Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat bulan, kehamilan
lewat
waktu, prolonged
pregnancy,
extended
pregnancy,
postdate/post
datisme atau pascamaturitas adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari)
atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Neagle dengan siklus haid
rata-rata (Prawiroharjo, 2009 : 686).
Kehamilan postterm berpengaruh pada janin. Dalam kenyataannya kehamilan serotinus
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang
dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak
bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya, atau meninggal dalam
kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen. Sementara itu resiko bagi ibu dengan
kehamilan serotinus dapat berupa partus lama, inersia uteri, dan perdarahan pascapersalinan
ataupun tindakan obstetric yang menigkat (Prawiroharjo, 2009 : 686).
Faktor penyebab kematian ibu dibagi menjadi dua yaitu, faktor penyebab langsung dan faktor
penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia masih didominasi
oleh perdarahan, eklampsia, dan infeksi. Sedangkan faktor tidak langsung penyebab kematian
ibu karena masih banyaknya kasus 3 (tiga) Terlambat dan 4 (empat) Terlalu. Penyebab langsung
kematian ibu di Indonesia adalah pendarahan 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, partus lama 5%,
aborsi 5%, dan lain-lain 27%, yang didalam terdapat juga penyulit pada masa kehamilan dan
penyulit pada masa persalinan (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada serotinus di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Semarang pada tahun 2011 sebanyak 213 kasus dan pada tahun 2012 mengalami
peningkatan kejadian Hamil dengan serotinus sebanyak 223 kasus (Rekam Medik RSUD Kota
Semarang, 2013). Pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai bulan Maret sudah mencapai 73
kasus (Poli Obsgyn RSUD Kota Semarang, 2013).
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara benar dan tepat pada pasien dengan
kehamilan serotinus
b. Tujuan Umum
1) Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar kehamilan
2) Mahasiswa mampu memahami definisi serotinus
3) Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi serotinus
4) Mahasiswa mampu memahami tentang manifestasi klinisserotinus
5) Mahasiswa mampu memahami tentang patofisiologis serotinus
6) Mahasiswa mampu memahami tentang pathway serotinus
7) Mahasiswa mampu memahami tentang komplikasi serotinus
8) Mahasiswa dapat memahami tentang pemeriksaan penunjang serotinus
9) Mahasiswa dapat memahami tentang penatalaksanaanserotinus
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Kehamilan
1. Pengertian Kehamilan
Kehamilan merupakan masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.
Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Kehamilan juga dibagi menjadi 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai
konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, tiwulan ketiga dari
bulan ketujuh sampai 9 bulan (Prawiroharjo,2008 : 89).
2. Konsep Kehamilan
Menurut Manuaba (2009 : 81), konsep kehamilan normal yaitu peningkatan tekanan
terjadi setelah folikel de graaf matang dengan mengeluarkan estrogen dan atas pengaruh FSH
yang menurun dan merangsang LH sehingga terjadi pula ruptur dengan melemparkan ovum yang
dibungkus oleh cumulus ooforus dan korona radiate. Semakin meningkatnya estrogen akan
mengakibatkan terjadinya gerakan putar balik ovarium pada sumbunya dan fimbria tuba makin
mendekati ovarium yang kedua. Gerakan tersebut selalu dapat mengelilingi ovarium. Dengan
demikian, seluruh permukaan ovarium seolah-olah tertutup oleh fimbria sehingga saat terjadi
ovulasi, ovum selalu dapat ditangkap oleh fimbria. Estrogen yang dikeluarkan oleh vilinya
sehingga menimbulkan aliran cairannya menuju uterus.
Karena pengaruh LH, komolus ooforus dan sel korona radiate ikut mengeluarkan
progesteron yang dapat meningkatkan gerak sepertiga dari tuba sampai ismus, untuk
mempercepat jalannya ovum. Ovum akan berada pada tuba fallopi selama 80 jam, khususnya di
ampula tuba, sebagai tempat terluas dan kemungkinan akan terjadinya konsepsi.
Saat puncak masa subur, lendir serviks sangat jernih sehingga mudah ditembus oleh
spermatozoa. Dalam perjalanan menuju tuba, spermatozoa mengalami kapasitasi dengan
melepaskan sebagian pembungkus kepala yang terdiri glikoprotein dan mampu melakukan tugas
menembus ovum melalui stomata yang telah siap. Hasil konsepsi meneruskan perjalanannya dan
masuk kavum uteri dalam bentukblastostista serta masih memerlukan kesiapan endometrium
sekitar 90-150 jam.
3. Tanda-tanda kehamilan
1)
a)
b)
c)
d)
e)
2)
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
3)
a)
b)
c)
d)
4.
1)
a)
-
b)
c)
Faktor psikologis yang mempengaruhi ibu hamil ada dua macam yaitu :
Internal, meliputi kecemasan, ketegangan, ketakutan, penyakit, cacat, tidak percaya diri,
perubahan penampilan, perubahan sebagai orang tua, sikap ibu terhadap kehamilannya, takut
terhadap persalinan.
