You are on page 1of 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daerah penelitian secara geografis terletak antara 106 o 56 40 BT sampai
107o 1 40 BT dan 6o 57 55 LS sampai 7o 2 55 LS dengan luas daerah 100
km2.Daerah penelitian secara administrasif termasuk Desa Ciengang dan Desa
Cijangkar, Desa Mekarsari dan Cijurey, Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Daerah penelitian dapat dicapai menggunakan
mobil atau motor dari Jatinangor menuju Desa Cijangkar, melewati Kota Cimahi,
Cianjur, dan Sukabumi. Lama waktu perjalanan dari Jatinangor sampai ke daerah
penelitian memakan waktu kurang lebih 6 jam perjalanan.
Ditinjau dari kondisi geologi regional, daerah penelitian tersusun atas
Formasi Bojonglopang, Formasi Nyalindung, Anggota Tuf dan Breksi Gunungapi
Formasi Jampang, Anggota Cikarang Formasi Jampang, Formasi Beser,
Cikondang serta Breksi gunung api (A.C. Effendi, Kusnama, B. Hermanto.
1998).Daerah ini juga terpengaruh oleh aktivitas tektonik dari Zona Pegunungan
Selatan yang berlangsung dari masa oligosen hingga kuarter.Hal tersebut
menyebabkan munculnya keunikan geomorfologi pada daerah ini ditinjau dari
pola pengaliran sungai, topografi, kemiringan lereng, serta tinjauan aspek lainnya.
Kegiatan pemetaan geologi yang dilakukan di Wilayah Kecamatan
Gegerbitung 106o 56 40 BT sampai 107o 1 40 BT dan 6o 57 55 LS sampai 7o
2 55 LS dengan luas daerah 100 km2, dengan tujuan untuk mengetahui kondisi
geologi suatu wilayah dengan hasil akhir berupa peta geologi yang nantinya
diharapkan dapat menjelaskan mengenai geomorfologi, litologi, stratigrafi,
1

struktur geologi, dan sejarah pembentukannya, serta kemungkinan potensi sumber


daya dari daerah penelitian. Dari data-data tersebut, selanjutnya disusun peta
geologi sebagai hasil akhir dari kegiatan pemetaan ini serta dapat dikemukakan
tentang geologi sejarah dari wilaya penelitian tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji berkaitan dengan aspek geologi di daerah
penelitian dalam pemetaan geologi pendahuluan ini yaitu:
1. Bagaimana kondisi geomorfologi daerah penelitian?
2. Proses-proses apa saja yang mempengaruhi terbentuknya geomorfologi
daerah penelitian?
3. Bagaimana variasi litologi yang menyusun daerah penelitian yang meliputi
meliputi

karakteristik,

umur, serta

lingkungan

pengendapan

dan

penyebarannya?
4. Bagaimana pembagian satuan batuan dan hubungan stratigrafi litologi
batuan yang menyusun daerah penelitian?
5. Bagaimana struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian?
6. Bagaimana geologi sejarah dari daerah penelitian?
7. Bagaimana potensi sumberdaya geologi dan risiko bencana geologi dari
daerah penelitian?

1.3 Maksud, Tujuan, dan Manfaat Penelitian


Maksud dari penelitian ini adalah memahami kondisi geologi dari daerah
penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari unsur-unsur geomorfologi daerah penelitian berdasarkan


pendekatan orde sungai, analisis pola kontur, serta analisis peta DEM
(Digital

Evaluation

Model),

serta

proses-proses

geologi

yang

mempengaruhi terbentuknya geomorfologi daerah penelitian.


2. Mengetahui variasi litologi yang menyusun daerah penelitian yang
meliputi meliputi karakteristik, umur, serta lingkungan pengendapan dan
penyebarannya, sehingga dapat dibagi satuan batuan dan hubungan
stratigrafi litologi batuan yang menyusun daerah penelitian.
3. Mengkaji struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian, sehingga
dapat merekonstruksi sejarah tektonik.
4. Mengetahui potensi sumberdaya geologi serta risiko kebencanaan dari
daerah penelitian.

