Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK
Disusun Oleh :
Suci Nuryanti G4A014076
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2016
HALAMAN PENGESAHAN
HERPES ZOSTER OFTALMICA
Disusun oleh :
Suci Nuryanti G4A014076
Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Purwokerto,
Februari 2016
Pembimbing,
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat,
rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga presentasi kasus dengan judul Herpes
Zoster Oftalmica ini dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK selaku dosen pembimbing
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Orangtua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis
4. Rekan-rekan ko-assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin dari FK
Unsoed dan FK UPN atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di
dalam maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Purwokerto,
Februari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan.....................................................................................2
Kata Pengantar...............................................................................................3
Daftar Isi..........................................................................................................4
I. PENDAHULUAN
A. Identitas Pasien......................................................................................5
B. Anamnesis..............................................................................................5
....................................................................................................................C.
Status Generalis..........................................................................................6
D. Status Dermatologi................................................................................7
E. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................7
3
F. Resume....................................................................................................7
G. Diagnosis Kerja......................................................................................8
H. Diagnosis Banding.................................................................................8
I. Pemeriksaan Anjuran..............................................................................8
J. Penatalaksanaan.....................................................................................8
K. Prognosis................................................................................................9
L. Efloresensi..............................................................................................10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi & etiologi.................................................................................11
B. Epidemiologi..........................................................................................12
C. Patofisiologi...........................................................................................13
D. Gejala Klinis..........................................................................................15
E Pemeriksaan Penunjang...........................................................................19
F. Penegakan Diagnosis..............................................................................20
G. Diagnosis Banding.................................................................................20
H Komplikasi..............................................................................................21
I Penatalaksanaan.......................................................................................23
J. Pencegahan.............................................................................................25
K. Prognosis................................................................................................25
III. PEMBAHASAN.......................................................................................27
IV. KESIMPULAN.........................................................................................31
Daftar Pustaka................................................................................................32
I.
A.
B.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Pekerjaan
Pendidikan Terakhir
Status Pernikahan
Alamat
Agama
No. CM
PENDAHULUAN
: Sdr. HS
: Laki - laki
: 31 tahun
: Buruh
: SMA
: Menikah
: Karang Pucung RT 05/06
: Islam
: 00917788
ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 26 Januari 2016, pukul
08.30 WIB.
Keluhan Utama
pelipis kiri
Keluhan Tambahan : Terasa gatal, nyeri, mata bengkak dan sukar dibuka
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RS Margono Soekardjo
dengan keluhan terdapat lenting- lenting bergerombol pada dahi kiri
hingga pelipis kiri sejak 1 minggu yang lalu. Lenting- lenting tersebut
berisi cairan berwarna bening dengan ukuran yang bervariasi. Awalnya,
lenting berisi cairan muncul di daerah sekitar dahi kiri, kemudian lama
kelamaan lenting-lenting mulai menyebar ke pelipis kiri. Pasien
merasakan gatal dan nyeri pada daerah tersebut. Keluhan tersebut
dirasakan terus menerus sepanjang waktu dan tidak membaik pada saat
beristirahat maupun beraktivitas. Selain itu, pasien juga merasa lama
kelamaan mata pasien menjadi bengkak dan sulit dibuka seluruhnya
sehingga mata kiri pasien dalam keadaan setengah terbuka.
Pasien mengaku mengalami demam, nyeri kepala dan badan terasa
pegal sebelum timbul lenting-lenting tersebut. Pasien sempat berobat ke
dokter umum setempat dan mendapat salep, namun keluhan yang
dirasakan pasien tidak membaik, sehingga pasien memutuskan untuk
berobat ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Margono Soekarjo. Saat ini
sudah tidak muncul lenting-lenting baru di sekitar dahi kiri dan pelipis kiri,
namun nyeri pada daerah dahi kiri dan pelipis kiri masih dirasakan oleh
pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat penyakit varisela saat usia muda
Riwayat Alergi disangkal
Riwayat penyakit Diabetes Melitus disangkal
Riwayat penyakit Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang menderita penyakit dengan keluhan yang sama dengan
pasien pada keluarga
Tidak ada yang menderita Alergi
Tidak ada yang menderita Penyakit Diabetes Mellitus, Hipertensi
C.
