You are on page 1of 58

BAB I

PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri atas dua fase cairan yang tidak saling
melarutkan, dimana satu cairan terdispersi dalam bentuk globula (fase terdispersi) di
dalam cairan lainnya (fase kontinyu). Berdasarkan jenis fase kontinyu dan fase
terdispersinya dikenal dua tipe emulsi yaitu emulsi tipe O/ W dan tipe W/ O.
Didalam proses pembuatan emulsi biasanya ditambahkan campuran dua atau lebih
bahan kimia yang tergolong ke dalam emulsifier dan stabilizer. Tujuan dari penambahan
emulsifier adalah untuk menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (tegangan
interfasial) sehingga mempermudah terbentuknya emulsi.
I. 2. Rumusan Masalah
Dalam makalah Pengolahan dengan Suhu Tinggi ini terdapat beberapa masalah yang
akan dibahas diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan emulsi?
2. Apa saja teori yang menjelaskan teori polar dan nonpolar?
3. Apa saja sifat fisik emulsi?
4. Bagaimana metode pembuatan emulsi?
5. Apa yang dimaksud dengan emulsifier?
6. Apa peralatan yang digunakan dalam proses emulsifikasi?
7. Apa yang dimaksud dengan kesetabilan emulsi?
8. Apa saja macam aplikasi emulsi bahan pangan?
I. 3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan

Tujuan pokok bahasan teknologi emulsi ini adalah menekankan pemahaman tentang
konsep konsep dasar emulsi serta aplikasinya. Setelah membaca bahasan ini saudara
diharapkan mampu untuk :
1. Menjelaskan definisi emulsi dengan bantuan gambar.
2. Menguraikan teori polar dan non polar.
3. Menguraikan sifat fisik emulsi.
4. Menjelaskan metode pembuatan emulsi.
5. Menjelaskan emulsifier.
6. Menguraikan peralatan proses emulsifikasi.
7. Menjelaskan kestabilan emulsi
8. Menjelaskan beberapa macam aplikasi emulsi bahan pangan
Manfaat
Dalam pembuatan makalah Teknogi Emulsi, Tim penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan mereka dalam mengetahui
Teknologi Emulsi.
BAB II. PEMBAHASAN
TEKNOLOGI EMULSI

II. 1. Pengertian Emulsi


Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan
larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air.
Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan
seperti minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi
dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu

penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besardan akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang
memisah (Anonim, 1995). Emulsi merupakan preparat farmasi yang terdiri 2 atau lebih zat
cair yang sebetulnya tdk dapat bercampur (immicible) biasanya air dengan minyak lemak.
Salah satu dari zat cair tersebut tersebar berbentuk butiran-butiran kecil kedalam zat cair
yang lain distabilkan dengan zat pengemulsi (emulgator/emulsifiying/surfactan). Sedang
menurut Farmakope Indonesia edisi ke III, emulsi merupakan sediaan yang mengandung
bahan obat cair atau larutan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfactan yang cocok.
Dalam batas emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium
dispersi sebagai fase luar atau kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan
fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi
m/a. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut
emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi a/m. Karena fase luar dari suatu
emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambahkan
dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang
stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent).
Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi
farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat) (Ansel, 1989).
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar
memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan
lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan
emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat
disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur
(Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga
krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam airdibuat pada suhu tinggi, berbentuk
cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat
terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume
fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah
padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase
internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya
diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).

Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama


surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan
dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan
agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat
menjadi fase yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal
kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan
agregat tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran
tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995).
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan
mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak dalam air karena
kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan
daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri
ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah
bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995).
Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi
butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal)); Fase kontinyu (zat cair yang berfungsi
sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal)); dan Emulgator (zat
yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi
sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi tipe
w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak, air berfungsi
sebagai fase internal & minyak sebagai fase eksternal) dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang
terdiri

dari

butiran

minyak

yang

tersebar

ke

dalam

air)

(Ansel,

1989).

Tujan pemakaian emulsi antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang larut
dalam air maupun minyak dalam satu campuran:
a.Emulsi dalam pemakaian dalam (peroral) umumnya tipe O/W
b.Emulsi untuk pemakaian luar dapat berbentuk O/W maupun W/O
II. 2. Teori Lapisan Adsorbsi dan Tegangan Permukaan
Teori terjadinya emulsi terdapat 4 metode yang dapat dilihat dari sudut pandang yang
berbeda (Ansel, 1989):
1. Teori tegangan permukaan (Teori Surface Tension)
Daya tarik menarik molekul (Kohesi (sejenis) dan Adesi (berlainan jenis)).
Daya kohesi tiap zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair (bidang
batas antara air dan udara) akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya

keseimbangan gaya kohesi (tegangan permukaan/surface tension). Semakin tinggi


perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang batas mengakibatkan antara kedua zat
cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan pada air bertambah dengan
penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi berkurang
dengan penambahan senyawa organik tertentu seperti sabun.
2. Teori Oriented Wedengane, Emulgator terbagi 2:
1. Hidrofilik : bagian emulgator yg suka pada air
2. ipofilik: bagian emulgator yg suka pd minyak
Emulgator dapat dikatakan pengikat antara air dan minyak yang membentuk
suatu keseimbangan (HLB) antara kelompok hidrofil & lipofil. Makin besar HLB
makin hidrofil (emulgator mudah larut dalam air & sebaliknya).

3. Teori Interpelasi film


Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk
lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispersi menyebabkan partikel
sejenis yang akan tegabung akan terhalang. Untuk memberikan stabilitas
maksimum,emulgatorharus:
a.
b.

Dapat

membentuk

Jumlahnya

c.

cukup

lapisan
utk

film

menutupi

yang

semua

kuat
partikel

tapi
fase

lunak
disperse

Dapat membentuk lapisan flm dengan cepat & dapat menutup semua

permukaan partikel dengan segera.


4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik rangkap).
Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yg menyelubungi partikel
shg terjadi tolak-menolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan listrik
disebabkan

oleh

salah

satu

dari

ketiga

cara

berikut:

digunakan

adalah:

a.Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel


b.Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya
c.Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya.
Adapun
a.

macam-macam

emulgator

yang

Emulgator alam (tumbuhan, hewan, tanah mineral) : diperoleh dari alam

tanpa melalui proses). Contoh : Gom arap, tragacanth, agar-agar, chondrus, pectin,
metil selulosa, CMC, kuning telur, adep lanae, magnesium, aluminium silikat,

veegum,
b.

bentonit.

Emulgator buatan : dibuat secara sintetiks. Contoh : Sabun; Tween 20, 40,

60, 80; Span 20, 40, 80


Adapun cara pembuatan emulsi dapat dilakukan dengan
a

.Dengan Mortir dan stamper

Sering digunakan membuat emulsi minyak lemak dalam ukuran kecil


b.

Botol

Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam botol
pengocokan dilakukan terputus-putus utk memberi kesempatan emulgator utk
bekerja
c.

Dengan Mixer

Partikel fase dispersi dihaluskan dengann memasukkan kedlm ruangan yang


didalamnya terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi.
d.Dengan Homogenizer
Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, shg partikel akan
mempunyai ukuran yang sama
Cara membedakan tipe emulsi
a.

Dengan Pengenceran, Tipe O/W dapat diencerkan dengan air, Tipe W/O

dapat diencerkan dengan minyak


b.

Cara Pengecatan, Tipe O/W dapat diwarnai dengan amaranth/metilen

blue, Tipe W/O dapat diwarmai dengan sudan III


c.

Cara creaming test, creaming merupakan peristiwa memisahkan emulsi

karena fase internal dari emulsi tersebut melakukan pemisahan sehingga tdk tersebar
dlm emulsimis : air susu setelah dipanaskan akan terlihat lapisan yang tebal pada
permukaan. Pemisahan dengan cara creaming bersifat refelsibel.
d.

Konductifitas

Elektroda dicelup didalam cairan emulsi, bila ion menyala tipe emulsi O/W demikian
sebaliknya.
II. 2. Teori Polar dan Non Polar
Emulsifier merupakan surfactant yang mempunyai dua gugus, yaitu gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik. Gugus hidrofilik bersifat polar dan mudah bersenyawa
dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan
minyak. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi

minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi M/A. Sebaliknya emulsi
yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak
dan diberi tanda sebagai emulsi A/M.
Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu :
a) Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil)
Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak
merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air
yang kurang dari 10 - 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak.
Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi
sangat sulit bercampur/dicuci dengan air.
Pada fase ini bersifat non polar maka molekul molekul emulsifier tersebut
akan teradsorbsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan oleh air. Akibatnya
tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar
menjadi fase kontinyu.
b) Tipe M/A (Minyak/Air) atau O/W (Oil/Water)
Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang
terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinyu yang
berupa air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31
- 41% sehingga emulsi M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan
sangat mudah dicuci.
Pada fase ini bersifat polar maka molekul molekul emulsifier tersebut akan
teradsorbsi lebih kuat oleh air dibandingkan minyak. Akibatnya tegangan
permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase
kontinyu.
Dalam formula pembuatan emulsi terdapat dua zat yang tidak bercampur yang
mempunyai fase minyak dalam air atau air dalam minyak, biasanya yang stabilitasnya
dipertahankan dengan emulgator atau zat pengelmusi. Zat pengemulsi (emulgator)
adalah komponen yang ditambahkan untuk mereduksi bergabungnya tetesan dispersi
dalam fase kontinu sampai batas yang tidak nyata. Bahan pengemulsi (surfaktan)
menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antar tetesan dalam fase
eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan
berkoalesensi,

juga

mengurangi

tegangan

antarmuka

antar

fase,

sehingga

meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. Penggunaan emulgator


biasanya diperlukan 5% 20% dari berat fase minyak. (Anief, 2004).

Cara Pembuatan Zat Pengemulsi (Emulgator) Emulsi :


a) Metode gom basah (Anief, 2000)
Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau
harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan
metilselulosa. Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu dibuat mucilago yang
kental dengan sedikit air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan
pengadukan yang kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak secara
bergantian sambil diaduk sampai volume yang diinginkan.
b) Metode gom kering
Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat
pengemulsi berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus
emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom,
lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa
bahan yang lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya suatu
emulsi yang baik.
c) Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)
Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu
surfaktan yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih
dahulu dilakukan perhitungan harga HLB dari fase internal kemudian
dilakukan pemilihan emulgator yang memiliki nilai HLB yang sesuai dengan
HLB fase internal. Setelah diperoleh suatu emulgator yang cocok, maka
selanjutnya dilakukan pencampuran untuk memperoleh suatu emulsi yang
diharapkan. Umumnya emulsi akan berbantuk tipe M/A bila nilai HLB
emulgator diantara 9 12 dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator
diantara 3 6.
Hidrophilic Lipophilic Balance yang disingkat dengan HLB
menggambarkan rasio berat gugus hidrofilik dan lipofililik didalam molekul
emulsifier. Niai HLB suatu emulsifier dapat ditentukan dengan salah satu
metode titrasi, membandingkan struktur kimia molekul, mencari korelasi
dengan nilai tegangan permukaan struktur kimia molekul, mencari korelasi
dengan nilai tegangan permukaan dan tegangan interfasial, koefisien
pengolesan, daya larut zat warna, konstanta dielektrika dan dengan teknik
kromatografi gas cairan.

