Professional Documents
Culture Documents
ILEUS OBSTRUKSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Ilmu Bedah RSUD Dr. Tjitrowardojo Purworejo
HALAMAN JUDUL
Disusun Oleh :
ANNISA FITRIANI
20110310083
Pembimbing :
dr. Syamsul Burhan, Sp. B
SMF BEDAH
RSUD DR. TJITROWARDOJO PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
ILEUS OBSTRUKSI
Juni 2016
Oleh :
DAFTAR ISI
B.
C.
Etiologi...................................................................................................................................... 10
D.
Patofisiologi .............................................................................................................................. 13
E.
Klasifikasi ................................................................................................................................. 18
F.
G.
Diagnosis................................................................................................................................... 20
H.
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suplai Vaskuler
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat
dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum yang
sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Superior, suatu cabang
dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah Duodenum diperdarahi oleh A.
Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A. Mesenterika Superior. Pembuluh pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini beranastomosis satu sama
lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga
diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V. Messentericus Superior
yang menyatu dengan V. lienalis membentuk vena porta. (Price, 2003).
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1)
ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior
memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan
sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3)
rektalis superior (Price, 1994) (Whang et al., 2005).
Pembuluh limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1.
Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah,
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang
terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan
melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi
lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan
limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk
kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk
ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal
kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus
inferior (Snell, 2004).
Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas
sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan
usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan
serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam
lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price, 2003).
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian
pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price, 2003). Sekum,
appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal
kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis dari
pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell,
2004). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi,
serta
perangsangan
sfingter
rektum,
sedangkan
perangsangan
parasimpatis
C. Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan
pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati
lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari
lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen
(obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen
atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu
pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari
satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005)
Adhesi
Benda Asing
Hernia
- Eksternal
- Internal
Intususepsi
Pengaruh Cairan
- Barium
- Feses
- Meconium
Massa
Inflamasi
- Anomali organ atau
- Divertikulitis
pembuluh darah
- Drug-induced
- Organomegali
- Infeksi
- Akumulasi Cairan
- Coli ulcer
- Neoplasma
Post Operatif
Volvulus
Kongenital
- Atresia, stenosis,
dan webs
- Divertikulum
Meckel
Neoplasma
- Tumor Jinak
- Karsinoma
- Karsinoid
- Limpoma
- Sarcoma
Trauma
- Intramural
Hematom
D. Patofisiologi
1. Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan
pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju
ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal
bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di
proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi
normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah
distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa
jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus bertambah
terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah
terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan
meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa
splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran cairan
intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen
terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen
menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.
Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme bakteri.
Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida
(8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang
memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen.
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan
cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya
hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus.
Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang
berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan
kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon
terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik
terbebaskan.
arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam setelah
strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat merangsang
pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari intestinal lebih peka
terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan peranan penting untuk
mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia, protease pankreas dan radikal
bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap terjadinya iskemia dibandingkan
mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan
segera berpindah tempat dari dinding intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe
pada mesenterikum, dan sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya
iskemia, sepsis, perforasi frank yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematian
akibat syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya
gagal organ, seperti paru.
Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar
(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)
E. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok
(Yates, 2004) :
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,
2005) :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar
suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi
dua (Ullah et al., 2009):
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,
jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.
F. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya
menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.
(Whang et al., 2005)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi
bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil
laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan
abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering
saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan
tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi.
Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah
lebih bersifat malodorus. (Thompson, 2005).
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada
obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang
terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang
muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di
diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan
untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun
rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak
terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau
terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda
strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta
rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu
dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam,
takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi
karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan
asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium
mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk
membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia
irreversible.
G. Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi
dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh
dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruktif
usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus
besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus
berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang
kurus/sedang juga dapat ditemukan darm contour (gambaran kontur usus)
maupun darm steifung (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada
saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga
pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defance musculair involunter atau
rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum
dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya
cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi
perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila
penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan
teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta
jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri
tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis.
Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif
usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung
tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif
adalah lesi intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan
ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau
komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang
harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya
adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau
sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya
obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus
diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke
arah strangulasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun
memakan biaya yang sedikit.
Osbtruksi Mekanik
Air-fluid Level
Present
proximal
obstruction
Absent or diminished
Present
if
strangulation
Intraabdominal fluid
Rare
Diapraghm
Slightly
motion
Gastrointestinal
media
Ileus
to Prominent throughout
diffusely;
Increase throughout
chronic
Often present
elevated;
b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
sensitifitas
CT
scan
sekitar
80-90%
sedangkan
tingkat
Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan
kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan
gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung
tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat
distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi
ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding
usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam
dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi
menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah
(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona
transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie, 2009)
Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus
yang tidak diikuti dengan distensi kolon (Vriesman dan Robin, 2005)
f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,
USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan
akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi
yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu
membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih
murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%. (Nobie, 2009)
Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan distensi
multiple dari usus halus akibat invaginasi (Hagen-Ansert, 2010).
