You are on page 1of 17

PROMOSI KESEHATAN SEBAGAI PROGRAM KESEHATAN

PRIORITAS DI ERA DESENTRALISASI


Oleh:
Prof. Dr. AA. Subijanto., dr., MS
Disampaikan Pada:
Seminar Nasional Revitalisasi Manajemen Puskesmas
Di Era Desentralisasi
Pendahuluan
Promosi Kesehatan (Health Promotion) didefinisikan oleh WHO dengan
"the process of enabling people to control over and improve their health" (proses
membuat orang mampu meningkatkan kontrol terhadap, dan meningkatkan
kesehatan mereka). Definisi WHO tersebut mengandung arti sebagai suatu proses
tetapi juga mengandung arti suatu tujuan (membuat orang mampu meningkatkan
kontrol terhadap, dan meningkatkan kesehatan mereka) dengan basis filosofi yang
jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri (self empowerment).
Istilah "Health Promotion" di dunia baru tumbuh pada tahun 1980-an,
sedangkan di Indonesia baru pada tahun 1990-an. Sebelumnya dikenal istilah :
Pendidikan Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan, Komunikasi-Informasi-Edukasi,
Pemasaran Sosial Bidang Kesehatan, Penggerakan Peran serta Masyarakat, dan
lain-lain. Istilah-istilah tersebut mempunyai kesamaan arah, tetapi masing-masing
istilah mempunyai tekanan sendiri-sendiri. Kesamaan arah islilah-istilah tersebut
adalah

upaya

untuk

membantu

masyarakat

agar

dapat

meningkatkan

kesehatannya. Penggunaan istilah promosi kesehatan sebagai payung untuk


serangkaian aneka kegiatan adalah paling berarti dan praktis di masa mendatang.
Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pada dasarnya menawarkan perubahan penting. Perubahan yang dimaksud yaitu
mengubah skema sentralisasi menjadi desentralisasi dan mengubah dari
pendekatan top-down menjadi bottom-up, sehingga daerah (kabupaten/kota)
memegang kewenangan penuh terhadap program promosi kesehatan. Oleh karena
itu komitmen, dukungan dan peran pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten/
Kota sangat menentukan keberhasilan program promosi kesehatan.

Pada masa yang akan datang masalah dan tantangan kesehatan


diperkirakan akan semakin kompleks. Semakin berkembangnya penetrasi budaya
asing sehubungan dengan era globa!isasi, dan mulai berlakunya otonomi dalam
era desentralisasi, serta belum stabilnya situasi politik, ekonomi, keamanan, dll
akan menambah kompleksnya masalah dan tantangan yang dihadapi.
Di pihak lain pembangunan kesehatan nasional sudah mempunyai visi,
misi dan strategi yang jelas, yang menempatkan promosi kesehatan pada peran
strategis dan sebagai kegiatan utama. WHO juga jelas memberi dukungan,
demikian pula badan dunia lainnya. Pada masa yang akan datang istilah Promosi
Kesehatan cenderung tetap dipakai, karena dipandang dapat menampung
pengertian istilah-istilah yang lain seperti Pendidikan Kesehatan (yang tekannya
pada perubahan dan penumbuhan perilaku sehat), Penyuluhan Kesehatan (tekanan
pada penyampaian informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran),
Pemasaran Sosial (tekanan pada menawarkan kesehatan sebagai komoditi yang
perlu dimanfaatkan oleh masyarakat), dan lain-lain.
Promosi kesehatan pada dasarnya adalah upaya penyampaian inovasi
(pembaharuan) yang dapat dilihat sebagai suatu proses pengambilan keputusan,
yang secara bertahap sampai pada suatu ketetapan untuk menerima atau menolak
inovasi. Rogers (1999: 164) menguraikan lima tahapan model pengambilan
keputusan inovasi, yaitu: (1) Tahap pengetahuan: terjadi ketika individu
mendapatkan adanya inovasi dan beberapa pengertian keuntungan-keuntungan
dari kegunaan inovasi, (2) Tahap persuasi: terjadi ketika individu membentuk
sikap menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap inovasi, (3) Tahapan
keputusan: terjadi ketika individu menggunakan dalam kegiatan-kegiatan yang
menggiring untuk memilih, menerima, atau menolak inovasi, (4) Tahap
implementasi: terjadi ketika individu mengambil inovasi untuk digunakan, dan (5)
Tahap penegasan: terjadi ketika individu meminta penguatan dari keputusan
inovasi yang baru dibuat, tetapi ia dapat melakukan kebalikan atas keputusan
sebelumnya jika mendapatkan pesan yang bertentangan tentang inovasi.
Prioritas program Promosi Kesehatan pada era desentralisasi yang perlu
mendapat perhatian adalah: (1) Meningkatkan tanggung jawab sosial dalam

kesehatan; (2) Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan; (3)


Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan; (4) Meningkatkan kemampuan
perorangan

dan

pemberdayaan

masyarakat

di

bidang

kesehatan;

(5)

Mengembangkan infra struktur promosi kesehatan.


