You are on page 1of 19

30

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1

Pelaksanaan pengumpulan data


Pengumpulan data dilakukan di Kelurahan Sidomulyo Barat Pekanbaru,

pada bulan Februari 2014 dengan menggunakan metode wawancara mendalam


(in-depth interview), diskusi kelompok terarah (focus group discussion), dan
pengamatan (observation). Pemilihan sampel menggunakan metode snowball
sampling yaitu memilih sampel atas rekomendasi. 17 Sampel yang ditunjuk
meliputi penganggung jawab program TB di Puskesmas Rawat Jalan Sidomulyo
untuk populasi penderita TB paru, keluarga penderita dan pelayan kesehatan.
Sedangkan sampel dari populasi masyarakat sekitar adalah atas rekomendasi
Ketua Persatuan Masyarakat Peduli TB (PAMALI TB) di Kelurahan Sidomulyo
Barat Pekanbaru. Key informan yakni dokter spesialis paru. Jumlah informan
dalam penelitian ini sebanyak 22 orang, dengan rincian informan untuk
wawancara sebanyak 17 orang, dan informan untuk FGD sebanyak 5 orang.
Wawancara ini didokumentasikan dengan audio recorder. Validasi dilakukan
dengan cara triangulasi. Setelah melakukan

wawancara terhadap 4 orang

penderita, ada 1 orang penderita yang didrop out karena jawaban yang diberikan
tidak relevan dengan pertanyaan peneliti.
4.2 Karakteristik informan
1.
Informan Wawancara Mendalam
Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 kelompok berdasarkan
status informan tersebut yakni penderita yang disingkat menjadi PD, keluarga
disingkat menjadi K, masyarakat disingkat menjadi M, pelayan kesehatan
disingkat menjadi PK, dan Key informan.
Tabel 4.1 Karakteristik informan wawancara mendalam

31

NO

Informan

Umur
(th)

Jenis
kelamin

Pekerjaan

PD 1

60

Perempuan

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

PD 2
K1
M1
M2
M3
M4
M5
K2
K3
PK 1
PK 2
PK 3
Key
informan
PD 3
K4
PD 4

60
58
62
40
42
42
33
69
24
34
32
28

Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan

Pembantu rumah
tangga
Pedagang
Ibu rumah tangga
Pensiunan PNS
Ibu rumah tangga
Ibu rumah tangga
Ibu rumah tangga
Ibu rumah tangga
Pensiunan PNS
Ibu rumah tangga
Perawat
Perawat
Perawat

44

Perempuan

Konsulen paru

55
36
55

Laki-laki
Perempuan
Laki-laki

Karyawan bandara
Ibu rumah tangga
Petani

14
15
16
17

Status
Penderita
Penderita
Keluarga
Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat
Keluarga
Keluarga
Pelkes
Pelkes
Pelkes
Key
informan
Penderita
Keluarga
Penderita

Berdasarkan tabel 4.1 diatas memperlihatkan umur informan berkisar antara


24-69 tahun. Adapun sebaran status informan wawancara mendalam adalah 5
orang penderita TB paru, 4 orang keluarga penderita TB paru, 5 orang masyarakat
sekitar, 3 orang pelayan kesehatan, dan 1 orang key informan.
2.
Informan FGD
Informan FGD hanya berasal dari kelompok masyarakat. Hal ini
dikarenakan hanya dari kelompok masyarakat lah yang paling memungkinkan
untuk dibuat menjadi FGD dalam kesempatan penelitian ini, pertimbangan
lainnya adalah karena jumlah kelompok penderita dan keluarga tidak mencukupi
dan sangat sulit untuk mengumpulkan calon informan tersebut. Semua informan
FGD adalah perempuan, dimana mereka ini adalah kelompok arisan di salah satu
RW yang ada di Kelurahan Sidomulyo Barat Pekanbaru.
Tabel 4.2 Karakteristik informan FGD

32

NO
1
2
3
4
5

Informan
M6
M7
M8
M9
M 10

Umur
(th)
24
28
26
36
32

Jenis
kelamin
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan

Pekerjaan

Status

Ibu rumah tangga


Ibu rumah tangga
Ibu rumah tangga
Ibu rumah tangga
Ibu rumah tangga

Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat

Berdasarkan tabel 4.2 diatas memperlihatkan umur informan berkisar antara


24-36 tahun dimana seluruh informan FGD ini adalah masyarakat sekitar.
4.3 Gambaran hasil penelitian
4.3.1 Stigma dan diskriminasi terhadap penderita TB paru
a. Stigma dari diri penderita sendiri
Penderita memiliki keyakinan (pengetahuan) yang salah, penderita yakin bahwa
TB ini adalah penyakit keturunan:
... bapak ndak ada keturunan TB PD 2
Tidak semua penderita merasa sedih dan terbebani:
Ndak ada (tidak sedih dan tidak terbebani) PD 2
Ndak, kalau kita tengok di TV kan orang TB ni kurus, setengah mati,
sekarang uda dapat obatnya kan, memang TB tu abis badan kita sebab
kita ndak mau makan PD 3
Perasaan saya gak ada apa-apa, biasa aja saya menanggapi nya
PD4
Akan tetapi tidak semua ungkapan penderita sesuai dengan pengakuan dari
keluarganya, penderita merasa memberatkan keluarga, sehingga menolak untuk
berobat pada awalnya:
Bapak ndak mau dia, disangkanya memberatkan K 1 (pengakuan
keluarga PD 2)