Khusus untuk emulsi non ioni, nilai HLB nya dapat dihitung dengan
menggunkan rumus.
1. HLB =

dimana E adalah persentase berat hidrofilik molekul

(atau persentase berat oksietilen untuk emulsifier yang merupakan kondensasi


etilen oksida). Sebagai contoh kandungan oksietilen didalam polioksietelen
stearat adalah 85 %, maka HLB nya =

2. HLB =

dimana S adalah bilangan yang saponifikasi

ester dari emulsifier, yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah alkali yang
dibutuhkan ( mg KOH) untuk menyambungkan satu gram lemak dan A adalah
bilangan asam dari emulsifier yang ditentukan dari prosedur kerja. Sebagai
contoh, bilangan saponifikasi dari gliserol monostearat tipe komersil (mono
dan gliserol) adalah 175 dan bilangan asam nya adalah 200, maka nilai HLBnya = 2 =

Table 6-1. dispersibilitas emulsifier didalam air pada berbagai nilai HLB.

Dispersibilitas
Tidak terdispersi
Sedikit terdispersi
Terdispersi seperti

Kisaran Nilai HLB


14
susu

dengan 3 6

pengadukan
Terdispersi sperti susu dengan kondisi 6 8
yang stabil
Terdispersi menjadi larutan yang tembus 8 10

cahaya hingga jernih


Terdispersi menjadi larutan jernih

10 13
13 +

Contoh beberapa jenis emulsifier

Nama

Nama Kimia

HLB

IF

GMS

Glycerol monostearater

3.8

5.52

BGMO

Glycerolmonooleat

2.8

5.09

Span 60

Sorbitan monostearate

4.7

5.64

Span 80

Sorbitan monooleat

4.3

5.02

Tween 60

Polyoxyethylene

14.9

5.42

15

2.24

Umum

monostresrate
Tween 80

Polyoxyethylene monooleleate

HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di bawah ini
menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe system:
Nilai HLB

Tipe system

36

A/M emulgator

79

Zat pembasah (wetting agent)

8 18

M/A emulgator

13 15

Zat pembersih (detergent)

15 18

Zat penambah pelarutan (solubilizer)

Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil surfaktan tersebut,
sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil.

Untuk mencegah suatu emulsi yang stabil, biasanya dibutuhkan campuran dua atau lebih
emulsifier yang merupakan kombinasi dari persenyawaan hidrofilik dan lipofilik. Persentase
masing-masing emulsifier dalam suatu kombinasi emulsifier dengan nilai HLB tertentu dapat
dihitung dengan formulasi berikut:

Dimana :
A = Emulsifier A
B = Emulsifier B
X = Nilai HLB yang diinginkan
Sebagai contoh, jumlah poliosietilen sorbitan oleat (HLB = 15.0) dan sorbitan oleat (HLB =
4.3) yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu campuran yang mempunyai nilai HLB = 12
sebagai berikut:
% Polioksietilen sorbit oleat =

% Sorbitan oleat = 100 72 = 28.


II. 4. Sifat Sifat Fisik Emulsi
1. Penampakan
Penampakan emulasi ini pada dasarnya dipengaruhi oleh ukuran pertikel emusi dan
perbedaan indeksbias antara fase terdispersidan medium terdispersi. Pada prinsipnya emulsi
yang tampak jernih hanya mungkin terbentuk bila indeks bias kedua fasenya sama atau
ukuran partikel terdispersinya lebih kecil dari panjang gelombang cahaya sehingga terjadi
refraksi.
2. Viskositas

Faktor faktor yang mempengaruhi viskositas suatu emulsi adalah viskositas medium
dispersi, persentase volume medium dispersi, ukuran partikel fase terdispersi dan jenis serta
konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunkan.
Semakin tinggi viskositas dan persentase medium disperse, maka makin tinggi
viskositas emulsi. Demikian juga semakin kecil ukuran partiker suatu emulsi, maka semakin
tinggi viskositasnya dan makian tinggi konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunakan.
Table 6 2. Hubungan antara ukuran partikel emulsi dengan penampakannya

Ukuran Partikel

Penampakan

Makroglobula

Kedua fasenya dapat dibedakan

> 1 mikron

Tampak putih seperti susu

0.1 1 mikron

Tampak biru keputihan

0.05 0.1 mikron

Abu-abu agak transparan

<>

Transparan

3. Dispersibilitas dan Daya Emulsi


Dispersibilitas atay daya larut suatu emulsi ditentukan oleh medium dispersinya. Bila
medium dispersinya air, maka emulsinya dapat diencerkan dengan air, sebaliknya bila
medium dispersinya lemak, maka emulsinya dapat dilarutkan dengan minyak.
4. Ukuran Partkel Emulsi
Ukuran partikel emulsi tergantung pada peralatan mekanis dan total energy yang
diperlukan pada waktu pembuatannya, perbedaan vikositas antara fase terdispersi dan
medium disperse, tipe dan konsentrasi emulsifier yang digunakan serta lama penyimpanan.
II. 5. Metode Pembekuan Emulsi
Pada dasarnya siat-sifat emulsi yang kita buat bergantung pada beberapa faktor, yaitu
1. komposisi bahan yang digunakan,

2. jenis bahan yang menjadi medium dispersi,


3. jenis dan jumlah emulsifier, prosedur dan kondisi pengolahan serta macam-macam peralatan
yang digunakan.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor kedua yang terakhir merupakan faktor yang terpenting
yang harus diawasi.
1. Penentuan Medium Dispersi
Sifat-sifat medium dispersi pada umumnya akan menjadi sifat-sifat emulsi. Jika
emulsi yang diinginkan dapat larut dalam air, mudah mengering, dapat meresap pada
bahan-bahan yang terbuat dari selulosa, seperti kertas dan serat tekstil, serta mempunyai
sifat-sifat sama dengan air, maka medium dispersinya haruslah air. Jika sifat-sifat yang
diinginkan adalah sebaliknya, maka medium dispersinya haruslah minyak atau pelarut
minyak.
Pada umumnya lebih mudah membuat emulsi yang stabil dalam jangka waktu
lama bila tipenya minyak dalam air dibandingkan dengan bila tipenya air dalam minyak.
Pada pembuatan emulsi , tipe emulsi apa yang akan terbentuk tergantung pada
perbandingan air dan minyak, jenis bahan yang terdapat pada kedua fase dan nilai HLB
emulsifier yang digunakan. Dari ketiga faktor tersebut, dua faktor yang terakhir
merupakan faktor-faktor penting yang harus diawasi.
2. Pemilihan Jenis Bahan
Jenis dan jumlah masing-masing bahan yang digunakan untuk membuat emulsi
bergantung pada tujuan penggunaannya. Pada dasarnya bahan-bahan digunakan untuk
membuat emulsi dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bahan hidrofilik, lipofilik, dan
emusifier.
Bahan Lipofilik terdiri dari minyak, lemak, lilin, pelarut non polar, bahan-bahan
yang larut lemak (zat warna, obat-obatan, pestisida dan lain-lain) serta emulsifier yang
mudah larut dalam lemak. Pada banyak kejadian bahan lipofilik yang akan digunakan
harus dipanaskan dahulu supaya cair atau larut bersama-sama dengan bahan bahan lain.
Bila hal itu dilakukan, suhunya harus cukup tinggi untuk menjamin tidak adanya
pemisahan bahan-bahan atau kristalisasi ( 5-10C diatas titik cair dari bahan yang
mempunyai titik cair tertinggi).
Pemilihan jenis bahan dan jumlah yang digunakan tergantung pada tujuan
penggunaan emulsi dan sifat-sifat emulsi yang diinginkan, Kecuali untuk bahan-bahan

aktif, bahan-bahan yang akan digunakan biasanya diseleksi menurut sifat-sifatnya, seperti
mudah tidaknya bahan tersebut menghasilkan emulsi yang stabil. Sebagai contoh minyak
nabati biasanya sulit mengemulsi dibandingkan dengan minyak mineral dan pelarut non
polar yang mengandung klor lebih sulit mengemulsi dari pada hanya mengandung
hidrokarbon biasa. Karena masalah pembuatan emulsi lebih kompleks (serta penyimpanan
dan transportasinya) dibandingkan dengan pembuatan larutan, maka cara pembuatan
terbaik adalah memilih bahan-bahan dasar yang mudah diemulsifikasi bila hal tersebut
memungkinkan.
Bahan Hidrofilik yang biasa digunakan didalam emulsi adalah air, garam-garam,
pelarut polar, bahan-bahan yang larut dalam air (zat warna, obat-obatan, pestisida, dll)
serta emulsifier yang mudah larut dalam air. Pada waktu pembuatan emulsi, bila bahan
lipofilik dipanaskan, maka lebih baik memanaskan bahan hidrofilik 2-3 C diatas suhu
bahan lipofilik dengan tujuan mencegah pendinginan dan kristalisasi. Bila didalam
formula suatu emulsi minyak dalam air terdapat garam atau asam, maka ada baiknya
bahan hidrofiliknya dibagi menjadi dua bagian, bagian yang terakhir cukup sedikit saja
untuk melarutkan garam atau asam dan ditambahkan setelah emulsi primer yang baik
terbentuk.
Emulsifier merupakan suatu langkah maju didalam bidang teknologi pembuatan
emulsi dengan menggunakan teori HLB dalam proses pemilihannya. Sistem ini diciptakan
berdasarkan beberapa percobaan empiris dan merupakan perbaikan dari pernyataan yang
menyatakan bahwa untuk membuat emulsi minyak didalam air lebih baik menggunakan
emulsifier yang larut air dan demikian sebaliknya. Peneratan teori ini didalam proses
pembuatan emulsi ternyata dapat mengeliminir sebagian besar dari jumlah percobaan yang
seharusnya dibuat.
II. 6. Proses Pembuatan Emulsi
Proses pembuatan emulsi dapat bermacam-macam tergantung pada tujuan yang
ingin dicapai, namun prinsipnya proses tersebut melibatkan dua hal pokok, yaitu
penurunan tegangan permukaan oleh emulsifier dan input energi mekanis. Pada umumnya
kalau terjadi penurunan tekagangan permukaan , maka pembentukan emulsi akan lebih
mudah terjadi sehingga input energi mekanis yang dibutuhkan semakin berkurang.
Demikian sebaliknya, bila jumlah emulsifier yang ditambahkan hanya sedikit, maka untuk
membentuk emulsi yang stabil diperlukan lebih banyak input energi mekanis

