Professional Documents
Culture Documents
Referat
Disusun Oleh:
Referat
Menyetujui,
dr. H. M. Luthfi, Sp. S
KATA PENGANTAR
2
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Referat dengan judul Amyotropic Lateral Sclerosis. Dalam kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
pelaksanaan hingga terselesaikannya laporan kasus ini, diantaranya:
1. Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si selaku Rektor Universitas Mulawarman
2. Bapak dr. H. Emil Bachtiar Moerad, Sp.P, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman.
3. dr. Sukartini, Sp. A selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. H. M. Luthfi, Sp.S, selaku dosen Pembimbing Referat yang dengan sabar
memberikan arahan, motivasi, saran dan solusi yang sangat berharga dalam
penyusunan laporan kasus ini dan juga yang selalu bersedia meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, saran, dan solusi selama penulis menjalani
co.assisten di lab/SMF Ilmu Syaraf
6. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar
Lab/SMF Ilmu Syaraf, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada
kami.
8. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Syaraf RSUD AWS/FK UNMUL
dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang. Terakhir, semoga
Referat yang sederhana ini dapat membawa berkah dan memberikan manfaat bagi
seluruh pihak serta turut berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Motor Neuron Disease (MND) atau penyakit motor neuron adalah suatu
penyakit dengan ditemukan adanya tanda-tanda Upper Motor Neuron (UMN) dan
Lower motor Neuron (LMN) secara bersamaan pada seorang penderita. Motor
neuron penting untuk mengontrol pergerakan dan kekuatan otot. Pada MND
dijumpai adanya degenerasi progresif yang khas dari medulla spinalis, batang otak
dan satu korteks serebri. Gejala klinisnya bervariasi dengan gambaran khas berupa
disfungsi saraf tepi UMN maupun LMN.
Penyakit-penyakit sistem saraf dengan perjalanan klinis yang memburuk
progresif, inilah yang biasa dikenal sebagai penyakit degeneratif. Dalam penyakit
neurodegeneratif, Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) merupakan penyakit
neuron motorik yang luas, khususnya sel-sel saraf pada medula spinalis dan
bagian otak yang berhubungan dengan medulla spinalis (batang otak) yang paling
umum terjadi, sehingga menyebabkan atrofi muskular, ditandai dengan kelemahan
otot tanpa perubahan pada sensorik, dan dapat memperlemah penderita secara
kronis dan progresif.
Penyakit ALS pertama kali digambarkan oleh Bell (1830) di Perancis, Bell
berpendapat bahwa atrofi progresif ini terjadi sebagai akibat kelainan mielopatik.
ALS diberi nama oleh Charcot (1874). Charcot menggunakan istilah Sclerose
laterale amyotropique (ALS) yang mencakup sindrom klinis berupa atrofi otot
progresif, fasikulasi dan kontraksi spasmodik permanen yang terjadi akibat
denervasi.
Kata amyotropic" berasal dari bahasa Yunani. "a" yang berarti tidak atau
tidak ada. "myo" berarti otot. "tropic" berarti makanan. Bila ketiga kata tersebut
digabungkan artinya "tidak adanya sumber makanan untuk otot" . Kata "lateral"
menunjukkan lokasi atau area pada Medulla Spinalis dimana terdapat sel-sel saraf
yang mengirim impuls dan mengatur gerakan otot-otot yang bersangkutan, dengan
suatu proses degenerasi pada area tersebut yang dapat mengeras (sklerosis).
Kebanyakan orang dengan ALS mengalami kondisi yang dideskripsikan
sebagai sporadik atau tidak diturunkan. Penyebab amyotrophic lateral sclerosis
sporadik secara garis besar belum diketahui tapi kemungkinan melibatkan faktor
genetik dan lingkungan. Kira-kira 10 % dari mereka mengalami bentuk familial
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
DEFINISI
6
B.
EPIDEMIOLOGI
Insidensi ALS adalah 0.4-2.0 : 100.000 populasi. Ada kecenderungan lebih
besar pada laki-laki, dengan rasio 1.5 : 1, dan kondisi ini lebih sering terjadi pada
usia paruh baya dan usia lanjut, dengan gejala puncak terjadi pada usia sekitar 60
tahun. Pada 10 % kasus meningkat sebelum umur 40 tahun dan 10 % yang lain
sesudah 70 tahun.