33
Dan beberapa penderita merasa tidak terbebani lagi seiring berjalannya
pengobatan, dan kemajuan yang ia rasakan:
Kalau TBC saya ndak kepikiran lagi do, soal nya dah banyak perubahan
kan PD 3
Salah seorang penderita sangat yakin bahwa TB ini bukanlah penyakit yang
ditakuti saat ini karena sudah ada pengobatan:
Yang saya tau TBC itu dulu yang ditakutkan itu di zaman bapak saya dulu
penyakit itu ditakuti, orang yang diserang penyakit itu pun ketakutan,
kalau sekarang gak ketakutan lagi, yang terserang pun gak ketakutan,
orang lain pun gak ketakutan, jadi gak ada merasa tersingkir saya, ndak
merasa tersindir lah gitu PD 4
PD 4 memang tidak merasa tebebani oleh TB yang dideritanya, akan tetapi merasa
terbebani karena tidak boleh merokok:
Di saat saat saya sudah selesai makan, di situ lah paling sedih aku karena
gk bisa merokok, minta rokok aku, artinya itu uda mendarah daging
PD4
b. Diskriminasi dari diri penderita sendiri
Informan terlalu berlebihan dalam pemakaian masker yang sebenarnya tidak
perlu:
Kalau di rumah saya pakai masker juga, karena batuk misalnya kita ya,
itu harus ditutup mulut ni, kumannya keluar nanti, makanya pakai masker
PD 3
Bukan itu saja, penderita yang sama (PD 3) memutuskan untuk pisah ranjang
dengan istrinya karena merasa khawatir akan menularkan:
Kalau tidur saya sendiri... karena ini ya, sekamar juga tapi istri saya di
bawah tidurnya, ndak boleh dekat... karena ini menular nanti batuk ini...
kan ndak masalah, abis uda dokternya yang nganjurkan (Observasi:
peneliti melihat langsung ekspresi informan sangat sedih ketika
menyatakan hal ini) PD 2
c.

Stigma dari keluarga penderita

34
Satu penderita tidak memiliki stigma dari keluarganya:
Untung aja orang rumah ndak pernah berkata apa apa, ndak pernah,
untung aja, istri saya ndak banyak cerita, anak saya yang kerja di bagan
juga, bapak ndak usah mikir apa apa, yang penting sehat katanya... gk
ada mengeluh dek, gk pernah, saya terus terang ya, sudah 1,5 saya sakit
ni, kemana mana saya berobat, istri saya yang ini... Memang kalau dipikir
kita sakit ini ya, kalau ndak ada anak anak, orang rumah, susah, kalau
sempat orang orang rumah ndak enak kata kata nya ndak mungkin kita
bisa sehat begini PD 3
Berbeda dengan ungkapan salah satu penderita, dimana penderita merasa ada
suatu kesulitan di dalam keluarganya karena TB yang ia derita:
Kacau sebetulnya, bagaimanapun itu harus ditahakan (Observasi:
peneliti melihat ekspresi informan sangat sedih ketika mengatakan hal ini)
PD 4
Beda hal nya stigma yang peneliti dapatkan dari informan keluarga. Keluarga
yakin bahwa penyakit TB dapat disebabkan oleh pemakaian baju yang basah,
jarang menggunakan baju pada malam hari sehingga udara malam masuk ke
tubuh. Keluarga juga mengira bahwa penggunaan anti nyamuk bakar itu juga
mempermudah terjadinya TB:
Kalau hujan, bapak tu tetap pakai baju yang basah jadi kering dijalan aja,
kadang kadang memakai baju basah di badan tu kan efeknya ke paru kata
orang, ibu rasa karena bapak kalau malam jarang pakai baju, subuh tu
sudah masak untuk barang dagangan tu ndak ada bapak pakai baju,
udara malam kan ndak segar... Ibu rasa karena kedinginan malam tu lah,
kalau tengok di keluarga ndak ada... Kalau sama obat nyamuk ada
masalah ndak? Dulu bapak sering pakai obat nyamuk, sekali 3 dibakar
bapak tu,, tiap malam, ndak ada sesask napas, ndak pernah K 1
(keluarga PD 2)
Salah satu keluarga yakin bahwa tatap muka dengan penderita TB itu berbahaya
Padahalkan berbahaya tu kan kita tatap muka aja air ludah nya bisa
menular gitu kan K 2 (penderita dari Keluarga 2 tidak menjadi
informan dalam penelitian ini)