Eksternal, meliputi support mental, broken home, kasih sayang.
C. Etiologi
Penyebab terjadinya serotinus belum diketahui secara pasti, namun ada faktor yang bisa
menyebabkan serotinus seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini
sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan.
Beberapa teori yang menjadi pendukung terjadinya kehamilan serotinus antara lain sebagai
berikut:
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan
meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa
terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesterone.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan
atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan
3.
4.
5.
6.
7.
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan postterm.
Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya persalinan adalah
janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat
bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis
pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan
dapat berlangsung lewat bulan (Sarwono Prawirohardjo, 2009: 687).
Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postterm.
Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren
(1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami
kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya akan mengalami kehamilan postterm (Sarwono Prawirohardjo, 2009: 687).
Kurangnya air ketuban.
Insufisiensi plasenta (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008).
E. Manifestasi Klinis
1. Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif
2. kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10 kali/20 menit.
3. TFU tidak sesuai umur kehamilan.
4.
Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui dengan
pemeriksaan USG.
Pengaruh dari seronitus adalah :
1. Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, maka
akan sering dijumpai partus lama, inersia uteri, dan pendarahan postpartum.
2. Terhadap Bayi
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40
minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada
janin bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang
sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang terjadi kematian janin dalam kandungan,
kesalahan letak, distosai bahu, janin besar, moulage.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
F. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan estriol dan
plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat
janin dengan resiko 3 kali.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan
pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga pemasakan nutrisi dan O2 menurun menuju
janin di samping adanya spasme arteri spiralis menyebabkan janin resiko asfiksia sampai
kematian dalam rahim.
Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan pertumbuhan
janin makin lambat dan penurunan berat disebut dismatur, sebagian janin bertambah besar
sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin, jumlah
air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan perubahan abnormal jantung janin
(Wiknjosastro, H.2009, Manuaba, G.B.I, 2011 & Mochtar R, 2009).
G. Pathway
Terlampir
H. Komplikasi
1.
2.
a)
b)
c)
d)
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu :
Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama, inersia uteri, atonia uteri dan
perdarahan postpartum.
Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah besar, tetap atau
berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam kandungan.
Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu
komplikasi pada Janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti :
gawat janin.
gerakan janin berkurang.
kematian janin.
asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu komplikasi
pada janin. Komplikasi yang terjadi seperti :
kelainan kongenital.
sindroma aspirasi meconium.
gawat janin dalam persalinan.
bayi besar (makrosomia).
pertumbuhan janin terlambat.
kelainan jangka panjang pada bayi.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dengan baik, diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Bila wanita tidak tahu atau lupa haid terakhirnya, maka hanyalah dengan pemeriksaan antenatal
care yang teratur dapat diikuti dengan naik nya fundus uteri, mulainya gerakan janin maka sangat
membantu diagnosis.
3. Pemeriksaan berat badan ibu, apakah berkurang? Dan juga lingkar perut dan jumlah air ketuban.
4. Pemeriksaan Rontgenology dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian distal femur,
bagian proksimal tibia dan tulang kuboid.
5. Ultrasonografi untuk menentukan ukuran bipariental, gerakan janin dan jumlah air ketuban.
6. Pemeriksaan sitology air ketuban : air ketuban diambil dengan amnion sintesis baik transvaginal
mau pun trans abdominal.
7. Amnioskopy untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena kekeruhan
oleh mekonium.
8. Kardiotokografy untuk mengawasi dan membaca denyut jantung janin karena insufisiensi
plasenta.
9. Uji oksitoxin : dengan infuse tetes oksitoxin dan diawasi reaksi terhadap kontraksi uterus.
10. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin.
11. Pemeriksaan pH darah kepala janin.
12. Pemeriksaan sitology vagina. (Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I).
J. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya.
2. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan
pengawasan ketat. (Taufan, 2012).
3. Lakukan pemeriksaan dengan cara Bishop skore.
Bishop skore adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan responsnya terhadap suatu
induksi persalinan, karena telah diketahui bahwa serviks bishop skore rendah artinya serviks
belum matang dan memberikan angka kegagalan yang lebih tinggi dibanding serviks yangmatang.
Lima kondisi yang dinilai dari serviks adalah :
a) Pembukaan (Dilatation) yaitu ukuran diameter leher rahim yang terenggang. Ini melengkapi
pendataran, dan biasanya merupakan indikator yang paling penting dari kemajuan melalui tahap
pertama kerja.
b) Pendataran/penipisan (Effacement) yaitu ukuran regangan sudah ada di leher rahim.
c) Penurunan kepala janin (Station) yaitu mengambarkan posisi janin kepala dalam hubungannya
dengan jarak dari iskiadika punggung, yang dapat teraba jauh di dalam vagina posterior (sekitar
8-10 cm) sebagai tonjolan tulang.
d) Konsistensi (Consistency) yaitu dalam primigravida leher rahim perempuan biasanya lebih keras
dan tahan terhadap peregangan, seperti sebuah balon sebelumnya belum meningkat. Lebih jauh
lagi, pada wanita muda serviks lebih tangguh dari pada wanita yang lebih tua.
e) Posisi ostinum uteri (Position) yaitu posisi leher rahim perempuan bervariasi antara individu.