Sekitar 5-10% pasien mempunyai riwayat keluarga, yang menunjukkan
adanya penurunan dominan autosomal, dengan onset usia yang lebih muda. Pada
kasus familiar, telah diidentifikasi adanya mutasi gen enzim superoksid dismutase.
Selain itu hal ini lebih sering terjadi pada mereka yang terpapar oleh timah,
memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini atau mereka yang telah menjalani
wajib militer. Sayangnya, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit
ini dan prognosisnya sangat buruk, dengan angka kelangsungan hidup pasien rata-
rata 3 tahun setelah onset dari penyakit ini (meskipun pada pasien yang lebih
muda biasanya bertahan lebih lama).
Mereka yang menderita penyakit ini tanpa kecuali dan sudah pasti akan
kehilangan kemampuan untuk mengurus diri sendiri, memerlukan pengawasan
terus menerus. Komplikasinya antara lain gagal nafas dan ulkus dekubitus. Sekitar
5% sampai 10% bersifat familial, terutama dengan pewarisan dominan-autosomal.
C.
MORTALITAS/MORBIDITAS
Rata-rata durasi penyakit dari onset klinik sampai kematian adalah 3 tahun.
Onset pada umur lebih muda faktor prognostiknya baik. Beberapa varian ALS,
rangkaian penyakitnya lebih luas. Beberapa bentuk familial ALS, rangkaian
perjalanan penyakitnya lebih cepat dari rata-rata, dan beberapa lebih lambat.
D.
ETIOLOGI
Penyebab ALS masih belum diketahui sampai saat ini. Etiologi penyakit ini
Predisposisi Genetik
10 % pola pewarisan autosomal dominan. Suatu lokus pada kromosom 21
yang merupakan gen pengatur enzim Super Oksida Dismutase (SOD) pengikat
Cu/Zn.
Kematian motor neuron dipercaya muncul dari mutasi superokside dismutase
1 gen (SOD1, yang dipetakan kromosom 21) ini.
Penyakit diturunkan pada 5-10 % kasus yang memicu timbulnya familial ALS
(FALS) dan mutasi pada SOD1 sebesar 15-20 % pada keluarga dengan FALS.
Dua lokus ALS tambahan yaitu pada kromosom 16q12.1-q12.2 dan 20. Mutasi
yang paling baru diidentifikasi pada gen pheriperine (12q12-13q) dapat
menyebabkan ALS dengan persentase kecil, yang mendukung data adanya
keterlibatan disorganisasi neurofilament dalam pathogenesis penyakit ini.
Perhatian diarahkan pada peranan vascular endothelial growth faktor (VEGF)
8
Intoksikasi
Glutamat merupakan salah satu messenger kimiawi atau neurotransmitter pada
otak, penderita ALS mempunyai kadar Glutamat yang tinggi dalam serum dan
cairan spinal. Metabolisme neurofilamen abnormal, disfungsi transporter
glutamate, disfungsi mitokondria, dan perubahan respon terhadap growth factor
dapat memainkan peranan penting pada gangguan ini.
Autoimun
Respon autoimun muncul ketika sistem imun tubuh menyerang sel-sel tubuh
sendiri yang normal, hal tersebut dapat dijadikan kemungkian penyebab terjadinya
degenerasi motor neuron pada ALS. Gangguan autoimun yang menyerang
kompleks imun pada glomerulus renal dan membran dasar (basemant),
Interferensi metabolik pada produksi asam nukleat oleh serat syaraf, defisiensi
nutrisional yang berkaitan dengan gangguan pada metabolisme enzim dan virus
yang menyebabkan gangguan metabolik pada neuron motor.
E.