STATUS GENERALIS
Keadaaan umum
Kesadaran
Keadaan gizi
Vital Sign
: Baik
: Compos mentis
: Baik, BB: 56 kg, TB: 164 cm
: Tekanan Darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernafasan
: 22 x/menit
Suhu
: 36,8 C
Kepala
: Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
: Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga
: Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut
: Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan
: T1 T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax
: Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Paru
: SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)
Abdomen
: Supel, datar, BU (+) normal
Kelenjar Getah Bening: Tidak teraba
Ekstremitas
: Akral hangat, edema (
), sianosis (
)
D.
STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi
: Daerah kulit yang dipersarafi N. trigeminus sinistra
cabang oftalmikus
Effloresensi : Tampak vesikel, bula, dan krusta berkelompok di atas
dasar kulit eritem, terletak unilateral di daerah yang
dipersarafi N. Trigeminus sinistra cabang oftalmikus
E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
6
F.
RESUME
Pasien Tn. HS, laki-laki, usia 31 tahun datang dengan keluhan
muncul lenting- lenting berisi cairan di pelipis kiri sejak 1 minggu yang
lalu. Pasien merasakan gatal dan nyeri pada daerah tersebut. Gatal dan
nyeri dirasakan terus-menerus, tidak membaik dengan istirahat. Awalnya,
lenting berisi cairan muncul di daerah sekitar dahi kiri, kemudian lama
kelamaan lenting-lenting mulai menyebar ke daerah pelipis kiri. Selain itu,
pasien juga merasa lama kelamaan mata pasien menjadi bengkak dan sulit
dibuka seluruhnya sehingga mata kiri pasien dalam keadaan setengah
terbuka.Terdapat riwayat cacar air saat usia muda.
Pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal.
Pemeriksaan status dermatologis regio facialis sinistra yang dipersarafi N.
trigeminus sinistra cabang oftalmikus, tampak vesikel, bula, dan krusta
berkelompok di atas dasar kulit eritem, terletak unilateral di daerah yang
dipersarafi N. Trigeminus sinistra cabang oftalmikus
G.
DIAGNOSA KERJA
Herpes zoster Oftalmica
H.
DIAGNOSIS BANDING
1. Impetigo vesikobulosa
Predileksi : ketiak, dada, punggung dan ekstremitas atas dan bawah
UKK : tampak vesikel dan bula dengan dinding tebal dan tipis, miliar
hingga lentikular, kulit sekitarna tak menunjukkan peradangan,
kadang-kadang tampak hipopion.
2. Dermatitis kontak
Tampak eritema berukuran numular s.d. plakat, vesikel, bula, disertai
erosi berukuran numular s.d. plakat yang timbul di daerah pasca
paparan zat tertentu (dapat berupa iritan atau alergen).Pada dermatitis
kontak alergika, kadang hanya makula hiperpigmentasi dengan
skuama halus (Siregar, 2005).
I.
PEMERIKSAAN ANJURAN
Histopatologi: pemeriksaan sel Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak.
J.
PENATALAKSANAAN
7
1.
Non Medikamentosa
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyebab, faktor risiko,
gejala, komplikasi dan prognosis penyakit.
b. Istirahat yang cukup.
c. Mengusahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari
infeksi sekunder.
d. Menghindari stress fisik dan psikologis.
e. Menjaga kebersihan kulit dengan mandi.
f. Menghindari kontak dengan orang lain, terutama orang dengan
imunitas rendah.
2. Medikamentosa
a. Sistemik
1) Antivirus : Acyclovir 5x800 mg/hari, peroral selama 7 hari
2) Analgetik : Asam mefenamat 3x500 mg/ hari, peroral
3) Vitamin B1, B6, B12 1 x 1 tab selama 10 hari
4) Antidepresan trisiklik: Amitriptilin 1x10 mg/hari, per oral
saat malam hari
b. Topikal :
1) Untuk area kulit diberikan krim natrium fusidat (Fuson),
dioleskan 2x sehari pagi dan sore.
2) Untuk menghindari infeksi sekunder diberikan bedak salisil
2%.
K.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad sanationam
Quo ad fungsionam
: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam
L.
Gambar 1. Tampak vesikel, bula, dan krusta berkelompok di atas dasar kulit
eritem, terletak unilateral di daerah yang dipersarafi N. Trigeminus
sinistra cabang oftalmikus
II. TINJAUAN PUSTAKA
alfa
herpes
viridae.
