You are on page 1of 16

Demam Berdarah Dengue pada Anak Usia 6 Tahun

Lakwari Agthaturi
102011331
Kelompok F2
Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat
lakwari.agthaturi@gmail.com

Pendahuluan
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan
penyebarannya semakin luas. Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang terutama
menyerang anak-anak.1
Infeksi virus dengue dapat asimtomatis, atau menimbulkan demam tidak khas,
demam dengue, demam berdarah dengue, disertai dengan rembesan plasma yang dapat
menimbulkan syok (sindrom syok dengue, DSS). Dengan pengobatan yang dini dan tepat
dapat mengurangi keparahan penyakit dan mencegah akibat yang fatal. Selain itu, tindakan
yang sederhana dan ekonomis yang dapat diterapkan di tingkat rumah tangga dapat
memutus siklus perkembangbiakan vektor nyamuk dan mengurangi transmisi virus.2
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau keluarga pasien,
atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan
wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan
pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya
suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan
anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.3
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien
(kemungkinan diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya
keluhan pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien
(faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)
1

6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk


menentukan diagnosisnya

Pemeriksaan
A. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital (diperoleh hasil yang normal)
a. Suhu: 38C
b. Frekuensi pernapasan: 22 kali/menit (Normalnya 16-20 kali/menit)
c. Denyut nadi: 100 kali/menit (60-100 denyut/menit)
d. Tekanan darah: 90/70 mmHg
2. Pemeriksaan keadaan:
a. Keadaan umum: tampak sakit sedang dan kesadaran somnolen.
b. Inspeksi: observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda
perdarahan. Observasi kulit meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut,
dan paha.4
c. Palpasi: Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa sakit / nyeri
pada ulu hati dapat disebabkan karena adanya perdarahan di lambung. 4
Perabaan hati yang lunak menunjukkan tanda pasien DBD yang menuju fase
kritis.5
d. Perkusi untuk mengetahui batas-batas organ viseral.
e. Auskultasi untuk mendengar bising organ viseral.
3. Uji Bendung/Tourniquet (Rumple Leede)
Positif bila ditemukan bintik-bitik merah lebih dari 10 pada luas 2,5 x 2,5 cm pada
lengan bawah bagian palmar.5
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (Darah):
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adamya limfositosis relative
disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena tes ini rumit, saat ini tes serologis lebih
banyak yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi
total, IgM dan IgG.6
Parameter hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus DBD :
1. Leukosit: normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru >15% dari
jumlah total leukosit yang ada pada fase syok akan meningkat. 6 Dilakukan dengan
2

cara bilik hitung Neubauer Improve atau Burker. Hasil: 4.000/mmk (Normal: 5 - 10
ribu/mmk).6
2. Trombosit: umumnya ada trombositopenia pada hari ke 3-8.7 Pemeriksaan
trombosit meliputi pemeriksaan semi kuantitatif (tidak langsung) dan
pemeriksaan langsung (Rees Ecker). Hasil: 85.000/L (normal: 150.000450.000/L). 7
3. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umunya dimulai pada hari ke-3
demam.6 Pemeriksaan hematokrit antara lain dengan mikrohematokrit
centrifuge. Dapat dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb. Hasil: 48
mol% (normal: 40 48 vol%).7
4. Hemostatis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer atau FDP
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinimia akibat kebocoran plasma.
6. SGOT/SGPT : dapat meningkat6

