You are on page 1of 31

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara geografis, Indonesia terdiri dari beribu pulau yang sebagian
besar wilayahnya (62%) merupakan perairan laut, selat, dan teluk, sedangkan
(38%) lainnya adalah daratan yang didalamnya juga memuat kandungan air
tawar dalam bentuk sungai, danau, rawa dan waduk. Demikian luasnya
wilayah laut di Indonesia sehingga mendorong masyarakat yang hidup di
sekitar wilayah laut memanfaatkan sumber kelautan sebagai tumpuan
hidupnya.1
Propinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan dengan luas
lebih kurang 329 867,61 km, sebesar 235 306 km (71,33%) merupakan
daerah lautan dan hanya 94 561,61 km (28,67%) daerah daratan. Di samping
itu di daerah lautan yang berbatasan dengan negara lain diperkirakan luas
daerah Zone Ekonomi Ekslusif adalah 379 000 km. Di daerah daratan
terdapat 15 sungai, diantaranya ada 4 sungai yang mempunyai arti penting
sebagai prasarana perhubungan.2
Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat
Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan
Pulau Rupat Propinsi Riau yang memiliki panjang 72,4 km dan lebar (dari
garis pantai Dumai hingga pantai Pulau Rupat) 2,8-8 km. Pulau Rupat
merupakan sebuah pulau yang termasuk wilayah administrasi Kabupaten
Bengkalis dan pada umumnya masih belum memiliki aktivitas selain
1

perkebunan rakyat. Oleh sebab itu, kondisi di daratan Pulau Rupat secara
signifikan tidak mempengaruhi ekosistem perairan Selat Rupat, namun
aktivitas industri dan domestik di Kota Dumai sangat mempengaruhi
lingkungan perairan Selat Rupat.3
Selat Rupat memegang peranan penting dari segi ekologis maupun
ekonomis bagi masyarakat sekitarnya karena memiliki keanekaragaman hayati
berbagai jenis mangrove yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan,
melindungi pantai dari terjangan angin gelombang laut dan abrasi pantai.3
Selat Rupat Utara dari segi ekonomis merupakan daerah tangkapan
sehingga banyak dari masyarakat di wilayah ini yang berprofesi sebagai
nelayan dan pencari kayu bakar sedangkan masyarakat yang tinggal di daratan
Pulau Rupat kebanyakan bekerja sebagai petani dan berkebun. Kehidupan
dibeberapa Pulau Rupat jauh dari kata layak secara kehidupan karena harus
bergantung pula semuanya dari alam. Semua itu mereka lakukan demi
menjaga tradisi dan budaya leluhur.1
Masyarakat yang tinggal di Pulau Rupat juga sangat rawan terkena
berbagai penyakit. Masalah

ini

membutuhkan

perhatian

khusus

dan

menajemen yang tepat. Selain itu penyakit kulit juga sering terkena seperti
tinea dan pruritus. Penyebab utama penyakit kulit mereka adalah menurunnya
kekebalan tubuh akibat minimnya mengkonsumsi air, intensitas mandi yang
kurang, dan rendahnya kualitas kebersihan pakaian. Selain itu juga dipicu oleh
beberapa bakteri yang berkembang akibat kondisi air yang tidak sehat .2

Maka dari itu kami ingin meneliti mengenai beberapa pola


Penyakit yang ditemukan masyarakat di kecamatan Rupat khusunya
Puskesmas Batu Panjang, Kabupaten Bengkalis.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin mengetahui
bagaimanakah pola penyakit yang diderita

komunitas masyarakat Pulau

Rupat di wilayah kerja Puskesmas Batu Panjang pada tahun 2013.

1.3 Tujuan penulisan


1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pola penyakit yang diderita komunitas
masyarakat Pulau Rupat di wilayah kerja Puskesmas Batu Panjang pada tahun
caturwulan I tahun 2012 dan 2013.
1.3.2

Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui

penyakit-penyakit

yang

diderita

komunitas

masyarakat Pulau Rupat di wilayah kerja Puskesmas Batu Panjang


caturwulan I tahun 2012 dan 2013.
2. Untuk mengetahui angka kesakitan pada komunitas masyarakat Pulau
Rupat di wilayah kerja Puskesmas Batu Panjang caturwulan I 2012
tahun 2013.

1.4 Manfaat

1.4.1

Bagi pembaca
Dapat mengetahui berbagai macam penyakit yang dapat timbul
didaerah pesisir khususnya Pulau Rupat sehingga dapat dicegah sejak dini.