1. Pengolahan Skala Laboratorium


Pengolahan skala labolatorium patut mendapat perhatian karena sering menemui
kesulitan, terutama dalam usaha meniru teknik pengolahan skala pabrik. Sebagai contoh,
proses pembuatan emulsi yang agak kental dengan peralatan skala labolatorium
sebenarnya membutuhkan input energi yang sangat tinggi per satuan volume emulsi. Bila
proses pembuatan emulsi tersebut menggunakan waring lendor, maka sebagian dari
energi yang diberikan akan dipakai untuk mendisfersikan sejumlah besar udara kedalam
sistem emulsi. Karena itu peralatan emulsi di labolatorium sering tidak memberikan hasil
yang sama dengan pengolahan di pabrik.
2. Pengolahan Skala Pabrik
Jiak proses pembuatan emulsi pada skala labolatorium telah dikerjakan mendekati sama
dengan keadaan pabrik, maka nantinya hanya akan terdapat masalah-masalah biasa yang pada
banyak kejadian dapat dipecahkan dengan mudah. Dengan dasar pembuatan di labolatorium,
maka penetapan suatu prosedur pembuatan emulsi pada skala pabrik akan lebih mantap.
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa sering kali perbedaan kecil didalam prosedur dapat
menyebabkan produk akhir yang berbeda total.
II. 7. Peralatan Emulsifikasi
Pemilihan perlatan emulsifikasi biasanya tergantung pada pengunaaan emuliny,
sebagai contoh, untuk membuat emulsi insektisida di lapangan tidak dibutuhkn peralatan
yang rumi. Sedangkan untuk membuat emulsi di pabrik dibutuhkan peralatan yang dapat
bekerja ekonomis. Tujuan penggunaan peralatan emulsifikasi,baik yang sederhana maupun
yang kompleks,adalah untuk memecah atau mendispersikan fase terdispersi didalam medium
disperse,sehingga ukuran partikel dari emulsifikasi yang terbentuk cukup kecil untuk
menahan penggumpalan yang berakibat pada pecahnya emulsi.faktor-faktor utama yang
dipakai sebagai bahan yang pertimbangan dalam pemilihan peralatan emulsifikasi adalah
viskositas emulsi pada berbagai tahap pembuatan,jumlah input energi mekanis yang
dibutuhkan dan kebutuhan akan alat penukar panas.pembuatan emulsi sanagat dipengaruhi
oleh tipe pengadukan

Peralatan utama yang umum digunakan untuk emulsifikasi di dalam industri pangan
adalah berbagai tipe mixer, homogenizer bertekanan (pressure homogenizer), gilingan koloid
(colloid mill) dan peralatan ultrasonic (ultrasonic device)
a. Mixer
Mixer dengan pengaduk yang berkecepatan rendah mempunyai daya mencampur
yang rendah dan hanya menimbulkan sedikit putaran. Penggunaannya didalam proses
emulsifikasi dibatasi oleh bahn-bahan yang mempunyai viskositas yang tinggi, pada beberapa
jenis bahan, gerak pengaduk ini menyebabkan massa bahan mengembang dan memudahkan
emulsifikasi.
Mixer digunakan di dalam industri terdapat dalam berbagai kapasitas, mulai dari yang
lebih kecil satu liter sampai yang berukuran beberapa meter kubik.
Pada gambar dapat dilihat suatu pengaduk sederhana yang berputar didalam suatu
tabung silinder besar. Selama pengadukan cairan ikut berputar mengikuti suatu garis edar
yang besar dan sedikit vertical.proses pencampuran akan berlangsung dengan efisien bila ada
gerak liran lateral dan vertical yang mendistribusikan bahan-bahan secara cepat keseluruh
bagian tangki

Agar pengadukan berlangsung efisien, maka pada tangki biasanya dipasang piringpiring penghalang (baffles) yang berfungsi mencegah cairn naik(gambar 6-3). Pada mixer
yang menggunakan pengaduk berbentuk propeller, cairan didorong naik turun menjadi
turbulen.sebagai akibatnya pengadukan berlangsung lebih efisien. Pengauk berbetuk
propeller umumnya digunakan untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas rendah
sampai sedang. Bila emulsifier yang digunakan cukup dan proses pengadukan dilakukan
sebagaimana mestinya, maka emulsi yang terbentuk akan mempunyai ukuran partikel yang
lebih kecil dibandingkan dengan homogenizer atau gilingan koloid.

Mixer yang mempunyai pengaduk turbi umumnya mempunyai kecepatan yang lebih
tinggi gaya sentrifugal yang terbentuk akan mendorong cairan kesegala arah sehingga proses
pencampurannya berlangsung efisien (gambar 6-4). Mixer ini dapat digunakan untuk
mengemulsikan cairan yang mempunyai viskositas agak tinggi serta dapat digunakan untuk
membuat adonan kue, membuat mentega da margarine.partikel emulsi yang terbentuk
umumnya mempunyai diameter kira-kira 5 .
b. Gilingan koloid
gilingan koloid sebenarnya merupakan suatu modifikasi dari turbi, namun pada kasus
ini jarak antara rotor dan stator hanya beberapa per seribu inchi saja (gambar 6-5) . dengan
jarak yang kecil ini, maka gaya gesekan yang besar dapat terjadi. Sebagian besar gaya
gesekan ini akan hilang menjadi panas, sehingga temperatr bahan akan meningka dengan
sangat besar, karena gilingan koloid selalu dilengkapi dengan unit pendingin khusus.
Pada umumnya gilingan koloid lebih

cocok digunakan untuk mengemulsikan bahan-bahan yang mempunyai viskositas tinggi


dibandingkan dengan homogenizer bertekanan. Bahan yang masuk dapat berupa cairan atau
asta dan laju pengeluarannya berbanding terbalik dengan viskositasnya,emulsi yang
dihasilkan oleh gilingan koloid mempunyai ukuran partkel yang xeragam,dan ukurannya
tergantung pada jarak rotor dan statornya. Pada umumnya diameter ukuran partikel tersebut
berkisar antara 1-2 mikron
c. Homogenizer
homogenizer adalah sejenis alat yang digunakan untuk mendispersikan suatu cairan
didalam cairan lainnya,alat ini cocok digunakan untu membuat emulsi dengan kestabiilan

tinggi, Karena dapat menghasilkan emulsi yang berukuran partikel lebih kecil dari satu
micron serta seragam. Didalam industri pangan,homogenizer banyak digunakan untuk
mereduksi ukuran globula lemak didalam susu segar system emulsinya lebih stabil.
Homogenizer yang digunakan di dalam industri tersebut terdapat didalam banyak
model dan kapasitas.perbedaan model tersebut terdapat dalam banyak model dan kapasitas.
Perbedaan model tersebut umumnya terletak pada konstrukis lubang dan alat pengatur
pengeluaranya.

Didalam homogenizer, pada prinsipnya cairan yang akan diemulsikan dipaksa


melewati suatu lubang sempit diantara lubang tetap dan suatu batang yang dapat digerakgerakan. Luas lubang dapat diperkecil dengan menekan batn ke dalam lubang dengan
bantuan sekrup pengatur.batang dan kumpulan lubang-lubang tersebut dibuat dari baja ynag
sangat kut agar dapat menahan gesekan dari laju bahan yang sangat tinggi. Emulsifikasi
terjaid pada saat bahan melewati lubang dan ketika bahan bergesekan dengan dinding yng
mengelilingi batang. Disamping itu pegas yang terletak diatas batang dapat menghasilkan

getaran mekanis yang berfrekuensi tinggi,sehingga dapat membuat cairan terdispersi (seperti
metode ultrasonik).pada gambar 6-6 dapat dilihat salah satu model homogenzer yang banyak
digunakan didalam industri. Pada homogeizer model ini,cairan yang akan diemulsikan
dipaksa melalui lubang-lubang yang berukuran 10-4 cm2 dengan gaya yang berkisar antara
500-5000 psi.
Dibandingkan dengan gilingan koloid, homogenizer dapat menghasilkan partikel yang
berukuran lebih kecil tetapi tidak seragam. Perbedaan lainnya adalah kenaikan temperature
pada saat homogenisasi cukup rendah,yakni berkisar antara 10-30 0F walaupun pada kejadian
tertentu kenaikan temperature tersebut dapat mencapai 50-900F,yakni tergantung pada tipe
pompa yang digunakan menekan cairan. Pada umumnya pompa dengan system piston
menyebabkan kenaikan temperature yang lebih rendah dengan pompa yang bergerigi.
Homogenizer dapat digunakan untuk mendispersikan cairan maupun pasta,karena
tekanan pemasukannya tinggi maka viskositas dispersinya hanya mempunyai pengruh yang
kecil terhadap laju pengeluarannya. Bila cairan atau pasta yang dimasukan telah dicampur
dahulu, maka setelah homogenisasi akan dihasilkan suatu emulsi yang halus dengan partikel
berukuran 0,1-0,2 mikron
d. Peralatan Ultrasonik
hasil pengembangan terakhir dibidang peralatan emulsi adalah peralatan ultrasonic.
Peralatan ini cocok untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas rendah,tetapi alat ini
dapat juga digunakan untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas tinggi sampai yng
berbentuk pasta.
Gelombang ultrasonic dapat dihasilkan dengan tiga macam system,yaitu system
mekanis,system yang menggunakan magnetostrictive oscillator dan system yang
menggunakan perzoelectrical oscillator .dua system yang terakhir tidak umum digunakan
untuk keperluan emulsifikasi, kecuali didalam proses pencucian dimana emulsifikasi ikut
mengambil bagian, generator mekanis lebih banyak digunakan didalam industri pangan untuk
keperluan emulsifikasi.
Bentuk generator mekanis yang digunakan untuk menghasilkan gelombang ultrasonic
bagi keperluan emulsifikasi bahan pangan adalah weige resonator

Prinsip dari alat ini yaitu suatu pisau dengan bentuk mata runcing ditempatkan
didepan mulut sebuah pipa. Cairan dipompa melalui pipa dan pancarannya menimpa mata
pisau sehingga terjadilah getaran. Pisau tersebut secara normal terjepit pada satu atau lebih
titik dan berensonansi pada frekuensi yang menghasikan gelombang ultrasonic didalam
cairan.intentitasnya tidak terlalu besar tetapi cukup ,dan dekatdengan pisau terjadi rongga
didalam cairan yang menyebabkan terjadi emulsifikasi. Cairan disuplai secara normal ke
mulut pipa oleh sebuah pompa tipe bergerigi yang getaran biasanya berkisar 50-200 psi.
frekuensi getaran biasanya berkisar 8-30 Khz dan ukuran partikel fase terdispersinya sekitar
1-2

mikron

peralatan

ultrasonikyang

dirancang

untuk

industri

terdiri

dari

kerangka,penyemrot yang dapat diatur,penyemrot yang dipasang pisau penggetar dan bel
rensonan.
II. 8. Kestabilan Emulsi
emusi dapat diklasifikasikan menurut kestabilannya, pertamq adalah emulsi
temporer,yaiitu emulsi yang memerlukan pengocokan yang kuat sebelumb digunakan.
Contohnya adalah French dressing yang terbuat dari minyak, cuka dan bumbu kering,
emulsi temporer biasanya mempunyai viskositas yang rendah. Kedua adalah emulsi
semipermanen,yaitu emulsi yang mempunyai viskositas kentalseperti krim, contohnya
adalah salad dressing yang mengandung sirupp, madu, condensed soup atau stabilizer
komersil seperti gum dan pectin.ketiga adalah emulsi permanen yaitu emulsi yang
mempunyai viskositas tinggi. Viskositas yang tinggi ini akan memperlambat penggumpalan
fase terdispersi
Selama suatu emulsi disimpan dapat terjadi perubahan-perubahan fisik didalam
butiran-butiran terdispersinya yang berakibat pada penurunan mutu. Perubahan stabilitas
dapat terjadi melalui proses creaming,flocculation dan coalescence