Pemeriksaan Serologi
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue:6
1. IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
2. IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke -2.
3. Uji HI (Hemaglutinasi Inhibisi): Dilakukan pengambilan bahan pada hari
pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan
surveilans.
4. Tes antigen NS 1: Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari ke 1 8.
Sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63%-93,4%, dengan spesifisitas 100% sama
tingginya dnegan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif antigen
NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.6
5. MAC- ELISA
Dapat digunakan sebagai uji kuantitatif untuk antigen maupun antibodi.
Antigen direkatkan pada microplate plastic dan antibodi dari serum penderita.
Kemudian, ditambahkan anti human immunoglobulin yang dilabel enzim
horseradish peroxidase ke subtract, lalu timbul perubahan warna. Intensitas
warna dibaca dengan spektrofotometer.
Anti-dengue IgM yang dapat dideteksi oleh MAC-ELISA (IgM antibodicapture enzyme-linked immunosorbent assay) tampak pada sebagian pasien
dengan infeksi primer saat mereka masih demam; pada sebagian lain IgM ini
tampak dalam 2 3 hari penurunan suhu tubuh.7,8

Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto roentgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.6

Diagnosis Kerja
Diagnosa kerja yaitu DBD derajat ke 3. Terdapat keluhan demam tinggi disertai
pegal-pegal, mual-mual, mimisan, dan didapatkan bintik-bintik kemerahan pada kedua
lengan bawahnya. DBD disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang liurnya mengandung
virus dengue. DBD menyerang sistem imun.
Diagnosis Banding
Terdapat kesesuaian klinis dengan beberapa penyakit berikut:
a. Demam tifoid
Etiologi: Penyakit ini disebabkan oleh masuknya kuman Salmonella typhi dan
Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi kuman.
Epidemiologi
o Agent: Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi
o Penjamu: Manusia
o Lingkungan: Lebih banyak terdapat di perkotaan dibanding pedesaan,
berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta
sanitasi lingkungan dengan pembunangan sampah yang kurang memenuhi
syarat kesehatan lingkungan.
Patofisiologi: S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus. Setelah mencapai usus, S. typhi menembus epitel dan
ditangkap oleh makrofag dan berkembang biak didalamnya. Lalu dibawa ke plak
Peyeri ileum distal, kelenjar getah bening mesentarika dan berakhir di sirkulasi
darah, mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik. Kemudian setelah
berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemia kedua yang disertai dengan gejala
penyakit infeksi sistemik.

Gejala Klinis: Masa tunas berlangsung 10-14 hari. Gejala klinis bervariasi, bisa
ringan/berat, asimtomatik/gejala khas. Penyakit ini disertai komplikasi hingga
kematian. Pada minggu pertama, ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksi, mual, muntah, obstipasi (diare), sakit perut, batuk, dan epistaksis. Demam
akan meningkat perlahan-lahan, terjadi terutama pada sore hingga malam hari.
Dalam minggu kedua, kemungkinan terjadi bradikardia relatif, lidah berselaput,
hepatomegali, dan gangguan sistem saraf pusat. Pada pemeriksaan darah, terjadi
leukopenia, eosinopenia, dan limfositosis.
b. Chikungunya
Etiologi: disebabkan oleh virus Chikungunya, yaitu famili Togaviridae, genus
Alphavirus, melalui gigitan nyamuk A. aegypti atau A. albopictus yang telah
terinfeksi virus.
Epidemiologi
a. Agent: Virus Chikungunya
b. Penjamu: Manusia, monyet, binatang liar
c. Lingkungan: di daerah tropis, khususnya di perkotaan wilayah Asia, India, dan
Afrika Timur.
Patofisiologi: Sel epitel dan endotel manusia, terutama fibroblas dan makrofag
rentan terhadap infeksi. Masuknya virus melalui endositosis tergantung pH. Virus
menyebabkan efek sitopatik terhadap sel sehingga menyebabkan induksi apoptosis.
Infeksi sangat sensitif terhadap aktivitas antivirus tipe I dan II interferon.
Gejala Klinis: Masa inkubasi dari demam chikungunya 2 - 4 hari. Manifestasi
penyakit berlangsung 3-10 hari. Virus ini termasuk self limiting disease alias hilang
dengan sendirinya. Namun, rasa nyeri masih tertinggal dalam hitungan minggu
sampai bulan. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama
lima hari (disebut juga demam lima hari), dan nyeri sendi (disebut demam tulang).
Pada anak kecil dimulai dengan demam mendadak berlangsung selama tiga hari
dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok, kulit
kemerahan, ruam-ruam merah (setelah 3 5 hari), biasanya mata merah disertai
tanda-tanda seperti flu, sering dijumpai anak kejang demam. Pada anak yang lebih
besar, gejalanya yaitu demam, nyeri otot dan sendi, dan pembesaran kelenjar getah
bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai
menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang5

kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada Chikungunya tidak ada perdarahan
hebat, renjatan (shock) maupun kematian.9