Berdasarkan
sifat
biologisnya
VVZ
diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel
epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer,
infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam
neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan
kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai
jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek
serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik
DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang
disintesis di dalam sel yang terinfeksi (Hartadi, 2006).
C. Patofisiologi
Transmisi virus Varicella-Zoster virus (VZV) paling mudah melalui
traktus respiratorius, dimana replikasi virus terjadi umumnya pada
nasopharynx. Hal ini akan memicu proses migrasi sistem retikuloendotelial
menuju tempat tersebut hingga akhirnya terjadi suatu keadaan yang disebut
viremia (Whitley, 2005). Pada mulanya, viremia ini akan bermanifestasi
sebagai chicken pox (cacar air), dimana terdapat lesi kulit yang difus dan dapat
diverifikasi dengan kultur darah maupun polymerase chain reaction (PCR).
Vesikel yang timbul pada pasien terkait dengan lapisan dermis pasien dengan
adanya perubahan degeneratif yang dicirikan dengan adanya vesikel,
munculnya
multinucleated
giant
cell,dan
inklusi
eosinofilik
13
nyeri tulang, gatal, pegal, dan sebagainya). Setelah itu, timbul eritema yang
dalam waktu singkat menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang
eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih, kemudian menjadi
keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang
vesikel mengandung darah dan disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat
pula
timbul
infeksi
sekunder
sehingga
menimbulkan
ulkus
dengan
resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Selain gejala pada kulit, dapat juga
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini
adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan.
Pada susunan saraf tepi, jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan
saraf pusat
4. Kultur Virus
Kultur virus merupakan tes yang sangat spesifik, tetapi tidak sensitif.
VZV sulit untuk dikultur dan tumbuh dengan lambat, minimal membutuhkan
waktu 1 minggu (Schalock et al. 2011).
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa
neuralgia (nyeri) beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan
timbulnya kelainan kulit. Seringkali sebelum timbul kelainan kulit didahului
gejala prodromal seperti demam, pusing dan lemas. Tidak adanya riwayat
ruam serupa pada distribusi yang sama menyingkirkan herpes simpleks
zosteriformis.
2. Pemeriksaan Dermatologis
Ciri khas UKK dari herpes zoster ialah terdapat vesikel-vesikel
berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu
dermatom.
3. Pemeriksaan Penunjang
Tes awal pilihan adalah apusan sitologi (Tzanck smear). Pemeriksaan
laboratorium dilakukan jika terdapat gambaran krusta kronis atau nodul
verukosa dan bila lokasi lesi terdapat pada area sacral, sehingga diragukan
patogennya virus varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi
krusta, dan kultur virus namun tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2
minggu.
G. Diagnosis Banding
1. Herpes simpleks
Penyebabnya adalah Virus Hepes Simpleks, terdapat 2 jenis virus,
yaitu HSV-1 yang menyerang bibir dan kornea mata dan HSV-2 yang dapat
menyebabkan herpes genitalis. Infeksi herpes simpleks umumnya melalui
kontak langsung kulit dan mukosa, jarang yang menyebar melalui aerosol.
20
21
8.
setelah lesi muncul berupa rejimen yang dianjurkan (Habif, 2010). Dosis
Valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma
lebih tinggi.Jika lesi baru masih tetap timbul obat obat tersebut masih
dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak
timbul lagi (Handoko, 2010). Valasiklovir terbukti lebih efektif
dibandingkan asiklovir sedangkan famsiklovir sama dengan asiklovir
(Daili & Indriatmi, 2002).
b) Analgetik
Menurut FDA, obat pertama yang dapat diterima untuk nyeri
neuropatik pada neuropati perifer diabetik dan neuralgia pasca herpetik
adalah pregabalin. Obat tersebut lebih baik daripada obat gaba yang
analog ialah gabapentin, karena efek sampingnya lebih sedikit, lebih
poten (2-4 kali), kerjanya cepat, serta pengaturan dosisnya lebih
sederhana. Dosis awalnya ialah 2x75 mg sehari, setelah 3-7 hari bila
responnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2x150 mg sehari. Dosis
maksimumnya ialah 600 mg sehari. Efek samping obat ini ringan, berupa
dizzines dan somnolen yang akan menghilang sendiri (Handoko, 2010).