PATOFISIOLOGI
Beberapa multifaktor yang diduga menyebabkan ALS membuat perubahan
patologis di sel-sel kornu anterior Medulla Spinalis dan bagian bawah batang
otak, serta neuron-neuron motorik dari korteks cerebri untuk membentuk traktus
kortikospinalis. Neuron yang telah rusak karena proses patologis tersebut,
menyebabkan hilangnya kontrol motorik halus dan atrofi otot. Degenerasi neuronneuron motorik atas (UMN) menyebabkan hilangnya serabut mielin di traktus
Hilangnya jembatan motor neuron ini menjadi latar belakang patofisiologi dan
gambaran klinik penyakit ini. Bila diteliti lebih detail, akibat yang ditimbulkannya
memberikan gambaran khas yang terlihat pada potongan melintang medula
spinalis.
Pada tingkat otot, hilangnya lower motor neuron tertentu mengakibatkan
hilangnya inervasi tertentu mata unit-unit motorik. Pada awal penyakit ini, serat
saraf yang masih utuh mempertahankan hubungan dan inervasi kembali unit-unit
motorik yang konektifitasnya telah hilang dengan akson yang telah mati, sebagai
akibatnya,sejumlah besar motor unit dibentuk.
10
Jalur molekuler yang tepat menyebabkan degenerasi motor neuron dalam ALS
11
12
selular dan memiliki peran kunci dalam patogenesis, jika agregat mungkin terlibat
oleh produk dari proses neurodegenerasi, atau jika pembentukan agregat mungkin
benar-benar menjadi proses yang menguntungkan dengan menjadi bagian dari
mekanisme pertahanan untuk mengurangi konsentrasi intracellular dari racun
protein
8. Disfungsi inflamasi dan kontribusi sel non-syaraf
Meskipun ALS bukan gangguan autoimunitas primer atau disregulasi imun,
ada bukti yang cukup bahwa proses inflamasi dan sel non-syaraf mungkin
memainkan peranan dalam patogenesis ALS. Aktivasi sel mikroglial dan dendritik
adalah patologi terkemuka di ALS manusia dan tikus transgenik SOD1. Non-sel
saraf diaktifkan menghasilkan sitokin inflamasi seperti interleukin, COX-2, TNFa
dan MCP-1, dan bukti upregulation ditemukan dalam CSF atau spesimen sumsum
tulang belakang pasien ALS atau dalam model in vitro.
9. Defisit dalam faktor-faktor neurotropik dan disfungsi jalur sinyal
Penurunan tingkat faktor neurotropik (misalnya CTNF, BDNF, GDNF dan
IGF-1) telah diamati dalam pasien ALS pasca-mortem dan di dalam model in
vitro. Pada manusia, tiga mutasi pada gen VEGF yang ditemukan terkait dengan
peningkatan risiko mengembangkan ALS sporadis, meskipun metaanalisis ini oleh
penulis yang sama gagal untuk menunjukkan hubungan antara haplotype VEGF
dan meningkatkan risiko ALS pada manusia. Proses akhir dari kematian sel
neuron dalam ALS diduga mirip jalur kematian Sel terprogram (apoptosis).
Penanda biokimia apoptosis terdeteksi dalam tahap terminal pasien ALS.
F.
tergantung dari lokasi pertama terjadinya kerusakan pada penderita ALS, biasanya
dimulai dari tangan, kaki, atau kepala.
Pada pasien dengan ALS khas, gejala-gejala primer yang timbul adalah
kelemahan, yang dimulai pada tangan atau kaki atau dapat bermanifestasi melalui
bicara yang tidak jelas dan disphagia, yang akhirnya berkembang menjadi
kelemahan otot secara progresif dan kelumpuhan yang universal, sampai jika otot14
Kekakuan (spasticity)
G.
Kaki jatuh / Kesulitan untuk mengangkat bagian depan kaki (foot drop)
Kesulitan bernafas
KLASIFIKASI
Berdasarkan jenis serangannya ALS diklasifikasikan menjadi 3 jenis :
a) Sporadis
Bentuk paling umum dari ALS di Amerika Serikat - 90 hingga 95 persen
dari semua kasus.
b) Familial
Terjadi lebih dari sekali dalam keluarga keturunan (dominan genetik
warisan) menyumbang jumlah kasus yang sangat kecil di Amerika Serikat
5 sampai 10 persen dari semua kasus
c) Guamanian
Sebuah kejadian yang sangat tinggi dari ALS terpantau di Guam dan
kepercayaan territories pasifik di tahun 1950-an.