Sebagai anatomi vagina sebenarnya menghadap ke bawah, anterior dan posterior lokasi relatif
menggambarkan batas atas dan bawah dari vagina. Posisi anterior lebih baik sejajar dengan
rahim, dan karena itu memungkinkan peningkatan kelahiran spontan.
Skore
Pembukaan
Pendataran
Station
Konsistensi
Posisi Os
3
5-6
80%
+1+2
Sangat lunak
Anterior
Skore
Pembukaan
Pendataran
Station
Konsistensi
Posisi Os
0
0
0-30%
-3
Keras
Posterior
Kenneth J. Laveno
1
2
1
3-4
40-50%
60-70%
-2
-1
Sedang
Lunak
Tengah
Anterior
3
5-6
80%
+1+2
Sangat lunak
Anterior
7) Pematangan
serviks
dapat
dilakukan
dengan
kateter voley,
oksitoksin,
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Menurut Kurniawati (2009) yaitu pengolalaan selama persalinan tentang serotinus sebagai
berikut :
Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan janin.
Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
Awasi jalannya persalinan.
Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin.
Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap neonatus dan dilanjutkan
resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekoneum.
Segera setelah lahir, bayi harus segera di periksa terhadap kemungkinanhipoglikemia,
hipovolemi, hipotermi, dan polisitemi.
Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda serotinus.
Hati-hati kemungkinan terjadinya distosia bahu.
9) Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin serotinus sehingga
setiap persalinan kehamilan serotinus harus dilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya
dilaksanakan di Rumah Sakit.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Subyektif
Informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang diperoleh dari hasil
wawancara langsung kepada pasien / klien (anamnesis) atau dari keluarga dan
tenaga kesehatan, menurut Wildan (2009 : 34) adalah :
a) Identitas / Biodata Pasien suami dan istri adalah nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b) Alasan datang : Untuk mengetahui alasan pasien datang ke tempat pelayanan
kesehatan.
c) Keluhan utama : Alasan wanita datang mengunjungi klinik / RB / RS / dan
diungkapkan dengan kata-kata sendiri.
d) Riwayat kesehatan antara lain riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan riwayat
kesehatan keluarga, juga riwayat alergi dan pengobatan.
e) Riwayat perkawinan
Dikaji untuk mengetahui berapa kali menikah, berapa usia pasien saat menikah,
usia pasangan pasien saat menikah, berapa lama pasien menikah dan berapa
jumlah anaknya.
f)
Riwayat obstetric
Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan menstruasi
(menarce), siklus, lama menstruasi, banyak menstruasi, bentuk darah apakah
cair atau menggumpal, warna darah, dismenorea, flour albus dan untuk
Riwayat KB
Untuk mengetahui sebelum ibu hamil pernah menggunakan alat kontrasepsi
atau tidak, berapa lama menggunakannya, alas an mengapa ibu menggunakan
alat kontrasesi tersebut, dan mengapa ibu menghentikan pemakaian alat
kontrasepsi tersebut, menurut Huliana (2007 :76-77).
j)
Pola kebutuhan sehari-hari meliputi pola nutrisi, pola eliminsi, pola aktivitas
pekerjaan, pola istirahat, personal hygiene, pola seksual, menurut Muslihatun
(2009 : 137).
kebutuhan
pasien
kemudian
dilakukan
pengolahan
data
yaitu
kehamilan,
besalin
dan
nifas.
Pemeriksaan
laboratorium
dan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan partus lama (serotinus).
2. Resiko injuri / kematian janin berhubungan dengan berkurangnya cairan amnion, distorsia,
inersia uteri.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit kering, rapuh daan mudah mengelupas,
desquamasi epitel.
4. Resiko perdarahan berhubungan dengan atonia uteri.
5. Nyeri akut berhubungan dengan eksisi post operasi SC, episiotomi.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka post operasi (porte de entre), pasca persalinan.
7. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (uterus, plasenta) berhubungan dengan kolaps plasenta
akibat kehamilan lewat waktu / partus lama.
8. Gangguan tumbuh kembang janin (dismatur) berhubungan dengan penurunan suplai darah dan
nutrisi ke janin.
C. Intervensi Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan partus lama (serotinus).
NOC :
Anxiety self control
Anxiety level
Coping
Kriteria Hasil :
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
Vital sign dalam batas normal.
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas.
NIC :
Kaji penyebab cemas.
Identifikasi tingkat kecemasan.
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi.
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
2. Resiko injury / kematian janin berhubungan dengan berkurangnya cairan amnion, distorsia,
inersia uteri.
Tujuan : resiko cedera pada janin akan berkurang.
NOC :
NIC :
Kaji DJJ secara manual atau elektronik.
Rasional : mendeteksi respon abnormal, seperti bradikardi, thakikardi yang mungkin disebabkan
karena stress, hipoksia dan asidosis.