H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut
A.
Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan
intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor
dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada
cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit
dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas
diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi
intestinal. (Evers, 2004)
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi
parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja.
Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 85% pada obstruksi
parsial. (Evers, 2004)
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi
operatif. Pendekatan non operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal
komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak
akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam,
takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non
operatif ini dilakukan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi
pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya
injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif
melaporkan bahwa penundaan operasi 12 24 jam masih dalam batas aman namun
meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi
dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan
adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari
enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari
segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar,
terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya
sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif.
Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada
by pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi
usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari
segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan,
segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened
sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna
normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus
tersebut aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras
intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata nonstrangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Ullah et al., 2009).
B.
Komplikasi
Komplikasi
pada
pasien
ileus
obstruktif
dapat
meliputi
gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).
C.
Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%
atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat
(Nobie, 2009).
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. S
Usia
: 67 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Status
: Menikah
Tanggal masuk RS
: 8 Juni 2016
Diagnosa masuk
Observasi Meteorismus
KELUHAN UTAMA
-
KELUHAN TAMBAHAN
-
Riwayat keluarga tidak ada penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan
jantung.
Anak pasien mengatakan jika pasien sulit sekali makan sayur sejak muda dan lebih
suka makan makanan yang serba digoreng.
ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem saraf pusat
b. Sistem integumentum
c. Sistem muskuloskeletal
d. Sistem gastrointestinal
e. Sistem urinaria
: BAK normal
f. Sistem respiratori
g. Sistem cardiovascular
: berdebar-debar (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Vital sign
GCS : E4 V5 M6
Tekanan darah
: 110/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernafasan
: 22 x/menit
Suhu badan
: 36,6oC
Pemeriksaan
kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Bibir
Pemeriksaan
leher
Kelenjar tiroid
Kelenjar limfonodi
Pemeriksaan
dada
Bentuk dada
: simetris (+)
Pemeriksaan Jantung :
Inspeksi
Palpasi
midclaviclaris.
Perkusi
: Batas jantung
Kanan atas
Kiri atas
Kiri bawah
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Kiri
Tampak simetris
Tampak simetris
retraksi supraclavicularis
retraksi
(-)
supraclavicularis (-)
deformitas (-)
deformitas (-)
Sonor
pada
seluruh
lapangan paru
Auskultasi
Sonor
pada
seluruh
lapangan paru
ronkhi (-)
ronkhi (-)
wheezing (-)
wheezing (-)
Pemeriksaan
: Inspeksi
perut
darm contour (-), darm steifung (+), warna sama dengan sekitarnya
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat, Metallic Sound (+)
Palpasi
Perkusi
: Hipertimpani
Pemeriksaan
genital dan
regio inguinal
Pemeriksaan
ekstremitas
: Superior
: TMSA mencengkram,
Ampula recti kolaps,
Mukosa licin,
STLD (-),
teraba massa recti 10cm dari Anal Verge
KU
Vital Sign
Kepala
: CA (-/-) SI (-/-)
Thorax
Abdomen
: distensi (+), Darm Steifung (+), Darm Contour (-), peristaltik (+)
Ekstremitas
Rectal Toucher : TMSA mencengkram, ampulla rekti kolaps, mukosa licin, NT (-),
: udem (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah (Tanggal: 6 Juni 2016)
PARAMETER
HASIL
SATUAN
NILAI
NORMAL
HB
AL (Angka Leukosit)
AE (Angka Eritrosit)
10,5
10,9
4,6
gr %
ribu/ul
juta/ul
13,2 17,2
3,8 10,6
4,40 5,90
AT (Angka Trombosit)
355
HMT (Hematokrit)
33
MCV
82
MCH
26
MCHC
32
DIFFERENTIAL COUNT
Neutrofil
81,80
Limfosit
9,90
Monosit
7,60
Eosinofil
0,6
Basofil
0,1
LED 1 jam
29
Golongan darah
A/+
Kimia klinik
Gula Darah sewaktu
92
Ureum
67,5
Kreatinin
1,46
Kolesterol total
62
Trigliserida
110
ribu/ul
%
150-450
40 -52
80 100
26 34
32 - 36
%
%
%
%
%
mm/Jam
50 70
25 40
28
2.00 4.00
01
0 10
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
70 120
10 50
0,60 1,10
< 220
70 140
SGOT
SGPT
Elektrolit kimia
Natrium
Kalium
Klorida
Sero Imunologi
HBsAg
25
26
U/L
U/L
0 50
0 50
4,20
120,5
102,5
mmol/L
mmol/L
mmol/L
3,5 5,3
125,0 140, 0
98,0 107,0
Negatif
PENATALAKSANAAN
Pro laparotomi eksplorasi s.d ileostomi tanggal 11 Juni 2016
BAB IV
PEMBAHASAN
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik. Sumbatan jalannya isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan
tertimbun di bagian proksimal obstruksi, sehingga di daerah tersebut akan terjadi distensi atau
dilatasi usus. Penyebab ileus obstruktif ada berbagai macam. Obstruksi dapat terjadi di usus
halus ataupun di usus besar. Akan tetapi, kasus adhesi sebagai penyebab ileus obstruktif pada
umumnya terjadi usus halus.
