You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekspor teh Indonesia sebetulnya masih berpeluang menjadi
salah satu komoditas unggulan, meskipun secara produksi hanya
menduduki peringkat ketujuh setelah, Cina, India, Srilanka, Kenya,
Vietnam, dan Turki. Teh Indonesia memiliki penikmat khusus terutama
di pasar Eropa dan Jepang.
Menurut data statistik perkebunan tahun 2010, total luas areal
perkebunan teh Indonesia seluas124.573 Ha dengan produksi
151.617 Ton teh yang diantaranya dihasilkan dari Jawa Barat. Namun
sampai sekarang upaya peningkatan produksi teh masih terkendala
oleh adanya serangan OPT seperti penyakit cacar daun (blister blight)
yang disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans.
Serangan penyakit cacar daun teh sangat merugikan kebunkebun teh yang berada pada ketinggian di atas 900 m dpl dan
umumnya penyakit ini berkembang baik pada musim penghujan.
Faktor cuaca yang sangat mempengaruhi perkembangan penyakit
cacar daun teh yaitu kelembaban udara, sinar matahari, angin,
ketinggian tempat, dan banyaknya bulu daun pada peko.
Penyebab penyakit cacar daun teh

(blister blight)

yaitu

disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans yang dapat menurunkan


produksi pucuk basah sampai 50% karena E. vexans tersebut
menyerang daun atau ranting yang masih muda. Umumnya serangan
terjadi pada pucuk peko, daun pertama, kedua dan ketiga. Gejala
awal terlihat bintik- bintik kecil tembus cahaya, kemudian dalam waktu
5-6 hari bercak melebar dengan pusat tidak berwarna dibatasi oleh
cincin berwarna hijau, lebih hijau dari sekelilingnya dan menonjol ke
bawah. Pusat bercak menjadi coklat tua dan akhirnya mati sehingga
terjadi lobang pada daun teh. Adapun serangan selain pada daun
yaitu serangan akhirnya terjadi pada ranting-ranting yang masih hijau,

yang dapat menyebabkan pembengkokan dan patahnya ranting serta


matinya tunas.
Untuk

mengatasi

permasalahan

tersebut,

maka

perlu

memahami dan mempelajari epidemi dari penyakit cacar daun teh


tersebut. Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk memberikan
informasi mengenai cacar daun teh.
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui penyebab cacar pada daun teh.
b. Untuk

mengetahui

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

perkembangan dan penularan penyakit cacar daun teh.


c. Untuk mengetahui siklus penyakit cacar daun teh.
d. Untuk

mengetahui

rumus

perhitungan

laju

infeksi

penyakit

tanaman.
e. Untuk mengetahui upaya pengendalian penyakit cacar daun teh.
1.3 Manfaat
Mahasiswa memahami dan mengerti tentang penyakit cacar
daun teh dan patogen penyebab penyakit tersebut, serta gejala atau
respon tanaman teh yang terinfeksi oleh patogen.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyebab Penyakit Cacar Daun Teh (blister blight)


Penyebab penyakit cacar daun teh (blister blight) yaitu disebabkan
oleh jamur Exobasidium vexans yang dapat menurunkan produksi pucuk
basah sampai 50%. Karena Exobasidium vexans tersebut menyerang
daun atau ranting yang masih muda. Umumnya serangan terjadi pada
pucuk peko, daun pertama, kedua dan ketiga (Effendi et al., 2010). Gejala
awal terlihat bintik-bintik kecil tembus cahaya, kemudian dalam waktu 5-6
hari bercak melebar dengan pusat tidak berwarna dibatasi oleh cincin
berwarna hijau, lebih hijau dari sekelilingnya dan menonjol ke bawah.
Mula-mula cacar tampak seperti bercak kecil hijau pucat dan tembus
cahaya pada daun muda, dalam waktu 5-6 hari bercak meluas menjadi
0,6-1,3 cm. Bercak menjadi cekung, sehingga pada sisi bawah daun
terbentuk bagian yang cembung, mirip dengan cacar (Semangun, 2000).
Pusat bercak menjadi coklat tua dan akhirnya mati sehingga terjadi lubang
pada daun teh. Adapun serangan selain pada daun yaitu serangan
akhirnya terjadi pada ranting-ranting yang masih hijau, yang dapat
menyebabkan pembengkokan dan patahnya ranting serta matinya tunas.
Penurunan kadar bahan organik tanah akibat tidak adanya
konservasi lahan, penurunan keanekaragaman hayati, serta masih
terbatasnya klon teh yang tahan terhadap penyakit cacar daun diduga
menjadi faktor penyebab meningkatnya serangan penyakit cacar daun
teh. Selain itu, terjadinya perubahan iklim dan lingkungan ditengarai cukup
mempengaruhi perkembangan penyakit cacar daun. Kondisi ini membuat
petani teh di Jawa Barat frustasi karena serangan penyakit cacar daun
dapat menurunkan produksi teh hingga 40%-50%. Selain itu kualitas teh
juga menurun akibat berkurangnya kandungan theaflavin, thearubigin,
kafein, substansi polimer tinggi, dan fenol pada bahan baku pucuk teh
yang menentukan cita rasa teh.