1.4.2

Bagi Puskesmas
Sebagai

bahan

dasar

untuk

program

pencegahan

dan

penanggulangan berbagai macam penyakit di daerah pesisir khususnya


Pulau Rupat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Masyarakat pesisir

2.1.1

Defenisi
Masyarakat pesisir di defenisikan sebagai kelompok orang yang

tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung


secara langsung pada pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir. Defenisi
inipun bisa juga dikembangkan lebih jauh karena pada dasarnya banyak orang
yang hidupnya bergantung pada sumber daya laut, contohnya nelayan, buruh
nelayan dan pembudi daya ikan.
Dalam bidang non perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari
penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat
lainnya yang memanfaatkan sumber daya non-hayati laut dan pesisir untuk
menyokong kehidupannya.4

2.1.2

Ciri khas wilayah pesisir


Ditinjau dari aspek biofisik wilayah,ruang pesisir dan laut serta

suimber daya yang terkandung didalamnya bersifat khas sehingga adanya


intervensi manusia pada wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan
yang signifikan, seperti bentang alam yang sulit di ubah, proses pertemuan air
tawar dan air laut yang menghasilkan beberapa ekosistem khas dan lain lain.

Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta


sumber daya yang terkandung di dalamnya sering memiliki sifat terbuka (open
access). Kondisi tersebut berbeda dengan sifat kepemilikan bersama (common
properti) seperti yang terdapat dalam beberapa wilayah di Indonesia seperti
Ambon dengan kelembagaan sasi, NTB dengan kelembagaan tradisional
Awig-awig dan Sangihe, talaud dengan kelembagaan Manneh yang
pengelolaan sumber dayanya diatur secara komunal. Dengan karakteristik
open access tersebut, kepemilikan tidak diatur , setiap orang bebas
memanfaatkan ruang dan sumber daya serta peluang terjadinya degradasi
lingkungan dan problem eksternalitas lebih besar karena terbatasnya
pengaturan pengelolaan sumber daya.5

2.1.3

Ciri masyarakat pesisir


Ciri masyarakat pesisir dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain:

1. Pendapatan masyarakat 6
a. Sebagian besar masyarakat daerah pesisir umunnya memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan.
b. Masyarakat juga dipengaruhi oleh jenis kegiatan seperti, usaha
perikanan tambak, dan usaha pengolahan hasil perikanan yang
memang dominan dilakukan.
c. Rendahnya pendidikan, produktivitas yang sangat tergantung pada
musim, terbatasnya modal usaha, kurangnya sarana penunjang,
buruknya mekanisme pasar dan lamanya transfer teknologi dan

komunikasi yang mengakibatkan masyarakat pesisir, khususnya


nelayan pengolah menjadi tidak menentu.
d. Tingkat kesejahteraan sebagian nelayan masih memprihatinkan
e. Belum adanya pola kemitraan dan mekanisme pasar yang
cenderung merugikan
f. Tingginya tingkat persaingan nelayan dalam pemanfaatan dan
penggunaan sumber daya yang tersedia
g. Teknologi yang digunakan dalam memperoleh pendapatan seperti
alat-alat tangkap yang masih sangat tradisional
2. Kesehatan lingkungan masyarakat:7
a. Masalah air yang masih jauh dari kebersihan
b. Masalah limbah menumpuk di berbagai tempat
c. Masalah makanan dan minuman, tingkat kebersihannya sangat
rendah
d. Masalah perumahan dan bangunan yang kumuh dan kurangnya
perhatian dalam kebersihannya.
e. Masalah kesehatan kerja yang masih perlu diperhatikan.
3. Budaya masyarakat /hukum adat:.8
a. Budaya masyarakat masih kental, masih terikat dan belum
dipengaruhi oleh budaya luar.
b. Masyarakat pesisir mempunyai nilai budaya yang berorientasi
selaras dengan alam.
c. Struktur masyarakat yang masih sederhana dan belum banyak
dimasuki oleh pihak luar, hal ini dikarenakan baik budaya, tatanan
hidup, dan kegiatan masyarakat relatif homogen dan masingmasing individu merasa mempunyai kepentingan yang sama dan
tanggung jawab dalam melasanakan dan mengawasi hukum yang
sudah disepakati bersama.