Perkembangan Menuju Era Promosi Kesehatan
Terdapat tiga era perkembangan menuju Era Promosi Kesehatan, yaitu:
Era Pendidikan Kesehatan, Era Penyuluhan Kesehatan, dan Era Promosi
Kesehatan.
1.

Era Pendidikan Kesehatan (1965-1975), berorientasi pada pemberian


informasi dan terlibat dalam perubahan tingkah laku dan sikap perorangan,
serta menekankan pada upaya untuk membantu masyarakat mengenali
masalah kesehatann dan dapat mengatasi masalah kesehatan tersebut. Untuk
itu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan kemampuan
perorangan dan masyarakat tentang kesehatan, baik melalui pendidikan
kesehatan kepada perorangan, kelompok maupun kepada masyarakat luas.
Pada kurun waktu itu berkembang Pendekatan Edukatif dan pendekatan
PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) dan di setiap provinsi
dikembangkan daerah-daerah percontohan, yang disebut Daerah Kerja
Intensif

Pendidikan

Kesehatan

Masyarakat

(DKI-PKM,

selanjutnya

berkembang menjadi daerah binaan PKMD).


2.

Era Penyuluhan Kesehatan (1975-1995), konsepnya tetap sama dengan


Pendidikan Kesehatan. Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan
PKMD, Pendekatan Edukatif, Pendekatan ARRIF (Analisis, Rumusan,
Rencana, Intervensi, Forum Komunikasi), dll. Sementara itu BKKBN
mengembangkan Komunikasi-Informasi-Edukasi (KIE). Sejalan dengan
dicanangkannya Primary Health Care di Alma Ata (1978), daerah yang
dikembangkan meluas menjadi daerah binaan PKMD, yang ada di hampir
semua kabupaten/kota. Kemudian pada tahun 1985 peran aktif masyarakat
tersebut lebih mengental menjadi Posyandu yang tersebar di semua daerah,
serta telah menjadi salah salu wujud keberhasilan peran serta masyarakat

dalam upaya kesehatan, dan menjadi daerah studi lapangan banyak negara di
dunia. Selain itu pada tahun 1978-1980 ada proyek "Nutrition Education"
yang diteruskan dengan proyek Nutrition & Community Health II (19881992) yang antara lain menghasilkan model penyuluhan gizi dan kesehatan
yang menggunakan metode pemasaran sosial.
3.

Era Promosi Kesehatan

(1995-sekarang). Istilah yang dipergunakan

bervariasi. Penyuluhan Kesehatan masih tetap bertahan sampai menjelang


tahun 2000. Demikian pula istilah KIE yang dikembangkan oleh BKKBN.
Namun di masyarakat sudah berkembang berbagai istilah lain seperti:
Pemasaran Sosial, Mobilisasi Sosial, dll. Sementara itu konsep Promosi
Kesehatan sudah mulai bergema di Indonesia. Seiring dengan itu pada tahun
1995 mulai diperkenalkan PHBS (Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat) yang merupakan embrio promosi kesehatan di Indonesia, yang juga
mengacu pada Paradigma Sehat.
Pada tahun 1997 Indonesia dipercaya sebagai penyelenggara Konferensi
Internasional Promosi Kesehatan dan menghasilkan Deklarasi Jakarta yang
menyebutkan : (1) Pendekatan komprehensif dalam pembangunan kesehatan
adalah yang paling efektif; (2) Pendekatan melalui tatanan memudahkan
implementasi penyelenggaraan promosi kesehatan; (3) Peranserta masyarakat
sangat penting untuk melestarikan setiap upaya; (4) Pembelajaran kesehatan
mendorong partisipasi; (5) Perlunya kerjasama yang lebih erat, dengan
menghilangkan sekat-sekat penghambat serta mengembangkan mitra baru antar
berbagai sektor di semua tingkatan pemerintahan dan segenap lapisan masyarakat.
Deklarasi Jakarta juga menyebutkan bahwa studi kasus dari seluruh dunia
memberikan

bukti

yang

meyakinkan

bahwa

promosi

kesehatan

dapat

mengembangkan dan mengubah gaya hidup, kondisi sosial, ekonomi, dan


lingkungan yang mempengaruhi kesehatan. Promosi kesehatan diakui merupakan
pendekatan yang praktis untuk mencapai pemerataan yang lebih baik dalam
kesehatan.
Sementara itu pada bulan Agustus tahun 2000 oleh Meneg Pendayagunaan
Aparatur Negara ditetapkan Jabatan Fungsional tenaga Penyuluh Kesehatan, yaitu