35
d. Diskriminasi dari keluarga penderita
Salah seorang penderita tidak tahu cara penularan TB ini, ia menganggap bahwa
meminum minuman sisa penderita TB adalah hal yang biasa dan tidak akan
menularkan TB:
Ndak ada kalau bapak minum kadang kadang cucu bapak minum juga air
bapak PD 2
Kebanyakan penderita merasa tidak didiskriminasi oleh keluarganya:
Ndak ada (tidak ada pemisahan, prilaku sama saja) PD 2
Ndak ada lah yang gak baik.. Hanya gelas aja, tapi kalau sudah dicuci
ndak masalah do, saya minum, diminum sama anak ndak boleh PD 3
Kalau kami di keluarga ini belum ada pemisahan, baik itu piring ya, alat
alat makanan lah ya, belum ada. Masih sama, perlakuan juga sama
PD 4
Hal ini sesuai dengan pernyataan keluarga bahwa mereka tidak mendiskriminasi:
Ndak ada perbedaan K 1 (keluarga dari PD 2)
Terangsang untuk di ungsikan dia dari kita, gak, biasa aja, makan sama,
bicara sama... Nenek ndak mau dia nanti perasaannya tersinggung jadi
biarlah sebagai sugesti bagi kita kan supaya dia tidak merasa
tersinggung, tidak merasa rendah diri, kita tu kan takut kalau dia merasa
rendah diri, kita apa kan nanti membawa penyakit juga K 2 (penderita
dari Keluarga 2 tidak menjadi informan dalam penelitian ini)
Gak, tempat minumnya gak, kan gak menular K 4 (penderita dari
Keluarga 4 tidak menjadi informan dalam penelitian ini)
Meskipun demikian, ada pula keluarga yang mengaku tidak ada perlakuan khusus,
akan tetapi tetap saja mendiskriminasi seperti yang dilakukan oleh informan K 2
ini, ia memberi tanda ke peralatan makan dan minum penderita dalam satu
minggu pertama setelah penderita didiagnosis TB:
Paling paling seminggu pula yang diasingkan, setelah itu diberikan
tempat ini ini nama nya kan.. Tempat makan nya tu ndak dipisah cuma

36
piring nya, sendok nya gelas nya, kami pisah sementara dulu, tapi seminggu
tau dia tu K 2
Salah satu keluarga secara sadar dan tahu behwa telah memperlakukan penderita
secara khusus yakni memisahkan peralatan makan dan minum serta memberinya
tanda dengan tali:
Mama kakak ni karena kakak lagi hamil, memang disiapkan nya piring
khusus tu, sendok, dibikin dia tali nya ntah apa nya kan K 3 (penderita
dari Keluarga tidak menjadi informan dalam penelitian ini)
Khawatir tidak bisa melayani dan mendampingi penderita karena kondisinya yang
sedang hamil, informan K 3 juga meminta penderita untuk pulang kampung saja
ke rumah orangtua mereka:
Balik lah kampung, kakak liatlah kek gini, ndak bisa merawat kau, iya
lah kak katanya K 3
Diskriminasi ini memang wajar terjadi jika keluarga kurang mendapat edukasi
dari pelayan kesehatan seperti yang dikatakan key informan:
Bukan diskriminasi ya, takut berlebihan dari keluarga nya, cuma setelah
kita ajar kan, gak juga sampai suami istri pisah kamar, ada banyak, rata
rata begitu sampai piring nya dipisahin gk gitu juga , jadi kita kasi ya
edukasi lah ke keluarga nya gitu lho, wajar kalo dia gak tau saking takut
nya kena TBC tadi, cuma kita ajarin keluarga nya, Gak gitu bu, biasa
lah, kadang kadang petugas kesehatan ni malas mengedukasi, kalau uda
diedukasi kan keluarga nya paham, cuma kadang kadang petugas
kesehatan uda jutek dulu liatnya akhirnya edukasinya gak begini key
informan
e.

Stigmatisasi dari masyarakat sekitar

Kebanyakan informan masyarakat tidak tahu atau kurang tahu tentang penyakit
TB:
Yang saya tau TBC itu dari rokok, pernah tertular, dapat TBC nya karena
tertular M 2 (informan mengira bahwa TB dapat terjadi karena
merokok dan pernah tertular)

37
Tengok kegiatannya juga lah, apa dia sering keluar malam, apa dia
merokok M 3 (informan mengira bahwa TB dapat terjadi karena
seringnya terapar angin malam dan merokok)
Yang saya tau dari bekas makan minum nya, dari udara, masuk gk ya? Gk
jelas juga udara masuk atau gk ke TB, kalau ngomong menular ndak?
Belum jelas kali M 4 (informan sudah benar tetapi masih ragu-ragu)
...kata orang kan kalau orang kena TBC umurnya kan gak panjang...
makanya sakit, batuk itu, langsung periksa, uda 2 kali kami periksa itu,
sampai pernah cek dahak, di rontgen, tapi kata bu dokter tu ndak pa pa,
cuma alergi aja M 8 (informan sering batuk-batuk karena alergi, tetapi
karena kekhawatirannya terhadap penyakit TB yang ia pikir bahwa
penderita TB tidak akan berumur panjang, maka informan sering ke
pelayan kesehatan demi hanya untuk mengetahui apakah ia mengidap TB
atau tidak)
Dia ada 2 jenis tu kan, ada yang basah ada yang kering, itu kan ada di
kampung kami... (kalau basah) dia gemuk tapi kayak gk sehat, mengap
mengap, kalau yang kering bahu nya tinggi... Teman kami keturunan tu...
Tujuh turunan, setiap keluarga harus ada satu yang kena... Kalau aku tau
keturunan... Fisik lemah bisa juga, darah sama bisa juga M 10
(Observasi: informan menjawab dengan ekspresi sangat yakin dan serius.
M 10 memiliki stigma yang sangat besar, ia mengira bahwa TB adalah
penyakit keturunan, dan dapat tertular jika memiliki golongan darah yang
sama dengan penderita. Informan yakin jika TB itu terbagi menjadi
kelompok basah dan kering)
Hal ini sesuai dengan pernyataan key informan:
Sebenarnya gini, TB tu dengan apa penularnnya, kan dengan percikan
batuk, dahak ataupun bersin dari pasien, sebenarnya gak sampai banget
juga pisahkan piring nya, sama aja, kalau mau pakai piring cuci dulu
baru boleh dipakai lagi, kan gak ini ya, cuma diajarkan pasien nya kalau
batuk tutup mulut, pakailah masker gitu, kan bisa kontak ke orang lain ,
kalau buang ludah jangan sembarangan, kalau di tanah ditutup kalau di
kamar mandi disiram dengan air, sebenarnya sederhana cuma orang apa
gimana ya terlalu, takut nya berlebihan, saya bilang kalau ditanya bapak
TB atau DM, dia gk tau kalau DM itu seumur hidup, TB jelas-jelas
pengobatan nya 6 bulan sudah selesai, itu lah masyarakat kadang
kadang... Bukan karena mereka gak mengerti ya, terlalu berlebih...
Kadang kadang orang sarjana dibilang TBC gimana gitu padahal kan uda
ngerti, gk ngerti juga saya gitu key informan

