Professional Documents
Culture Documents
1 Identitas Pasien 2
Pasien Rawat Jalan (Poliklinik Mata)
Nama
: Tn. M.M
: 103900-2016
Umur
: 21 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
: Pekerja bangunan
Keluhan Utama:
adanya benjolan dikelopak mata bagian bawah sebelah kanan
Keadaan Umum
: Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
:
- Blood Pressure
: 110/80 mmHg
- Heart Rate
: 76 x/menit
- Respiratory Rate
: 18 x/menit
- Suhu
: 36,2C
Status generalis
-
Kepala
: Bentuk normocephal
Wajah
: Nyeri ketok sinus (-), edema (-), wajah kanan dan kiri simetris (+)
Telinga: Normotia, sekret -/-, gendang teliang intak +/+
Hidung
: Deviasi septum (-), Massa -/-, secret -/Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (+), coated tongue (-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), uvula ditengah, arcus faring simetris kanan kiri
Tonsil T1-T1 tenang
Leher
: Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),
trakea ditengah (+), JVP 5-2 cmH2O
Thoraks
:
o Pulmo :
Inspeksi
:
Statis : Normochest, lesi (-), dinding dada simetris
kanan dan kiri
Dinamis: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri, retraksi sela iga (-)
Palpasi
: Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi
: Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi
: Suara dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/o Cor
:
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS V, thrill (-)
Perkusi
:
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavikularis sinistra
Pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi
: BJ 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
:
o Inspeksi
: Perut cembung, supel
o Auskultasi
: BU (+)
o Palpasi
: NT (-), Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, shifting dullness (-)
o Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Ekstremitas :
o Atas : akral hangat +/+, edema -/-, CTR < 2 detik +/+
o Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, CTR < 2 detik +/+
2
Status Oftalmologi
Oculus Dexter
Pemeriksaan
Oculus Sinister
(OD)
6/15
Visus
(OS)
6/20
Normal
Suprasilia
Normal
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Palpebra superior
Edema (-)
Edema (-)
Ptosis (-)
Ptosis (-)
Bulu
mata
Arah
pertumbuhan (n)
Palpebra Inferior
Bulu
mata
Arah
pertumbuhan (n)
Hiperemi (-), edema (-)
massa (-)
Hiperemi (-)
Hiperemi (-)
Sekret (-)
Bulat (+)
Sekret (-)
Bulat (+)
Kejernihan (+)
Kejernihan (+)
Edema (-)
Edema (-)
Presipitat (-)
Presipitat (-)
Sikatrik (-)
Jernih
kedalaman Camera oculi anterior
Sikatrik (-)
Jernih,
kedalaman
normal
normal
Hipopion (-)
Hifema (-)
Kripta (-)
Konjungtiva
Kornea
Iris
Hipopion (-)
Hifema (-)
Kripta (-)
Edema (-)
Sinekia (-)
Normal
Jernih (+)
Pupil
Lensa
Edema (-)
Sinekia (-)
Normal
Jernih (+)
Gambar pasien
OD
II.4 Resume
Seorang pasien laki-laki berusia 21 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD Ambarawa dengan
keluhan utama adanya benjolan di kelopak mata bawah sebelah kanan, dialami sejak 3 bulan
yang lalu, disertai rasa nyeri terutama bila tersentuh dan tidak terasa gatal.
Visus menurun (+), nyeri (-), lakrimasi (+), fotofobia (-), sekret (-). Riwayat
sering terpapar sinar matahari dan debu (+). Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat
trauma (-). Pemeriksaan visus VOD: 6/15, VOS: 6/20 mmHg. Pada pemeriksaan Konjungtiva
hiperemis (-), Pada inspeksi okuli dextra didapatkan adanya hiperemi palpebra superior, ada
edema, ada benjolan pada palpebra inferior, sklera normal, kornea jernih, bilik mata depan
normal, iris normal, pupil bulat, refleks cahaya positif, lensa jernih. Pada palpasi okuli dextra
didapatkan adanya nyeri tekan, dan ada benjolan
II. 5 Diagnosis
Hordeolum Interna Palpebra Inferior OD
II.6 Diagnosis Banding
- Kalazion
II. 7 Penatalaksanaan
Non farmakologik
1. Kompres hangat
4
Farmakologik
1. Antibiotik local/sistemik
Edukasi
: bonam
: dubia adbonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Epidemiologi
Pterigium tersebar luas di seluruh dunia.Lebih umum pada daerah beriklim panas dan
kering.Berhubungan erat dengan sinar UV langsung.Umumnya laki-laki lebih sering terkena
dibandingkan perempuan.Pada umur 20-40 tahun, biasanya lebih mudah terkena, namun
prevalensi nya lebih tinggi pada umur 40 tahun.