Pada umumnya serangan penyakit cacar daun teh terjadi pada


pucuk peko, pada daun pertama, kedua dan ketiga. Gejala awal terlihat
bintik-bintik kecil tembus cahaya, kemudian bercak melebar dengan pucat
tidak berwarna dan dibatasi oleh cincin berwarna hijau, lebih hijau dari
sekelilingnya dan menonjol ke bawah (tampak pada Gambar 1).
Kemudian berubah warna menjadi putih yang mengandung spora
(Gambar 2). Akhirnya pusat berwarna coklat tua, mati dan terjadi lubang
(Gambar 3).
2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan dan Penularan
Penyakit Cacar Daun Teh
Di Indonesia cacar daun teh terutama merugikan kebun-kebun di
atas 900 m dari permukaan laut. Pada umumnya penyakit berjangkit pada
musim hujan (Semangun, 2000). Fakto-faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan penyakit cacar daun teh tersebar melalui spora yang
terbawa

angin,

serangga

atau

manusia.

Perkembangan

penyakit

dipengaruhi oleh kelembaban udara yang tinggi, angin, ketinggian lokasi


kebun dan sifat tanaman.
Kelembaban udara mempengaruhi perkembangan penyakit cacar
daun teh karena untuk pembentukan dan penyebaran basidiospora
diperlukan kelembaban nisbi yang lebih tinggi di atas 80%. Sedangkan
untuk perkecambahan spora diperlukan kelembaban yang lebih tinggi dari
90% atau diperlukan lapisan air yang tipis. Pada dasarnya spora dapat
berkecambah dengan sangat baik di dalam lapisan embun.
Angin berpengaruh terhadap perkembangan penyakit cacar daun
teh. Peran angin yaitu dapat mempengaruhi kelembaban udara. penyakit

cacar daun teh akan lebih banyak terdapat pada kebun yang kurang
berangin (lereng, lembah).
Sinar matahari mempengaruhi perkembangan penyakit cacar daun
teh secara tidak langsung karena sinar matahari dapat mengurangi
kelembaban udara dalam kebun. Sinar matahari dapat membunuh spora
jamur secara langsung karena adanya sinar UV.
Ketinggian tempat sangat berpengaruh terhadap perkembangan
penyakit cacar daun teh karena semakin tinggi tempat maka semakin
berat serangan penyakit cacar daun. Hal tersebut karena semakin tinggi
tempat, kabut akan semakin banyak dan akan meningkatkan kelembaban
pada waktu siang hari.
Banyaknya bulu daun pada peko juga dapat mempertinggi
ketahanan terhadap penyakit cacar daun teh. Curah hujan yang tinggi
selama beberapa hari berturut-turut (7-10 hari) akan memicu munculnya
penyakit cacar daun teh.
2.3 Siklus Penyakit Cacar Daun Teh