38
Hanya sedikit informan masyarakat yang mengerti tentang TB ini:
Udara, minuman bekas penderita TB, kontak bicara, kalau TB cepat
biasanya tu menularnya M 3 (informan punya pengetahuan yang
cukup baik, bahwa TB dapat menular melalui udara, kontak bicara dengan
penderita, dan TB dapat menular dengan mudah)
Tumbuh kembang anak terhambat, kalau TB pada anak, gak mau gemuk
gitu, gk mau besar, terus suka batuk batuk mungkin, apalagi ya, biasanya
orang kena TB karena ketularan gitu. Katanya orang kena TB bahu nya
tinggi ya, sesak nafas, batuk berdarah katanya M 6 (informan
memiliki pengetahuan yang cukup baik, bahwa gejala TB pada anak
adalah terhambatnya pertumbuhan anak, kemudian TB adalah penyakit
menular dengan gejala seak nafas, batuk berdarah)
Batuk,menular M 7
Sedikit informan masyarakat meyakini bahwa penyakit TB tidak mengenai
golongan tertentu apakah itu miskin atau kaya, berpendidikan atau tidak
berpendidikan:
Gk musti mengenai orang miskin, karena menurut saya orang
berpindidikan juga bisa kena M 2
Ada juga orang kaya yang kena ya. Tapi kalau secara sepintas mungkin
dari golongan rendah ke bawah ntah kebersihannya kurang terjamin, ntah
dari lingkungannya, mungkin ada juga pengaruhnya orang yang tinggal
ditempat yang kotor, mungkin lebih besar resiko orang ini ketimbang
orang tiggal ditempat yang bersih gitu M 6 (informan berpendapat
bahwa orang-orang yang tinggal di tempat yang kurang bersih atau kotor
memiliki resiko lebih tinggi menderita TB)
Kurangnya pengetahuan ini wajar terjadi, semua informan FGD mengaku
jarang mendengar informasi tentang TB, hanya sedikit dari televisi dan
masyarakat, belum pernah mendapat penyuluhan.
Dalam kesempatan ini peneliti tidak menemukan masyarakat yang tahu bahwa di
sekitar tempat tinggalnya ada yang menderita TB, hal ini memang sesuai dengan
pernyataan keluarga penderita bahwa mereka menutupi atau tidak ingin
menceritakan masalah penyakit TB ini kepada masyarakat:

39
Cerita gitu aja, lagi kurang sehat (ndak mau cerita ke masyarakat) K1
Ndak, mereka ndak tau, ada juga sih tau adek kakak sakit, tapi penyakit
nya apa ndak tau K 3
Gak ada, iya saya takut bu nanti tetangga jadi apa kan TB itu penyakit
yang apa gitu, kan saya takut nanti dia (Observasi: informan berkata
sambil berbisik), K 4
karena khawatir penderita akan mendapat diskriminasi:
Ya paling mungkin, anggapan mereka karena itu penyakit menular Ah
janganlah dekat dengan dia lagi takutnya kakak tu ke ...(nama penderita)
nya lagi, sedih pula dia mungkin, kalau kakak ngapa harus dengarkan
orang, yang penting minum obat, dah selesai sehat kita mau apa orang...
Mikir jeleknya udah adik kita sakit, dikucilkan lagi. Kalau down sama
kita kan jelas, kalau down sama orang kan gak enak, kalau bisa dijaga ya
dijaga K 3
Saya takut nanti kan jangan teman sama dia, dia TB katanya, padahal
anak anak katanya gak menular kan bu, cuma kita mencegah itu lah bu
jadi saya gak mau ada yang tau kecuali keluarga aja... Takut nya orang tu
nyalahin kita, pokoknya takut dikucilkan lah jelasnya bu... Saya takutnya
setelah tau anak saya gk diterima lagi K 4 (informan khawatir
anaknya akan mendapat perlakuan buruk dari masyarakat seperti
dikucilkan dan dihindari).
Sehingga peneliti mencoba menggali stigma yang ada didalam pikiran masyarakat
dengan cara memberi pengandaian seandainya ada tetangga atau orang di sekitar
tempat tinggal yang menderita TB, dengan memberikan pengandaian seperti ini
peneliti dapat mengetahui ada atau tidaknya stigma bahkan gambaran stigma yang
berpotensi menjadi diskriminasi. Ternyata sangat banyak stigma yang peneliti
temui di masyarakat mengenai penyakit TB ini, karena ketidaktahuan mereka.
Stigma ini sangat berpotensi menyebabkan diskriminasi.
Seandainya berhadapan dengan penderita:
Kalau perbedaan si gak ya, gak mungkin kita liatin di depan dia kan,
kasian pula kan,, paling jaga jarak aja kalau lg bicara, gk mungkin kita