-creaming meliputi flotais atau sedimentsi butir-butir teremulsi akibat gaya gravitasi,yaitu
pada akhirnya mengakibatkan system emulsi berubah menjadi dua lapisan emulsi. Yang
satunya mempunyai fase terdispersi dengan konsentrasi yang tinggi,sedangkan yang lainnya
mempunyi fase terdispersi dengan konsentrasi yang rendah..pada creamin tidak terjadi
pemecahan emulsi,tetapi bila creaming yang terjadi bil creaming yang terjadi diikuti dengan
peningkatan ukuran partikel,maka proses tersebut dapat berakhir dengan pemecahan emulsi.
Creaming hanya terjadi pada emulsi yang encer dan dengan syarat bahwa kedu fasenya
mempunyai berat jenis yang berbeda dan medium pendispersinya adalah cairan yang mudah
mengalir. Pada creaming,jika fase terdispersinya mempunyai berat jeis yang lebih besar dari
medium dispersinya, maka creamnya akan kebawah,demikian juga sebalikya.laju creaming
tergantung pada perbedaan berat jenis antara fase terdispersi dan medium dispersi, ukuran
butiran dan viskositas medium dispersi. Kecepatan pemisahn butiran (V) dapat dihitung
dengan persamaan Stokes :
V=

R= radius butiran
g= percepatan gravitasi
d1 dan d2 =berat jenis kedua fase
laju creaming dapat dipercepat dengan cara sentrifugasi dan pengenceran fase kontinyu. Pada
sentrifugasi hanya terjadi penekanan pengaruh perbedaan bert jenis kedua fase, sedangkan
pada pengenceran fase kontinyu terjadi perubahan rasio distribusi emulsifier didalam sistem
emulsi dan juga mengakibatkan perubahan distribusi emulsifier pada interfase-nya
-flocculation atau fkokulasi pengelompoka butiran-butiran menjadi gumpalan-gumpalan yang
longgar dan tidak teratur. Pada flokulasi tidak terjadi penggabungan butiran-butiran yang
kecil menjadi butiran-butiran yang lebih besar.pada umumnya butir-butir yang mengelompok
dapat didispersikan kembali dengan pengadukan atau pengocokan,apabila gaya-gaya antara
butiran-butirannya ( gaya van der walls) lemah.

- coalescence ialah pengabungan butir-butir emulsi yng kecil menjaid butir-butir yang lebih
besar. Proses ini tidak reversibel dan terjadi setelah flokulasi,yakni apabila lapisan interfasial
emulsifiernya pecah. Coalescence adalah suatu proses thermodinamika yang terjadi secara
spontan dan mempunyai peranan yang penting pada pemisahan kedua fase di dalam emulsi
menjadi dua lapisan yang berbeda.laju coalescence dipengaruhi oleh daya tahan lapisan
interfasial emulsifier terhadap gesekan atau tumbukan yang meningkat selama pengadukan
atau pembekuan emulsi.
Emulsi dapat dipecahkan dengan beberapa cara,yaitu : pemanasan, penambahan
elektrolit,pengadukan mekanis dan sentrifugasi dengan kecepatan tinggi.pemanasan tidsk
efektif untuk memecahkan emulsi tipe air dalam minyak da penambahan suatu elektrolit akan
merusak kesetimbangan antar fase.pengadukan mekanis yang dapat merusak struktur molekul
emulsifier atau merubah posisi molekul emulsifier yang sudah mapan pada lapisan interfasial
sehingga memungkinkan terjadinya penggabungan kembali molekul-molekul fase yang
sejenis. Sedanglan sentrifugasi berkecepatan tinggi akan menyebabkan fase yang mempunyai
berat jenis lebih rendah mengapung sehingga membentui lapisan krim dipermukaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi adalah sebagai berikut :

Perbedaan berat jenis antara kedua fase. Perbedaan yang minimum adalah yang baik.

Kohesi fase terdispersi,sifat kohesi yang minimum adalah yang baik

Persentase padatan didalam emulsi.persentase fase terdispersi yang rendah adalah


yang baik

Temperatur luar yang ekstrim. Temperatur luar yang tinggi atau rendah adalah kurang
baik

Ukuran butiran fase terdispersi. Makin kecil ukurannya makin baik

Viskositas fase kontinyu. Viskositas yang tinggi adalh yang baik

Muatan fase terdispersi. Muatan yang sama dan seragam adalh yang baik

Distribusi ukuran butiran fase terdispersi. Ukuran yang kecil dan seragam adalah yang
baik

Tegangan interfasial antara kedua fase. Makin rendah nilainya makin baik

Emulsi dapat distabilkan untuk mencegah creaming floculation dan coalescence dengan
membuat suatu lapisan interfasial yang kuat disekeliling tiap-tiap butiran,menambah
muatan listrik permukaan butiran-butiran dan meningkatkan viskositas fase kontinyu.
II. 9. Aplikasi Emulsi Bahan Pangan
YOGURT DAN TAHU SUSU

Tahu susu
Tahu susu terbuat dari susu. Tahu susu merupakan suatu massa atau gumpalan yang

diperoleh dari penggumpalan protein susu dimana sebagian dari kandungan airnya
dikeluarkan. Pembuatan tahu susu lebih sederhana dibandingkan dengan tahu kedelai.
Biasanya susu yang digunakan dalam pembuatan tahu susu ini adalah susu yang berkualitas
kurang baik. Prinsip pembentukan tahu susu adalah dengan menggumpalkan protein susu,
dilakukan antara lain dengan menambahkan asam ke dalam susu.
Kasein pada susu akan terkoagulasi dan membentuk tahu apabila ditambahkan enzim
proteolitik atau asam. Tahu yang terbentuk dapat menjadi lunak atau keras tergantung dari
jumlah kasein dan kalsium yang terdapat di dalam susu. Kasein susu akan terkoagulasi pada
titik isoelektriknya yaitu pada pH 4,6. Koagulasi ini akan menyebabkan gaya tolak menolak
elektrostatik meningkat dan memecah misela-misela.

Yogurt
Yoghurt adalah produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi kemudian

difermentasi dengan bakteri tertentu sampai diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas.
Pada pembuatan yogurt, susu yang dihomogenisasi akan membentuk gel tahu yang lebih
cepat dengan konsisten yang lebih licin dan lunak dibandingkan dengan susu yang tidak
dihomogenisasikan.

Cara pembuatan yogurt adalah dengan mencampurkan 10,5% susu tanpa lemak, 7%
lemak susu, 12% sukrosa dan 3% biakan campuran streptococcus lactis dan lactobacillus
bulgaricus, selanjutnya diinkubasi pada suhu 43 C selama 18 jam. Emulsifier atau stabilizer
seperti gelatin akan memberikan hasil yang lebih baik tanpa menghambat proses
pengasaman.
KEJU
Keju adalah produk yang dibuat dari tahu susu sapi atau hewan lainnya. Tahu tersebut
diperoleh dengan mengkoagulasikan kasein susu denagn suatu enzim (biasanya rannin) atau
asam (biasanya asam laktat). Tahapan pembuatan keju yaitu:

koagulasi susu oleh rennet,

pemecahan dadih dan pengeluaran whey (pemanasan),

pengepresan dadih,

penggaraman dan

pemeraman.
Proses homogenisasi susu hanya dilakukan pada pembuatan keju lunak dengan

maksud menyempurnakan daya olesannya serta mereduksi kehilangan lemak didalam whey
pada waktu tahunya dipisahkan. Pada keju semi lunak dan keju keras tidak dilakukan
homogenisasi susu hal ini dikarenakan homogenisasi dapat menyebabkan peningkatan luas
permukaan lemak sehingga reaksi lipofilik selama proses pematangan akan meningkat dan
mengakibatkan keju yang diperoleh mempunyai bau dan rasa yang kurang enak.
Pada pembuatan keju, penambahan emulsifier merupakan campuran garam-garam
fosfat akan memberikan hasil yang lebih baik (tekstur dan penampilannya) terutama pada
keju-keju yang tidak difermentasi seperti cottage cheese.
MENTEGA

Mentega merupakan emulsi air didalam minyak (w/o) dengan kandungan 20% dari
berat lemak. Bahan baku untuk membuat mentega adalah lemak susu, biasanya dalam bentuk
krim. Krim dipisahkan dari susu dan mengandung 30-35% lemak. Sebelum di proses lebih
lanjut krim dipasteurisasi terlebih dahulu.
Pengocokan dapat dilakukan dengan sistem batch atau sistem kontinyu yang
menggunakan pengaduk mekanis dan dirancang untuk mengubah sistem emulsi alamiah di
dalam air dan tiap-tiap globula tersebut dikelilingi oleh sutau membran fofpolipid yang
mengandung lechitin. Pengocokan ini akam memecah membran sehingga globula-globula
tersebut bertubrukan satu dengan yang lainnya, hasilnya globula tersebut berkumpul bersama
dan membentuk granula mentega yang kecil, makin lama makin besar ukurannya dan
akhirnya terpisah dari fase air krim. Fase air terpisah disebut buttermilk.
Pada proses pengocokan terjadi pemecahan emulsi dan granula-granula akan
terbentuk pada 50 F. Pada titik ini pengadukan dihentikan dan buttermilk dikeluarkan dari
wadah, keadaan emulsi sudah berubah. Massa buttermilk merupakan komponen utama dan
merangkap 15% buttermilk didalamnya. Disini butterfat menjadi fase kontinyu dan sisa
buttermilk yang sebagian besar terdiri dari air dengan terlarut laktosa, kasein dan padatan
susu lainnya tersuspensi sebagai butiran-butiran di dalam massa lemak. Hal ini terjadi setelah
proses pengocokan yang berlangsung 40 menit. Setelah itu massa mentega dicuci dengan air
bersih untuk mengeluarkan sisa-sisa buttermilknya, kemudian sisa air pencuci dikeluarkan
dan ditaburi garam. Kemudian diteruskan dengan menyeragamkan dispersi garam dan
memecah butir-butir air sampai sekecil-kecilnnya.
Penambahan garam sebanyak 2,5% dari produk akhir sudah cukup untuk membuat
rasanya enak. Garam ini berfungsi sebagai bahan pengawet dan dapat mencegah
pertumbuhan spora-spora bakteri, juga biasanya ditambahka Natrium benzoat. Selain itu juga
ditambahkan emulsifier seperti lechitin, monogeliserida atau kuning telur dengan tujuan
untuk meningkatkan kestabilan emulsi.
SALAD DRESSING
Salad dressing atau salad krim merupakan suatu emulsi pangan yang mengandung 3050% minyak, yang mempunyai bentuk hampir sama dengan mayonnaise, tetapi umunya
mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah serta menggunakan pasta pati sebagai

pengental. Sedangkan kuning telur, cuka dan bumbu-bumbu lain berfungsi sebagi emulsifier.
Pada pembuatan salad dressing yang perlu diperhatikan pemanasan patinya, dengan tujuan
untuk memperoleh derajat kekentalan yang diinginkan. Cuka ditambahkan pada pasta pati
yang telah dimasak sebelumnya. Kemudian ditambahkan minyak, kuning telur dan bahanbahan lainnyasebelum dilakukan emulsifikasi dengan pengadukan. Lesitin dalam kuning telur
akan berfungsi sebagai emulsifier dan gum tragacanth biasanya sebagai stabilizer.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah Teknologi Emulsi ini
ialah :
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil.
Emulsifier merupakan surfactant yang mempunyai dua gugus, yaitu gugus hidrofilik dan
gugus lipofilik.
Emulsi mempunya 2 tipe yaitu : Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil) dan Tipe M/A
(Minyak/Air) atau W/O (Water/Oil).
Sifat Fisik Emulsi: Penampakan, Viscositas, Dispersibilitas dan Daya Emulsi, Ukuran partikel.
Metode pembuatan Emulsi yaitu: Penentuan Medium Dispersi, Pemilihan Jenis Bahan.
Proses pembuatan emulsi ada 2, yaitu: Pengolahan Skala Laboratorium dan pengolahan Skala
Pabrik.
Peralatan pembuatan emulsifikasi: Mixer, Gilingan Koloid, Homogeniser, Peralatan Ultrasonik.
Aplikasi emulsibahan pangan antara lain, Yogurt dan susu tahu, Keju, Mentega, Salad Dressing.
DAFTAR PUSTAKA
Yuniar, S.T, M.T, dkk. 2010. Teknik Pengolahan Pangan. Palembang: Politeknik Negeri
Sriwijaya.
http://www.google.com
http://blogkita.info/emulsi/.com
Lampiran:
Pertanyaan.
Kel ompok 1

Sebutkan kelebihan dan kekurangan metode cara pembuatan zat pengemulsi


(emulgator) emulsi ?
Jawaban
Pada metode pembuatan zat pengemulsi ini tidak ada secara sepesifkasi
terperinci yang menjelaskan tentang kelebihan dan kekurangan dari
metode ini, pemakaian metode ini tergantung suatu pabrik akan
memakai metode apa dalam penggunaan zat pengemulsi pada
campuran emulsi.
Bagaimana cara mendapatkan nilai HLB pada campuran emulsi ?
Jawaban
Niai HLB suatu emulsifier dapat ditentukan dengan salah satu metode
titrasi, membandingkan struktur kimia molekul, mencari korelasi
dengan nilai tegangan permukaan struktur kimia molekul, mencari
korelasi dengan nilai tegangan permukaan dan tegangan interfasial,
koefisien pengolesan, daya larut zat warna, konstanta dielektrika dan

dengan teknik kromatografi gas cairan.