d. Aturan-aturan yang digunakan umumnya timbul dan berakar dari


permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
Aturan-aturan dan kebijakan ini kemudian ditetapkan, dikukuhkan
dan disepakati bersama oleh masyarakat sebagai suatu undangundang atau hukum yang dikenal sebagai hukum adat.
4. Perekonomian masyarakat :9
a. Berdasarkan aktivitas perekonomian yang berlangsung pada
masyarakat khususnya di bidang perikanan budidaya maupun
tangkap.
b. Proyek pemberdayaan masyarakat yang dilakukan kurang
c. Berkoordinasi dengan pihak terkait terutama dengan pemerintah.
d. Kurangnya biaya untuk membeli bahan-bahan kimia dan bahan
pendukung bagi masyarakat.
e. Kebutuhan tenaga listrik yang tinggi, namun penyediaannya minim
atau bahkan tidak ada
f. Karena keadaan ekonomi yang buruk, maka para nelayan
kecil,buruh nelayan,petani tambak kecil, dan buruh tambak
seringkali terpaksa meminjam uang dan barang-barang kebutuhan
hidup sehari-hari dari para jurangan atau para pendagang
pengumpul
5. Kondisi Masyarakat8,9
a. Masyarakat pesisir khususnya nelayan harus berhadapan dengan
kehidupan laut yang sangat keras sehingga membuat mereka
umumnya bersikap keras,tegas dan terbuka

b. Umumnya pendidikan dalam pendidikan dalam bidang perikanan


diberikan orang tua kepada anaknya secara tidak langsung dan
alamiah
c. Kreativitas masyarakat umumnya masih kurang
d. Tingginya tingkat kedisiplinan masyarakat dalam melakukan
pekerjaan adalah modal keberhasilan pendapatan
e. Masyarakat umunya masih mempercayai hal-hal mistik di sekitar
lingkungan mereka.
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan,baik kesehatan individu
maupun kesehatan masyarakat: 7
a. Lingkungan , yaitu karteristik fisik alamiah dari lingkungan seperti
iklim,keadaan tanah, dan topografi berhubungan langsung dengan
kesehatan sebagaimana halnya interaksi ekonomi,budaya, dan
kekuatan-kekuatan lain yang mempunyai andil dalam kesehatan
b. Perilaku yaitu perilaku perorangan dan kebiasaan yang
mengabaikan hygiene perorangan
c. Keturunan dan pengaruh faktor genetik adalah sifat alami didalam
diri seseorang yang dianggap mempunyai pengaruh primer dan
juga sebagai penyebab penyakit
d. Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan masyarakat
dilaksanakan oleh unit pelayanan kesehatan dan pembinaan
kesehatan lingkungan.

2.3 Masalah kesehatan wilayah pesisir


Secara umum penyakit di wilayah pesisir adalah penyakit kulit seperti:7

10

a. Eksim, merupakan penyakit kulit yang ditandai dengan kulit


kemerahan, bersisik, pecah-pecah, terasa gatal terutama malam hari
(eksim

kering),

timbul

gelembung-gelembung

kecil

yang

mengandung air atau nanah, bengkak, melepuh, tampak merah,


sangat gatal, dan terasa panas dan dingin yang berlebihan pada
kulit (eksim basah)
b. Kudis (skabies)/kutu air , merupakan penyakit kulit yang
disebabkan oleh parasit/tungau yang gatal yaitu Sarcoptes scabiei
var hominis, parasit tungau berkaki delapan kecil dengan ukuran
1/3 milimeter dan liang ke dalam kulit untuk menghasilkan rasa
gatal, yang cenderung lebih buruk di malam hari. Gejala yang
timbul antara lain: timbul gatal yang hebat di malam hari, gatal
yang terjadi terutama dibagian sela-sela jari tangan, di bawah
ketiak, pinggang, alat kelamin, sekeliling siku dan permukaan
depan pergelangan.
c. Bisul (furunkel) merupakan infeksi kulit berupa benjolan, tampak
memerah yang akan membesar, berisi nanah dan terasa panas,
dapat tumbuh di semua bagian tubuh, namun biasanya tumbuh
pada bagian tubuh yang lembab, seperti leher, lipatan lengan atau
lipatan paha, dan kulit kepala.
d. Campak (rubella) merupakan penyakit akut menular yang
disebabkan oleh virus, juga kurang pemahaman orang tua tentang
pentingnya vaksinasi semasa balita. Biasanya menyerang anak-

11

anak. Gejala dari penyakit ini adalah demam, bersin, pilek, sakit
kepala, badan terasa lesu, tidak napsu makan, dan radang mata.
Setelah beberapa hari dari gejala tersebut timbul ruam merah yang
gatal, bertambah besar, tersebar ke beberapa bagian tubuh.
e. Kusta, merupakan penyakit infeksi yang berlangsung dalam waktu
lama, penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium laprae.
Kuman ini dapat menyebabkan gangguan kulit, saraf tepi, dan
jaringan lain. Penyakit kusta terkenal sebagai penyakit yang paling
ditakuti karena dapat menyebabkan pemendekatan jari-jari atau
cacat tubuh sehingga menimbulkan masalah sosial, psikologis, dan
ekonomis.