Adhesi merupakan jaringan parut yang sering menyebabkan organ dalam dan atau
jaringan tetap melekat setelah pembedahan. Adhesi dapat membelit dan menarik organ dari
tempatnya dan merupakan penyebab utama adhesi usus, infertilitas, dan nyeri kronis pelvis.
Adhesi dapat timbul karena operasi sebelumnya atau peritonitis setempat atau umum. Pita
adhesi timbul di antara lipatan usus dan luka dari situs operasi. Adhesi ini dapat
menyebabkan obstruksi usus halus dengan menimbulkan angulasi akut dan kinking. Adhesi
ini sering timbul beberapa tahun setelah operasi. Hal ini dapat diakibatkan oleh teknik operasi
yang salah atau terlalu banyak trauma pada usus sewaktu operasi sehingga usus rusak dan
terbentuk jaringan parut yang dapat mengalami penyempitan.
Diagnosis ileus obstruktif ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yaitu 4 gejala
klinik kardinal menurut Winslet dan Sabiston berupa nyeri abdomen, muntah, distensi, dan
kegagalan defekasi dan atau flatus. Ditambah dengan pemeriksaan penunjang radiologi dan
foto polos abdomen 3 posisi.
Terapi awal yang diberikan adalah resusitasi cairan karena pada umumnya pasien
datang dalam keadaan syok hipovolemia. Setelah syok teratasi dan keseimbangan cairan
terpenuhi maka dilakukanlah operasi untuk menghilangkan penyebab obstruksi sebagai terapi
definitif untuk kasus ini.
BAB V
KESIMPULAN
1. Obstruksi usus adalah keadaan dimana terjadi hambatan baik secara total ataupun
parsial oleh karena gangguan murni mekanik yang mengakibatkan terjadinya
kegagalan usus untuk mendorong isi usus (Lehrer J.K., 2002).
2. Levine BA, Aust JB (1995) mendifinisikan obstruksi usus sebagai sumbatan bagi
jalan distal isi usus. Mungkin ada dasar mekanik, tempat sumbatan fisik terletak
melewati usus atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus yang didefinisikan sebagai
jenis obstruksi apapun, tetapi istilah ini umumnya telah berarti ketakmampuan isi
usus menuju ke distal sekunder terhadap kelainan sementara motilitas.
3. Obstruksi usus halus paling sering disebabkan adhesi post operasi (64-79%)
kemudian hernia (15-25%) dan tumor (10-15%), sisanya disebabkan oleh
invaginasi dan inflammatory bowel disease. Frekwensi-frekwensi ini bervariasi
pada kelompok umur yang berbeda. Obstruksi colon paling sering disebabkan
karena tumor (60%), diverticulitis (15%) dan volvulus (15%). Hampir
seperempat pasien dengan tumor colorectal dating dengan keluhan obstruksi
(Coleman MG, Moran BJ, 1999).
4. Gejala dan tanda klinis ileus obstruksi, dikenal dengan empat gejala atau tanda
cardinal, yaitu (Kodner IJ, Birnbaun EH, Fleshman JW, 1994) : Nyeri abdomen
yang bersifat cramping, muntah, obstipasi, dan distensi abdomen.
Penatalaksanaan ileus obstruktif terbagi menjadi terapi konservatif dan operatif
DAFTAR PUSTAKA
Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs. studentBMJ
April 2002;10:102-3
Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved June 13th, 2016,
Available
at:
http://www.mrtip.com/serv1.php?type=img&img=Pregnancy%20and%20Small%20Bowel%20Obstr
uction
Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.). (D.
Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC
Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp.
1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Retrieved June 13th,
2016,
Available
at:
http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msucmeaa.ht
ml
Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 13th, 2016,
Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos
P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology,
management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007
21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com
Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved June 13th, 2016, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 13th, 2016,
from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L.
McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June 10, 2016,
Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi
Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York
Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell, L.
F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of causes.
JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach. Retrieved June
13th, 2016, Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.),
Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.
Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown
AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New
York: Churchill Livingstone. p.306-9