Persentase masing-masing emulsifier dalam suatu kombinasi emulsifier dengan nilai HLB
juga dapat dihitung dengan formulasi berikut: Dimana :
A = Emulsifier A
B = Emulsifier B
X = Nilai HLB yang diinginkan
Apa pengaruh emulsifier terhadap campuran emulsi ?
Jawaban
Pengaruh emulsifier terhadap campuran emulsi untuk mereduksi
bergabungnya tetesan disperse dalam fase kontinyu sampai batas yang
tidak ditentukan.
Contoh larutan minyak dan air. Kedua campuran ini memiliki fase,
densitas dan viscositas yang berbeda yang tidak dapat salaing
melarutkan, apabila kedua campuran ini ditambahkan emulsifier maka
terjadi pencapuran dan salaing melarutkan.
Dari praktikum yang telah dilakukan kapan terbentuknya emulsi?
Jawaban
Selama 20 menit setelah terjadi pencampuran, penambahan emulsifier
dan setelah terjadi pengadukan.
Bertahanya campuran emulsi tergantung seberapa banyak emulsifier
yang digunakan dan suhu sekitar larutan yang mempengaruhi
Bagaimana proses pembuatan emulsi pada skala pabrik?

Jawaban
Pada proses pembuatan emulsi pada skala pabrik alat-alat Yang
digunakan disesuaikan dengan Bahan baku yang akan digunakan juga
hasil yang disesuaikan,misalnya penggiling koloiddigunakan untuk
bahan baku yang mempunyai viskositas yang tinggi dan hasil yang
dihasilkan seragam
Bagaimana cara pembutan tahu susu murni?
Jawaban

Pada dasarnya pembuatan tahu susu ini sama dengan proses pembuatan
tahu kedelai, bahan utamanya pun sama yaitu kacang kedelai hanya
bedanya pada saat pembuatannya ditambahkan susu sapi. Pada saat
pengumpalannya di tambahkan asam cuka agar mudah menggumpal.
Kelompok 3
Apa yang dimaksud dengan globula?
Jawaban
Globula merupakan fase yang terdispersi yang berupa gumpalangumpalan.
Apa yang dimaksud emulsi perolal?

Jawaban
Emulsi dalam pemakaian dalam (peroral) umumnya tipe O/W. Emulsi
tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke
dalam air)
Apa perbedaan 4 metode adsorbsi?
Jawaban
Teori tegangan permukaan (Teori Surface Tension)
Daya tarik menarik molekul (Kohesi (sejenis) dan Adesi
(berlainan jenis)). Daya kohesi tiap zat selalu sama, sehingga pada
permukaan suatu zat cair (bidang batas antara air dan udara) akan
terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan gaya
kohesi (tegangan permukaan/surface tension). Semakin tinggi
perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang batas mengakibatkan
antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan
pada air bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau
senyawa elektrolit, tetapi berkurang dengan penambahan senyawa
organik tertentu seperti sabun.
Teori Oriented Wedengane, Emulgator terbagi 2:
- Hidrofilik : bagian emulgator yg suka pada air.
- Lipofilik: bagian emulgator yg suka pd minyak
Emulgator dapat dikatakan pengikat antara air dan minyak
yang membentuk suatu keseimbangan (HLB) antara kelompok
hidrofil & lipofil. Makin besar HLB makin hidrofil (emulgator
mudah larut dalam air & sebaliknya).
Teori Interpelasi film
Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak,
sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase
dispersi menyebabkan partikel sejenis yang akan tegabung akan
terhalang. Untuk memberikan stabilitas maksimum,emulgatorharus:
a.

Dapat

membentuk

lapisan

film

yang

kuat

tapi

lunak

b. Jumlahnya cukup utk menutupi semua partikel fase disperse


c. Dapat membentuk lapisan flm dengan cepat & dapat menutup
semua permukaan partikel dengan segera.

Teori Electric Double Layer (lapisan listrik rangkap).


Terjadinya

emulsi karena adanya

susunan

listrik

yg

menyelubungi partikel shg terjadi tolak-menolak antara partikel


sejenis. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari
ketiga

cara

berikut:

a.Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel


b.Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya
c.Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya.
Factor factor apakah yang memepengaruhi kerusakan emulsi?
Jawaban.
Creaming Disebabkan oleh terjadinya perbandingan antara air dan
emulsifier yaitu air yang terkandung lebih banyak daripada emulsifier
sehingga hasil emulsifikasi yaitu cream`yang akan kebawah hal ini
disebabkan karena fase terdispersinya mempunyai berat jenis yang

lebih besar dari medium pendispersinya


Flocculationdisebabkan karena kurangnya

pengadukan

atau

pengocokan pada proses emulsifikasi sehingga menyebabkan terjadi


pengelompokan butiran butiran menjadi gumpalan yang longgar dan

tidak teratur.
Coalescencedisebabakan

Karena

kecepatan

pengadukan

dan

pengocokan yang berlebihan pada proses emulsifikasi sehingga terjadi


penggabungan butir-butir emulsi yang kecil menjadi butir-butir yang
lebih besar
Kelompok 4
Apa yang dimaksud dengan nilai HLB, Kegunaan HLB pada suatu larutan
emulsi?
Hidrophilic Lipophilic Balance yang disingkat dengan HLB
menggambarkan rasio berat gugus hidrofilik dan lipofililik didalam
molekul emulsifier.
Emulgator dapat dikatakan pengikat antara air dan minyak yang
membentuk suatu keseimbangan (HLB) antara kelompok hidrofil &
lipofil. Makin besar HLB makin hidrofil (emulgator mudah larut
dalam air & sebaliknya).

Apa perbedaan sifat fisik hidrofilik dan lipofilik?


Jawaban
Hidrofilik : bagian emulgator yg suka pada air
- Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa
minyak yang terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil
didalam fase kontinyu yang berupa air. Emulsi tipe ini
umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31 - 41%
sehingga emulsi M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan
air dan sangat mudah dicuci.
- Pada fase ini bersifat polar maka molekul molekul emulsifier
tersebut akan teradsorbsi lebih kuat oleh air dibandingkan
minyak.
Lipofilik: bagian emulgator yg suka pada minyak
- Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan
minyak merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya
mengandung kadar air yang kurang dari 10 - 25% dan
mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat
diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat
sulit bercampur/dicuci dengan air.
- Pada fase ini bersifat non polar maka molekul molekul
emulsifier tersebut akan teradsorbsi lebih kuat oleh minyak
dibandingkan oleh air.

PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum

Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan sediaan emulsi

Mahasiswa dapat menentukan nilai HLB butuh yang digunakan dalam pembuatan sediaan
emulsi

Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh nilai HLB terhadap stabilitas emulsi

Mahasiswa mampu memahami evaluasi sediaan emulsi


1.2 Prinsip Praktikum

Penentuan nilai HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulssi sesuai dengan
konsentrasi surfaktan sesuai formulasi.

Pembuatan sediaan emulsi dengan terlebih dahulu mencampurkan fase air dengan tween 80
dan fase minyak dengan span 80, kemudian kedua fase tersebut dicampurkan pada suhu 70 oC
hingga terbentuk suatu emulsi.

Evaluasi stabilitas sediaan emulsi dengan mengamati apakah terjadinya pemisahan antara
fase minyak dan fase air dalam suatu system emulsi.

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air
merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Sebaliknya, jika air
atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak
merupakan fase pembawa, sistem ini disebut sistem emulsi air dalam minyak.
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah
koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu
fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (Surfaktan) menstabilkan dengan cara
menempati antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas
fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar
permukaan antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi
merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan
minyak, di mana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.
Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua
lapisan air dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen
yang paling agar memperoleh emulsa yang stabil. Sebagai emulgator agar-agar dilarutkan
dulu dalam air panas dan dibiarkan sehari semalam lalu didihkan lagi. Dalam air dingin agaragar tidak larut tetapi mengembang dan larutannya 0,5% agar-agar masih berupa selai.
Digunakan larutan agar-agar sebagai emulgator, adalah karena viskositas larutannya
yang tinggi, maka itu penggunaannya sebagai emulgator adalah merupakan campuran dengan
emulgator lain seperti, PGA, Span dan Tween, Tragacantha. Setelah dibuat larutan lalu dibuat
emulsi dengan minyaknya dengan diaduk kuat-kuat dengan mixer (alat pencampur). Semua
emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir tetesan yang
terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan
dispers sebagai fase terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu wemulsi tipe M/A di
mana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M di mana fase intern adalah air dan
fase extern adalah minyak. Zat pengemulsi adalah P.G.A., Tragacantha, Gelatin, Sapo,
Senyawa Ammonium kwartener, Cholesterol, Surfactan seperti Tween, Spaan dan lainlainnya. Untuk menjaga stabilnya emulsi perlu diberi pengawet yang cocok.

Emulsa dapat dibedakan dalam:


1. Emulsa Vera (Emulsi alam) dan
2. Emulsa Spuria (Emulsi buatan)
Pembuatan emulsi minyak lemak biasanya dibuat dengan emulgator gom arab,
dengan perbandingan untuk 10 bagian minyak lemak dibuat 100 bagian emulsi. Gom arab
yang digunakan adalah separo jumlah minyak lemak. Sedangkan air yang digunakan adalah
1,5 x berat PGA.
2.2 Definisi Sulfaktan
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik)
dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan
campuran yang terdiri dari minyak dan air. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang
bekerja menurunkan tegangan permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda
molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian
polar mempunyai gugus hidroksil semetara bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil
yang panjang. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi dan limbahnya
dapat mencemarkan lingkungan, karena sifatnya yang sukar terdegradasi, selain itu minyak
bumi merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat diperbarui.