Sebagian mata pencaharian masyarakat pesisir adalah nelayan.


Nelayan adalah kelompok masyarakat yang rawan kemiskinan dikarenakan
pekerjaannya sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan musim, sehingga
dalam setahun rata-rata nelayan hanya dapat melaut dalam 172 hari.10
Menurut Menkes, risiko kesehatan selalu mengikuti setiap gerak
nelayan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut data hasil
penelitian Kementrian Kesehatan (2006) mengenai penyakit dan kecelakaan
yang terjadi pada nelayan dan penyelam tradisional, menyebutkan bahwa
sejumlah nelayan di Pulau Bungin, Nusa Tenggara Barat menderita nyeri
persendian (57,5%) dan gangguan pendengaran ringan sampai ketulian

12

(11,3%). Sedangkan nelayan di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, mengalami


kasus barotrauma (41,37%) dan kelainan dekompresi (6,91%).11

2.4 Gambaran umum pulau rupat


2.4.1

Kondisi fisik 12
Wilayah Pulau Rupat merupakan bagian dari Kabupaten Bengkalis,

Provinsi Riau, secara administratif, Pulau Rupat berbatasan dengan:


Sebelah utara

: Berbatasan dengan Selat Malaka

Sebelah selatan

: Berbatasan dengan Kota Dumai

Sebelah barat

: Berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hilir dengan


Kota Dumai

Sebelah timur

2.4.2

: Berbatasan dengan Kecamatan Bengkalis

Kondisi sosial-demografis

2.4.2.1 Jumlah penduduk


Total seluruh jumlah penduduk Pulau Rupat di dua kecamatan
adalah sebanyak 42.077 jiwa, yang meliputi 9.057 KK jumlah penduduk pria
dan wanita yang relatif seimbang diseluruh Pulau Rupat.
2.4.2.2 Aspek Sosial Budaya
Pada umumnya, strukur komunitas masyarakat di Pulau Rupat
masih mempertimbangkan status sosial. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa
pada umumnya, pegawai negri/ABRI mendapat penghargaan dari masyarakat
karena

dianggap

sangat

menentukan

dan

berjasa

dalam

kegiatan

13

pemerintahan. Pedagang pengumpul (tokeh) juga mendapatkan penghargaan


dari masyarakat karena ia memiliki kekayaan yang berpengaruh dalam
kegiatan perekonomian masyarakat. Sedangkan kepala suku, tokoh agama,
dan cerdik cendekia mendapat penghargaan dari masyarakat karena dapat
membuat keputusan dan mempengaruhi tatanan hidup yang berlaku dalam
masyarakat.
2.4.3

Kondisi Perekonomian
Secara umum perekonomian Pulau Rupat mengalami defisit dalam

hubungan perdagangan dengan luar daerah. Kebutuhan rumah tangga,


barang-barang hasil olahan pabrik dan produksi industri sepenuhnya dengan
dari luar seperti Bengkalis atau Dumai maupun Malaka. Sedangkan hasil
bumi Pulau Rupat pada masa lalu adalah kayu hasil tebangan sedangkan pada
masa ini tinggal getah karet.
Usaha perikanan yang dilakukan masih berskala lokal dan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri. Banyaknya jumlah nelayan yang beroperasi di
Selat Malaka dan terbatasnya daerah operasi (fishing ground) telah
menyebabkan daerah operasi yang semakin padat (overfishing). Akibatnya,
hasil tangkapan ikan setiap nelayan menjadi semakin sedikit, yang
menyebabkan pekerjaan nelayan pada saat ini tidak dapat diandalkan sebagai
mata pencaharian pokok. Karena itu, sebagian nelayan ada yang melakukan
usaha sampingan dibidang tanaman pangan, perkebunan, beternak sapi, babi,
kambing, ayam atau mengembangkan usaha lain.
2.4.4

Kondisi prasarana dan sarana

14

2.4.4.1 Pendidikan
Di Pulau Rupat terdapat sarana pendidikan sampai jenjang SLTA.
Jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) dikelola baik oleh pemerintah
maupun swasta. Sementara itu, jenjang pendidikan yang lebih tinggi hanya
disediakan oleh pemerintah. Keadaan ini menggambarkan rendahnya tingkat
partisipasi penduduk di kedua kecamatan yang ada di Pulau Rupat akan
pendidikan. Karenanya, banyak anak usia sekolah yang melanjutkan
pendidikan di luar Pulau Rupat atau bahkan di luar Kabupaten Bengkalis.
2.4.4.2 Kesehatan
Fasilitas kesehatan di Pulau Rupat terdiri dari jumlah Puskesmas
sebanyak 8 unit dan klinik KB 2 unit.