40
deket deket M 1 (informan lebih memilih untuk menjaga jarak jika
berbicara dengan penderita)
Tipikal saya akan menghindar, takut tertular M 2 (informan memilih
untuk menghindar saja)
Menghindar pasti, secara logika M 3 (informan juga memilih untuk
menghindar)
Kalau kita ngomong ya jaga jarak aja M 5 (informan memilih untuk
menjaga jarak denga penderita)
Sebenarnya serba dilema ya, yang pertama pastinya ingin diri kita sehat,
yang kedua gak ingin menyinggung perasaan kawan gitu ya,paling pandai
pandai aja, ya istilah nya jarak agakdijaga tapi gak begitu dijauhi, tapi
kalau dekat dia ya selalu ingatlah kalau dia tu punya penyakit TB, ntah
mungkin gak musti kontak langsung, ntah gak satu peralatan makan lah,
yang namanya tetap berbaur ya tetap berbaur, tapi gak terlalu dekat.
Bukan bermaksud mengucilkan sih, ndak, gimana ya, soalnya kita tau nya
menular gitu kan M 6 (Disetujui oleh M 7, M 8, M 9 dan M 10. Semua
informan ini sebanarnya memilih menjaga jarak karena khawatir akan
tertular, tapi tanpa diketahui oleh penderita agar tidak menyinggung
perasaannya)
Ada juga informan masyarakat yang ingin membantu memberi solusi dan tetap
ingin menjaga perasaan penderita walaupun ia punya stigma untuk membuat jarak
dengan penderita:
Kalau jujurnya, ya ada lah (ada perubahan sikap ke penderita), otomatis
kita buat jaraklah tapi pelan pelan, siap tu kita kasi masukan, kita tanya
baik-baik sakit nya apa, ya kalau dia jujur kita bisa kasi solusi... Asal
jangan membuat tersinggunglah, otomatis kan dia tau juga. Cuma kita
ajalah yang pandai menjaga perasaannya bagaimana, misalnya kita
selama ini ketawa-ketawa ya otomatis dari pada kita kena nanti kan
M3
Ya paling kita kasi tau kalau batuk dah lama baik nya dicek gimana
hasilnya, apa obatnya kan biar jelas. Ya paling saran aja sih untuk
kesembuhan nya M 4 (informan lebih memilih untuk memberi saran
kepada penderita, bukan menghindarinya)

41
Seandainya penderita berkunjung, akan ada perubahan sikap dari informan
masyarakat:
Kalau dia nya yang sakit datang, ya kalau pulang bekas minum nya kita
kasi air panas, gak mungkin dia datang gak kita kasi minum M 1
(informan tetap akan memberi minum kepada penderita tetapi gelas yang
sudah digunakan penderita akan disiram air panas dengan maksud agar
bakteri TB mati)
...kalau saya kasi minum, mungkin nanti gelasnya memang dipisahin,
gelasnya ya yang pasti saya buang, kalau dicuci mungkin beberapa kali
M 2 (informan akan membuang atau mencuci berkali-kali gelas yang
sudah digunakan oleh penderita)
Ya dilayani dikasi minum kan aqua ada. kalau pakai cangkir ya dicuci lah
bersih-bersih ntah direndam pakai air hangat yang penting kan dia ndak
tersinggung. Kalau pakai piring atau gelas kita ya kita asingkan lah
sementara, kita rendam dulu pakai air hangat menjelang kita cuci kan.
Yang penting jangan sampai dia tersinggung M 3 (informan lebih
memilih akan memberi minuman dalam kemasan, kalaupun penderita
menggunakan gelas atau piring informan, maka informan akan
memisahkan alat tersebut untuk direndam dengan air hangat sebelum
dicuci dengan maksud agar bakteri TB mati)
Kayaknya gak lah ya, cuman ya itu paling, minum nya lah paling, tempat
minum M 4 (informan akan mengasingkan gelas bekas penderita)
Informan masyarakat tidak ingin berkunjung ke rumah penderita
Kalau masi dalam masa pengobatan kayak tadi kalau penularannya lewat
udara kita harus antisipasi juga kan, ya gitu aja M 4
Akan tetapi beda halnya dengan beberapa informan masyarakat ini, ia mengerti
bahwa TB tidak akan menular melalu gelas yang sudah dicuci bersih:
Ya paling kita cuci bersih aja gelas nya, kalau di cuci kan steril juga dia
M 5
Kayak biasa, di sambut, nanti piringnya ntah dipisahin siap tu dicuci,
saling menjaga aja lah kita kan M 8 (disetujui oleh M 6)
Biasa aja, kalau dia mau minum, minum aja, kan nanti dicuci juga, asal
jangan sampai sakit hati pula orang kita bikin kan M 10

42
f.