Kaji malposisi dengan menggunakan maneuver leopold dan temuan pemeriksaan internal.
Rasional : menentukan letak janin, posisi dan presentasi dapat mengidentifikasi faktor-faktor
yang memeperberat disfungsional persalinan.
Siapkan metode untuk melahirkan yang paling layak, bila janin pada presentase kening, wajah,
dan dagu.
Rasional : presentase ini meningkatkan resiko CPD, karena diameter lebih besar dari tengkorak
janin masuk ke pelvic karena kegagalan kemajuan dan pola persalinan memerlukan kelahiran
secara cesar.
Perhatikan warna dan jumlah cairan amnion bila pecah ketuban.
Rasional : ketuban cairan amnion menyebabkan distensi uterus berlebihan yang berhubungan
dengan anomali janin.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas,
desquamasi epitel.
NOC:
tissue integrity : skin and mucous
kriteria hasil :
perfusi jaringan baik.
tidak ada luka.
integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.
NIC : pressure manajement
jaga kebersihan kulit .
mobilisasi pasien.
monitor kulit adanya kemerahan.
monitor status nutrisi pasien.
4. Resiko perdarahan berhubungan dengan atonia uteri.
NOC :
Blood lose severity
Blood koagulation
Kriteria hasil :
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, Dr. Chrisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetrik dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profile Dinas Kesehatan Republik Indonesia tahun
2010. Semarang
Freddy Panjaitan. 2012. Kehamilan serotinus. (https:// freddypanjaitan. wordpress.
com/2012/01/10kehamilan-lewat-waktu-serotinus/)(Online), diakses pada tanggal 10 januari
2015.
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis. Jakarta:
Salemba Medika
Huliana, Mellyna. 2007. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta : Puspa Swara
Kurniawati, D (dkk). 2009. Obgynacea (Obgyndan Ginekologi).Yogyakarta: TOSCA
Manuaba, I.B.G. 2009. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 2009. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Muslihatun. WN dkk. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogjakarta : Fitramaya
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.
Saminem, HJ. 2009. Kehamilan Normal : Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Trihendradi dkk. 2010. Wonderpa Indahnya Pendampingan. Yogyakarta : ANDI
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wildan, M. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
kehamilan postterm
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persalinan postterm menunjukkan bahwa kehamilan telah melampaui waktu perkiraan pe
rsalinan menurut hari pertama menstruasinya. Kemudian berturut-turut 1950 Clifford mengemuk
akan tentang sindrom postterm bayi, sedangkan 1960 Mc Clure menyatakan bahwa angka kemati
an bayi dengan kehamilan postdate semakin meningkat (Manuaba, 2007). Menurut WHO persali
nan postterm adalah keadaan yang menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung sampai 42 ming
gu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan
siklus haid rata-rata 28 hari.
Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10 %, bervariasi antara 3,5-14 %.Perbed
aan yang lebar disebabkan perbedaan dalam menentukan usia kehamilan. Disamping itu perlu dii
ngat bahwa para ibu sebanyak 10 % lupa akan tanggal haid terakhir disamping sukar menentukan sec
ara tepat saat ovulasi. Kehamilan postterm masih menyebabkan kematian maternal di Indonesia,wal
aupun hanya menyumbang beberapa persen dari angkah kematian ibu dan janin tetapi hal ini perl
u mendapat perhatian yang lebih dari tenaga kesehatan agar angkah kematian di Indonesia dapat
ditekan secara langsung. Karena semakin lama janin atau neonatus ini berada di dalam uterus, m
aka kemungkinan perubahan morbiditas dan mortilitas semakin besar.
Pengaruh kehamikan postterm terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan. Beber
apa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah bahaya pada janin, sedangkan bebera
pa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan postterm terhadap janin terlalu dilebihkan.
Fungsi Plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu. Dan kemudian mulai menurun ter
utama setelah 42 minggu.
B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Diharapkan Penulis Mampu Menganalisis Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Dengan Posttre
m
2. TUJUAN KHUSUS
Diharapkan Penulis Mampu Mengkaji Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Pada Ny. M G2 P1 A0
H1 Gravid 42 43 mg dengan Postterm dan Gagal drip Di Ruangan Kamar Bersalin RSUD Pari
aman
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A . Pengertian Kehamilan Posterm
Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan memanjang, keh
amilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas. Kehamilan lewat bulan, suatu kond
isi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neona
tal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstr
uasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan
ena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas jani
n. ( Varney Helen,2007)
Kehamilan post matur menurut Prawirohardjo adalah kehamilan yang melewati 294 hari at
au lebih dari 42 minggu lengkap di hitung dari HPHT. Sedangkan menurut Manuaba kehamilan l
ewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan.
Keakuratan dalam memperkirakan usia kehamilan meningkat pesat sejak adanya USG yan
g mungkin banyak digunakan. Kisaran optimum variasi lama gestasi pada manusia belum diketa
hui hingga kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan (TP) masih berubahubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif rendah, beberapa studi menunjukkan bah
wa sebagian besar induksi yang dijadwalkan dengan indikasi kehamilan lewat bulan faktanya kur
ang dari 42 minggu berdasarkan hitungan dengan USG. Akibatnya induksi yang menjadi bersifat
relatif.