Obat lain yang dapat digunakan adalah anti-depresi trisiklik,
misalnya notriptilin dan amitriptilin. Dosis awal amitriptilin adalah 75
mg sehari, kemudian ditinggikan sampai timbul efek terapeutik, biasanya
150-300 mg sehari. Dosis notriptilin ialah 50-150 mg sehari (Handoko,
2010). Selain obat-obatan tersebut, asam mefenamat juga dapat
digunakan dengan dosis 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau
dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.
c) Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis.
Diberikan prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu
dosis diturunkan bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas
akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat anti viral.
Dikatakan kegunaanya mencegah fibrosis ganglion (Handoko RP, 2010).
d) Obat topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih
stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah
pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan
24
PEMBAHASAN
A. Penegakan Diagnosis
Penyakit kulit yang terdapat pada pasien dalam kasus adalah herpes zoster
oftalmica. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik status dermatoogis yang
25
Pemeriksaan Fisik
1. Lokasi
26
2. Effloresensi
berupa makula eritema dengan pustula dan erosi berkelompok dengan krusta,
menunjukan penyakit yang dialaminya telah berjalan selama kurang lebih 2
minggu dan masih mengalami fase aktif dengan masih munculnya lesi berupa
pustula yang berkelompok. Beberapa erosi yang dialami pasien disebabkan
karena kebiasaan pasien yang sering menggaruk daerah lesi. Gambaran yang
paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral.
Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas
pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
B. Diagnosis Banding
Adanya keluhan gatal, terasa nyeri dan lokasi lesi yang hanya terdapat
pada region facialis sinistra dan sesuai dengan dermatom N.trigeminus cabang
oftalmica memperkuat kemungkinan diagnosis varisela zoster. Pasien juga
mengaku pernah mengalami penyakit cacar air/ varisela zoster pada saat usia
muda (Handoko RP, 2007).
Gambaran lesi pada pasien juga menyingkirkan kemungkinan diagnosis
herpes simplek yang biasanya terletak pada daerah mukokutan dan varisela
yang biasanya terletak di sentral tubuh dan dapat menyebar ke bagian tubuh
yang lain secara sentrifugal. Sedangkan impetigo vesikulo bulosa lokasi
predileksi pada ketiak, dada, punggung, dan ekstrimitas atas dan bawah
(Siregar, 2005). Pemeriksaan penunjang berupa apusan Tzanck dianjurkan
untuk menegakkan diagnosis, yaitu apabila ditemukan sel datia berinti banyak.
C. Penatalaksanaan
1. Obat Sistemik
a. Asiklovir
27
menghalangi
efek
enzim
COX,
maka
29
KESIMPULAN
1. Herpes zoster oftalmica adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Vesikel-Bula
berkelompok dengan dasar eritem yang ada pada Herpes Zoster Oftalmica
terjadi karena virus menyerang N V.I.
2. Pada pasien herpes zoster oftalmica kemungkinan berhubungan dengan
penyakit varicella yang sebelumnya diderita.
3. Terapi herpes zoster oftalmica adalah dengan menggunakan obat sistemik
berupa antivirus, antinyeri, obat tetes mata (bila perlu), antihistamin, serta
multivitamin; juga dengan preparat topikal yang mengandung asam salisilat
dan antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
Cohen, J. I. 2013. Herpes Zoster. N Eng J Med. 369: 255-263.
Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2002.
Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In : Clinical
Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders. 2010.p.
479 490.
31
Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 110-112.
Hartadi, Sumaryo S. 2006. Infeksi Virus dalam Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta:
Hipokrates; 92-4
Johnson RA, Klaus W. 2009. Fitzpatrick In colour atlas and synopsis of clinical
dermatology, 6thed. New York (NY): McGraw-Hill Companies: 83745.
Lubis, R. D. 2008. Varicella dan Herpes Zoster. Artikel. Departemen Ilmu
esehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. 1 13.
Mayeaux EJ. Viral Infection. In : The Color Atlas of Family Medicine. United
State of America : Mc Graw-Hill Companies, 2009 : 493 502.
Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In : Lippincotts
Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer Health. 2011
.p. 148 -151.
Sehgal, V.N. Herpes Zoster. In : Textbook of Clinical Dermatology. 4th ed. New
Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. 2006.p. 83 84.
Siregar, R.S, 2005. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 45-49.
Whitley, R. J. 2005. Varicella-Zoster Virus Infections.In D. Kasper et al., eds.
Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York: McGraw
and Hill Company.
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella
and Herpes Zoster. In: Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7
th
32