Demam Berdarah Dengue


Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue: kelompok Arbovirus B,
yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda; termasuk dalam
genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.1 Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30
nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe tersebut
ditemukan di Indonesia, dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti
tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Penelitian terhadap artropoda menunjukkan
virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.6
Patogenesis
Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah manusia
untuk kemudian bereplikasi. Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk antibodi,
selanjutnya akan terbentuk kompleks virus-antibodi, virus sebagai antigennya. Kompleks
antigen-antibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh darah,
yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler
meningkat yang salah satunya ditunjukkan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah
kapiler. Hal tersebut akan mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan
eritrosit. Akibatnya, tubuh akan mengalami perdarahan.1
Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah
air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989-1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk (1998),
mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Peningkatan
kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih.7
Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan trasmisi virus dengue yaitu:
a. Agent: virus dengue
6

b. Vektor: nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes albopictus (di
daerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti yaitu sayap dan badannya
belang-belang atau bergaris- garis putih; berkembang biak di air jernih yang
tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, barang-barang yang menampung air;
jarak terbang 100 m; nyamuk betina bersifat 'multiple biters' (menggigit
beberapa orang karena sebelum nyamuk tersebut kenyang, ia akan berpindah
tempat); dan tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi. 1 Transmisi virus
melalui vektor bergantung pada perkembang biakan vektor, kebiasaan
menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat
ke tempat lain.6
Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi
terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus
dalam darahnya). Menurut laporan terakhir, virus dapat pula ditularkan secara
transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya.
Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam
kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus
dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus
ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit
DBD. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam
darah selama satu minggu.
Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit
DBD. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada
yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue
selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah
yang ada nyamuk penularnya. Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif seumur
hidupnya.1
1. Pejamu/hospes: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
2. Penyebar (Vektor) dan penyebab penyakit (Agen): virus DEN tipe 1-4 sebagai agen
penyebab penyakit, sedangkan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus berperan
sebagai vektor penyebar penyakit DBD
3. Lingkungan:
a. Lingkungan biologi: virus dengue sebagai agen, nyamuk Aedes sebagai vektor,
manusia sebagai penjamu.

b. Lingkungan fisik: Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, lingkungan


lembab dan musim penghujan. Genangan air setelah hujan dapat menjadi tempat
berkembang biaknya telur nyamuk.7
Patofisiologi
Ada dua perubahan patofisiologis utama terjadi pada DHF/DSS. Pertama adalah
peningkatan permeabilitas vaskular yang meningkatkan kehilangan plasma dari
kompartemen vaskular. Keadaan ini mengakibatkan hemokonsentrasi, tekanan nadi
rendah, dan tanda syok lain, bila kehilangan plasma sangat membahayakan. Perubahan
kedua adalah gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan vaskular,
trombositopenia, dan koagulopati.2
Terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam
terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang
diketahui berperan dalam patogenesis DBD ialah :
1. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan mempercepat replikasi
virus pada monosit atau makrofag.
2. Limfosit T baik T-helper dan T sitotoksik berperan dalam respon imun
selulerterhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL6 dan IL-10
3. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini meyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag.
4. Selain itu aktivitas komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a (untuk kemotaksis).
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik
sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi
monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF, IL-6 dan
histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadinya kebocoran
plasma. C3a dan C5a juga menyebabkan kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1. Supresi sumsum tulang
2. Destruksi dan pemendekkan masa hidup trombosit
8