B . Etiologi
b. Kadar kortisol yang rendah pada darah janin yang rendah seinngga di simpulkan kerentanan akan
stress merupakan faktor tidak timbulnya his.
c. Kurangnya air ketuban plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
d. Insufiensi plasenta
e. Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 min
ggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri sp
iralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tum
buh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuba
n juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tid
ak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartu
m, 55% intrapartum, 15% postpartum.
C. Patogenesis Kehamilan Postterm
Penyebab pasti dari kehamilan postterm sampai saat ini masih belum diketahui pasti. Beb
erapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan postterm seba
gai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain :
1. Teori progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubah
an endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatka
n sensitivitas uterus terhadap oksitosin. Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya kehamila
n postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron melewati waktu yang sem
estinya.
2. Teori Oksitosin
Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis Ibu hamil pada kehamilan lanjut didu
ga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan postterm.
3. Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi tanda untuk dimulainya persalinan ada
lah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan me
mpengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estroge
n, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan ja
nin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin ak
an menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsu
ng lewat bulan.
4. Teori saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan membangkitkan kontra
ksi uterus pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, t
ali pusar pendek, dan bagian bawah masih tinggi ke semuanya diduga sebagai penyebab terjadin
ya kehamilan postterm.
5. Teori heriditer
Pengaruh heriditer terhadap insidensi kehamilan postterm telah dibuktikan pada beberapa
penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan dalam hasil penelitiannya, bahwa seorang
ibu yang pernah mengalami kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya akan memiliki resik
o lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya. Hasil penelitian
ini memunculkan kemungkinan bahwa kehamilan postterm juga dipengaruhi faktor genetik.
D. Prognosis
Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu karena
angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebi
h 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu berga
ntung pada populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin
untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika Tp telah ditentukan pada t
rimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan.Data yang terkumpul sering
menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 min
ggu.
Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pe
ndekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007). Apabila di
ambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 12%. Apabila diambil batas waktu 43
minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Rustam,1998).
E. Pengaruh terhadap Ibu dan Janin :
Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan atterm, terutama
terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan aspirasi
mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan postterm antara lain sebagai berikut.
Perubahan
pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan pos
tterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan pe
nurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berik
ut:
1. Penimbunan kalsium. Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan penimbunan kalsium pada pla
senta. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intrauterin yang dapat
meningkat sampai 2-4 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat sesuai dengan progesivit
as degenerasi plasenta. Namun, beberapa vili mungkin mengalami degenerasi tanpa mengalami k
lasifikasi.
2. Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat menur
unkan mekanisme transpor plasenta.
3. Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, trombosis i
ntervili, dan infark vili.
4. Perubahan Biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar DNA
di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat, transpor kalsium tidak terganggu, alir
an natrium, kalium dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi sepe
rti asam amino, lemak, dan gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat menga
kibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterin.
Pengaruh
pada janin
Pengaruh kehamikan postterm terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan. Beber
apa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah bahaya pada janin, sedangkan bebera
pa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan postterm terhadap janin terlalu dilebihkan.
Kiranya kebenaran terletak di antara keduanya. Fungsi Plasenta mencapai puncak pada kehamila
n 38 minggu. Dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktika
n dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi Plasenta berkaitan d
engan peningkatan kejadian gawat janin resiko 3 kali. Akibat dari proses penuaan plasenta, pema
sokan makanan dan oksigen akan menurun di samping adanya spasme arteri spiralis. Sirkulasi ut
ero plasenter akan berkurang dengan 50 % menjadi hanya 250 ml/menit. Beberapa pengaruh keh
amilan postterm terhadap janin antara lain sebagai berikut :
1. Berat Janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi penurunan be
rat janin. Dari penelitian vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-
rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya enurunan sesudah 42 minggu. Namun, seri
ngkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus ses
uai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin >
3.600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan postterm, sedangkan pada kehamilan genap bulan (te
rm) sebesar 30,6 %. Resiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan p
ostterm tingkat dua sampai 4 kali lebih besar dari kehamilan aterm.
2. Sindroma postmaturitas. Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda sepe
rti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas, atau hilangnya lemak su
bkutan, kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kasiosa d
an lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna coklat kehijauan atau
kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita dan rambut kepala banyak atau teb
al. Tidak seluruh nenonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fu
ngsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada keha
milan postterm.
F. Tanda Bayi Post Matur
Tanda postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Prawirohardjo) :
Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mud
ah mengelupas.
Stadium II
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat
G. DIAGNOSIS
Walaupun kemungkinan kehamilan postterm dapat dideteksi pada 4-19% dari seluruh keh
amilan, sering kali diagnosis kehamilan postterm mengalami kekeliruan disebabkan salah menen
tukan usia kehamilan. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk mengetahui usia kehamilan da
lam menegakkan diagnosis kehamilan postterm. Karena semakin lama janin atau neonatus ini ber
ada di dalam uterus, maka kemungkinan perubahan morbiditas dan mortilitas semakin besar. Na
mun, penentuan intervensi/terminasi secara terburu-buru juga dapat menimbulkan kerugian bagi
Ibu maupun janin.