tenaga khusus penyuluh kesehatan masyarakat yang diharapkan dapat


meningkatkan profesionalisme tenaga promosi kesehatan di Pusat dan Daerah. Era
ini juga ditandai dengan dikembangkannya Paradigma Sehat dan dicanangkannya
Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan pada tanggal 1 Maret 1999 oleh
Presiden Rl, yang diikuti dengan penetapan visi, misi dan strategi pembangunan
kesehatan. Seperti diketahui dalam paradigma sehat tersebut promosi kesehatan
merupakan program yang sangat strategis untuk mendukung pencapaian visi
Indonesia Sehat 2010.
Prinsip Promosi Kesehatan di Era Desentralisasi
Tujuh prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan kegiatan promosi
kesehatan, yaitu :
1.

Keterpaduan: kegiatan promosi kesehatan dilaksanakan secara terpadu.


Keterpaduan dapat berupa keterpaduan dalam aspek sasaran, aspek lokasi, aspek
petugas penyelenggara, aspek dana, sarana dan aspek lain;

2.

Mutu: artinya selalu didasarkan pada informasi ilmiah terbaru,


kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan, jujur serta seimbang (mencakup
keuntungan dan kerugian bagi sasaran), sesuai dengan media dan jalur yang
dipergunakan untuk menyampaikannya, jelas dan terarah pada kelompok
sasaran (lokasi, tingkat sosial-ekonomi, latar belakang budaya, umur), tepat
guna dan tepat sasaran;

3.

Media dan Jalur: dilaksanakan melalui berbagai media (tatap muka,


penyuluhan massa/kelompok, dan lain-lain) dan jalur (formal, informal,
institusional, dan lain-lain) sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada;

4.

Efektif: kegiatan promosi kesehatan yang efektif akan memberi dua


hasil, yaitu: (a) penambahan pengetahuan dan (b) perubahan perilaku
sasaran. Pesan-pesan promosi kesehatan harus berisi informasi yang jelas
tentang pengetahuan dan perilaku apa yang diharapkan akan mampu
dilakukan oleh kelompok sasaran;

5.

Bertahap, berulang dan memperhatikan kepuasan sasaran: sesuai dengan


daya serap dan kemampuan kelompok sasaran untuk melaksanakan perilaku
yang diharapkan;

6.

Menyenangkan: penyampaian yang kreatif dan inovatif dilakukan melalui


pendekatan "pendidikan yang menghibur" (edu-tainment) yang merupakan
kombinasi dari education (pendidikan) dan entertainment (hiburan) di mana
sasaran/klien diajak berfikir melalui rangsangan rasional sehingga
mendapat

informasi

yang

bermanfaat

sekaligus diberi rangsangan

emosional berupa hiburan menarik yang membuat mereka merasa senang


(terhibur);
7.

Berkesinambungan: semua kegiatan promosi kesehatan tidak berhenti pada


penyampaian pesan-pesan saja, akan tetapi harus diikuti dengan tindak
lanjut yang berkesinambungan.

Visi, Misi dan Strategi Promosi Kesehatan di Era Desentralisasi


Visi Promosi kesehatan adalah masyarakat mampu memelihara dan
meningkatkan kesehatannya sehingga mereka dapat hidup sehat, produktif,
bahagia, dan sejahtera. Sedangkan Misi Promosi Kesehatan adalah : (1)
Mendorong tumbuhnya masyarakat yang berbudaya sehat, (2) Mensosialisasikan
pesan-pesan kesehatan, (3) Menjembatani, menggalang kemitraan dan membina
suasana yang kondusif demi terwujudnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di
masyarakat, (4) Melakukan advokasi kebijakan publik yang berdampak positif
pada kesehatan, (5) Meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan melakukan
penyuluhan, pendidikan, pelatihan, dan memperkuat sumber daya manusia untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup
bersih dan sehat.
Strategi promosi kesehatan adalah cara untuk menumbuhkan dan
mengembangkan norma yang membuat masyarakat mampu berperilaku hidup
bersih dan sehat. Strategi promosi kesehatan

meliputi: advokasi kesehatan,

kemitraan (partnership) untuk memperoleh dukungan masyarakat (social


support), serta pemberdayaan masyarakat.

a.