1.4 Metodologi Pemetaan Geologi


1.4.1 Objek Penelitian
Objek yang diteliti dalam pemetaan geologi ini adalah:
1. Geomorfologi yang meliputi proses geomorfologi, pola aliran sungai yang
berkembang, serta interpretasi adanya struktur geologi pada daerah
penelitian.
2. Litologi yangdiperoleh dari pengamatan singkapan dan pendeskripsian
batuan berdasarkan karakteristik fisikyang tersingkap di daerah penelitian.
3. Stratigrafi yang meliputi urutan perlapisan batuan dari yang tertua sampai
yang termuda dengan menyertakan fosil sebagai salah satu penunjang
dalam melakukan korelasi, sehingga dapat diketahui umur dan lingkungan
pengendapan.
4. Struktur geologi dan indikasinya yang meliputi pola tegasan dan gaya pada
masa lampau, jenis struktur geologi,dan lain-lain yang berkembang pada
daerah penelitian.

5. Geologi sejarah yangdireksonstruksi berdasarkan stratigrafi yang mengacu


data analisis fosil, pola tektonik,serta aktivitas vulkanisme yang
berlangsung di daerah penelitian.
6. Potensi sumberdaya geologi dan risiko kebencaan di daerah penelitian.
1.4.2 Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi:
1. Peta dasar skala 1:12.500 yang merupakan hasil pembesaran dari Peta
Rupabumi Indonesia skala 1:25.000 yang diterbitkan oleh Bakosurtanal.
2. GPS (Global Positioning System) yang digunakan untuk mengetahui
lokasi pada daerah penelitian dan membantu dalam melakukan traverse.
3. Palu geologi yang meliputi palu batuan beku dan palu batuan sedimen.
4. Kompas geologi untuk mengukur azimuth, kemiringan lereng, dan
strike/dip perlapisan batuan.
5. Lup dengan perbesaran 10x dan 20x yang digunakan untuk memperbesar
objek pengamatan sampel batuan agar lebih mudah diamati.
6. Komparator besar butir skala wentworth dan komparator mineral.
7. Larutan HCl 0,1 N untuk menguji keberadaan karbonat pada larutan.
8. Pita ukur 200 m untuk mengukur ketebalan lapisan batuan.
9. Kamera
10. Alat tulis
11. Tas lapangan
12. Kantong sampel

1.4.3 Langkah-Langkah Penelitian


1.4.3.1 Tahap Persiapan
Tahapan ini dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan lapangan. Agar
kegiatan berjalan lancer sesuai timeline yang dibuat, peneliti membagi kegiatan
menjadi beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap pengumpulan data yang meliputi pembuatan peta dasar, peta pola
aliran sungai, peta rencana lintasan, dan peta geomorfologi awal.

Pembuatan peta dasar berdasarkan hasil digitasi dari peta rupa bumi.
Pembuatan peta pola aliran sungai didasarkan pada analisis lembahan pada
kontur, kelurusan sungai dan punggungan, serta analisis terhadap
morfologi dari DEM. Peta rencana lintasan dibuat berdasarkan hasil
analisis mengenai kontak satuan geomorfologi dan kelurusan punggungan.
Peta geomorfologi awal dibuat berdasarkan hasil morfometri dan orde
sungai pada daerah penelitian.
2. Inventarisasi data sekunder, meliputi Peta Geologi Regional Lembar
Bogor skala 1:100.000, peta Rupa Bumi Indonesia (Bakosurtanal) lembar
Cigombong No. 1209-112, peta DEM (digital evaluation system), serta
laporan penelitian terdahulu.
3. Pengurusan izin ke pemerintah Kabupaten Sukabumi, Kecamatan
Warungkiara, dan beberapa desa terkait.
1.4.3.2 Penelitian Lapangan
Pengamatan yang dilakukan selama di lapangan antara lain:
1. Orientasi lokasi menggunakan GPS maupun pengenalan kondisi pada peta
terhadap kondisi alam sekitar dengan memanfaatkan objek sekitar seperti
sungai, jalan, jembatan, dan bukit.
2. Plotting data untuk penempatan setiap lokasi pengamatan pada peta.
3. Pengamatan singkapan batuan yang meliputi deskripsi batuan berdasarkan
karakter megaskopis, pengukuran arah dan kemiringan perlapisan, serta
pengukuran ketebalan lapisan.
4. Pengamatan dan pengukuran unsur-unsur struktur geologi (lipatan, kekar,
dan sesar).
5. Pengambilan contoh batuan yang dianggap mewakili satuan-satuan batuan
untuk selanjutnya dianalisa di laboratorium.
6. Penggambaran sketsa singkapan, sketsa map view, dan pengambilan foto.
7. Pengukuran penampang stratigrafi pada lintasan yang tegak lurus arah
penyebaran batuan.