Sedangkan klasifikasi lainnya yaitu terdapat empat kategori dari gejala-gejala
tersebut yang menunjukkan daerah susunan saraf pusat yang terpengaruh dan
rusak yaitu:
1. Pseudobulbar palsy
Kerusakan reflek pada traktus kortikobulbari
2. Progreasif bulbar palsy
Merupakan kerusakan dari nucleus saraf-saraf cranial. Ditemukan
kelemahan otot-otot yang mempengaruhi fungsi menelan, mengunyah dan
mimik wajah. Vasikulasi lidah sering ditemukan, pada awal kerusakan
bulbar
dapat
ditemukan
kesulitan
pernafasan
akibat
kelemahan
Diakibatkan
hilangnya
neuronal
pada
kortex.
Tanda-tanda
dari
H.
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis ALS, pasien harus memiliki tanda dan gejala dari
kerusakan UMN dan LMN yang tidak bisa dihubungkan dengan kasus lain.
Namun, ALS sangat sulit untuk didiagnosis. Hingga saat ini, belum ada satu test
atau prosedur yang mampu mendiagnosis secara pasti ALS. Dalam hal ini
pemeriksaan fisik secara berkala dan serangkaian tes dagnostik sering menjadi
penyingkir dari diagnosis banding ALS.
Contoh dari tes diagnostik yang dapat dilakukan untuk ALS adalah :
menguatkan
temuan
abnormalitas
LMN.
Penggunaan
serebrospinal naik pada sepertiga pasien, namun temuan ini saja tidak dapat
memastikan terjadinya penyakit ALS.
Spinal tap
Biopsi otot maupun saraf bisa memperlihatkan serat atrofik yang berselang
diantara serat-serat normal
Morfologi
Pada pemeriksaan makroskopik, radiks anterior medulla spinalis menipis,
girus prasentral dapat mengalami atrofi, terutama pada kasus berat.
Pemeriksaan mikroskopik memperlihatkan berkurangnya jumlah neuron kornu
anterior di sepanjang medulla spinalis disertai gliosis reaktif dan hilangnya
serat bermielin radiks anterior. Temuan serupa dijumpai pada keterlibatan
nucleus saraf kranialis trigeminus motorik, ambigus dan hipoglossus. Neuronneuron yang tersisa sering mengandung badan Bunina (Bunina bodies) yaitu
badan inklusi sitoplasma yang positif-PAS dan otot rangka yang dipersarafi
oleh lower motor neuron yang mengalami degenerasi memperlihatkan atrofi
neurogenik. Kerusakan upper motor neuron menyebabkan degenerasi myelin
di traktus kortikospinalis sehingga warnanya menjadi pucat, terutama di
segmen bahwa, tetapi dengan pemeriksaa khusus dapat ditelusuri hingga
keseluruh system kortikospinal.
18
ALS
NORMAL
Gambar 4. Ditemukan atrofi dari hasil biopsy jaringan otot penderita ALS
Diagnosis klinik ALS mungkin benar pada lebih dari 95 % kasus. Oleh
karena tidak ada tes spesifik untuk diagnosis, kadang-kadang menyulitkan untuk
memisahkan ALS dari penyakit motor neuron yang lain.
19
Kegagalan otonom
Pasti ALS secara klinik: adanya tanda klinik UMN dan LMN pada
sekurang-kurangnya tiga area berbeda.
Kemungkinan ALS secara klinik: adanya tanda klinik UMN dan LMN
pada dua atau lebih area berbeda dengan sedikitnya ada beberapa tanda
UMN sampai tanda LMN.