Advokasi kesehatan
Advokasi menurut Websters Encyclopedic Unabridged Dictonary of the
English Language (1989) adalah: act of pleading for, supporting, or
recommending, active espousal (tindakan pembelaan, dukungan, atau
rekomendasi, dukungan aktif). Menurut Foss & Foss, at.al (1980) dan Toulmin
(1980) dalam Sendjaya (2000), advokasi adalah salah satu upaya persuasi
yang mencakup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, dan
rekomendasi tindakan lanjut mengenai sesuatu hal. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa, advokasi salah upaya komunikasi yang dilakukan satu pihak
kepada pihak lainnya dengan tujuan utama memberikan dukungan,
pembelaan, dan rekomendasi sehubungan dengan suatu persoalan yang
dihadapi oleh pihak lain tersebut.
Konsep advokasi memiliki beberapa karakteristik dan prinsip dasar
sebagai berikut: (a) advokasi diperlukan ketika muncul suatu persoalan akibat
ketidaktahuan, ketidakpedulian, ketidakberdayaan, adanya penyimpangan,
atau karena adanya konflik kepentingan; (b) persoalan yang dihadapi berkaitan
dengan sistem nilai yang esensial (hak, kewajiban, norma, etika, moral, dll)
yang perlu dipegang teguh oleh semua pihak baik secara kelembagaan ataupun
secara individual dan kelompok; (c) advokasi lebih menitikberatkan pada
penegakan sistem nilai yang esensial baik yang menyangkut kepentingan
publik secara luas, kepentingan komunitas tertentu, ataupun kepentingan
perorangan sebagai warga masyarakat; (d) dalam konteks perorangan,
advokasi berkenaan dengan hak azasi dan eksisitensi.
Advokasi kesehatan adalah upaya memasyarakatkan program kesehatan,
mempengaruhi kebijakan publik, serta mendapatkan komitmen dan dukungan
dari para pemangku kepentingan dan para pengambil kebijakan untuk
melakukan perubahan tata nilai atau peraturan yang ada , sehingga tujuan
program kesehatan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dukungan dapat
berupa kebijakan, penyediaan sumber daya seperti tenaga, dana, sarana dan
sebagainya. Kelompok sasaran untuk strategi advokasi adalah kelompok
sasaran tersier yaitu para pemangku kepentingan dan para pengambil kebijakan

pada semua jenjang administrasi pemerintahan di pusat, provinsi, kabupaten/


kota, kecamatan, dan desa/kelurahan.. Strategi advokasi dilakukan melalui
berbagai bentuk komunikasi persuasif kepada pimpinan/institusi tertinggi
setempat. Advokasi yang bersifat publik dapat dilakukan melalui media massa
secara intensif melalui penyiaran televisi, radio, surat kabar bahkan internet.
Tujuan advokasi kesehatan adalah: (a) mempengaruhi peraturan dan
kebijakan yang mendukung kesehatan, (b) mempengaruhi pihak lain
(program, sektor, LSM peduli kesehatan, profesional) agar mendukung
kesehatan melalui kemitraan dan jaringan kerja), (c) meningkatkan kerjasama
antara masyarakat dan pemerintah khususnya kesehatan lingkungan di tempattempat umum, (c) menggalang dukungan pendapat umum melalui media
komunikasi terhadap program kesehatan.
Secara umum menurut John Hopkins University, advokasi kesehatan
ditempuh melalui 6 langkah yaitu: (a) Melakukan analisis, meliputi: identifikasi
masalah, kebijakan yang ada, program-program komunikasi yang telah
dilaksanakan untuk membuat kebijakan, perubahan kebijakan yang ingin
diinginkan oleh tingkat tertentu, stakeholders (pemangku kepentingan) yang
terkait dengan pelaksanaan kebijakan; (b) Menyusun strategi, yang termasuk
strategi adalah: membentuk kelompok kerja (Pokja), identifikasi sasaran primer
dan

sekunder,

mengembangkan

tujuan

SMART

(spesific/spesifik,

measurable/dapat diukur, appropriate/tepat, time bound/sesuai jadwal),


menentukan indikator, menyiapkan dukungan sumberdaya dan kebijakan
pelaksanaan, menempatkan isu yang pantas mendapatkan dukungan dari
penentu kebijakan, dan

merencanakan perbaikan sarana komunikasi; (c)