Diskriminasi dari masyarakat sekitar

Tidak ada diskriminasi dari masyarakat sekitar karena memang masyarakat tidak
tahu bahwa mereka berhadapan dengan penderita TB:
Ndak ada (tidak di olok-olok) PD 2
Orang orang sini baik baik sama saya PD 3
Akan tetapi ada salah seorang penderita yang tidak sungkan menceritakan
masalah penyakit nya ke masyarakat, karena ia menganggap tidak ada untungnya
menutup-nutupi penyakitnya itu, dan penderita sendiri merasa baik-baik saja
dengan masyarakat sekitar:
O... tau, karena ada kunjungan ya, ada kunjungan khusus, saya sangat
sangat terbuka ke semuanya, apa guna nya menutup-nutupi, ya kalau ada
obat yang bagus untuk mengatasi beruntunglah kita, masukan itu pastilah
ada, kan gitu, kalau saya tutp tutupi menurut saya, saya rugi sendiri, ndak
dapat masukan kita padahal orang yang berpengalaman tentang penyakit
itu, kan begitu PD 4
g.

Stigmatisasi dari pelayan kesehatan

Pelayan kesehatan Puskesmas Sidomulyo Rawat Jalan tidak memiliki stigma


terhadap penderita TB:
Kalau menurut saya, kita tidak boleh menyudutkan pasien itu justru kita
bantu, karena kita tau kan penyakit nya agak menular, jadi kita bantu dia,
semangati dia PK 1 (informan tidak ingin membuat pasien menjadi
terdiskriminasi, malah harus dibantu dan disemangati)
Sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai orang kesehatan, terima
dengan ikhlas, biasa aja PK 3 (informan merasa biasa saja karena
memang sudah menjadi tanggung jawab mereka sebagai pelayan kesehatan
dan harus diterima dengan ikhlas)
h. Diskriminasi dari pelayan kesehatan

43
Pelayan kesehatan puskesmas tidak mendiskriminasi, pelkes malah memberi
penjelasan agar penderita menjadi mengerti dan tidak merasa tersudutkan, seperti
kenapa penderita harus menggunakan masker, dan sebagainya
Gak ada yang musti kita batasi, mereka punya hak yang sama PK 4
...maka nya kontak pertama dengan pasien kan harus ada PMOnya, jadi
disitu kita jelaskan bagaimana penularannya bagaimana pengobatannya,
dan pencegahannya, salah satu pencegahannya kan pakai masker , kita
jelaskan kepada pasien itu bahwa penularannya melalui percikan dahak
jadi salah satu ibu harus pakai masker, agar tidak kena orang lain terus
kalau buang dahak jangan buang sembarangan, pakai tempat yang
tetutup dikasi disol atau biclean lalu dikasi air, disitu tampung nya biar
dahaknya tadi tidak berterbangan, tidak terhirup dengan orang,
dijelaskan pula, jadi ibu jangan merasa minder PK 1 (informan
memberi penjelasan kepada pasien TB dan PMO tentang sumber dan cara
penularan TB, pencegahannya, alasan mengapa harus memakai masker)
Ada, supaya tidak menular kan... Membuang dahak jangan sembarang
tempat, terus makan nya tinggi protein, batuk jangan sembarangan,
ditutup mulutnya, kalau perlu pakai masker dirumah, hati hati anak anak,
kalau ada keluarga nya yang batuk cepat diperiksakan ke puskesmas,
instansi pemerintah lah, RS PK 2 (informan menjelaskan kepada
penderita kenapa harus menggunakan masker)
Hal ini sesuai dengan pernyataan penderita yang merasa diperlakukan baik-baik
saja oleh pelayan kesehatan, tidak ada perlakuan yang tidak menyenangkan
Ndak ada (tidak di pelakukan sinis) PD 1
Tidak ada, baik baik saja, di puskesmas kita di sini tiba saya di sana tidak
ada ketidakwajaran, pelayanannya sangat diperlukan untuk kesembuhan,
kita dipesan jangan terlambat minum obat PD 3
Pelayan kesehatan yang menjadi informan dalam penelitian ini tidak termasuk ke
dalam pelayan kesehatan yang dimaksud oleh key informan berikut ini dan
peneliti sendiri melihat secara lengsung memang pelayan kesehatan melakukan
tugasnya dengan sangat baik