Mortalitas/Morbiditas
Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual
atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi sehingga menyebabkan
iritasi okuler dan mata merah.
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :
1.
2.
Jenis Kelamin
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.
Umur
Jarang sekali orang menderita pterygium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien
umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang
berumur 20-40tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygium yang paling tinggi.
5
Etiologi
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara
panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang,
dan degenerasi.
Pterygium diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan dan
lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan pterygium antara
lain uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain yang terbang masuk ke dalam mata. Beberapa
studi menunjukkan adanya predisposisi genetik untuk kondisi ini.
Patofisiologi
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet, debu,
kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi yang
menjalar ke kornea.
Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama
untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva
akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi
inferior.
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat
banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping kontak langsung,
bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat pantulan
dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium
dibandingkan dengan bagian temporal.
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi
fibrovaskular,
dengan
permukaan
yang
menutupi
epithelium,
Histopatologi
kolagen
abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin
dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan
jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Histologi,
pterigium
merupakan
akumulasi
dari
jaringan
degenerasi
subepitel
yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E . Berbentuk ulat atau
degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing bergelombang dari jaringan yang
degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel
diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan
sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.
Gejala Klinis
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama
sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:
with
the
rule
ataupun
astigmatisme
irreguler
sehingga
mengganggu penglihatan
pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual
sehingga tajam penglihatan menurun.
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada
limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput
lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.
A. Cap: Biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas
fibroblast, menginvasi dan menghancurkan lapisan bowman pada kornea
B. Whitish: Setelah cap, lapisan vaskuler tipis yang menginvasi kornea
C. Badan: Bagian yang mobile dan lembut, area yang vesikuler pada konjunctiva bulbi, area
paling ujung
Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea dan badan.
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup
oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Menurut Youngson ):
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Derajat 4
Tebal
Kemerahan
Pada puncaknya terlihat bagian opak yang disebut sebagai cap yang dikenal sebagai
Stockers line
Athropic / stationary:
Tipis
Double Pterygium
Pterigium berulang
Pterigium malignan
Diagnosa
Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, munculnya
selaput yang progresif, tidak ada penurunan penglihatan. Selain itu perlu juga dinyatakan adanya
riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar matahari yang tinggi
atau berdebu
Pemeriksaan fisik
Diagnosa Pterigium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik menggunakan slit lamp.
Pemeriksaan penunjang
:
9
Diagnosa Banding
1. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna kekuningan.
2.
Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering
pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva
menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan
proses kornea sebelumnya.
Untuk membandingkan antara pterigium dengan pseudopterigium, dapat dilihat dari riwayat
pasien. Pseudipterigium merupakan hasil dari inflamasi kornea yang diakibatkan oleh iritasi
bahan kimia, perforasi kornea, atau ulkus kornea yang lama, dimana memicu pertumbuhan
konjungtiva ke kornea.
Dibedakan dengan pterigium dengan adanya riwayat inflamasi sebelumnya, selain itu
pseudopterigium umumnya hanya ada pada satu mata, bentuk pseudopterigium tidak berbentuk
wing atau sayap, dan tidak progresif. Selain itu beda pterigium dengan pseudopterigium dapat
dilihat dari letaknya, pseudopterigium tidak harus pada celah kelopak atau fisura palpelbra juga
pada pseudopterigium ini dapat diselipkan sonde dibawahnya.
10
Sebab
Pterigium
Pseudopterigium
Proses degenerative
Kekambuhan
Residif
Tidak
Usia
Dewasa
Anak
Terapi
1.
Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3
kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan
pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea
11
2.
Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat
mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi
dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan
angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang
baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mungkin, angka kekambuhan yang
rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren,
mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.
A. Indikasi Operasi
1.
2.
3.
4.
B. Teknik Pembedahan
Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah kekambuhan, dibuktikan
dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke kornea. Banyak teknik bedah telah
digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal karena tingkat
kekambuhan yang variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah
langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan
ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya. Keuntungan termasuk epithelisasi yang
lebih cepat, jaringan parut yang minimal dan halus dari permukaan kornea.
1. Teknik Bare Sclera
Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan sclera untuk
epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah
didokumentasikan dalam berbagai laporan.