Menggalang kemitraan (mobilisasi): menyusun POA (plan of ection),


mendorong kemitraan, mendelegasikan tanggungjawab, serta merencanakan
koordinasi peliputan berita dan data oleh media; (d) Tindakan/Pelaksanaan:
melakukan tindakan dengan tepat, seksama, dan cermat. Tindakan/pelaksanaan
mengacu pada rencana yang telah disusun berdasarkan hasil analisis, persiapan
strategi yang telah dituangkan dalam POA yang dipersiapkan bersama mitra.
Beberapa tindakan dalam pelaksanaan advokasi: melaksanakan rencana

advokasi (POA), mengumpulkan mitra, menyajikan pesan yang tepat, menepati


jadwal, dan mengembangkan jaringan komunikasi dengan mitra. Kegiatan yang
bernuansa advokasi dapat berupa seminar sehari, orientasi, lobby, kampanye,
sarasehan, dan bentuk kegiatan lain yang sesuai; (e) Evaluasi: Dilakukan
dengan mengukur pencapaian tujuan (proses dan output) melalui pengecekan
dokumen kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilaksanakan, materi KIE
(komunikasi, informasi, dan edukasi) yang telah diterbitkan dan disebarluaskan
serta produk-produk kebijakan yang dibuat; (f) Kesinambungan proses:
Melaksanakan proses komunikasi secara terus menerus dengan memanfaatkan
hasil evaluasi.
b.

Kemitraan (partnership) Untuk Memperoleh Dukungan


sosial (social support)
Kemitraan adalah hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih,
berdasarkan kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan (memberi
manfaat) untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan,
prinsip, dan peran masing-masing. Sedangkan kemitraan menuju Indonesia
Sehat yaitu hubungan (kerjasama) dengan berbagai pihak seperti lintas
program, lintas sektoral, organisasi profesi, LSM, dunia usaha, media massa
untuk mencapai perilaku dan lingkungan sehat, pelayanan kesehatan yang
bermutu serta derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di masa yang akan
datang (Departemen Kesehatan, 2003).
Terselenggaranya kemitraan yang harmonis diharapkan dapat memberikan
dampak dalam skala mikro maupun skala makro. Skala mikro, yaitu adanya
interaksi dinamis dan aktif dari yang bermitra untuk saling memperkuat dalam
pembangunan kesehatan. Skala makro, yaitu tercapainya pembudayaan
kemandirian hidup bersih dan sehat sebagai salah satu prasyarat sumber daya
berkualitas yang meletakan kesehatan di dalam arus tengah (mainstream)
pembangunan nasional.
Adapun

tujuan

kemitraan

menuju

Indonesia

Sehat

adalah:

(a)

menyamakan persepsi dan meningkatkan pemahaman tentang kemitraan untuk

mencapai Indonesia Sehat, (b) memperluas wawasan dalam mengadakan


kemitraan, (c) mengembangkan gagasan pembangunan kesehatan agar efektif
dan efisien, (d) menggalang sumber daya baik tenaga, dana, dan sarana, serta
(e) menjalin jaringan kemitraan di bidang pembangunan kesehatan.
Pengembangan kemitraan kesehatan dapat dilakukan melalui : (a) Pemanfatan
forum komunikasi yang sudah ada, (b) Memanfaatkan kegiatan mitra yang
sudah berjalan, (c) Pemanfaatan tatanan budaya setempat, (d) Membentuk
forum komunikasi kemitraan baru.
Dukungan sosial (social support) adalah upaya menciptakan opini publik
atau lingkungan sosial dengan berbagai kelompok opini yang ada masyarakat
yang mendorong individu anggota masyarakat melakukan kegiatan dan
program kesehatan seperti: tokoh masyarakat, tokoh agama, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha/swasta, media massa, organisasi
profesi, pemerintah, dan lain-lain.

Strategi ini biasanya digunakan untuk

kelompok sasaran sekunder atau petugas pelaksana di berbagai tingkatan


administrasi pemerintahan (dari pusat hingga desa) yaitu para pimpinan
masyarakat dan/atau orang-orang yang mempunyai pengaruh besar terhadap
pengetahuan dan perilaku kelompok sasaran utama. Dukungan sosial
dimaksudkan untuk menciptakan suasana yang mendukung bagi sasaran
sekunder sehingga dapat menjadi motor penggerak pemberdayaan masyarakat
secara partisipatif dan kemitraan. Bentuk operasional dari strategi ini
biasanya berupa pelatihan, sosialisasi program, semiloka, pertemuanpertemuan,

konferensi pers, dialog terbuka, sarasehan, penyuluhan,

pendidikan, lokakarya mini, pertunjukan tradisional, diskusi meja bundar


(round table discussion), pertemuan berkala di desa, kunjungan lapangan,
study banding; dapat memanfaatkan metode komunikasi modern dan formal
maupun metode sederhana (tatap muka) dan informal.
c.

Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah segala upaya fasilitasi
yang bersifat non instruktif untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

10

masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan


melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan sarana
yang ada, baik dari instansi lintas sektor maupun LSM dan tokoh masyarakat
(Departemen
pemberdayaan

Kesehatan
masyarakat

dan
di

UNICEF,
bidang

1999).

kesehatan

Dengan
adalah

demikian
cara

untuk

menumbuhkan dan mengembangkan norma yang membuat masyarakat


mampu untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

Dengan kata lain

pemberdayaan masyarakat merupakan proses membantu sasaran/penerima


manfaat agar berubah menjadi tahu/sadar, mau dan mampu melaksanakan
kegiatan dan program kesehatan melalui peningkatan pengetahuan dan
keterampilan yang diikuti dengan perubahan perilaku mereka sehingga dapat
mengatasi masalah yang dihadapi. Strategi ini ditujukan pada sasaran primer
yaitu mereka yang terkena masalah kesehatan atau mereka yang pengetahuan
dan perilakunya hendak diubah.
Pelaksanaan startegi pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang
diharapkan adalah: (1) sebagai suatu upaya dalam peningkatan kemampuan
masyarakat guna meningkatkan harkat hidup, martabat, dan derajat kesehatan;
(2) sebagai upaya peningkatan keberdayaan berarti peningkatan kemampuan
dan kemandirian masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat
sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai kemajuan. Oleh karena itu
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan sangat ditentukan oleh
pemahaman, kemahiran, dan semangat dalam menerapkan pendekatan sosial
kemasyarakatan. Dalam era desentralisasi, pemerintah pusat berperan dalam
menentukan standarisasi, regulasi, monitoring, dan evaluasi, sedangkan daerah
berperan dalam penyediaan sumber daya, serta pelaksanaan dan pemantauan
setempat.
Startegi pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dilakukan dengan
pemberian informasi, maupun pengembangan/pengorganisasian masyarakat
(community organization). Bentuk operasional dari strategi ini biasanya berupa
tatap muka atau penyuluhan kelompok, dan lebih sering memanfaatkan metode
komunikasi sederhana (tatap muka) dan informal, misalnya melakukan latihan

11

bagi kader PKK, kader Posyandu, kader Poskesdes dll, sehingga mereka
menjadi tahu tentang program kesehatan dan dapat memberi tahu masyarakat di
lingkungannya

untuk

memanfaatkan

pelayanan

kesehatan.

Secara

keseluruhan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dilakukan melalui


pendekatan komunikasi informasi edukasi (KIE), pengembangan institusi
masyarakat, pendekatan hukum dan regulasi, penghargaan (insentif dan
disinsentif), serta pendekatan ekonomi produktif (income generating).
Dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan perlu
memperhatikan karakteristik masyarakat setempat yang dapat dikelompokkan
sebagai berikut: (a) masyarakat pembina (caring community) yaitu masyarakat
yang peduli kesehatan, misalnya LSM kesehatan, organisasi profesi yang
bergerak di bidang kesehatan; (b) masyarakat setara (coping community) yaitu
masyarakat yang karena kondisinya kurang memadai sehingga tidak dapat
memelihara kesehatannya. Misalnya seorang ibu sadar akan pentingnya
memeriksakan kehamilan, tetapi karena keterbatasan ekonomi dan tidak
adanya transportasi si ibu tidak pergi ke sarana pelayanan kesehatan; dan (c)
masyarakat pemula (crisis response community) yaitu masyarakat yang tidak
tahu akan pentingnya kesehatan dan belum didukung oleh fasilitas yang
tersedia. Misalnya masyarakat di lingkungan kumuh dan daerah terpencil.
Ada 2 (dua) cara pendekatan pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan yaitu: (a) Makro, dilakukan dengan: membangun komitmen di
setiap jenjang, membangkitkan opini masyarakat (critical mass), menyediakan
petunjuk teknis operasional (PTO) atau petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan
biaya operasional, serta monitoring dan evaluasi serta koordinasi; (b) Mikro,
dilakukan dengan: (1) menggali potensi yang belum disadari masyarakat:
potensi dapat muncul dari adanya kebutuhan masyarkat (demand creation),
yang diperoleh melalui pengarahan, pemberian masukan, dialog, kerjasama,
dan pendelegasian, (2) membuat model-model percontohan dan prototype
pengembangan masyarakat, seperti menerapkan pendekatan edukatif dan
manajemen ARRIF (Departemen Kesehatan, Buku Panduan Strategi Promosi
Kesehatan di Indonesia, 2000: 6-14).