2.3 Tipe Emulsi


Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai contoh air),
sedangkan lainnya relatif non polar (sebagai contoh minyak).
1. Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air, sistem
tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w).
2. Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai
produk air dalam minyak (w/o).
Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w/o, ntuk tipe o/w menggunakan
zat penegemulsi disamping beberapa yang dikemukakan tadi yakni natrium lauril sulfat,
trietanolamin stearat.

Untuk memperoleh emulsi yang stabil perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut
:
1. Penggunaan zat-zat yang mempertinggi viskositas
2. Perbandingan opimum dari minyak dan air. Emulsi dengan minyak 2/3-3/4 bagian
meskipun disimpan lama tidak akan terpisah dalam lapisan-lapisan
3. Penggunaan alat khusus untuk membuat emulsa homogen.
Dikenal beberapa fenomena ketidakstabilan emulsi yaitu :
1. flokulasi dan creaming
Ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya energi bebas
permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya kelomok-kelompok globul yang letaknya tidak
beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan
konsentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang
paling pekat akan berada di sebelah atas atau disebelah bawah tergantung dari bobot jenis
fasa yang terdispersi.
2. Koalesen dan Demulsifikasi
Fenomena ini terjadi bukan karena semata-mata karena energi bebas permukaan saja,
tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar permukaan. Koalesen adalah
terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah
merupakan proses lebih lanjut dari koalesen dimana kedua fasa terpisah menjadi dua cairan
yang tidak bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat diperbaiki dengan pengocokan.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting
untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan adalah surfaktan.
Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air dan
minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya.
Secara kimia molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan nonpolar. Apabila
surfaktan dimasukkan ke dalam suatu sistem yang terdiri dari air dan minyak, maka gugus
polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke gugus ke fasa minyak.
Surfaktan yang memiliki gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak
dalam air, sedangkan bila gugus nonpolar yang lebih kuat maka akan membentuk emulsi air
dalam minyak. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang kekuatan gugus polar-

nonpolar dari surfaktan. Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator
yang ditambahkan adalah metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance).
2.4 Nilai HLB
HLB adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara senyawa hidrofilik (suka
air) dengan senyawa oleofilik (suka minyak). Semakin besar harga HLB berarti semakin
banyak kelompok senyawa yang suka air. artinya, emulgator tersebut lebih mudah larut dalam
air dan demikian sebaliknya. kegunaan suatu emulgator ditinjau dari harga HLB-nya.
HARGA HLB K E G U N A A N
1 3 Anti foaming agent
4 6 Emulgator tipe w/o
7 9 Bahan pembasah ( wetting agent)
8 18 Emulgator tipe o/w
13 15 Detergent
10 18 Kelarutan (solubilizing agent)

Rumus I
A % b = ((x HLB b)/ HLB a HLB b) x 100 %
B % a = ( 100% A%)
Keterangan :
x = Harga HLB yang diminta ( HLB Butuh)
A = Harga HLB tinggi
B = Harga HLB rendah
Rumus II
(B1 x HLB1) + (B2 x HLB2) = (B campuran x HLB campuran)
2.2 URAIAN BAHAN
1. Oleum Ricini (Sumber FI III, hlm. 459)
Nama Lain

: Minyak Jarak

Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin biji Ricinus
communis L. yang telah dikupas.

Pemerian

: Cairan kental, jernih, kuning pucat atau hamper tidak

berwarna, bau lemah ; rasa manis kemudian agak pedas, umumnya memualkan.
Kelarutan

: larut dalam 2,5 bagian etanol (90 %) P , mudah larut

dalam etanol mutlak dan dalam asetat glacial P.


Bobot per mL

: 0,953 gram 0,964 gram.

Khasiat

: laksativum.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh.

2. Air suling (Sumber FI III hlm 96)


Nama Resmi

: Aqua destillata

Nama Lain

: aquades, air suling

RM\BM

: H2O\18,02

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat.

Penggunaan

: Sebagai fasa cair

3. Span 80 (Handbook Pharmacy, 121)


Nama Resm

: Sorbotin Monooleat

Nama lain

: Span 80

Pemerian

: Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari asam lemak

Kelarutan

: Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam air, dapat bercampur dengan

alkohol, seidikit larut dalam minyak kapas.


Peyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan

: Sebagai emulgator tipe minyak

HLB butuh

: 4,3

4. Tween 80 (Handbook Pharmacy, 347)


Nama Resmi

: Polyoxyethyllene sorbitan monooleate

Nama lain

: Tween 20

Pemerian

: Cairan kental seperti minyak, jernih kuning, bau karakteristik dari asam

lemak
Kelarutan

: Mudah larut dalam air, dalam etanol 95 % P, dalam etanol P, sukar larut

dalam parafin cair P dan dalam minyak biji kapas P.


Peyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai emulgator tipe air

HLB butuh

:15,0

III METODE PRAKTIKUM


2.1 Alat dan Bahan
ALAT

BAHAN

Timbangan
Mortir dan Stamper

Oleum Richini

Batang pengaduk

Tween 80

Gelas ukur

Span 80

Pipet tetes

Aquadest

Kaca Arloji
Cawan porselin

R/
Oleum Richini

10 gram

Tween 80

2,5 gram

Span 80
Aquadest

ad 50 gram

2.2 Formulasi

2.3 Perhitungan HLB butuh

HLB butuh yang digunakan yaitu 12

Konsentrasi Surfaktan 2,5 gram

HLB Tween 80 15,0

Twee 80 =

HLB Span 80 4,3


x 100

x 100 %

x 100 % = 71,96%

Penimbangan Tween 80 =

Span 80

Penimbangan Span 80 = 0,701 gram

x 2,5 gram = 1,799 gram ~ 1,8 gram

= 100 % - 71,96% = 28,04%

2.4 Penimbangan Bahan


Penimbangan Bahan untuk Pembuatan Sediaan Emulsi sebanyak 2 Botol
1. Oleum Richini

10 gram

x2

= 20 gram

2. Tween 80

1,8 gram

x2

= 3,6 gram

3. Span 80

0,701 gram x 2

4. Aquadest

ad

= 1,402 gram
100 mL

2.5 Prosedur Pembuatan


Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
Tara botol coklat 50 gram
Panaskan aquadest
Timbang Oleum Richini, Span 80, Tween 80.
Masukan Span 80 dalam fase minyak (Oleum Richini). Panaskan hingga suhu 70oC.
(Campuran 1)
Masukan Tween 80 dalam fase air. Panaskan hingga suhu 70oC. (Campuran 2)
Panaskan mortir dengan air panas.
Masukan campuran 2 dan campuran 1 dalam mortir. Aduk ad hingga dingin.
Tambahkan aquadest ad 100mL.
Timbang emulsi dalam botol 50 gram
Lakulan evaluasi terhadap sediaan emulsi.

2.6 Evaluasi Sediaan


1. Uji Pemerian

Keadaan yang di amati yaitu :

Warna,

Rasa,

Bau,

Kelarutan.
Pemberian dikatakan baik jika warna sirup tidak berubah dan bau tidak hilang.

2. Pemeriksaan BJ

Ditimbang piknometer kosong ( W pikno )

Piknometer kosong diisi air suling hingga penuh, kemudian ditimbang ( W pikno+ air)

Dihitung selisih antara W pikno + air dan W pikno didapat W air

Selanjutnya W air dibagi oleh massa jenis air sehingga didapat volume air ( V air )

Larutan sirup dari masing-masing formula dimasukkan ke dalam piknometer kosong,


kemudian ditimbang ( Wpikno + emulsi )

Dihitung selisih antara W pikno + emulsi dan W pikno didapat W emulsi

Selanjutnya W emulsi dibagi oleh W air, sehingga diperoleh massa jenis emulsi

Massa jenis emulsi selanjutnya dibagi oleh massa jenis air, sehingga diperoleh berat badan
emulsi

Prosedur diatas juga dilakukan untuk masing-masing formula emulsi.


3. Pemeriksaan pH

Emulsi yang telah jadi masing-masing dituangkan dalam gelas piala 20 mL

Lakukan pengukuran pH menggunakan pH meter dengan mencelupkannya dalam emulsi.


4. Volume Terpindahkan

Masukan emulsi yang telah dibuat dalam botol coklat 50 gram yang telah di tara.

Tuang emulsi dari dalam botol ke dalam gelas ukur 100 mL

Amati volume terpindahkan dari sediaan emulsi yang telah dibuat


5. Pemeriksaan Viskositas
Mengukur viskositas emulsi menggunakan Viskometer Brookfield :

Masukan emulsi kedalam beaker glass


Pasang alat brookfield dan masukan spindel dalam emulsi
Pilih pengatur kecepatan; amati jarum penunjuk pada saat konstan
Catat angka yang ditunjuk jarum; hitung viskositasnya.

IV HASIL PENGAMATAN
4.1 . Uji Pemerian

Bentuk

: Emulsi tipe M/A (minyak dalam air)

Warna sirup

: Putih susu

Bau sirup

: Minyak Jarak

Rasa

: Hambar

4.2 Pemeriksaan pH
Derajat keasaman sediaan emulsi yang dibuat adalah pH 7,3 (sediaan bersifat Basa Lemah).

4.3 Pemeriksaan BJ
Perhitungan BJ
W pikno

= 17,30029 g

Wp + air

= 45,1883 g/ml

W air

= 45,1883 g 17,30029 g = 27,8880 g/ml

Wp + emulsi

= 45,1570 g/ml

W emulsi

= 45,1570 g/ml 17,30029 g = 27,8567g/ml

Massa jenis emulsi

BJ

= 0,9988 g/ml

= 0,9988

4.5 Volume Terpindahkan


Volume terpindahkan dari pembuatan sediaan emulsi adalah 104 mL.
4.6 Uji Viskositas
Kecepatan

: 30 rpm

Koefisien

: 10

Spindel

:2

Skala

:6

Viskositas

= Skala x koefisien
=

x 10

= 60 cP
4.7 Pengamatan Kestabilan Emulsi
HLB

Volume Awal

Butuh
12

(Vo)
104 mL

Volume Akhir (Vu)


Fase Minyak
Fase Air
31 mL
73 mL

F
0,4246

F (Volume Sedimentasi) =

F=

= 0,4246

Keterangan :
Setelah emulsi disimpan selama 24 jam, terbentuk lapisan lapisan dengan konsentrasi yang
berbeda beda dalam suatu emulsi (Creaming). Lapisan dengan konsentrasi yang lebih pekat
akan berada dibagian atas atau bawah tergantung dari bobot jenisnya. Dalam sistem emulsi
m/a (minyak dalam air) ini terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air dimana fase
minyak berada dibagian atas dan fase air berada dibawah. Hal itu dikarenakan bobot jenis

oleum ricini lebih rendah dari pada air. Tetapi setelah dilakukan pengocokan kembali emulsi
kembali terdispersi kebentuk semula.