1. Riwayat haid
Sangat penting untuk memastikan bahwa kehamilan sebenarnya postterm atau tidak. Idealnya, us
ia kehamilan yang akurat ditentukan di awal kehamilan. Diagnosis kehamilan postterm tidak suli
t untuk ditegakkan bilamana HPHT diketahui secara pasti. Ditentukan beberapa kriteria :
Penderita
Siklus
Tidak
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele. Berdasarkan riwa
yat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamila possterm kemungkinan adalah sbb
:
Terjadi kesalahan
Tanggal
Tidak
ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat bulan (
keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang diduga kehamilan postterm)
2. Riwayat pemeriksaan Antenatal
Tes
kehamilan. Bila pasien melakukan tes pemeriksaan tes imunologik sesudah terlambat 2 mingg
janin. Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan Ibu pada pada umur kehamila
n 18-20 minggu. Pada Primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pa
da Multigravida sekitar 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah quicke
ning ditamba 22 minggu pada Primigravida atau ditambah 24 minggu pada multiparitas.
Denyut
jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Leanec DJJ dapat didengar mulai umur kehamilan
18-20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria
hasil pemeriksaan sbb :
Telah
Telah
Telah
Telah
lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Leanec
5. Pemeriksaan Radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifisis femur
bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal terlihat
setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara ini sek
arang jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat penulangan seringkali sulit, juga peng
aruh radiologik kurang baik terhadap janin.
6. Pemeriksaan Laboratorium
Kadar
umur kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32 minggu, pada k
ehamilan genap bulan rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan
kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah janin cukup umur/matang
untuk dilairkan yang berkaitan dengan menrcegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehami
lan.
Aktivitas
nion mempercepar waktuoembekuan darah, aktivitas ini meningkat dengan bertambahya umur k
ehamilan pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur keh
amilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapat ATCA antara 4
2-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.
Sitologi
cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnio
n. Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10 %, maka kehamilan diperkirakan 36 min
ggu dan apabila lebih dari 50, maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.
Sitologi
s 75 %. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gest
asi.
H. Penatalaksanaan
Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya.
Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan pe
ngawasan ketat
Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang boleh dilak
ukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi.
Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim
Terdapat hipertensi, pre-eklampsia
nggu
ang berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan sebagai suatu rangkaian yang ko
ntinu. Penatalaksanaan aktif versus penatalaksanaan antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang
digunakan dalam menentukan usia kehamilan.
Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat persalinan jika terdapat kondisi
obstetri dan medis yang mengancam ibu dan janin. Sebelum ada metode yang diterima untuk ind
uksi persalinan seksio sesaria merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima untuk mengatasi
maslaah ini.
Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan membandingka
n resiko dan manfaat masing masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yan
g paling efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janian dan hiperstimulasi pada uteru
s. Induksi persalinan juga diperkirakan komplikasinya. Induksi persalian dikaitkan dengan penin
gkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk wanita primigravida yang usia kehamilanyy
a lebih dai 41 minggu dan taksiran berat jain 3800 gram atau lebih.
Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko distress janin, seksio sesaria, i
nfeksi dan perdarahan sangat mengejutkan bagi masyarakat awam. kehamilan lebih bulan akan
meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom aspirasi mekonium pada n
eonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.
Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal hal :
a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan : Induksi persalinan Pada tahun 1970an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak
mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan dapat meningkatkan b
ahaya. Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi persalinan dan tidak adanya stan
dardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan dari
induksi persalinan adalah ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi se
belum persalinan spontan terjadi. Meski metode induksi sekarang diutamakan pada induksi kont
arkasi uterus, namun peran servik sangat penting yang aktivitasnya tidak sepenuhnya dipengaruh
i uterus. Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun 1960-an dan prostaglandin seja
k tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara pemberian dan waktu pemberian untuk semua meto
de hingga kini masih dalam penelitian, untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan i
nduksi persalinnan setelah servik matang dapat dicapai dengan menggunakan prostaglandin E2 (
PGE2) bersama oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematang
kan seriks dibanding oksitosin. Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan ( mis
alnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis), memiliki kisaran ke
berhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
- Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina
( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995).
- Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5 mg deng dibe
rika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)
c.
Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) ( disetujui FDA untuk aborsi trimester pe
rtama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg untuk diberikan per oral.
J.
Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada upaya me
misahkan membran amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian baw
ah pada saat pemeriksaan dalam Dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan memeriksa wani
ta untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi lazimnya. Perawatan dilakukanan
untuk memastikan bahwa bagian kepala janin telah turun. Pemeriksaan mengulurkan jari telunju
k sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung distal jari perlahan antara segmen uterus ba
gian bawah dan membaran. Beberapa usapan biasanya eektif untuk menstimulasi kontaksi awal r
eguler dalam 72 jam. Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke dalam si
rkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak dis
engaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan membran servik tidak
dilakukan pada kasus kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi ya
ng tidak diketahui, atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.