2.4.4.3 Sarana air bersih


Pada umumnya sumber air bersih yang digunakan oleh msyarakat
di Pulau Rupat adalah air hujan dan air tanah. Infrastruktur penampungan air
hujan biasanya dimiliki langsung oleh penduduk, sedangkan sarana yang
disediakan oleh pemerintah baru beberapa unit dan belum dapat memenuhi
semua kebutuhan masyarakat Pulau Rupat.
Kualitas air tanah yang digunakan dikategorikan kurang memenuhi
standar kesehatan sehingga perlu diusahakan sumur-sumur artesis. Untuk
pembuangan limbah rumah tangga, biasanya masyarakat membuang lubang
resapan. Disamping itu, ada pula masyarakat yang membuat kakus serta septi

15

tank. Namun, demikian masih ada pula sebagian masyarakat yang


menggunkan sungai sebagai tempat pembuangan kotoran.13

16

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis

penelitian

ini

adalah

deskriptif

retrospektif

dengan

menggunakan data Puskesmas Batu Panjang Pulau Rupat agar diperoleh pola
penyakit yang

diderita pada komunitas masyarakat Kecamatan Rupat

terhitung pada caturwulan pertama (Januari sampai April) tahun 2012 dan
2013.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan data penelitian ini akan diperoleh dari data Puskesmas
Batu Panjang Kecamatan Rupat pada 03 Juni 2013.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1

Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah data milik Puskesmas Batu
Panjang Kecamatan Rupat terhitung pada caturwulan pertama tahun 2012
dan 2013.

3.3.2

Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh data milik Puskesmas
Batu Panjang Kecamatan Rupat terhitung pada caturwulan pertama tahun
2012.

17

3.4 Alur Penelitian


Skema pada penelitian ini adalah pada gambar 3.1:
Pengambilan
dan
pengumpulan
data

Kunjungan ke
Puskesmas Batu
Panjang
Kecamatan Rupat

Pengolahan
data

Gambar 3.1 Skema alur penelitian


3.5 Prosedur Penelitian
1. Peneliti mengunjungi Puskesmas Batu Panjang di Kecamatan Rupat.
2. Peneliti mengumpulkan data dari Puskesmas Batu Panjang

di

Kecamatan Rupat.
3. Peneliti mengolah data yang didapat secara komputerisasi.
3.6Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di Puskemas Batu Panjang. Data yang
dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan bulanan
Puskesmas Batu Panjang Kecamatan Rupat.
3.7 Teknik Pengolahan Data
Data diolah dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi secara
komputerisasi agar diperoleh gambaran penyakit yang diderita pada
komunitas masyarakat Kecamatan Rupat.

18

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Batu Panjang Kecamatan
Rupat pada 03 Juni 2013, didapat data :

Januari - April 2012


2500
2000
1500

Januari - April 2012

1000
500
0

Grafik 4.1 Sepuluh penyakit terbesar caturwulan I tahun 2012


Grafik diatas menunjukkan urutan penyakit terbanyak yang diderita
masyarakat yang berobat ke Puskesmas Batu Panjang pada caturwulan I
tahun 2012 dengan urutan ISPA sebanyak 1931 orang (21%), diare sebanyak
1116 orang (12,1%), influenza sebanyak 1027 orang (11%), hipertensi
sebanyak 932 orang (10%), penyakit mata sebanyak 904 orang (9%), diabetes
mellitus sebanyak 788 orang (8,5%), dermatitis dan eksim sebanyak 756
orang (8%), dyspepsia sebanyak 681 orang (7%), gastritis sebanyak 643
orang (6%), dan rematik sebanyak 413 orang (4%).