V. PEMBAHASAN
Dalam pembuatan suatu emulsi digunakan suatu emulgator atau surfaktan yang
bertujuan untuk menurunkan tegangan antar muka air dan minyak serta membentuk lapisan
film pada permukaan fase terdispersi. Pada percobaan ini digunakan dua surfaktan yang
dikombinasikan dengan tujuan untuk memperoleh HLB surfaktan yang persis sama dengan
HLB minyak yang dibutuhkan.
Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe air (Tween 80) dan
emulgator tipe minyak (span 80). Pada percobaan ini sebagai fase minyak digunakan Oleum
Ricini yang dicampur dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah aquadest yang
dicampur dengan tween 80.Emulsi oleum ricnini digunakan sebagai laksativum.
Dalam pembuatan emulsi oleum ricini, terlebih dahulu dihitung berapakah nilai HLB
butuh yang akan digunakan dalam pembuatan emulsi. HLB butuh setara dengan HLB
campuran surfaktan yang digunakan untuk mengemulsikan minyak sehingga membentuk
emulsi yang stabil. Dimana nilai HLB (Hydrophylic-Lipophylic Balance) sendiri merupakan
angka yang menunjukan ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilk dan lipofilk
yaitu tween 80 dan span 80 sebagai surfaktan yang menjadi emulgator dalam pembuatan
emulsi oleum ricini. Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus hidrofilk dan lipofilk
segaligus dalam molekulnya, oleh karena itu surfaktan digunakan sebagai emulgator yang
berfungsi untuk membuat partikel minyak menjadi terdispersi dalam air.
Nilai HLB butuh yang digunakan adalah 12. Dari hasil perhitungan nilai HLB buth
maka diketahui penimbangan tween 80 dan span 80 untuk setiap 50 gram emulsi yaitu 1,8
gram dan 0,701 gram.
Pembuatan sediaan emulsi dilakukan dengan mencapurkan fase minyak dengan Span
80 dan fase air dengan tween 80. Tween 80 bersifat polar sehingga dapat bercampur dengan
air sedangkan span 80 bersifat nonpolar sehinggan dapat bercampur dengan minyak. Masingmasing campuran tersebut kemudian dipanaskan hingga suhu 70oC. Pembuatan emulsi
dilakukan pada suhu yang sama yaitu 70oC untuk mencegah pemisahan kembali antara fase
minyak dan fase air yang telah dicampurkan. Setelah sediaan emulsi terbentuk, kemudian
dimasuka ke dalam botol yang telah ditara 50 gram. Selanjutnya dilakukan beberapa evaluasi
terhadap sediaan emulsi yang telah dibuat.
Emulsi oleum ricini terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan organoleptis untuk
mengetahui kestabilan fisik dari sediaan, namun terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
volume terpindahkan dari sediaan emulsi yang telah ditara dalam botol. Volume

terpindahkannya yaitu 104 mL. Sediaan emulsi mengalami kelebihan volume sebanyak 0,4
mL.
Sediaan emulsi yang dibuat berbentuk emulsi tipe minyak dalam air, berwarna putih
susu, bau minyak jarak serta rasa yang hambar dan lama kelamaan menimbulkan rasa mual.
Rasa mual tersebut disebabkan oleh sifat pemerian dari oleum ricini itu sendiri. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan pH yang menghasilkan pH emulsi yaitu 7,3. Kemudian dilakukan
evaluasi viskositas dari emulsi menggunakan viskometer Brookfield. Hasij uji viskositas
dapat diketahui viskositas sediaan emulsi sebesar 60 cP. Viskositas ini mempengaruhi
kestabilan dari emulsi selama penyimpanan, dimana emulsi yang mempunyai viskositas yang
lebih besar tidak mudah mengalami pemisahan antara fase minyak dan fase air selama
penyimpanan. Bobot jenis emulsi sebesar 0,9988 gram/mL. Bobot jenis emulsi lebih rendah
dibandingan dengan bobot jenis air, hal itu dikarenakan dalam emulsi mengandung fase
minyak yaitu oleum ricini, dimana oleum ricini memiliki bobot jenis yang lebih rendah
dibandingkan air yaitu 0,953 gr/ml 0,964 gr/ml. Nilai bobot jenis yang dihasilkan dari
sediaan emulsi yang kami dapat tidak sesuai dengan literatur, hal itu disebabkan karena
adanya kelebihan dalam penambahan aquadest sehingga bobot jenis menjadi lebih besar dari
literatur.
Setelah pembuatan, emulsi kemudian didiamkan selama 24 jam untuk mengamati
kestabilan dari sediaan emulsi yang telah dibuat. Setelah didiamkan selama 24 jam emulsi
terlihat tidak stabil karena terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air. Volume fase
minyak yang terbentuk adalah 31 mL dan volume fase air yang terbentuk adalah 73 mL
dengan nilai F sebesar 0,4246. Fase minyak berada dibagian atas dan fase minyak berada
dibagian bawah, itu disebabkan oleh bobot jenis oleum ricini lebih rendah dibandingkan
dengan air.

VI. KESIMPULAN
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe
air (Tween 80) dan emulgator tipe minyak (span 80). Pada percobaan ini sebagai fase minyak
digunakan Oleum Ricini yang dicampur dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah
aquadest yang dicampur dengan tween 80. Emulsi oleum ricnini digunakan sebagai
laksativum.
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap sediaan emulsi, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1)

Uji Organoleptik : sediaan berbentuk emulsi tipe minyak dalam air (m/a), berwarna putih
susu, bau minyak jarak dan rasa hambar diikuti mual.

2) Uji Pemeriksaan pH ; pH sediaan emulsi adalah 7,3


3) Uji Pemeriksaan Bobot Jenis : Bobot jenis sediaan emulsi adalah 0,9988. BJ sediaan tidak
memenuhi persyaratan.
4) Uji Viksositas diperoleh sediaan emulsi dengan viskositas sebasar 60 cP.
5) Volume terpindahkan emulsi adalah 104 ml dan setelah didiamkan selama 24 jam terbentuk
creaming yaitu lapoisan yang memisahkan fase minyak dan fase air dengan nilai volume
sedimentasi (F) sebesar 0,4246.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Emulsi adalah suatu sitem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri dari
paling sedikit dua fase sebagai globul-globul dalam fase cair yang lainnya. System
ini biasanya distabilkan dengan menggunakan emulgator. Apabila menggunakan
surfaktan sebagai suatu emulgtor dapat pula terjadi emulsi dengan system
kompleks. System ini merupakan jenis emulsi minya-air-minyak atau sebaliknya.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemiilihan emulgator merupakan faktor yang
penting untuk diperhatikan karena mutu dan estabilan emulsi banyak dipengaruhi
oleh emulgator yang digunakan. Bila dihubungkan dengan bidang farmasi, ternyata
banyak sediaan obat di pasaran dalam bentuk emulsi. Untuk itu kiranya perlu
adanya pengetahuan yang mendasar mengenai emulsi tersebut.
Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suatu
suspensi far masi yang baik. Di samping khasiay tera[eutik, stabilitas kimia dari
komponen-komponen formulasi, kelanggenan sediaan dan bentuk estetik dari
sediaansifat-sifat yang diinginkan dalam semua sediaan farmasidan sifat-sifat
yang lain yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi. Ciri-ciri utama dari suspensi ini,
yang tergantng pada sifat fase terdispers, medium disperse dan bahan pembantu
farmasi.
B. Tujuan percobaan
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan
emulsi
2. Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan
3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi
4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Umum
Sistem dibuat stabil dalam suatu zat pengemulsi. Berbagai tipe zat
pengemulsi akan dibicarakan kemudian dalam hal ini baik fase terdispersi atau fase
kontinu bias berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan mobil sampai suatu massa
setengah padat (semi solit). Suatu emulsi adalah system yang tidak stabil secara
termodinamika yang mengandung paling dua fase cair yang tidak bercampur,
dimana satu diantaranya didipresikan sebagai bola-bola dalam fase cair lainnya.
Jadi sistem emulsi berkisar dari cairan (lotion) yang mempunyai voskositas relatif
rendah sampai salep atau krim, yang merupakan semisolid (Anonim, 2013).
Emulsi merupakan sediaan berupa campuran yang terdiri dari dua fase cairan
yang satu terdispersi di dalam suatu larutan sangat halus dan merata dalam fase
cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi. Sifat fisika dari suatu
emulsi dan kestabilannya tidak dapat dipertimbangkan secara terpisah. Oleh karena
itu, bagian ini berkenaan dengan sifat-sifat fisika yang lebih penting dari emulsi,
perubahan-perubahannya terhadap pengaruh luar dan hubungannya dengan
kestabilan emulsi (Lachman, 1994).
Suatu energi bebas antarmuka yang tinggi cenderung untuk mengurangi
daerah antarmuka, pertama dengan menyebabkan tetesan-tetesan tersebut
bergabung. Dispersi halus dari minyak dan air memerlukan daerah kontrak
antarmuka yang luas, dan untuk memperoleh / memperoduksi hal ini memerlukan
sejumlah dan beberapa kerja yang sama dengan hasil jali tegangan permukaan dan
perubahan luas. Berbicara secara termodinamik, kerja ini adalah energi bebas

antarmuka yang dimaksudkan ke system tersebut. Ini adalah suatu alasan untuk
memasukkan kata-kata tidak stabil secara termodinamik dalam definisi klasik dari
emulsi buram (Lachman, 1994).
Yang lebih bermakna dalam bidang farmasi masa kini adalah pengamatan
tentang beberapa senyawa yang larut dalam lemak seperti vitamin, diabsorbsi lebih
sempurna jika diemulsikan dari pada jika diberikan peroral dalam suatu larutan
berminyak termodinamik dalam definisi klasik dari emulsi buram (Lachman, 1994).
Suatu emulsi merupakan suatu cara pemberian oral yang baik untuk cairancairan yang tidak larut dalam air, terutama jika fase terdispersi mempunyai fase yang
tidak enak (Anonim, 2013).
Dalam suspensi zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat
mengendap. Jika dikocok-kocok perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi
kembali. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi.
Keketalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agfar sediaan mudah dikocok dan
dituang (Dirjen POM, 1979).
Suatu suspensi dalam bidang farmasi adalah suatu disperse kasar di mana
partikel zat padat yang tidak larut terdispersi dalam suatu medium cair. Partikelpartikel tersebut kebanyakan mempunyai diameter lebih besar dari 0,1 mikrometer,
dan beberapa partikel tersebut bila diselidiki di bawah mikroskop menunjukkan
adanya gerakan Brown jika dispersi mempunyai viskositas rendah (Martin, 1993).
Kestabilan termodinamika suatu emulsi berbeda dari kestabilan seperti
didefinisikan oleh pembuat formula atau pemakai berdasarkan pertimbangan
subyektif secara menyeluruh kestabilan yang dapat diterima dalam bentuk sediaan
di bidang farmasi tidak membutuhkan kestabilan yang termodinamik. Jika emulsi

membentuk krim ke atas atau membentuk krim ke bawah, emulsi basa tetap dapat
diterima secara farmaseutika (Kamianti, 1991).
Seringkali partikel-partikel dari suatu suspensi mengendap terlalu cepat
sehingga tidak konsisten dengan batasan sebagai suatu preparat yang baik secara
farmasetik. Pengendapan yang cepat tersebut merintangi pengukuran dosis yang
tepat dan dari segi estetis menghasilkan suatu lapisan supernatant yang tidak sedap
dipandang. Dalam banyak suspesi yang beredar di perdagangan, zat pensuspensi
ditambahkan ke medium disperse untuk menghasilkan struktur yang membantu
terdispersinya fase dalam suspensi. Karboksimetilselulosa, metilselulosa dan
bentonit merupakan beberapa diantara zat pensuspensi yang digunakan untuk
mengendalikan struktur yang membantu tedispersinya suspensoid (Ansel, 1989).
Emulgator akan memperkecil tegangan permukaan antara kedua cairan
tersebut sehingga emulsi akan stabil. Seperti diketahui pada emulsi, suatu cairan
tersebar dalam bentuk tetes-tetes dalam cairan lainnya sehingga bidang muka antar
kedua cairan sangat besar. Biasanya tegangan permukaan kedua cairan yang tak
bercampur ini besar maka tegangan permukaan ini akan berusaha memperkecil luas
bidang antar muka dengan jalan memecah emulsi sehingga membentuk dua lapisan
lagi (Anonim, 2013).
Dalam hal ini obat diberikan dalam bentuk bola-bola kecil bukan dalam bulk.
Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air
memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebutt mempunyai rasa yang
lebih enak walaupun yang sebenarnya diberikan minyak yang rasanya diberikan
minyak yang rasanya tidak, dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada
pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung (Ansel,
1989).