20
Mungkin ALS: adanya tanda klinik LMN dan UMN hanya pada satu area,
sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan studi neuroimaging,
elektrofisiologi dan pemeriksaan laboratorium; adanya tanda klinik UMN
pada dua atau lebih area, sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan
studi neuroimaging, elektrofisiologi dan pemeriksaan laboratorium;
adanya tanda rostral LMN sampai UMN, tanpa tanda LMN dengan
elektrofisiologi pada area lain, sesudah menyingkirkan penyebab lain
dengan
studi
neuroimaging,
elektrofisiologi
dan
pemeriksaan
laboratorium.
I.
DIAGNOSA BANDING
21
Parkinson Disesase
Kelainan degenerative dari system saraf pusat yang menyebabkan
gangguan pada system motorik dan biasanya penderita mengalami tremor,
kaku dan sulit berjalan, gangguan keseimbangan dan gerak-gerik menjadi
lambat (bradykinesia). Gejala primer tersebut diakibatkan karena
berkurangnya rangsangan pada korteks motorik dari ganglia basalis,
biasanya karena kekuragan Dopamin, yang diproduksi oleh neuron
Dopminergik di tak, sedangkan gejala sekunder biasanya berupa gangguan
pada fungsi luhur dan gangguan bicara.
Abnormalitas anatomi/ sindrom kompresi:
- Tumor medulla spinalis
Tumor medula spinalis dapat manifestas kelemahan ekstremitas, mati
rasa, dan tanda-tanda lesi UMN.
- Syringomyelia
Sirinomyelia adalah gangguan perkembangan yang dikarakteristikkan
dengan adanya kavitas abnormal karena dilatasi dari kanal central pada
korda spinalis. Kavitas ini berasal dari regio midservikal tetapi dapat
memanjang ke atas ke medulla (memproduksi siringobulbia) atau turun
ke regio torakal dan lumbal. Kavitas membesar perlahan selama beberapa
tahun. Sindrom klinik yang dikarakteristikkan bercampur antara
gangguan sensorik dan motorik. Kerusakan bagian ventral dari central
gray mengarah pada tanda LMN ,kelemahan, atrofi, fasikulasi dari otot
tangan intrinsic, hilangnya reflkes lengan selalu terjadi. Tanda UMN
pada ekstremitas bawah terjadi dengan memanjangnya kavitas ke traktus
kortikospinal . Siringobulbia dapat menyebabkan paralisis pita suara,
diastria, nistagmus, kelemahan lidah dan sindrom horner.
- Cervical spondylosis
Bisa dijumpai kombinasi lesi UMN dan LMN pada otot- otot ekstremitas
22
dan
meliputi meningitis
dan
reseptor Ach.
Keluhan
yang
khas
kelemahan
otot
24
J.
PENATALAKSANAAN
Tak ada terapi yang spesifik bagi penderita ALS, yang ada hanyalah berupa
terapi paliatif. Namun, Food And Drug Administration, atau FDA, telah
menyetujui obat pengobatan untuk ALS disebut Riluzole. Para ilmuwan percaya
bahwa
riluzole
mengurangi
kerusakan
motor
neuron.
Obat
Ini
juga
memperpanjang hidup dengan beberapa bulan, sebagian besar pada pasien yang
mengalami
kesulitan
menelan.
Meskipun
demikian,
Riluzole
tidak
Tapi
antagonis
asal
amino
rantai
cabang,
lamotrigine,
dan
25
juga dapat dianjurkan. Masing-masing dari obat-obat ini bekerja pada aspekaspek yang berbeda pada kaskade terminal yang terjadi pada ALS.
Terapi sehari-hari yang lain adalah nutrisi enteral via endoskopi perkutaneus
yang ditempatkan secara gastrostomy (PEG). Salivasi yang berlebihan dan
penebalan mukous merupakan masalah besar bagi pasien yang menderita ALS.
Peningkatan salivasi dapat ditangani dengan penggunaan suatu transdermal patch
yang mengandung scopolamin, yang dilekatkan dua kali seminggu. Mesin suction
rumah biasanya dibutuhkan bila kelebihan saliva lebih persisten. Penebalan
mukosa merupakan masalah yang jarang dan dapat ditangani dengan penggunana
agent mukolitik seperti mucomyst, pada dosis 1-2 cc dua kali sehari.