19

Pada caturwulan I tahun 2012, ISPA merupakan penyakit terbanyak


yang diderita masyarakat Kecamatan Rupat yang berobat di Puskesmas Batu
Panjang, yaitu sejumlah 1931 orang. Hal ini didukung oleh lokasi geografis
Kecamatan Rupat yang berseberangan dengan Kota Dumai yang merupakan
kawasan industri yang menghasilkan limbah berupa asap. Ini sesuai dengan
literatur yang menyebutkan bahwa infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran
nafas yang sel- sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang
terdahulu. Asap limbah pabrik yang merupakan polutan utama dalam
pencemaran udara merupakan hal yang dapat menganggu keutuhan lapisan
mukosa dan gerak silia.14
Setelah ISPA di posisi pertama, terdapat diare yang diderita
sebanyak 1116 orang. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Kepala
Puskesmas Batu Panjang didapatkan bahwa masyarakat berisiko tinggi untuk
terkena diare karena makanan dan minumannya terkontaminasi oleh bakteri
yang diduga didapat dari pantai dekat pemukiman penduduk.

Menurut

literatur, bakteri yang menyebabkannya adalah V. Parahaemolyticus.15


Selanjutnya, penyakit tersering yang diderita oleh masyarakat di
sana adalah influenza yaitu sebanyak 1027 orang. Buruknya kualitas udara
diakibatkan asap yang merusak epitel mukosa respiratori menjadi faktor
risiko hal ini terjadi.15
Setelah influenza, terdapat hipertensi sebanyak 932 orang.
Berdasarkan

wawancara yang

sama, didapatkan

bahwa

masyarakat

Kecamatan Rupat sering mengkonsumsi ikan asin. Ikan asin yang

20

mengandung garam bersifat meretensi air dan menyebabkan volume plasma


darah meningkat yang berakibat pula terhadap tekanan darah yang ikut naik.16
Setelah itu, 904 masyarakat juga berobat ke Puskesmas dengan
keluhan penyakit mata hal ini dikarenakan karena banyak kandungan asap di
udara yang mengiritasi mata. Asap ini berasal dari limbah pabrik yang berada
di Kota Dumai.
Selanjutnya terdapat diabetes melitus sebanyak 788 orang.
Berdasarkan wawancara, didapatkan bahwa masyarakat di sana sering
mengkonsumsi makanan yang bersantan dan makanan laut, sehingga angka
obesitas juga meningkat. Ditambah lagi dengan malasnya masyarakat untuk
berolahraga. Diabetes melitus adalah penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya, dan dalam pemeriksaan gula darah didapatkan >200 mg/dl. Dalam
hal ini, glukosa darah yang tetap tinggi terus- menerus menyebabkan reseptor
insulin menjadi berkurang dan sensitifitas insulin menurun. Hal inilah yang
disebut resistensi insulin.17
Posisi ketujuh terdapat dermatitis dan eksim sebanyak 756 orang,
diikuti oleh dispepsia sebanyak 681 orang, gastritis 643 orang, dan yang
terakhir rematik sebanyak 413 orang menjadi penyakit tersering selanjutnya
yang menempati posisi 10 besar di Puskesmas Batu Panjang.

21

Januari - April 2013


1400
1200
1000
800

Januari - April 2013

600
400
200
0

Grafik 4.2 Sepuluh penyakit terbesar caturwulan I tahun 2013


Grafik di atas menunjukkan bahwa pada caturwulan pertama tahun
2013, ISPA tetap menjadi penyakit terbanyak yang diderita masyarakat
Kecamatan Rupat yang berobat di Puskesmas Batu Panjang sebanyak 1149
orang (24,1%). Diikuti oleh influenza sebanyak 747 orang (14,9%), kemudian
hipertensi sebanyak 555 orang (14,4%), diare sebanyak 534 orang (11,4%),
rematik sebanyak 479 orang (10,4%), karies gigi sebanyak 298 orang (6,4%),
ashtma sebanyak 279 orang (5,5%), gastritis sebanyak 223 orang (5,2%),
dispepsia sebanyak 204 orang (5,1%), dan yang terakhir yaitu penyakit mata
sebanyak 127 orang (2,6%).
Penyakit terbesar yang diderita sebagian besar sama, tetapi muncul
penyakit dominan lain seperti karies gigi dan asthma yang menggeser posisi
dermatitis dan diabetes melitus dari posisi 10 besar. Menurut Kepala
Puskesmas Batu Panjang, hal ini diduga terjadi karena adanya program
penyuluhan dari Puskesmas Batu Panjang sejak Juli 2012 terhadap

22

masyarakat yang bermukim di sekitarnya mengenai kesehatan kulit dan


diabetes melitus.
600
500
400
Jan-12
300

Jan-13

200
100
0

Grafik 4.3 Pola lima penyakit terbesar bulan januari tahun 2012 dan
2013
Berdasarkan grafik di atas, pada