2.
Amniotomi
Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa den
gan teliti untuk mengkaji penipisan servik, pembukaanm posisi,, dan letak bagian bawah. Present
asi selain kepala merupakan kontraindikasi AROM dan kontraindikasi lainnya ketika kepala belu
m turun, atau bayi kecil karena dapat menyebabkan prolaps talipusat. Meskipun amniotomi serin
g dilakukan untuk menginduksi persalinan, namun hingga kini masih belum ada studi prospektif
dengan desain tepat yang secara acak menempatkan wanita pada kelompok tertentu untuk menge
valuasi praktik amniotomi ini.
3.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman kerna menggunakan metode yang sesuai dengan fi
siologi kehamilan dan persalinan. Penangannya dengan menstimulasi selama 15 menit diselingi i
stirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali perhari.
4.
Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat meni
ngkatkan angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian ballon di isi udara 25 hingg
50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahw
a teknik ini sangat efektif.
6.
Aktifitas seksual.
Jika bidan tidak merasa bahwa penatalaksanaan aktif pada persalinan lewat bula diindikas
ikan, protokol dalam memuat panduan rekomendasi yang mencakup pemberian, wakru, dosis, da
n langkah kewaspadaan. Sementara pada penatalaksanaan antisipasi, bidan dianjurkan mendoku
mentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan yang disepakati bersama oleh wanita. Bidan ma
upun wanita harus memahami secara benar standar perawatan setempat untuk menangani kehami
lan lewat bulan. Wanita sebaiknya diberi tahu jika terdapat status yang tidak mencakup pada pen
ggunaan resep, dan bidan harus tetap merujuk pada literatur terkini seputar penanganan kehamila
n lewat bulan.
I. PENGUMPULAN DATA
A. IDENTITAS/BIODATA
Ibu
2. Suami
Nama
: Ny. Murdiati
Nama
: Tn. Basrul
Umur
: 30 th
Umur
: 31 th
Suku
: Minang
Suku
: Minang
Bangsa
: Indonesia
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Pendidikan : SMK
Pendidikan : SMK
Pekerjaan
Pekerjaan
:Wiraswasta
: 0852374811950
No.Hp
B. DATA SUBJEKTIF
1. Alasan utama masuk kamar bersalin : Ibu kiriman poli kebidanan dengan kehamilan lewat bulan, t
idak ada tanda-tanda persalinan
2. Perasaan (sejak datang ke klinik) : Cemas
3. Tanda tanda persalinan
- Kontraksi : Tidak ada
4. Pengeluaran pervaginam
- Darah lendir : Tidak ada
- Air ketuban : Utuh
Darah : Tidak ada
5. Masalah masalah khusus : tidak ada keluhan
(tanyakan hal-hal yang berhubungan dengan faktor resiko/predisposisi maupun resiko tinggi yan
g dialami)
6. Riwayat kehamilan sekarang :
HPHT : 17 9 2012
Lamanya : 5 hari
Siklus : 28 hari
ANC : Lebih dari 4 kali
BAK terakhir
11. Istirahat/tidur
: 2 jam/hari
Tgl/thn
lahir
23/12/20
07
Tempat
persalin
an
Usia
BPS
Ater
m
Jenis
Persalin
an
Pen
o
Lon
g
Spontan
Penyulit keh
.&
Persali
Jen
Nan
is
LK
Anak
BB
P
B
Kea
daa
n
3.2
seh
kg
at
c
m
2
Ini
: Tidak Pernah
: Tidak Pernah
C. DATA OBJEKTIF
: Tidak ada
1. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Baik
b. Tanda-tanda vital
1) tekanan darah : 120/80 mmhg
2) nadi : 80 x/menit
3) pernafasan : 22 x/menit
4) suhu : 36,5
5) Tinggi badan : 152 cm
6) Berat badan : 49 kg
c. Inspeksi :
1) rambut
: Merah Muda
: Tidak Kuning
4) payudara
pembesaran
putting susu
: Menonjol
benjolan
: Tidak ada
pengeluaran kolustrum
rasa nyeri
: Ada
: Tidak ada
5) abdomen
pembesaran
:
: Sesuai Usia Kehamilan
: Tidak Ada
odema
: Tidak ada
7) ekstremitas bawah
Oedema
: Tidak ada
Mc. Donald
: 33cm
Kontraksi : Tidak ada
Tafsiran berat janin : 3410 gr
2. Auskultasi
DJJ
: Positif
Frekuensi : 144x/menit
Irama
Itensitas
: Teratur
: Kuat
Puctum max
Perinium
Vulva vagina
4. Pemeriksaan dalam
Atas indikasi
: Tebal
Pembukaan servik
Ketuban
: Tidak Ada
: Positif
Presentasi
: Kepala
:-
:-
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikasaan laboratorim :
Hb : 9,2 gr%
II. ASSESMENT
Ibu G2 P1 A0 H1 Gravid 42-43 minggu janin tunggal hidup intra uterin, letkep, pu-ka, KU ibu d
an janin baik, dengan Postterm
III. PLANING
- Observasi Tanda-tanda Vital
- Pasang infus RL + induxin amp
- Observasi kemajuan persalinan
: 120/80mmhg
- Nadi
: 88x/menit
: 170x/menit
- VT
Pembukaan
: 2-3 cm
Penurunan Kepala
: H II
Ketuban
: Positif
BAB IV
KAJIAN/ ANALISA KASUS
Kehamilan postterm menurut Prawirohardjo adalah kehamilan yang melewati 294 hari at
au lebih dari 42 minggu lengkap di hitung dari HPHT. Sedangkan menurut Manuaba kehamilan l
ewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan. Penyeba
b pasti dari kehamilan postterm sampai saat ini masih belum diketahui pasti. Ny. M, gravida 4243 minggu, beberapa teori yang mungkin menyebabkan postterm Pada kasus Ny. M antara lain :
Teori progesterone yaitu penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya mer
upakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada pers
alinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin. Berdasarkan teori ini, diduga bah
wa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron me
lewati waktu yang semestinya.
