You are on page 1of 19

II.

1 Identitas Pasien 2
Pasien Rawat Jalan (Poliklinik Mata)
Nama

: Tn. M.M

No. Rekam Medis

: 103900-2016

Umur

: 21 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Bendosari 03/08. Kebumen - Banyubiru

Pekerjaan

: Pekerja bangunan

Tanggal Pemeriksaan : 25 Mei 2016


II.2 Anamnesis

Keluhan Utama:
adanya benjolan dikelopak mata bagian bawah sebelah kanan

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengeluh adanya benjolan kelopak mata bagian bawah sebelah kanan. Benjolan
pada kelopak mata di sebelah kanan pada bagian bawah dirasakan sejak 3 bulan yang
lalu. Awalnya timbul benjolan kecil kemerahan kemudian semakin lama membesar yang
menyebabkan kelopak mata kanan bawah menjadi merah dan bengkak. Keluhan disertai
nyeri jika benjolan disentuh dan tidak gatal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa. Riwayat katarak dalam keluarga disangkal,
riwayat hipertensi dalam keluarga disangkal, riwayat diabetes mellitus dalam keluarga
disangkal. Riwayat trauma pada mata sebelumnya disangkal. Riwayat alergi makanan (-),
alergi obat-obatan (-), dan asma (-).

Riwayat Penggunaan obat:


Pasien menyangkal menggunakan obat obatan rutin. Pasien juga tidak meminum obat
obat apapun.

II. 3 Pemeriksaan Fisik


1

Keadaan Umum
: Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
:
- Blood Pressure
: 110/80 mmHg
- Heart Rate
: 76 x/menit
- Respiratory Rate
: 18 x/menit
- Suhu
: 36,2C
Status generalis
-

Kepala
: Bentuk normocephal
Wajah
: Nyeri ketok sinus (-), edema (-), wajah kanan dan kiri simetris (+)
Telinga: Normotia, sekret -/-, gendang teliang intak +/+
Hidung
: Deviasi septum (-), Massa -/-, secret -/Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (+), coated tongue (-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), uvula ditengah, arcus faring simetris kanan kiri
Tonsil T1-T1 tenang
Leher
: Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),
trakea ditengah (+), JVP 5-2 cmH2O
Thoraks
:
o Pulmo :
Inspeksi
:
Statis : Normochest, lesi (-), dinding dada simetris
kanan dan kiri
Dinamis: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri, retraksi sela iga (-)
Palpasi
: Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi
: Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi
: Suara dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/o Cor
:
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS V, thrill (-)
Perkusi
:
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikularis sinistra
Pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi
: BJ 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
:
o Inspeksi
: Perut cembung, supel
o Auskultasi
: BU (+)
o Palpasi
: NT (-), Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, shifting dullness (-)
o Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Ekstremitas :
o Atas : akral hangat +/+, edema -/-, CTR < 2 detik +/+
o Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, CTR < 2 detik +/+
2

Status Oftalmologi

Oculus Dexter

Pemeriksaan

Oculus Sinister

(OD)
6/15

Visus

(OS)
6/20

Baik ke segala arah

Gerakan bola mata

Baik ke segala arah

Normal

Suprasilia

Normal

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Palpebra superior

Edema (-)

Edema (-)

Ptosis (-)

Ptosis (-)

Bulu

mata

Arah

pertumbuhan (n)

Hiperemi (+), edema

Palpebra Inferior

(+), massa (+) berupa

Bulu

mata

Arah

pertumbuhan (n)
Hiperemi (-), edema (-)
massa (-)

benjolan pada palpebra


inferior diameter 1,5
mm

Hiperemi (-)

Hiperemi (-)

Injeksi Konjungtiva (+)

Injeksi Konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)

Injeksi siliar (-)

Sekret (-)
Bulat (+)

Sekret (-)
Bulat (+)

Kejernihan (+)

Kejernihan (+)

Edema (-)

Edema (-)

Presipitat (-)

Presipitat (-)

Sikatrik (-)

Jernih
kedalaman Camera oculi anterior

Sikatrik (-)
Jernih,
kedalaman

normal

normal

Hipopion (-)

Hifema (-)
Kripta (-)