Oleh karena dipercaya bahwa setiap orang yang terdiagnosis ALS mengalami
depresi, obat anti depressant seringkali dianjurkan, tapi belum ada percobaan yang
mengevaluasi praktek ini. Pada dua studi yang belibatkan 100 pasien dengan ALS,
depresi klinik ditemukan hanya pada 11 persen pasien.
Perawatan untuk ALS adalah meringankan gejala dan memperbaiki pasien
dari perjalanan gejala penyakit pasien dan kualitas hidup. Untuk memberikan
perawatan secara holistic dari tim perawatan kesehatan profesional, termasuk
dokter, apoteker, therapists, pekerja sosial, dan home care visit. Bekerja dengan
pasien, tim kesehatan individu dapat merancang suatu rencana medis dan terapi
fisik. Mereka juga bisa menyediakan peralatan untuk menjaga pasien seperti
mobile dan nyaman sebagai mungkin. Obat yang tersedia untuk membantu pasien
ALS dengan rasa sakit, depresi, tidur masalah, dan konstipasi.
Pasien ALS yang mengalami kesulitan berbicara dapat berlatih dengan
fisioterapi. Terapi fisik dan peralatan khusus atau perangkat seperti tongkat, kawat
gigi, pejalan kaki, dan kursi roda dapat membantu pasien tetap bergerak. Ketika
pasien tidak bisa lagi mendapat cukup makanan dari makan, sebuah makan lewat
selang NGT dapat dimasukkan ke dalam lambung untuk mengurangi resiko
tersedak.
ALS tidak dapat dicegah dari perburukan penyakitnya, kita hanya mampu
memperlambat proses penyakitnya dengan bantuan obat dan terapi fisik yang
telah disebutkan. Penderita ALS ada yang dapat bertahan sampai 10 tahun sejak
gejala awal muncul.
26
adaptif teknik untuk membuat berbicara menjadi lebih jelas. Speech therapist
juga dapat membantu pasien menjelajahi metode lain komunikasi lain seperti
menggunakan alphabet, papan atau pena dan kertas.
e. Dukungan Nutrisi
Seorang dokter baiknya bekerja sama dengan anggota keluarga pasien untuk
menjamin bahwa makan makanan yang dikonsumsi lebih mudah untuk ditelan
dan memenuhi kebutuhan gizi.
f. Dukungan psikologi dan sosial
Dukungan psikologis sangatlah dibutuhkan dalam membantu pengelolaan baik
dari segi psikis dan lingkungan sosial agar mengerti kondisi pasien ALS.
K.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari ALS adalah :
Masalah Pernafasan
ALS melumpuhkan otot yang dipergunakan untuk bernafas. Terdapat
beberapa alat yang dapat membantu klien bernafas dan hanya dipakai pada
malam hari, seperti yang digunakan penderita sleep apnea. Pada taraf
lanjut, beberapa penderita memilih untuk memakai respirator (alat bantu
28
Masalah Nutrisi
Saat otot yang mengatur untuk mengunyah terpengaruh, penderita ALS
dapat menderita kekurangan gizi (malnutrisi) dan kekurangan cairan
(dehidrasi). Pasien juga mempunyai resiko tinggi terjadinya aspirasi
makanan, atau masuknya makanan ke dalam paru-paru, sehingga
menyebabkan radang paru-paru. Untuk meminimalkan resiko ini, dapat
dipasang selang makanan dari mulut sampai ke lambung.
L.
PROGNOSIS
Kebanyakan orang dengan ALS meninggal karena kegagalan pernapasan.
Biasanya dalam waktu 3 sampai 5 tahun dari timbulnya gejala. Namun, sekitar 10
persen dari orang-orang dengan ALS bertahan selama 10 tahun atau lebih.
29
BAB III
KESIMPULAN
Tidak ada obat pasti untuk ALS. Namun, Food And Drug Administration,
atau FDA, telah menyetujui pertama obat pengobatan untuk ALS disebut
riluzole.
ALS tidak dapat dicegah dari perburukan penyakitnya, kita hanya mampu
memperlambat proses penyakitnya dengan bantuan obat dan terapi fisik.
30
DAFTAR PUSTAKA
31