Januari tahun 2012 terdapat

jumlah ISPA 507 orang, sedangkan tahun 2013 jumahnya 206 orang. Menurut
wawancara dengan Kepala Puskesmas Batu Panjang, pada tahun 2013 terjadi
penurunan karena sudah dilakukan tindakan promotif yaitu meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk berobat sedini mungkin.
Selanjutnya terdapat juga perbandingan antara influenza bulan
Januari tahun 2012 dan tahun 2013. Penurunan terjadi pada tahun 2013
karena masyarakat juga lebih diedukasi agar sedini mungkin untuk berobat.
Ketiga, perbandingan hipertensi antara bulan Januari tahun 2012
dan 2013. Pada tahun 2013 juga terjadi penurunan karena masyarakat yang

23

sudah di kontrol dengan obat dan diedukasi oleh beberapa pencegahan


terhadap pola hidup mereka.
Keempat, penyakit mata lainnya juga mengalami penurunan dari
bulan Januari tahun 2012 ke tahun 2013, belum diketahui sebab yang pasti
akan hal ini. Menurut wawancara dengan Kepala Puskesmas Batu Panjang,
diperkirakan karena volume asap yang mulai berkurang dibanding tahun
sebelumnya.
Kelima, terjadi juga penurunan diare dari bulan Januari tahun 2012
ke 2013. Diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Batu Panjang bahwa hal ini
terjadi akibat peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kebersihan
lingkungan dan pengolahan makanan. Hal ini merupakan hasil penyuluhan
dan sosialisasi terus- menerus yang dilakukan Puskesmas Batu Panjang.
600
500
400
Feb-12
300

Feb-13

200
100
0

Grafik 4.4 Pola lima penyakit terbesar bulan Februari tahun 2012 dan
2013

24

Grafik bulan Februari 2012 dan bulan Februari 2013 juga


mengalami penurunan. Hal ini diduga karena masyarakat berobat sedini
mungkin berkat program pemerintah Bengkalis yang memberi pembebasan
biaya berobat di puskesmas Batu Panjang.
500
450
400
350
300

Mar-12

250

Mar-13

200
150
100
50
0

Grafik 4.5 Pola lima penyakit terbesar bulan Maret tahun 2012 dan
2013
Grafik bulan Maret 2012 dan bulan Maret 2013 juga mengalami
penurunan. Hal ini diduga karena masyarakat berobat sedini mungkin berkat
program pemerintah Bengkalis yang memberi pembebasan biaya berobat di
puskesmas Batu Panjang.

25

600
500
400
Apr-12
300

Apr-13

200
100
0

Grafik 4.6 Pola lima penyakit terbesar bulan April tahun 2012 dan
2013
Grafik bulan April 2012 dan bulan April 2013 juga mengalami
penurunan. Hal ini diduga karena masyarakat berobat sedini mungkin berkat
program pemerintah Bengkalis yang memberi pembebasan biaya berobat di
puskesmas Batu Panjang.

26

1600
1400
1200
1 ISPA
1000

2 Diare
3 Influenza

800

4 Hipertensi

600

5 Penyakit Mata
Lainnya

400
200
0

Grafik 4.7 Pola distribusi lima penyakit terbesar berdasarkan umur


Pada caturwulan pertama tahun 2012, untuk umur <19 tahun
(anak), ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita, kemudian
disusul diare, influenza, penyakit mata, dan hipertensi. Untuk kelompok umur
20- 44 tahun, terbanyak diderita hipertensi, kemudian ISPA, penyakit mata
lain, influenza, dan diare. Kelompok umur 45-60 tahun, penyakit mata
menempati posisi teratas, kemudian hipertensi, influenza, mata, dan diare di
posisi di bawahnya. Untuk kelompok lanjut usia (>61 tahun), angka tertinggi
yaitu hipertensi, diikuti oleh penyakit mata, ISPA, diare, dan influenza.
Pada caturwulan pertama tahun 2013, untuk kelompok umur anak
(<19 tahun), ISPA merupakan penyekit terbanyak yang diderita. Untuk
kelompok umur 20-44 tahun, hipertensi merupakan penyakit terbanyak yang
diderita. Begitu pun untuk kelompok umur 45-60 tahun dan >61 tahun,

27

hipertensi menjadi penyakit yang paling banyak diderita oleh kelompok umur
ini.
1200
1000
800

2012 L
2012 P

600

2013 L
2013 P

400
200
0

Grafik 4.8 Pola distribusi lima penyakit terbesar berdasarkan


jenis kelamin
Untuk kasus ISPA,

caturwulan pertama tahun 2012 ISPA

didominasi oleh jenis kelamin laki- laki sedangkan tahun 2013 ISPA lebih
banyak diderita oleh jenis kelamin perempuan. Kasus diare dan hipertensi
caturwulan pertama tahun 2012 mau pun 2013 tetap didominasi perempuan.
Kasus influenza caturwulan pertama 2012 didominasi oleh laki-laki, namun
pada tahun 2013 perempuan mendominasi kasus ini.Pola yang sama dengan
influenza juga ditemukan pada kasus penyakit mata.

