikuler AE pada neonatus sakit
berat dapat dilakukan sangat baik sehingga pengobatan konvensional neonatus sakit berat
sebaiknya digantikan dengan pembedahan dini. Tindakan pembedahan terdiri dari (1) rekonstruksi

KT monokuspid kompeten (2) perluasan ventrikel kanan, (3) penutupan subtotal ASD, (4) atrioplasti
penormalan ruang atrium kanan, dan (5) perbaikan defek jantung lain yang ada. Malformasi
Ebstein bukan hanya sekedar berpindahnya letak daun KT ke arah bawah masuk ke dalam ventrikel
kanan tapi juga muara KT memisahkan ruang atrialisasi ventrikel kanan dan ruang ventrikel kanan
fungsional sehingga bila dilakukan tindakan pembedahan maka perlu menentukan kelainan baik
pada KT maupun ventrikel kanan.

Manifestasi Anomali Ebstein


pada Neonatus
Husein Albar
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar,Sulawesi Selatan, Indonesia

ABSTRAK
Anomali

You might also like