44
...kadang kadang bukan cuma masyarakat, kita sendiri orang kesehatan
jadi momok, jadi lawan kita, saya terus terang aja, susah menginikannya,
kadang mereka agak kasar, kadang kadang jutek mengahadapi pasien...
Makanya saya kadang kadang suka marah... Kadang kadang org
kesehatan sendiri jadi batu sandungan sama kita gitu lho.... Saya kan di
melur ya, dia berobat sementara wilayah dia wilayah puskesmas lain,
saya bilang Pak ini karena bapak bukan di wilayah kecamatan sini jadi
bapak ambil obat di sana, ada itu sampai dia Gak usah lah dok, petugas
nya gini gini gini, Saya jaminan nya pak sampai begitu jawabannya,
Saya jaminan nya lho pak, saya telpon langsung petugasnya, nanti kalau
dia tidak bener ini, bapak datang sama saya baru berobat di sini, tapi
dicoba dulu. Sampai setengah mati kita nyuruh pasiennya kesana coba,
itu kan sudah aduh gimana gitu, kalau dia tadinya bukan pasien TB gak
masalah, kalau pasien TB kan pengobatannya musti dipantau, Bapak
ditelpon tu kalau gak ngambil obat, dievaluasi pak saya bilang gitu,
sampai pasien nyembah Dok tolong lah dok tolong lah dok, masalah
pelayanan sih sebenarnya... Kadang kadang sudah gak dari hati dulu dia
akhirnya begitu lah pelayanannya gak enak gitu lho, jd kita gak bisa
menyamaratakan juga memang, tp ada aja petugas yang begitu, gak bisa
dipungkiri key informan
Informan pelayan kesehatan dalam penelitian ini memang sudah melakukan
tugasnya dengan baik, mereka memberi edukasi kepada pasien, sesuai dengan
pernyataan key informan yang menyatakan bahwa komunikasi atau edukasi
kepada pasien adalah hal yang paling penting, dan ini bisa terjadi jika pelayan
kesehatan tersebut bekerja memang dari hati:
Makanya itu diedukasi, Pak kan TB itu menular dari batuk pak, dari
percikan batuk bapak, dari bersin, kasat mata gak kelihatan, makanya
diajarin, mau kok pasien, saya terus terang aja, saya memang cerewet
kalau pasien TBC karena memang kadang kadang degil, tapi kalau kita
bilang, kita ajarin mau kok dia patuh, mau, kita kasih tau dengan baik kita
kasi contoh yang ini pasti terima kok pasiennya, memang kebanyak pasien
TBC ini degil degil orang nya, gak mau dengar... Pulang lagi ke
petugasnya gitu, dia mau kerja dengan hati gak, mau kerja dengan benar
gak, itu kan tanggung jawab moral... Lu cari kerja lain aja, saya sih
gitu, kalau mau pegang program ini, harus mau gitu, tapi kadang kadang
orang pegang program ini setengah hati. Kan masalah edukasi sebenar
nya, kita kurang ngomong, apa kurang komunikatif, kalau saya sih gitu.
Gak ada yang susah deh kalau kita komunikasi, kalau kerjanya dari hati,

45
gak ada yang susah kalau saya sih gitu, gak payah lah ya key
informan
Pengetahuan tentang penularan dan pencegahan TB yang dimiliki oleh pelayan
kesehatan dalam penelitian ini sudah cukup baik, hal ini tentunya menjadi salah
satu faktor baiknya pelayanan yang mereka berikan:
Penularan penyakit TB itu kan melalui droplet pasien yang menderita TB
BTA + jadi dari droplet itu lah berkembang. Ketika pasien itu bicara akan
mengeluarkan kumannya itu 200 kuman gitu, kalau batuk sekitar 3.500
dan ketika pasien itu bersin akan menyebarkan kuman 4.500-1 juta
kuman... Sebenarnya kita ini semua pada umumnya sudah terinfeksi
kuman TB cuma tergantung daya tahan tubuh kita masing masing lagi,
kayak saya mungkin sudah resiko tinggi juga kan, salah satu nya dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kita, ketika daya than tubuh kita lemah itu
lah kuman nya itu aktif, makanya salah satu nya denga olahraga, PHBS
lah gitu kan, olahraga, makan makanan bergizi, biar stabil badannya
PK 1
Penularannya dari batuk lama istilahnya dari udara bias... Tempat makan
gak usah dipisahin, air nya kalau uda dia minum jangan diminum lagi,
banyak makan aja, kalau daya tahan tubuh kita kuat kan kita tidak akan
tertular PK 2
Udara yang pertama, melalui sisa makanan, melalui sisa makanan air
ludah kan (sumber penularan)... (pencegahannya) dengan makanan,
pemegang program TB tu gizi nya harus terjaga, karena daya tahan tubuh
nya harus kuat biar gak ini dia kan, yang pertama tu daya tahan tubuh,
walaupun kita gk berdekatan dengan orang TB kita kan gk tau udara ni
bawa nya apa kan, bisa jadi kita terjangkit. Maka nya daya tahan tubuh
itu sangat penting PK 3
Mengenai pencegahan penyakit menular seperti TB ini sebenarnya memiliki
standar yang telah ditetapkan, akan tetapi pengetahuan informan pelayan
kesehatan sendiri masih kurang:
Seharusnya ada standarnya, mungkin kalau masker bukan masker ini ni,
ada masker khusus pula, kalau ini kan masker biasa cuma anggaran dari
pusatnya apa dari dinasnya kan belum ada, sekarang kita menggunakan
APD yang ada dulu, walaupun masker bedah deh minimal adalah sedikit
perlindungan. Tidak ada pemisahan pasien penyakit menular dengan

46
penyakit tidak menular (di ruang tunggu pasien), seharus nya sih ada
pemisahan, tapi kek gitu kondisi di puskesmas PK 1
Gak ada kayak nya, masker aja PK 2
iya punya, dengan memakai masker pertama, perlindungan diri nya
PK 3
Menurut key informan tentang standar upaya pencegahan terhadap TB seperti
penggunaan APD, kaca pembatas di loket, ruang tunggu, dan lain lain:
Gak wajib wajib amat, cuma ya paling masker, masker untuk pasien, kalau
pakai kipas angin dari belakang kita bukan dari depan kita, kalau di
belakang kipas ke depan kan batuk balik ke dia lagi, jadi kita harus tau
untuk pelatakannya, jadi gk sumber penularan, kalau APD tetap juga lah
masker, masker aja, gk juga sampai pakai handscoon, cuma ya aware lah
kalau dia ada HIV juga, tapi kalau memang TB nya murni, gk sampai gitu
juga lah pakai APD... (tentang ruang tunggu yang terpisah) kalau saya sih
perlu, makanya kan kayak RS untuk paru paru kan untuk itu sebenarnya,
karena kontaknya itu, kalau saya sih setuju key informan
i.