1.4.3.3 Analisis Data


Setelah dilakukan pengambilan data primer di lapangan, selanjutnya
dilakukan analisis data yang meliputi analisis geomorfologi, analisis fosil, analisis
petrologi, analisis geologi struktur, analisis geologi sejarah.
1.4.3.3.1 Analisis Geomorfologi
Analisis geomorfologi dilakukan

dengan

cara

mengelompokkan

daerahpenelitian berdasarkan aspek-aspek geomorfologi, yaitupola pengaliran,


ordo sungai, dan bentuk lahan.
a. Pola pengaliran
Pola pengaliran sungai di daerah penelitian dibuat berdasarkan analisis
peta rupabumi, sehingga dapat dilihat pola pengaliran sungai-sungainya. Pola
pengaliran dapat mencerminkan jenis batuan, struktur geologi, dan tingkat erosi.
Tabel 1.1Pola Pengaliran Dasar dan Karakteristiknya (Van Zuidam, 1985)

Pola
PengaliranDasar
Dendritik

Paralel

Trelis

Rektangular

Karakteristik
Bentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan dengan
kekerasan relatif sama, perlapisan batuan sedimen relatif datar
serta tahan akan pelapukan, kemiringan landai, kurang
dipengaruhi struktur geologi.
Bentuk umum cenderung sejajar, berlereng sedang-agak curam,
dipengaruhi struktur geologi, terdapat pada perbukitan
memanjang dipengaruhi perlipatan, merupakan transisi pola
dendritik dan trelis.
Bentuk memanjang sepanjang arah jurus perlapisan batuan
sedimen,induk sungainya seringkali membentuk lengkungan
menganan memotong kepanjangan dari alur jalur
punggungannya. Biasanya dikontrol oleh struktur lipatan.
Batuan sedimen dengan kemiringan atau terlipat, batuan
vulkanik serta batuan metasedimen berderajat rendah dengan
perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola pengalirannya
berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.
Induk sungai dengan anak sungai memperlihatkan arah
lengkungan menganan, pengontrol struktur atau sesar yang

Radial

Angular

Multibasinal

Kontorted

memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan


perlapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran
yang tidak menerus.
Bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah
intrusi, kerucut vulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta
sisa-sisa erosi. Memiliki dua sistem, sentrifugal dengan arah
penyebaran keluar dari pusat (berbentuk kubah) dan sentripetal
dengan arah penyebaran menuju pusat (cekungan).
Bentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak sungai,
sedangkan induk sungai memotong anak sungai hampir tegak
lurus. Mencirikan kubah dewasa yang sudah terpotong atau
terkikis dimana disusun perselingan batuan keras dan lunak.
Juga berupa cekungan dan kemungkinan stocks.
Endapan permukaan berupa gumuk hasil longsoran dengan
perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan
daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan gamping serta
lelehan salju atau permafrost.
Terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein yang
menunjukkan daerah yang relatif keras batuannya, Anak sungai
yang
lebih panjang ke arah lengkungan subsekuen, umumnya
menunjukkan kemiringan lapisan batuan metamorf dan
merupakan pembeda antara penunjaman antiklin dan sinklin.

b. Ordo Sungai
Orde sungai adalah nomor urut setiap segmen sungai terhadap sungai
induknya.Metode penentuan orde sungai yang banyak digunakan adalah Strahler
(1975).Sungai orde 1 menurut Strahler (1975) adalah anak-anak sungai yang
letaknya paling ujung dan dianggap sebagai sumber mata air pertama dari anak
sungai tersebut.Segmen sungai sebagai hasil pertemuan dari orde yang setingkat
adalah orde 2, dan segmen sungai sebagai hasil pertemuan dari dua orde sungai
yang tidak setingkat adalah orde sungai yang lebih tinggi.Ilustrasi dari
penggunaan metode Strahler (1975) tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Penentuan orde sungai berdasarkan Strahler (1975)

c. Bentuk Lahan
- Dataran
Dataran adalah bentuk lahan dengan kemiringan lereng 0%-2% biasanya
digunakan sebutan bentuk lahan asal marin, fluvial, campuran marin dan
fluvial dan plato.Bentuklahanasal fluvial padaumumnyadisusunoleh
-

materialkerikil, kerakal, pasirhalussampaikasar, lanaudanlempung.


Perbukitan/Pegunungan
Sebutan perbukitan ditujukan untuk perbukitan kubah yang merupakan
gumuk piroklastik, gumuk endapan karbonatan,maupun hasil dari
pengangkatan. Sebutan pegunungan ditujukan terhadap rangkaian bentuk
lahan bergelombang tinggi dan relatif curam, biasanya menjadi satu
rangkaian dengan gunungapi atau akibat kegiatan tektonik yang cukup
kuat.Bentuk lahan perbukitan memanjang merupakan perbukitan terlipat
dengan

material

penyusun

berupa

batuan

sedimen

(batupasir,

batulempung atau batulanau).