Konjungtiva

Kornea

Iris

Hipopion (-)

Hifema (-)
Kripta (-)

Edema (-)

Sinekia (-)
Normal
Jernih (+)

Pupil
Lensa

Edema (-)

Sinekia (-)
Normal
Jernih (+)

Gambar pasien

OD

II.4 Resume
Seorang pasien laki-laki berusia 21 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD Ambarawa dengan
keluhan utama adanya benjolan di kelopak mata bawah sebelah kanan, dialami sejak 3 bulan
yang lalu, disertai rasa nyeri terutama bila tersentuh dan tidak terasa gatal.
Visus menurun (+), nyeri (-), lakrimasi (+), fotofobia (-), sekret (-). Riwayat
sering terpapar sinar matahari dan debu (+). Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat
trauma (-). Pemeriksaan visus VOD: 6/15, VOS: 6/20 mmHg. Pada pemeriksaan Konjungtiva
hiperemis (-), Pada inspeksi okuli dextra didapatkan adanya hiperemi palpebra superior, ada
edema, ada benjolan pada palpebra inferior, sklera normal, kornea jernih, bilik mata depan
normal, iris normal, pupil bulat, refleks cahaya positif, lensa jernih. Pada palpasi okuli dextra
didapatkan adanya nyeri tekan, dan ada benjolan
II. 5 Diagnosis
Hordeolum Interna Palpebra Inferior OD
II.6 Diagnosis Banding
- Kalazion
II. 7 Penatalaksanaan
Non farmakologik
1. Kompres hangat
4

Farmakologik
1. Antibiotik local/sistemik
Edukasi

o Menjaga kebersihan mata.


o Kompres air hangat 3 kali sehari selama 10 menit
o Jangan mengucek mata
o Hindari terlalu banyak menyentuh daerah yang sakit
o Kontrol poliklinik mata
II. 8 Prognosis
a) Quo ad vitam
b) Quo ad sanationam

: bonam
: dubia adbonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Epidemiologi
Pterigium tersebar luas di seluruh dunia.Lebih umum pada daerah beriklim panas dan
kering.Berhubungan erat dengan sinar UV langsung.Umumnya laki-laki lebih sering terkena
dibandingkan perempuan.Pada umur 20-40 tahun, biasanya lebih mudah terkena, namun
prevalensi nya lebih tinggi pada umur 40 tahun.
Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual
atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi sehingga menyebabkan
iritasi okuler dan mata merah.
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :
1.

2.

Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.
Umur
Jarang sekali orang menderita pterygium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien
umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang
berumur 20-40tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygium yang paling tinggi.
5

Etiologi
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara
panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang,
dan degenerasi.
Pterygium diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan dan
lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan pterygium antara
lain uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain yang terbang masuk ke dalam mata. Beberapa
studi menunjukkan adanya predisposisi genetik untuk kondisi ini.
Patofisiologi
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet, debu,
kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi yang
menjalar ke kornea.
Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama
untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva
akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi
inferior.
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat

sinar ultraviolet yang lebih

banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping kontak langsung,
bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat pantulan
dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium
dibandingkan dengan bagian temporal.
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi
fibrovaskular,

dengan

permukaan

yang

menutupi

epithelium,

Histopatologi

kolagen

abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin
dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan
jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.

Histologi,

pterigium

merupakan

akumulasi

dari

jaringan

degenerasi

subepitel

yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E . Berbentuk ulat atau
degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari jaringan yang
degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel
diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan
sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.

Gejala Klinis
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama
sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:

mata sering berair dan tampak merah


merasa seperti ada benda asing
timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut, biasanya
astigmatisme

with

the

rule

ataupun

astigmatisme

irreguler

sehingga

mengganggu penglihatan
pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual
sehingga tajam penglihatan menurun.

Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada
limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput
lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.

A. Cap: Biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas
fibroblast, menginvasi dan menghancurkan lapisan bowman pada kornea
B. Whitish: Setelah cap, lapisan vaskuler tipis yang menginvasi kornea
C. Badan: Bagian yang mobile dan lembut, area yang vesikuler pada konjunctiva bulbi, area
paling ujung
Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea dan badan.
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup
oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Menurut Youngson ):

Derajat 1
Derajat 2

Derajat 3

Derajat 4

: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea


: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati kornea
: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak
melebih pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
(diameter pupil sekitar 3-4 mm)
: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.