12

Agar promosi kesehatan dapat berjalan dengan baik, kita perlu memahami
benar tentang masalah kesehatan, perilaku, kaitan antara keduanya dan juga
tentang berbagai hal yang berpengaruh terhadap kesehatan. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Analisis
masalah kesehatan; (2) Menetapkan sasaran promosi kesehatan, meliputi: (a)
Menetapkan sasaran primer dan tatanan serta analisisnya, (b) Menetapkan
sasaran sekunder dan tatanan serta analisisnya, dan (c) Menetapkan sasaran
tersier dan tatanan serta analisisnya; (3) Menetapkan tujuan promosi
kesehatan, meliputi tujuan umum dan tujuan khusus; (4) Menetapkan strategi
promosi kesehatan: advokasi, kemitraan dan dukungan sosial, serta
pemberdayaan masyarakat,; (5) Menetapkan pesan pokok dan promosi
kesehatan; (f) Menetapkan metode dan saluran promosi kesehatan; (g)
Menetapkan rencana kegiatan operasional promosi kesehatan; dan (h)
Menetapkan pemantauan dan penilaian promosi kesehatan.
Ruang Lingkup dan Program Prioritas Promosi Kesehatan Di Era
Desentralisasi
Adapun ruang lingkup promosi kesehatan di era desentralisasi adalah:
program pendidikan kesehatan (primer, sekunder, dan tersier), pelayanan
kesehatan preventif, kegiatan berbasis pada masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat, pengembangan organisasi, kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan, tindakan kesehatan lingkungan, serta kegiatan ekonomi dan peraturan.
Beberapa program prioritas promosi kesehatan di era desentralisasi yang perlu
memperoleh perhatian saksama adalah :
1.

Advokasi kesehatan, untuk memperoleh komitmen dan dukungan para


pemangku kepentingan dan para pengambil kebijakan dalam pengembangan
perilaku

dan

lingkungan

sehat,

khususnya

dalam

mengantisipasi

desentralisasi;
2.

Kemitraan ditingkatkan dengan peningkatan kerjasama lintas program dan


lintas sektor, penggalakan forum kerjasama dengan LSM, organisasi

13

kemasyarakatan,

kalangan

swasta,

dll

dalam

semangat

kesetaraan.

keterbukaan dan saling memberikan manfaat;


3.

Dukungan sosial/bina suasana lebih digencarkan melalui berbagai media


dan sarana dengan pesan-pesan yang lebih meresap dalam tata nilai
masyarakat;

4.

Pemberdayaan Masyarakat perlu lebih digalakkan, sesuai dengan keadaan,


permasalahan, potensi dan sosial budaya yang secara nyata ada di lapangan;

5.

Tatanan perlu lebih diberdayakan: Rumah Tangga, Institusi Pendidikan,


Institusi Tempat Kerja, Tempat-tempat umum, Institusi Kesehatan, dan
tatanan-tatanan lainnya, yang perlu disinergikan untuk menumbuhkan
kawasan sehat (Desa sehat, kecamatan sehat, kabupaten/kota sehat, dst);

6.

Program difokuskan pada peningkatan ketahanan keluarga dalam bidang


kesehatan dan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar yang dikembangkan
sesuai dengan program unggulan di bidang kesehatan dengan memperhatikan
keadaan, masalah, serta potensi setempat;

7.

Pengembangan infra struktur Promosi Kesehatan di Daerah melalui


program pemberdayaan daerah dalam promosi kesehatan;

8.

Peningkatan profesionalisme petugas (capacity building) di Daerah serta


para mitra di bidang promosi kesehatan. Pendidikan dan pelatihan tenaga
promosi kesehatan perlu memperoleh perhatian utama apabila kita ingin
memberdayakan masyarakat di bidang kesehatan.

Penutup
Sebagai penutup makalah ini kiranya perlu diingat kata-kata orang bijak
bahwa "Action speaks louder", bahwa yang lebih penting adalah kegiatan nyata di
lapangan. Untuk itu kita semua diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas
dan mudah dipraktekkan di lapangan, namun mempunyai dasar-dasar pemikiran
yang mantap.
Saat ini, sudah saatnya kita melaksanakan pola pikir Paradigma Sehat,
seperti yang diamanahkan oleh visi pembangunan kesehatan. Paradigma Sehat
berarti bahwa pembangunan semua sektor harus memperhatikan dampaknya di

14

bidang kesehatan, minimal memberikan sumbangan dalam pengembangan


lingkungan dan perilaku sehat. Secara mikro Paradigma Sehat berarti bahwa
pembangunan kesehatan harus menekankan pada upaya promotif dan preventif,
tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Adapun arti penting promosi kesehatan adalah dapat meningkatkan derajat
kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, negara dan bangsa, mempertinggi
kualitas hidup bagi semua penduduk, mengurangi kematian dini, dan dengan
menitikberatkan pada pencegahan dapat mengurangi biaya untuk pengobatan.
Salah satu upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah
melalui promosi kesehatan dan penerapan PHBS. Promosi kesehatan dan
penerapan PHBS yang dibina sejak dini pada setiap manusia Indonesia akan
menghasilkan generasi masa depan yang berkualitas, baik fisik, mental,
intelektual dan spiritual.
Promosi kesehatan merupakan upaya untuk membantu masyarakat
memberdayakan