2. Teknik Autograft Konjungtiva
Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan setinggi 40 persen pada
beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari
konjungtiva bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di
eksisi pterygium tersebut. Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal
ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft
konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari
12
grafttersebut.
LawrenceW.
Hirst,
MBBS,
dari
Australia
merekomendasikan
menggunakan sayatan besar untuk eksisi pterygium dan telah dilaporkan angka
kekambuhan sangat rendah dengan teknik ini.
Terapi Tambahan
Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi masalah, dan
terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan ke dalam pengelolaan pterygia.
Studi telah menunjukkan bahwa tingkat rekurensi telah jatuh cukup dengan penambahan
terapi ini, namun ada komplikasi dari terapi tersebut.
MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena kemampuannya
untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan iradiasi beta. Namun, dosis minimal
yang aman dan efektif belum ditentukan. Dua bentuk MMC saat ini digunakan: aplikasi
intraoperative MMC langsung ke sclera setelah eksisi pterygium, dan penggunaan obat
tetes mata MMC topikal setelah operasi. Beberapa penelitian sekarang menganjurkan
penggunaan MMC hanya intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.
Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena
menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium, meskipun tidak ada data
yang jelas dari angka kekambuhan yang tersedia. Namun, efek buruk dari radiasi termasuk
nekrosis scleral , endophthalmitis dan pembentukan katarak, dan ini telah mendorong
dokter untuk tidak merekomendasikan terhadap penggunaannya.
13
2.
3.
4.
Komplikasi
1. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut
Gangguan penglihatan-Mata kemerahan
Iritasi
Gangguan pergerakan bola mata.
Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
Dry Eye sindrom.
2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:
Infeksi
Ulkus kornea
Graft konjungtiva yang terbuka
Diplopia
Adanya jaringan parut di kornea.
Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan. Eksisi bedah
memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka ini bisa dikurangi sekitar 515% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva atau transplant membran amnion pada
saat eksisi.
Pencegahan
14
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti nelayan, petani
yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata pelindung
sinar matahari.
Follow up
Menilai adanya komplikasi post operasi, seperti diplopia akibat terpotongnya musculus
rectus oculi medial, ditemukan adanya perforasi kornea, penilaian strabismus dari gerakan bola
mata, pada graft konjuntivanya ada yang terbuka atau tidaknya, dan tanda-tanda peradangan pada
intraokuler akibat otot terpotong.
Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik. Kekambuhan
dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata atau beta radiasi.
Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang
baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa
tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien
dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting dengan
konjungtiva / limbal autografts atau transplantasi membran amnion pada pasien tertentu.
III.4. HORDEOLUM
Definisi
Hordeolum adalah infeksi kelenjar pada palpebra. Bila kelenjar Meibom yang terkena,
timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna. Sedangkan hordeolum eksterna
yang lebih kecil dan lebih superfisial adalah infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
15
Hordeolum eksterna
Gambar.HordeulumExternum( Kanan)
Hordeolum interna
HordeulumInternum (Kiri )
C. Etiologi
Staphylococcus aureus adalah agent infeksi pada 90-95% kasus hordeolum.
D. Faktor Resiko
1. Penyakit kronik.
2. Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
3. Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
16
4. Diabetes
5. Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
6. Riwayat hordeolum sebelumnya
7. Higiene dan lingkungan yang tidak bersih
8. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.
E. Patofisiologi
Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss atau Moll.
Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus.
Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan
sekitarnya. Kedua tipe hordeolum dapat timbul dari komplikasi blefaritis.
Pembengkakan
Tanda
-
Eritema
Edema
G. Penatalaksanaan
Biasanya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari.
Umum
1. Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk membantu drainase.
Lakukan dengan mata tertutup.
2. Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo yang tidak
menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses penyembuhan.
Lakukan dengan mata tertutup.
3. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang lebih
serius.
4. Hindari pemakaian makeup pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi penyebab
infeksi.
5. Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
Obat
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan,
dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum.
1. Antibiotik topikal.
Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 7-10 hari.
Dapat juga diberikan eritromicin salep mata untuk kasus hordeolum eksterna dan
hordeolum interna ringan.
2. Antibiotik sistemik
Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda pembesaran kelenjar
limfe di preauricular.
Pada kasus hordeolum internum dengan kasus yang sedang sampai berat. Dapat diberikan
cephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari. Bila alergi
penisilin atau cephalosporin dapat diberikan clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari
selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari.
18
Pembedahan
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur pembedahan
mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan pantokain tetes
mata. Dilakukan
Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo
palpebra.
Setelah dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan meradang di
dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep antibiotik.
19