1. Tipe klinis pterigium


Progresif:

Tebal

Kemerahan

Terlihat adanya pembuluh darah

Pada puncaknya terlihat bagian opak yang disebut sebagai cap yang dikenal sebagai
Stockers line

Athropic / stationary:

Tipis

Vaskularisasi tidak terlihat

Tidak memiliki cap

2. Tipe lain dari pterigium

Double Pterygium

Pterigium berulang

Pterigium malignan

Diagnosa
Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, munculnya
selaput yang progresif, tidak ada penurunan penglihatan. Selain itu perlu juga dinyatakan adanya
riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar matahari yang tinggi
atau berdebu
Pemeriksaan fisik

Diagnosa Pterigium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik menggunakan slit lamp.
Pemeriksaan penunjang

:
9

Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan pada pterigium terutama apabila pasien


mengeluh adanya gangguan penglihatan.Pemeriksaan berupa topografi kornea untuk menilai
seberapa besar komplikasi berupa astigmatisme ireguler yang disebabkan oleh pterigium.

Diagnosa Banding
1. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna kekuningan.

2.

Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering

pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva
menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan
proses kornea sebelumnya.
Untuk membandingkan antara pterigium dengan pseudopterigium, dapat dilihat dari riwayat
pasien. Pseudipterigium merupakan hasil dari inflamasi kornea yang diakibatkan oleh iritasi
bahan kimia, perforasi kornea, atau ulkus kornea yang lama, dimana memicu pertumbuhan
konjungtiva ke kornea.
Dibedakan dengan pterigium dengan adanya riwayat inflamasi sebelumnya, selain itu
pseudopterigium umumnya hanya ada pada satu mata, bentuk pseudopterigium tidak berbentuk
wing atau sayap, dan tidak progresif. Selain itu beda pterigium dengan pseudopterigium dapat
dilihat dari letaknya, pseudopterigium tidak harus pada celah kelopak atau fisura palpelbra juga
pada pseudopterigium ini dapat diselipkan sonde dibawahnya.
10

Perbedaan pterigium dengan pseudopterigium

Sebab

Pterigium

Pseudopterigium

Proses degenerative

Reaksi tubuh penyembuhan


dari luka bakar, GO, difteri,
dll.

Kekambuhan

Residif

Tidak

Usia

Dewasa

Anak

Terapi
1.

Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang

mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3
kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan
pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea
11

2.

Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat

mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi
dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan
angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang
baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mungkin, angka kekambuhan yang
rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren,
mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.
A. Indikasi Operasi
1.
2.
3.
4.

Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus


Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena astigmatismus
Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.

B. Teknik Pembedahan
Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan, dibuktikan
dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik bedah telah
digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena tingkat
kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah
langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan
ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang
lebih cepat, jaringan parut yang minimal dan halus dari permukaan kornea.
1. Teknik Bare Sclera
Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan sclera untuk
epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah
didokumentasikan dalam berbagai laporan.
2. Teknik Autograft Konjungtiva
Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi 40 persen pada
beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari
konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di
eksisi pterygium tersebut. Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal
ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft
konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari
12

grafttersebut.

LawrenceW.

Hirst,

MBBS,

dari

Australia

merekomendasikan

menggunakan sayatan besar untuk eksisi pterygium dan telah dilaporkan angka
kekambuhan sangat rendah dengan teknik ini.

Teknik Operasi Pterigium


C.

Terapi Tambahan
Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi masalah, dan
terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam pengelolaan pterygia.
Studi telah menunjukkan bahwa tingkat rekurensi telah jatuh cukup dengan penambahan
terapi ini, namun ada komplikasi dari terapi tersebut.
MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena kemampuannya
untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan iradiasi beta. Namun, dosis minimal
yang aman dan efektif belum ditentukan. Dua bentuk MMC saat ini digunakan: aplikasi
intraoperative MMC langsung ke sclera setelah eksisi pterygium, dan penggunaan obat
tetes mata MMC topikal setelah operasi. Beberapa penelitian sekarang menganjurkan
penggunaan MMC hanya intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.
Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena
menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium, meskipun tidak ada data
yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia. Namun, efek buruk dari radiasi termasuk
nekrosis scleral , endophthalmitis dan pembentukan katarak, dan ini telah mendorong
dokter untuk tidak merekomendasikan terhadap penggunaannya.