28

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
1. Penyakit- penyakit yang diderita masyarakat Pulau Rupat di wilayah kerja
Puskesmas Batu Panjang caturwulan I tahun 2012 adalah ISPA, diare,
influenza, hipertensi, penyakit mata, diabetes melitus, dermatitis dan
eksim, dispepsia, gastritis, rematik dan lain- lain. Untuk caturwulan I
tahun 2013 terdapat penyakit ISPA, influenza, hipertensi, diare, rematik,
karies gigi, asthma, gastritis, dan penyakit mata lainnya.
2. Angka kesakitan pada komunitas masyarakat Pulau Rupat di wilayah kerja
Puskesmas Batu Panjang caturwulan I tahun 2012 untuk sepuluh besar
penyakitnya adalah ISPA pada urutan teratas yakni sebanyak 1931 orang,
diikuti masing-masing oleh diare 1116 orang, influenza 1027 orang,
hipertensi 932 orang, penyakit mata 904 orang, diabetes 788 orang,
dermatitis dan eksim 756 orang, dispesia 681 orang, gastritis 643 orang,
dan rematik 431 orang. Untuk sepuluh besar penyakit yang diderita
masyarakat wilayah kerja Puskesmas Batu Panjang Pulau Rupat
caturwulan I tahun 2013 ditemukan penyakit ISPA pada urutan teratas
yakni sebanyak 1149 orang, diikuti masing-masing oleh influenza 747
orang, hipertensi 555 orang, diare 534 orang, rematik 479 orang, karies
gigi 298 orang, asma 279 orang, gastritis 223 orang, dispepsia 204 orang,
dan penyakit mata lainnya 127 orang.
5.2 Saran

29

1. Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai beberapa pola


penyakit yang diderita pada komunitas masyarakat Pulau Rupat daratan
serta di pesisir daerah Pulau Rupat Utara dan Selatan.
2. Diharapkan pendataan di Wilayah kerja Puskesmas Batu Panjang dapat
melakukan pendataan dan penyimpanan data secara lengkap serta telah di
komputerisasi agar tidak ada data yang hilang.

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Siagian, S.P. 2002. Daerah pesisir. Jakarta: Bumi Aksara.
2. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. 2010. Profil kesehatan Provinsi Riau.
Diakses Tanggal 30 mei 2013.
www.depkes.go.id/downloads/profil/riau06.pdf
3. Pemkab Bengkalis. 2009. Kabupaten Bengkalis. Diakses tanggal 30 Mei
2013. www.bengkalis.go.id.
4. Terry, G.R. 2005. Penalaahan buku principles of management. Bandung:
Balai Lektur Mahasiswa UNPAD.
5. Nikijuluw, Victor. 2001. Populasi dan

Sosial Ekonomi Masyarakat

Pesisir serta Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan


Sumber Daya Pesisir Secara Terpadu. Bogor : IPB.
6. Bengen, D.G. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara
Terpadu, Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Bogor: IPB.
7. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. 2010. Ciri
Masyarakat Pesisir. Papua: Universitas Haluleo.
8. Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:
EGC.
9. Kusnadi. 2010. Kebudayaan Masyarakat Nelayan. Jakarta: Balai Pustaka
10. Suyanto, Igit. 2005. Studi Implementasi Program Pemberdayaan
Masyarakat Pesisir (PEMP). Semarang: Airlangga.
11. Nugroho, dkk. 2001. Pengelolaan Wilayah Pesisir untuk Pemanfaatan
Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan. Jakarta: Yudhistira
12. Departemen Kesehatan. 2011. Peningkatan Kesehatan Masyarakat Pesisir
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Depkes.
13. Depnakertrans. 2007. Gambaran Umum Pulau Rupat. Diakses pada Juni
2013. www.depnakertrans.go.id..

31

14. Depkes

RI, Direktorat

Jendral

PPM

&

PLP. 1992.

Pedoman

Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta:


Depkes.
15. Suharyono, 1986. Diare Akut. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Kedokteran UI.
16. Sofyan, Andi. 2012. Hipertensi. Jakarta: Kudus
17. Atmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

You might also like