Vulkanik (gunungapi)
Bentuk lahan gunungapi memiliki ketinggian lebih dari 1000 mdpl dan
memiliki kemiringan lereng curam (32% - 56%) dengan ciri khas
memiliki kawah, lubang kepundan dan kerucut kepundan.Material yang
dapat ditemukan pada bentuk lahan vulkanik bagian puncak merupakan
material halus sampai sedang (abu vulkanik), pada lereng bagian tengah
berupa lelehan lava dan lahar,sedangkan pada bagian bawah lereng
berupa endapan tefra.

1.4.3.3.2Analisis Fosil

Tahap ini merupakan tahap analisis fosil untuk menentukan umur satuan
batuan dan lingkungan pengendapan. Prosedur standar dalam analisis fosil adalah
sebagai berikut:
1. 100-300 gram sampel batuan ditumbuk hingga halus.
2. Bubuk sampel batuan ke dalam mangkuk dan dicampur dengan larutan H2O2
30% dan NaOH 1 M secukupnya untuk memisahkan mikrofosil dalam sampel
batuan tersebut dari matriks yang melingkupinya. Campuran tersebut
didiamkan selama 3 jam.
3. Hasil pencampuran di atas selanjutnya dicuci dengan air dalam saringan yang
berukuran 60 mesh dan 120 mesh.
4. Sampel batuan yang telah disaring dimasukkan kedalam oven untuk
dikeringkan.
5. Sampel batuan yang telah kering dianalisis di bawah mikroskop.
6. Fosil yang tampak selanjutnya dipisahkan dari sampel batuan dan menaruhnya
pada fossil plate.
7. Fosil pada fossil platedideskripsikan dan dicocokkan dengan literatur.
1.4.3.3.3 Analisis Stratigrafi
Analisis stratigrafi merupakan tahapan analisis untuk memperoleh
hubungan dan posisi antara satu batuan dengan batuan lainnya, umur relatif dan
lingkungan pengendapan. Pembagian satuan batuan didasarkan pada satuan
litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan yang berdasarkan pada
ciri fisik batuan yang dapat diamati di lapangan, yang meliputi jenis batuan,
keseragaman gejala litologi, dan posisi stratigrafinya, serta diterapkan pula konsep
metode 3 titik dan hukum V pada analisis satuan.
Penentuan batas penyebarannya harus memenuhi persyaratan Sandi
Stratigrafi Indonesia (1996) sebagai berikut:
1. Batas satuan litostratigrafi adalah bidang sentuh antara dua satuan yang
berlainan ciri fisik litologinya.

10

2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau
bila perubahan tersebut tidak nyata, maka batasnya merupakan bidang yang
diperkirakan kedudukannya.
3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari peralihannya dapat
dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan sandi.
4. Penyebaran satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan
gejala-gejala litologi yang menjadi cirinya.
5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batasan
cekungan pengendapan atau aspek geologi lainnya.
6. Batas-batas daerah hukum tidak boleh digunakan sebagai alasan berakhirnya
penyebaran lateral suatu satuan.
Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan atas jenis litologi yang paling
dominan dalam satuan tersebut. Pengamatan terhadap litologi di lapangan
dilakukan secara megaskopis meliputi warna batuan, ukuran butir, kebundaran,
kemas, pemilahan, kekerasan, struktur sedimen, dan lain-lain.
Batas satuan stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri
satuan dan keseragaman secara lateral atau suatu lapisan tergantung dari jenis
litologi dan media pengendapan. Jadi kontak antar satuan batuan atau sentuh
stratigrafi dapat bersifat tajam ataupun berangsur. Ada dua macam hubungan
stratigrafi, yaitu :
1. Selaras: sedimentasi berlangsung menerus tanpa interupsi dari satuan
stratigrafi di bawah lapisan yang diatasnya,
2. Tidak selaras: terdapat empat jenis ketidakselarasan, yaitu :
a. Paraconfomity, dimana siklus sedimentasi tidak menerus atau terdapat
gap umur, sedangkan pola arah jurus dan kemiringan batuan relatif
sama,
b. Disconformity, dimana terjadi kontak erosional yang cukup berarti
antara dua satuan batuan,
c. Nonconformity, dimana terdapat kontak antara dua satuan batuan yang
berbeda genetik, seperti kontak antara batuan sedimen dengan batuan