Jamur Exobasidium vexans akan berkembang biak dengan


menghasilkan spora. Spora akan jatuh di permukaan daun teh jika
kelembaban udara cukup tinggi dan disebarkan oleh angin, karena
sporanya sangat ringan. Spora ini memiliki lapisan dinding yang tipis dan
berselaput lendir yang memudahkan untuk melekat dengan kuat pada
permukaan daun teh muda sehingga tetap kuat walaupun hujan lebat
menerpa.
Pada kelembaban yang tinggi spora akan berkecambah pada
permukaan daun teh. Hal tersebut akan menyebabkan penetrasi secara
langsung dengan cara menembus ke dalam jaringan daun teh (stomata)
dan berkembang di dalam jaringan daun untuk menembus permukaan

bawah daun teh. Pada proses perkecambahan spora hingga penetrasi ke


dalam jaringan daun teh memerlukan waktu selama 16 jam. Kemudian
setelah penetrasi tersebut, maka infeksi akan segera terjadi dan selang
waktu 9-14 hari akan terbentuk bercak cacar yang menghasilkan spora
pada permukaan daun teh.
2.4 Rumus Van der Plank
r=

(log

Dimana
r
= laju infeksi
2,3 = bilangan hasil konversi logaritme alami ke logaritme biasa
t
= selang waktu pengamatan
Xt = proporsi daun sakit waktu ke t (diperoleh dari nilai presentase
serangan waktu ke t)
X0 = proporsi awal daun sakit.
Van Der Plank, 1963 (dalam Apriastika, 2015)
Berdasarkan waktu timbulnya gangguan, perlindungan tanaman
pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara preventif
dan kuratif. Perlindungan tanaman secara preventif dilakukan untuk
pencegahan sebelum tanaman terganggu, sedangkan perlindungan
secara kuratif dilakukan untuk mengurangi kerugian selama tanaman
terganggu.Perlindungan tanaman yang baik dilakukan secara preventif
terlebih dahulu dan jika tanaman mengalami gangguan dilakukan
perlindungan secara kuratif.
Secara matematis,

model

perkembangan

penyakit

dapat

diperkirakan menggunakan rumus van der plank yakni X t = X0.ert dengan


arti lambang bahwa Xt = berat serangan pada waktu t, X0 = berat serangan
pada waktu awal, e = kontante bilangan normal (2,3), r = laju infeksi, dan t
= waktu. Perlindungan tanaman menggunakan pendekatan matematis ini
pada prinsipnya adalah mengusahakan nilai X t sekecil mungkin. Nilai
Xtakan menjadi kecil jika serangan awal (X 0) kecil, laju penyakit (r) lambat,
dan waktu (t) interaksi sebentar. Oleh karena itu, van der Plank juga
membedakan

perlindungan

tanaman

menjadi

dua

mengurangi penular (X0) dan menurunkan laju penyakit (r).

tujuan,

yaitu

Menurut Roberts, 1978 (dalam Apriastika, 2015) dinyatakan bahwa


perlindungan tanaman terhadap penyakit untuk mengurangi penular (X 0)
dan menurunkan laju penyakit (r) dilakukan melalui enam cara
pelaksanaan dan lima prinsip. Enam cara pelaksanaan tersebut, yaitu
cara budidaya, penggunaan tanaman tahan, cara fisik, cara mekanik,
peraturan, dan penggunaan bahan kimia, sedangkan lima prinsipnya,
yaitu eksklusi, eradikasi, ketahanan, proteksi dan penghindaran.
2.5 Upaya Pengendalian Penyakit Cacar Daun Teh

Pengaturan naungan
Pengaturan naungan ini dimaksudkan agar sinar matahari dapat

masuk ke kebun. Cahaya matahari dapat mempengaruhi penyakit secara


tidak langsung karena cahaya dapat mengurangi kelembapan udara
dalam kebun. Sinar ultra violet dari cahaya matahari dapat membunuh
spora jamur secara langsung Weille, 1956 (dalam Semangun, 2000).
Pemangkasan di musim kemarau
Pemangkasan tanaman teh di musim kemarau bertujuan agar
tanaman yang baru dipangkas dapat berkembang karena pada saat ini
cacar teh sulit berkembang (Departemen Pertanian, 2002).
Pemangkasan sejajar dengan permukaan tanah
Perdu teh yang dipangkas sejajar dengan kemiringan tanah. Usaha
ini memberikan beberapa keuntungan, yaitu : (1) Permukaan kebun
menjadi rata sehingga kabut fungisida yang disemprotkan kurang
mendapat hambatan. (2) Tidak terdapat sudut-sudut yang lembap dan
kurang mendapat sinar matahari. (3) Tanaman teh dapat segera menutup
sehingga pertumbuhan gulma segera tertekan (Semangun, 2000).
Pengaturan daur petik
Pengaturan daur petik kurang dari 9 hari dapat mengurangi sumber
penularan baru karena pucuk terserang sudah terpetik (Departemen
Pertanian, 2002). Hal ini dikarenakan 9 hari setelah infeksi jamur sudah
dapat menghasilkan spora (Semangun,2000). Sudirman (1987) cit.
Semangun (2000) membuktikan bahwa pemetikan dengan daur pendek
dapat mengurangi intensitas cacar. Selain itu, pemetikan ini secara
kumulatif dapat memberikan pucuk yang lebih banyak.
Penggunaan klon tahan