Umumnya masing-masing zat pengemulsi punya emulsi kadang-kadangkadang sulit dibuat dan membutuhkan teknik pemprosesan khusus. Untuk menjamin
karya tipe ini dan untuk membuatnya sebagai bentuk sediaan yang berguna, emulsi
harus memiliki sifat yang diinginkan dan menimbulkan sedikit mungkin masalahmasalah yang berhubungan. Sekarang emulsi masih terus digunakan dalam
berbagai penggunaan farmasi dan kosmetik. Penggunaannya di dalam bidang
farmasi lebih lanjut digolongkan berdasarkan cara pemberian, yakni topical, oral atau
secara parental. Pada dasarnya penggunaan komestik dan penggunaan farmasi
topical adalah serupa dan bersama-sama membuat atau membentuk salah satu
kelompok emulsi yang paling penting (Lachman, 1994).
B. Uraian Bahan
1. Air Suling (Dirjen POM,1979)
Nama Resmi : Aqua destillata
Nama Lain
: Air Suling
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai Pelarut
2. Parafin Cair (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi
: Paraffinum Liquidum
Sinonim
: Parafin cair
Pemerian
: Cairan kental transparan, tidak berfluoresensi,
tidak berwarna, hamper tidak mempunyai
rasa.
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
(95%)P, larut dalam kloroform P, dan dalam
eter P.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya.
Kegunaan
: Laksativum.
3. Span 80 (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi
: SORBITAN MONO STEARAT
Nama lain
: Arlacel-80,span 80
Pemerian
: cairan minyak,hampir tidak berwarna

Kelarut

: Mudah larut dalam minyak nabati, tidak larut

dalam air,

PEG Alkohol
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: sebagai emulgator fase minyak
4. Tween-80 (Dirjen POM, 1979 )
Nama resmi
: POLYSORBATUM 80
Nama lain
: Polisorbat 80, tween
Pemerian
: Cairan kental, transparan, tidak berwarna,
hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P
dalam etil asetat P dan dalam methanol P,
larut dalam parafin cair P dan dalam
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Sebagai pelarut

sukar
biji kapas P

C. Prosedur Kerja (Anonim, 2013)


a. Penentuan HLB butuh minyak dengaan jarak HLB lebar
R/

Minyak

20%

Emulgator

3%

Air ad

100%

Buatlah seri emulsi dengan nilai HLB butuh masing-masing 5,6,7,8,9,10,11 dan 12.
1. Hitung jumlah tween dan span yang diperlukan untuk setiap nilai HLB butuh.
2. Timbang masing-masing bahan yang diperlukan
3. Campurkan minyak dengan span, campurkan air dengan tween, panaskan keduanya
diatas tangan air bersuhu 600 C.
4. Tambahkan campuran minyak ke dalam campuran air dan segera diaduk
menggunakan pengaduk elektrik selama satu setengah jam.
5. Masukkan emulsi dalam tabung sedimentasi dna beri tanda sesuai nilai HLB masingmasing
6. Tinggi emulsi dalam tabung diusahakan sama dan catat waktu mulai memasukkan
emulsi kedalam tabung
7. Amati jenis ketidakstabilan emulsi yang terjadi selama 6 hari. Bila terjadi kriming,
ukur tinggi emulsi yang membnetuk cream
8. Tentukan pada nilai HLB berapa emulsi tampak relative paling stabil.
BAB III

METODE KERJA
A. Alat
Adapun alat alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Batang
pengaduk, Cawan porselin, Deck glas, Gelas kimia, Gelas ukur, Mikser, Mikroskop,
Objek glas, Penangas air, Termometer, Pipet tetes.
B. Bahan
Adapun bahan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu : Aquadest ,
C.
1.
2.
3.

Aluminium foil, Span-80, Tween-80


Cara Kerja
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Timbang masing masing bahan yang diperlukan
Campurkan minyak dan span, campurkan air dengan twee, panaskan keduanya di

4.
5.
6.
7.
8.
9.

atas penangas bersuhu 6o C


Tambahkan campuran minyak ke dalam campuran air dan sgera
Diukur kenaikan suhunya 70C - 75C dengan menggunakan thermometer.
Dicampur kedua sampel antara minyak dan air
Dibiarkan hingga dingin
Diambil sedikit sampel kewadah lain
Ditambahkan metilen blue, untuk melihat emulsi yang terjadi dengan metode

pewarnaan.
10. Dimasukkan sisa sampel kedalam gelas piala, kemudian dikocok dengan
menggunakan mikser.
11. Dilihat hasilnya, apakah emulsi yang dibuat antara minyak dan aiar pecah.
12. Dilakukan juga pengujian emulsi dengan menggunkan mikroskop untuk melihat
perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah pengocokan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Pengamatan
B. Pembahasan
Dalam pembuatan suatu emulsi digunakan suatu emulgator atau surfaktan
yang bertujuan untuk menurunkan tegangan antar muka air dan minyak serta
membentuk lapisan film pada permukaan fase terdispersi. Pada percobaan ini
digunakan dua surfaktan yang dikombinasikan dengan tujuan untuk memperoleh
HLB surfaktan yang persis sama dengan HLB minyak yang dibutuhkan.

Dengan men nyamakan atau mendekatkan harga HLB kombinasi surfaktan


pada HLB butuh untuk fasa minyak tertentu, akan diharapkan hasil emulsi yang lebih
baik. Kestabilan emulsi pada HLB butuh dari fasa minyak berbeda-beda, tergantung
dari efisiensi kombinasi surfaktan.
Di samping itu digunakan emulgator kombinasi karena sulit untuk mencari
emulgator tunggal sesuai dengan HLB butuh, selain itu pengemulsi hidrofilik pada
fase air dan zat hidrofobik pada fase minyak akan membentuk lapisan kompleks
pada batas minyak/ air, lapisan ini akan membungkus globul-globul lebih rapat
dibandingkan emulgator tunggal. Telah diketahui pula bahwa rantai hidrokarbon dari
molekul tween berada dalam bola minyak antara rantai-rantai span dan penyusun ini
menghasilkan atraksi Van der Walls yang efektif. Dengan cara ini lapisan antarmuka
diperkuat dan kestabilan emulsi O/W ditingkatkan melawan pengelompokan partikel.
Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe air (Tween 80) dan
emulgator tipe minyak (span 80), meskipun kadang-kadang ditemukan bahwa suatu
pengemulsi tunggal dapat menghasilkan jenis emulsi yang dikehendaki pada
viskositas yang diinginkan, namun karena jarang ditemukan emulgator tunggal yang
memiliki nilai HLB sesuai dengan yang dibutuhkan maka digunakan emulgator
kombinasi.
Pada percobaan ini sebagai fase minyak digunakan parafin cair yang
dicampur dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah air suling yang
dicampur dengan tween 80.
Dalam percobaan ini tipe emulsi yang dibuat adalah tipe emulsi O/W atau
emulsi minyak dalam air karena fase minyak terdispersi dalam fase air.
Sebelum dilakukan pencampuran, terlebih dahulu masing-masing emulgator
yang telah dicampur ke dalam fasanya (parafin cair yang dicampur dengan span 80,
sedangkan air suling yang dicampur dengan tween 80), dipanaskan hingga suhu 70
C - 75 C, Pengocokan dilakukan secara berseling yakni pengocokan selama 5
menit dan istirahat selama 20 detik, kemudian pengocokan lagi selama 1 menit,

tujuannya selain agar emulsi lebih cepat homogen, disamping itu untuk mencegah
terjadinya emulsi yang tidak stabil. Dimana pengocokan secara kontinu akan
mengganggu pembentukan tetesan, jadi waktu juga berpengaruh dalam pembuatan
emulsi, dimana untuk mendapatkan emulsi yang stabil sebaiknya dilakukan secara
berseling, sehingga kecepatan dua cairan, yang tidak tercampur/teremulsi secara
sempurna dengan waktu yang berseling.
Untuk membantu memecah fase dalam (minyak) menjadi tetesan-tetesan
digunakan alat pengaduk yang mekanik yaitu mikser. Adapun mekanismenya adalah
setelah

terjadi

perceraian

awal

tetesan-tetesan,

tetesan

berikutnya

akan

mendapatkan kekuatan tambahan karena turbulensi (arah mikser yang berputar


secara tyrbulen) menyebabkan deformasi tetesan-tetesan tersebut menjadi tetesan
yang lebih kecil sehingga emulsi yang terjadi nantinya akan lebih homogen. Dalam
hal ini yang harus dihindari adalah terbentuknya busa, yang disebabkan oleh
surfaktan yang larut dalam air. Karenanya untuk memperkecil terbentuknya busa
emulsifikasi harus dilaksanakan dalam sistem tertutup.
Adapun hasil percobaan yang diperoleh yaitu pada HLB butuh 10,11 dan 12
hasilnya stabil (tercampur sempurna) karena kombinasi dari dua emulgator yakni
tween-80 dan span-80 dengan harga HLB rendah dan HLB tinggi yang akan
memberikan hasil yang lebih baik dan lebih stabil karean terbentuknya film yang
lebih rapat pada permukaan globul dan pada HLB butuh 7,8,9, 13, dan 14 hasilnya
tidak stabil,hal ini terjadi karena emulsi paling cepat memisah diantara emulsi-emulsi
yang lain.
Adapun faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi dalam percobaan
kestabilan emulsi yaitu kesalahan dalam menghitung jumlah tween-80 dan span-80
dengan HLB butuhnya. Kesalahan dalam penimbangan bahan, kesalahan dalam
pencampuran bahan, kesalahan dalam memanaskan ataupun kesalahan dalam
mengaduk campuran.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa HLB butuh 10,11 dan 12 emulsi
yang paling stabil adalah emulsi dengan HLB 7,8,9, 13, dan 14 tidak stabil.
Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa emulsi yang nilai HLB 8
lebih stabil dari yang lain.
B. Saran
Sebaiknya praktikan lebih aktif lagi dalam melakukan praktikum dan hati-hati
dalam menggunakan alat laboratorium agar tidak terjadi kesalahan yang tidak
diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2013, Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Fak.ultas Farmasi
UMI. Makassar.
Tim penyusun. 1987. Dasar-dasar Ilmu Resep dan Meracik Obat. Sekolah Menengah
Farmasi. Makassar.
Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press Yogyakarta.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI. Jakarta
Martin, Alfred dkk. 1993. Farmasi Fisika Edisi III. UI-Press. Jakarta.
Ansel C. Howard. 1989. Penuntun Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Empat, UI-Press,
Jakarta.
Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. UI Press. Jakarta.
Kamianti. 1991. Kimia Kedokteran Edisi I. Binarupa Aksara. Jakarta.

You might also like