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi
peningkatan proses hematopoisis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam
darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan
terjadinya mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit
terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit
selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi
melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan
PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.7
Gejala Klinis
Selama fase demam, sulit membedakan penderita demam dengue (DD) dengan
penderita DBD. Demam dengue adalah gejala akibat virus dengue untuk pertama kalinya,
sedangkan demam berdarah adalah kondisi akibat infeksi virus dengue untuk kedua kalinya
dengan serotipe yang berbeda.10 Dari tabel diatas, terlihat bahwa perbedaan utama antara
DD dan DBD adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD.
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam bedarah dengue atau sindrom syok
dengue (SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi
mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue.6

Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
i. Uji bendung positif.
ii. Petekie, ekimosis, atau purpura.
iii. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
iv. Hematemesis atau melena.
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
d. terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur


dan jenis kelamin. Setelah mendapat terapi cairan, terjadi penurunan
hematokrit >20%, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efiisi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Terapi suportif adekuat dapat menurunkan angka kematian. Pemeliharaan volume
carian sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.
Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral
pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena
untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok 6
10

Anak dirawat di rumah sakit

Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.

Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena
obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.

Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat

Kebutuhan cairan parenteral


o Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
o Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
o Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam

Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah


cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya
memerlukan waktu 2448 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan
setelah pemberian cairan.

Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana
syok terkompensasi (compensated shock).11

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok

Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra
nasal.

Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.

Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20


ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.

Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
11

ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai
kondisi klinis dan laboratorium.

Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit.6

Komplikasi
1. Sindrom Syok Dengue (SSD) mencakup seluruh gejala DBD disertai kegagalan
sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (< 20 mmHg),
hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. DBD
derajat III dan IV juga disebut SSD.6 Selain gejala-gejala yang telah disebutkan diatas, pada
umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat
memasuki tahap kritis dari syok. SSD bila tidak segera ditangani 12-24 jam maka akan
menimbulkan kematian.2
2. Edema Paru Kardiogenik merupakan edema paru yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler akibat pemberian cairan yang berlebihan.
Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan,
biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih
terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan
diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan
hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto
rontgen dada.
3. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan
dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari
koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat
menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan
dengan kegagalan hati akut. Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak dan alkalosis.
4. Gagal Ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi akibat dari syok yang tidak teratasi dengan
baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Diuresis merupakan
parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah
teratasi. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah
12

dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute
tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin. 12
Prognosis
Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi
lebih dini. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak
teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan
oleh sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih.
Dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring trombosit dan hematokrit maka
mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit <100.000/l dan hematokrit meningkat
waspadai DSS.12
Pencegahan
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk flavivirus demam berdarah.
Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor
nyamuk demam berdarah.
Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Cara
mencegah demam berdarah dengue yang efektif adalah pengendalian vektor penyakit yaitu
nyamuk Aedes agypti dengan jalan9:
1. fogging, atau pengasapan insektisida. Cara ini memiliki kekurangan karena hanya
dapat memberantas nyamuk dewasa, bukan larva; hanya memiliki jangkauan 100-200 m
dari pusat pengasapan serta adanya kecenderungan nyamuk mengalami kekebalan terhadap
insektisida.
2. pencegahan gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu, atau obat-obat yang
dioleskan ke kulit. Beberapa tanaman seperti zodia, geranium dan lavender ternyata
disebutkan dapat mencegah gigitan nyamuk.
3. pemberian obat pembasmi larva, seperti abate, pada tempat penampungan air.
4. program 3M untuk memberantas sarang nyamuk: menguras bak air, menutup
tempat yang mungkin menjadi sarang berkembang biak nyamuk, mengubur barang-barang
bekas yang bisa menampung air. Cara ini menurut beberapa penelitian adalah cara yang
paling efektif, namun paling sulit untuk dilakukan karena membutuhkan peran serta seluruh
masyarakat.

Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan skenario, pasien dapat disimpulkan mengalami DBD derajat ke 3.
Diagnosis diperkuat oleh pemeriksaan fisik, antara lain: TTV (menunjukkan frekuensi nadi
13

yang tinggi), uji bendung positif (didapatkan adanya bintik merah pada kulit); dan
pemeriksaan penunjang, antara lain pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar
hematokrit yaitu 48 mol%, penurunan kadar leukosit yaitu 4.000/L, dan penurunan kadar
trombosit yaitu 85.000/L dan pemeriksaan laboratorium yang didapatkan uji NS1 (+).
Diagnosa banding dari DBD yaitu demam tifoid, malaria dan chikungunya. Yang
membedakannya yaitu pada demam tifoid, gejala khasnya yaitu demam akan meningkat
perlahan-lahan, terjadi terutama pada sore hingga malam hari, terdapat pula gangguan
sistem saraf pusat dan gangguan pencernaan seperti konstipasi. Demam chikungunya
bergejala khas nyeri pada sendi dan otot, demam selama 5 hari, dan bisa terjadi pembesaran
kelenjar getah bening.
DBD disebabkan oleh virus dengue dengan vektornya yaitu nyamuk Aedes.
Penyakit ini menyerang sistem imun. Ada 5 tingkatan penatalaksanaan atau disebut
protokol untuk merawat pasien DBD, digolongkan berdasarkan derajat keparahan penyakit.
Komplikasinya bisa berupa SSD, edema paru, ensefalopati dan gagal ginjal. Prognosisnya
baik dengan angka mortalitas yang kecil, namun dapat menjadi bahaya jika pasien tidak
diberikan perawatan yang cepat dan tepat. Pada prinsipnya pencegahan DBD berupa
pembasmian vektornya yaitu nyamuk Aedes.
Daftar Pustaka
1. Widyono. Penyakit tropis. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2008. h.59-65.
2. WHO. Demam berdarah dengue. Edisi ke 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. h.
15,17,22-3.
3. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007. h. 1-17.
4. Satari, Hindra I., Meiliasari, Mila. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara; 2004.
h.28-31.
5. Nadesul, Handrawan. Cara mudah mengalahkan demam berdarah. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas; 2007. h.7-8.
6. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Simadibrata M. Setiati S. Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi ke-5. Jakarta : Penerbit Interna Publishing;
2009. h.2773-9, 2797-811.
7. Bastiansyah E. Panduan lengkap: membaca hasil test kesehatan. Depok: Penebar
Plus; 2008.h.45-7.
8. Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah
dengue. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h.41-5.
9. Anies. Solusi mencegah dan menanggulangi penyakit menular. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo. 2006; h.71-5.
10. Satari HI, Meiliasari M. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara. 2008; h. 27.
14

11. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Buku ajar parasitologi kedokteran.
Edisi ke 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. h.275-7.
12. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. h. 207.

Mind Mapping

15

Non
medika
mentosa

Medika
mentosa

Komplikas
i
Penatalaksanaan

Demam tinggi
sejak 3 hari
yang lalu

Pegal, mual,
mimisan

Keluhan
utama

Keluhan
penyerta

Prognosis
Pencegaha
n

Gejala klinis
Anamnesis
Laki-laki berusia 18
tahun disertai demam
tinggi sejak 3 hari yang
lalu

Patofisiologi

Pemeriksaan

Epidemiolo
gi
Vektor

Lingkungan
biologis

Diagnos
a kerja

Etiologi

Faktor
pejamu

Faktor
lingkungan

Fisik

Virus dengue

Patogenesis

DBD
derajat ke
2

Penunjang

TTV
Inspeksi, palpasi,
perkusi,
auskultasi
Uji bendung
/tourniquet (+)

Jenis virus

Pemeriksaan
Laboratorium

Pemeriksaan
Serologi

Diagnosis
pembanding
/
diferensiasi

Lingkungan
fisik

Demam
Tifoid

Leptospirosis

Chikunguya

16

You might also like