Klon teh yang memiliki ketahanan tinggi antara lain PS 1, RB 1, PS


354, SA 40, dan Cin 143. Klon-klon yang dilepas oleh Pusat Penelitian Teh
dan Kina, yaitu Gmb 1, Gmb 2, Gmb 3, Gmb 4, Gmb 5, Gmb 6, dan Gmb
7 tahan terhadap cacar teh (Semangun, 2000).
Penggunaan fungisida
Menurut Komisi Pestisida Indonesia. 1997(dalam Semangun, 2000)
fungisida protektan maupun sistemik dapat dipakai untuk mengendalikan
cacar teh.
Penggunaan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
Berdasarkan hasil penelitian Saranavakumar et al.

(2007)

penyemprotan daun dengan bioformulasi PGPR yang mengandung


Pseudomonas fluorescens Pf1 pada interval 7 hari secara konsisten
mengurangi insidensi penyakit cacar daun teh selama dua musim.
Bioformulasi PGPR ini juga meningkatkan hasil teh secara signifikan jika
dibandingkan kontrol.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan

Penyebab penyakit cacar daun teh (blister blight) yaitu disebabkan


oleh jamur Exobasidium vexans yang dapat menurunkan produksi

pucuk basah sampai 50%.


faktor- faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan penyakit
cacar daun teh yaitu kelembaban, angin, sinar matahari, ketinggian

tempat, dan trichoma pada tanaman teh.


Siklus hidup cacar daun teh berawal dari terbawanya spora oleh angin
kemudian menempel pada tanaman dan membentuk tabung
kecambah lalu melakukan penetrasi hingga akhirnya menginfeksi
tanaman sampai pada akhirnya muncul gejala bercak cacar.

dengan dapat diketahui perhitungan laju infeksi cacar daun teh ini,
sehingga serangan dapat diantisipasi dan dapat mengurangi tingkat
serangan penyakit ini.

Beberapa cara pengendalian cacar daun teh ini diantaranya


pengaturan naungan, pemangkasan dimusim kemarau, pemangkasan
sejajar dengan permukaan, pengaturan daur petik, penggunaan klon
tahan, penggunaan fungisida, dan penggunaan PGPR diyakini dapat
mengurangi tingkat serangan cacar pada daun teh.

4.2 Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi


pembelajaran bagi pembaca.

penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena


itu diharapkan adanya kritik yang membangun untuk makalah ini
sehingga makalah ini dapat lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTUKA
Apriastika. P. S., I Made S. dan I Made S. Hubungan Sifat Fisika dan
Kimia Tanah dengan Persentase Penyakit Layu pada Tanaman
Cengkeh (Syzygium aromaticum l.) yang Disebabkan oleh Jamur
Akar Putih (rigidoporus sp.) di Desa Unggahan, Kabupaten
Buleleng. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropoika 4(1) : 25-32.
Departemen Pertanian. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman
Teh. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat.
Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat Jenderal Bina
Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian, Jakarta.
Effendi, DS., M. Syakir, M. Yusron, dan Wiratno. 2010. Budidaya dan Pasca
Panen Teh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Savanakumar, D., C. Vijayakumar, N. Kumar dan R. Samiyappana. 2007.


PGPR-Induced Defense Responses in The Tea Plant Against Blister
Blight Disease. Crop Protection 26 : 556-565.
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman

Perkebunan

Indonesia. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.

di

You might also like