dirinya

sehingga

dapat

memelihara

dan

meningkatkan

kesehatannya. Dengan demikian masyarakat dapat hidup secara lebih produktif


dan berkualitas. Upaya yang mulia ini kiranya perlu dilandasi dengan niat yang
tulus dan ikhlas, disertai dengan semangat kerja yang tinggi dengan penuh
optimis, serta sebagai salah satu bentuk ibadah kita kepada Tuhan.
Akhirnya untuk membuat perubahan atau perbaikan di masyarakat kiranya
perlu dimulai dari tempat di mana kita dapat berbuat, dan itu perlu dimulai dari
diri sendiri; "Ibda bi nafsika" (Mulailah dari dirimu sendiri).

DAFTAR PUSTAKA
Dachroni 1998. Dari Alma Ala Ke Ottawa Sampai Jakarta. Jakarta. Departemen
Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2002. Paradigma Sehat Menuju Indonesia Sehat.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju
Indonesia Sehat 2010. Jakarta.

15

197

Departemen Kesehatan RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 serta Pedoman
Penetapan Indikator Propinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1980. Pendekatan Edukatif Suatu Alternatif
Pendekatan Dalam Membangun Masyarakat. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. ARRIF Pedoman Manajemen Peran Serta
Masyarakat. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI dan Kesejahteraan Sosial Direktorat Promosi
Kesehatan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. 2000. Buku Strategi
Promosi Kesehatan Di Indonesia. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI Bekerjasama dengan United Nations Population Fund.
2002. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
Kesehatan Reproduksi untuk Petugas Kesehatan di Tingkat Pelayanana
Dasar. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI Bekerjasama dengan UNFPA (United Nations
Population Fund, 2002, Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi
Infromasi, Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi Untuk Petugas Kesehatan di
Tingkat Pelayanan Kesehatan dasar, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan. 2002. Panduan Manajemen
PHBS Menuju Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
Elfindri. 2003. Ekonomi Layanan Kesehatan, Andalas University Press. Hal: 86
102. Padang.
Ewles L dan Simnett. 1994. Promoting Health, A Practical Guide. Second
Edition. Promosi Kesehatan, Petunjuk Praktis. Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Health Education USA. com/Keeping peers informed 24/7, Health Education,
July 1010, diakses 10 Maret 2011.
Mantra B.1979. Pendekatan Edukatif dalam PKMD. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Mantra B. 1997. Strategi Penyuluhan. Departemen Kesehatan RI. Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Maldonado, RW. 2002. Building Partnership with the Community: Lessons from
the Camden Health Improvement Learning Collaborative. Journal of Health
Care Management 45: 3 May/June 2002. Diakses 12 Juli 2010.

16

Nasution, SK. 2004. Meningkatkan Status Kesehatan Melalui Pendidikan


Kesehatan Dan Penerapan Pola Hidup Sehat, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Digitized by USU digital library. diakses 10
Agustus 2010.
Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku kesehatan. Cetakan Pertama.
Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Notoatmodjo S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Cetakan Pertama.
Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Sendjaja SD. 2000. Advokasi: Konsepsi dan Prinsip Dasar. Program Studi Ilmu
Komunikasi Program Pascasarjan UI.
Rogers EM. 1999. Diffusion of Innovations, Third Edition, The Free Press, ollier
Macmillan Publishers, London.
Shrestha, S. 2003. A Conseptual Model for Empowerment of the Female
Community Health Volunteers in Nepal, Education for Health, Vol. 16,
November 2003, 318-327. Diakses 12 Juli 2010.
Topatimasang R dkk (Tim Penyusun & Penyunting). 2005. Sehat Itu Hak:
Panduan Advokasi Masalah Kesehatan Masyarakat. Cetakan Kedua. Koalisi
untuk Indonesia Sehat. INSIST, Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan
Kesehatan. FKM UI.
United Nations Population Fund. 2002. Buku Sumber Untuk Advokasi Keluarga
Berencana,
Kesehatan
Reproduksi.
Gender, dan Pembangunan
Kependudukan. Jakarta.
Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Varkey, P; Kureshi, S; Lesnick, T, 2010, Empowerment of Women and Its
Association with the Health of the Community, Journal of Womens Health,
Volume 19, Number 1, 2010. Diakses 12 Juli 2010.
World Health Organization, 2008, Primary Health Care Now More Than Ever.
The World Health Report.
Wikipedia, WikiProject Health and fitness, WikiProject Education, Education
Portal, February 2009, diakses 10 Maret 2011.

17

You might also like