Stigmatisasi pekerjaan

Penderita memiliki stigma bahwa kondisi kesehatannya menjadi beban dan


penghalang untuk dapat bekerja
Saya dah sakit gini dah ndak ada apa apa nya, istri saya yang kerja... Iya
lah, terus terang aja, namanya kita kepala keluarga ya gimana... Kalau
kerja kan ya enak PD 3 (informan merasa sedih karena tidak bisa
bekerja dan menafkahi keluarganya)
iya jadi beban lah... Bagaimana lah, anak masi ada sekolah, ada 2 lagi di
pekanbaru dengan di bandung, itu pikirannya bisa melayang layang itu,
bagaimana saya yang biasa nya bisa mencari sekarang ndak mencari lagi,
bagaimana lah gitu kan PD 4 (informan merasa terbebani karena tidak
bisa bekerja lagi dan membiayai sekolah anak-anaknya)

j.

Diskriminasi pekerjaan

47
Penderita tidak mendapat diskriminasi seperti dipecat dan sebagainya, tetapi
penderita sendirilah yang merasa dirinya tidak sanggup bekerja sehingga
mengambil keputusan untuk izin dari pekerjaannya
O boleh boleh, saya sekarang masi ditelpon saya, sudah sehat belum?
Masi mau bekerja gk? Ya saya bilang kalau saya sehat saya mau...
InsyaAllah kalau sudah sehat lah TBC ni saya rasa saya bisa masuk
bekerja, soalnya orang kantor masi nelpon, saya dulu pernah dapat
penghargaan dari perhubungan, saya ndak pernah bikin kesalahan,
kemarin aja sakit saya dihubungi orang perhubungan saya PD 3
Tidak semua stigma yang ada lantas membuat informan menjadi putus asa untuk
menyambung ekonomi keluarga
...jadi apa yang ada saya fungsikan itu, ada tanah saya ada harta saya
diluar rumah, ku jual itu demi kesehatan dan demi kesehatan keluarga,
untuk kedepannya PD 4
4.3.2 Stigma dan diskriminasi terhadap keluarga penderita TB paru
a.

Stigmatisasi dan diskriminasi dari diri keluarga sendiri

Kebanyakan keluarga penderita TB yang menjadi informan dalam penelitian ini


tidak memiliki stigma dan tidak melakukan diskriminasi terhadap diri sendiri:
Ndak juga (tidak sedih)... Ndak ada, asal bapak mau berobat (tidak
terbebani) K 1
Tetapi ada juga informan yang sangat sedih karena tau penyakit TB sangat
menular:
Ih, nama nya orang tua ya galau lah bu, galau, bingung, sedih, semuanya
lah bu, tapi terutama rasa nya sedih lah bu, sediiih gitu kan, ih kok kek
gini, kita tau penyakit ni kadang gampang nular gampang apa gitu kan,
kuman dalam badan tu kata dokter, tentu kita bingung gitu bu kok gitu.
K 4 (penderita dari keluarga 4 tidak menjadi informan dalam penelitian
ini karena penderita masih berusia 4 tahun)
b. Stigmatisasi dan diskriminasi dari masyarakat

48
Tidak ada ditemukan stigma, malah informan masyarakat akan memberi saran dan
dukungan kepada keluarga penderita agar penderita cepat sembuh :
Kalau sama keluarga nya gk ada masalah M 1
Biasa aja, kalau bisa kita tunjukkan solusi ntah berobat ke sini ntah
berobat ke situ apa-apa yang mau diminum M 3 (informan lebih
memilih akan memberi solusi)
Biasa aja, kasi dukungan M 4 (informan akan memberi dukungan)
Teman saya kan ada penyakit TB, suami nya gak kena, gak menular berarti
kan M 10
Biasa aja, lebih ngasi saran aja M 7
Biasa aja, tapi sebaiknya kita kasi masukan kan biar cepat sembuh M6
c.

Stigmatisasi dan diskriminasi dari pelayan kesehatan

Informan keluarga tidak merasa didiskriminasi oleh pelayan kesehatan:


Ndak ada do ramah ramah aja, ndak ada yang kasar, pokok nya ndak ada
keluhan K 1
Menurut kakak biasa aja, ramah, terkadang kan puskesmas ni, ya kita liat
liat juga lah ya dek, kalau ini ada lah perlakuannya bagus, soal
komunikasi menurut kakak bagus, semesti nya memang begitu, sakit nya
apa jelas, enak juga kan kek gitu K 3
Bahkan informan merasa pelayan kesehatan sangat baik:
Orang tu nanggapi nya serius... Ibu gak perlu minta tolongpun kami
tolong bu katanya gitu kan.. ramah-ramah K 4

You might also like