13

Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan


pemberian:
1.

Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari,


bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari kemudian

2.

tappering off sampai 6minggu.


Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan

3.
4.

bersamaan dengan salep mata dexamethasone.


Sinar Beta.
Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam
selama 6minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik Chloramphenicol,
dan steroid selama 1 minggu.

Komplikasi
1. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut
Gangguan penglihatan-Mata kemerahan
Iritasi
Gangguan pergerakan bola mata.
Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
Dry Eye sindrom.
2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:
Infeksi
Ulkus kornea
Graft konjungtiva yang terbuka
Diplopia
Adanya jaringan parut di kornea.

Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan. Eksisi bedah
memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini bisa dikurangi sekitar 515% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant membran amnion pada
saat eksisi.
Pencegahan

14

Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani
yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata pelindung
sinar matahari.
Follow up
Menilai adanya komplikasi post operasi, seperti diplopia akibat terpotongnya musculus
rectus oculi medial, ditemukan adanya perforasi kornea, penilaian strabismus dari gerakan bola
mata, pada graft konjuntivanya ada yang terbuka atau tidaknya, dan tanda-tanda peradangan pada
intraokuler akibat otot terpotong.
Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik. Kekambuhan
dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau beta radiasi.
Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang
baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa
tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien
dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting dengan
konjungtiva / limbal autografts atau transplantasi membran amnion pada pasien tertentu.

III.4. HORDEOLUM
Definisi
Hordeolum adalah infeksi kelenjar pada palpebra. Bila kelenjar Meibom yang terkena,
timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna. Sedangkan hordeolum eksterna
yang lebih kecil dan lebih superfisial adalah infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.

15

Hordeolum eksterna

Gambar.HordeulumExternum( Kanan)

Hordeolum interna

HordeulumInternum (Kiri )

C. Etiologi
Staphylococcus aureus adalah agent infeksi pada 90-95% kasus hordeolum.

D. Faktor Resiko
1. Penyakit kronik.
2. Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
3. Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
16

4. Diabetes
5. Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
6. Riwayat hordeolum sebelumnya
7. Higiene dan lingkungan yang tidak bersih
8. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.

E. Patofisiologi
Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss atau Moll.
Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus.
Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan
sekitarnya. Kedua tipe hordeolum dapat timbul dari komplikasi blefaritis.

F. Gejala dan Tanda


Gejala
-

Pembengkakan

Rasa nyeri pada kelopak mata

Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata

Riwayat penyakit yang sama

Tanda
-

Eritema

Edema

Nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata

Seperti gambaran absces kecil


17

G. Penatalaksanaan
Biasanya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari.
Umum
1. Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk membantu drainase.
Lakukan dengan mata tertutup.
2. Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo yang tidak
menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses penyembuhan.
Lakukan dengan mata tertutup.
3. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang lebih
serius.
4. Hindari pemakaian makeup pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi penyebab
infeksi.
5. Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
Obat
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan,
dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum.
1. Antibiotik topikal.
Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 7-10 hari.
Dapat juga diberikan eritromicin salep mata untuk kasus hordeolum eksterna dan
hordeolum interna ringan.
2. Antibiotik sistemik
Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda pembesaran kelenjar
limfe di preauricular.
Pada kasus hordeolum internum dengan kasus yang sedang sampai berat. Dapat diberikan
cephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari. Bila alergi
penisilin atau cephalosporin dapat diberikan clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari
selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari.
18

Pembedahan
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur pembedahan
mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan pantokain tetes
mata. Dilakukan

anestesi filtrasi dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan

dilakukan insisi yang bila:


-

Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo
palpebra.

Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.

Setelah dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan meradang di
dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep antibiotik.

19

You might also like