Teori Oksitosin yaitu rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis Ibu hamil pada k
ehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan postterm.
Teori Kortisol/ACTH janin yaitu dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi tanda
untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plas
ma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang d
an memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi pros
taglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehi
ngga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan. Pada saat mendiagnosis, kehamilan postterm dap
at dideteksi pada 4-19% dari seluruh kehamilan, sering kali diagnosis kehamilan postterm menga
lami kekeliruan disebabkan salah menentukan usia kehamilan. Oleh karena itu, sangat penting se
kali untuk mengetahui usia kehamilan dalam menegakkan diagnosis kehamilan postterm. Karena
semakin lama janin atau neonatus ini berada di dalam uterus, maka kemungkinan perubahan mor
biditas dan mortilitas semakin besar. Namun, penentuan intervensi/terminasi secara terburu-buru
juga dapat menimbulkan kerugian bagi Ibu maupun janin.
Penanganan pada kasus Ny. M adalah dilakukan nya induksi persalinan dengan induxin 1/2 ampu
l dalam larutan RL dimulai 10 tetes / menit, tapi ternyata tidak ada kemajuan persalinan, lalu dil
akukan tindakan operasi Sectio Caesaria. Menurut Prawirohardjo, Sampai saat ini masih menjadi
terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan postterm. Beberapa kontrovensi dala
m pengelolaan kehamilan postterm, antara lain adalah :
Apakah
sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah ditegakkan
dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41 ata
u 42 minggu.
Pengelolaan aktif : dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau 42
minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin. Pengelolaan pasif/menunggu/ ekspektatif : did
asarkan pandangan bahwa persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postter me
mpunya resiko/komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga menganjurka
n untuk dilakukan pengawasan terus menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik
maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk m
engakhiri kehamilan.
Pada kasus Ny. M setelah dilakukan Induksi , denyut Jantung Janin meningkat menjadi 1
70x/menit janin mengalami fetal distress. Pemeriksaan/pemantauan janin ini diperiksa dengan m
enggunakan alat Kardiotokografi/KTG. Menurut Prawirohardjo,alat KTG ini untuk menilai peru
bahan secara elektronik yang menilai fisiologik pada utero-feto-placenta dan kecukupan oksigen
asi pada janin. Pola detak jantung janin yang khas terjadi sebagai hasil stress hipoksia dan nonhio
ksi atau stimulasi pada unit utero-feto-plecental.Induksi persalinan meningkatkan resiko distress
janin, kehamilan lebih bulan akan meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium
sindrom aspirasi mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamila
n lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post datisme atau pascamaturi
tas, adalah: kehamilan sampai 24 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari HPHT menurut rum
us Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.
Kasus Ny.M G2 P1 A0 H1 dengan usia kehamilan 42-43 minggu, mengalami kehamilan
postterm dengan gagal drip serta mengalami fetal distress, yang diakhiri dengan tindakan SC.
Penyebab pasti dari kehamilan postterm sampai saat ini masih belum diketahui pasti. Beb
erapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan postterm seba
gai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain : teori Pr
ogesteron, teori Oksitosin, teori Kortisol/ACTH janin, saraf uterus dan herediter.
Penatalaksanaan Medis yang lainnya yaitu: Dua prinsip pemikiran :
Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan int
ervensi jika hanya terdapat indikasi.
Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 4
2 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.
Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat merugika
n bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan dist
osia janin perlu dipertimbangkan.
B. SARAN
1. Bidan diharapkan mampu menetapkan/menetukan usia kehamilan pada ibu hamil untuk mengetahu
i apakah ibu mengalami postterm apa tidak.
2. Bidan harus mengetahui apa penatalaksaan dari ibu hamil yang mengalami postterm dan kapan har
us merujuk pasien atau berkolaborasi dengan dokter spesialis kandungan.