11

beku, atau antara batuan sedimen dengan batuan metamorf, atau antara
batuan metamorf dengan batuan beku,
d. Angular Unconformity, dimana terdapat perbedaan pola arah jurus dan
kemiringan yang cukup signifikan antara dua satuan batuan.
1.4.3.3.4 Analisis Struktur Geologi
Analisis struktur geologi dimulai dengan interpretasi peta dasar berskala
1:25.000 dan DEM (Digital Elevation Model). Analisis ini diharapkan dapat
memberikan petunjuk mengenai struktur yang berkembang pada daerah pemetaan.
Hal-hal yang diamati antara lain adalah kelurusan sungai, kelurusan punggungan,
belokan sungai yang tiba-tiba, gawir, dan lain sebagainya.
Tahap berikutnya adalahinventarisasi data lapangan yang meliputi
pengukuran arah jurus dan kemiringan lapisan batuan, pengamatan terhadap
unsur-unsur struktur geologi yang ditemukan seperti cermin sesar, batuan sesar
dan indikasi struktur lainnya. Data yang diperoleh diplot dalam peta dasar.
Data-data kekar dan sesar yang didapatkan di lapangan, kemudian diolah
dengan menggunakan stereogram untuk mengetahui arah tegasan relatifnya. Data
lapangan yang berupa data struktur geologi digunakan guna mengetahui tentang
mekanisme tektonik daerah pemetaan. Umur lipatan dan sesar di daerah pemetaan
ditentukan berdasarkan umur satuan batuan penyusun daerah pemetaan yang
terpengaruh oleh stuktur yang berkembang dan didukung oleh data stratigrafi serta
di kontrol oleh periode tektonik regional yang berpengaruh terhadap daerah
pemetaan.
1.4.3.3.5 Analisis Geologi Sejarah
Analisis sejarah geologi bertujuan untuk menguraikan suatu seri kejadian
geologi yang disusun secara berurutan berdasarkan waktu kejadiannya dimulai
dari yang pertama terbentuk hingga yang terakhir ataupun yang sekarang tengah
terjadi. Analisis ini pada dasarnya merupakan hasil penafsiran dari seluruh aspek

12

geologi seperti stratigrafi dan struktur geologi. Hasil pembahasan stratigrafi dan
struktur geologi disusun berdasarkan urutan kejadian dan waktu sehingga dengan
demikian dapat diketahui perubahan sedimentasi, tektonik, dan erosi yang telah
terjadi selama kurun waktu tersebut. Dengan demikian maka sejarah geologi
daerah pemetaan dapat dianalisis dengan merekonstruksi aspek-aspek material dan
gaya atau proses yang merupakan bagian dari stratigrafi dan geologi struktur.

1.5 Geografi Umum DaerahPenelitian


Daerah penelitian secara geografis terletak antara 106o5640 BT sampai
107o140 BT dan 6o5755 LS sampai 7o255 LS dengan luas daerah 100
km2.Daerah penelitian secara administrasif termasuk Desa Ciengang dan Desa
Cijangkar, Desa Mekarsari dan Cijurey, Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Daerah penelitian dapat dicapai menggunakan
mobil atau motor dari Jatinangor menuju Desa Cijangkar, melewati Kota Cimahi,
Cianjur, dan Sukabumi. Lama waktu perjalanan dari Jatinangor sampai ke daerah
penelitian memakan waktu kurang lebih 6 jam perjalanan.

Lokasi
Penelitia
n

13

Skala 1:100.000
Gambar 1.2 Lokasi daerah penelitian (Peta Jawa Barat)

1.6 Waktu Pemetaan dan Kelancaran Kerja


Waktu penelitian berlangsung dari bulan Oktober 2015 bulan Januari
2016 yang meliputi :
1.

Survei lapangan, bulan Oktober 2015

2.

Pemetaan lapangan, tanggal Desember 2015 - Januari 2016

3.

Analisis data, bimbingan, dan pembuatan laporan, November 2014


Januari 2015
Pada umumnya, dalam pekerjaan lapangan tidak terdapat kendala yang

begitu berarti tetapi pada saat di bualan tertentu, terjadi musim hujan di bulan
Desember 2014 sekarang yang menyulitkan dalam proses pengambilan data
lapangan.
Pemetaan ini diawali dengan tahap persiapan, penelitian ke lapangan,
analisis

laboratorium,

dan

diakhiri

dengan

penyempurnaan

penulisan

laporan.Dalam pelaksanaannya, penelitian ini tidak dilakukan secara terus


menerus karena harus disesuaikan dengan kondisi dan waktu yang tersedia.

14

You might also like