You are on page 1of 15

Menurut Budiman, et. al.

, (2010) tidak ada hubungan antara umur dengan tingkat kepuasan


pasien. Tidak adanya hubungan antara umur dengan kepuasan pasien karena pada umumnya
menurut Barata (2006) dalam Budiman, et. al., (2010), umur tidak dapat menjadi tolak ukur
untuk menentukan kepuasan, karena pada kenyataannya seseorang yang lebih muda pun dapat
lebih berpengalaman dan lebih puas dibandingkan dengan seseorang yang lebih tua.
Menurut pendapat Resmisari (2008) dalm Budiman, et. al., (2010) bahwa pasien berumur lebih
banyak merasa puas dibandingkan dengan pasien yang berumur muda. Hal ini disebabkan karena
seringnya pasien berumur memanfaatkan waktu yang ada untuk bertanya kepada staf pelayanan
kesehatan mengenai keadaannya, hasilnya, kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman
terhadap kesehatan dapat terpenuhi. Sedangkan kelompok umur usia produktif cenderung lebih
banyak menuntut dan berharap lebih banyak terhadap kemampuan pelayanan dasar dan
cenderung mengkritik. Seseorang pada waktu muda sangat kreatif, namun setelah tua
kemampuan dan kreativitasnya mengalami kemunduran karena dimakan usia. Kadang
kemampuan dan bakat seseorang yang begitu jaya waktu muda dapat sirna setelah tua. Hal ini
disebabkan kehilangan upaya dan telah merasa puas dengan keberhasilan yang telah diraihnya
(Riduwan, 2004; dalam Budiman, et. al., (2010)) .

Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,007 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kepuasan pasien. Dari hasil tersebut, secara
persentase responden yang berjenis kelamin wanita lebih banyak yang puas dibandingkan
responden pria. Hal ini sejalan dengan pendapat Lumenta (1989) yang menyatakan bahwa jenis
kelamin mempengaruhi kepuasan, dimana laki-laki mempunyai tuntutan lebih besar sehingga
cenderung untuk tidak puas dibandingkan dengan wanita.

Menurut Barata (2006) jenis kelamin dapat mempengaruhi kepuasan karena masyarakat banyak
beranggapan bahwa wanita dianggap lemah, tidak rasional, dan kurang berpengalaman.
Sedangkan laki-laki dianggap lebih kuat, rasional dan berpengalaman, sehingga laki-laki
cenderung membutuhkan pelayanan yang lebih untuk mencapai kepuasan. Menurut Green
(1980) bahwa jenis kelamin merupakan faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku. Dalam
hal ini kaitannya perilaku yang berhubungan dengan kepuasan pasien. (Notoatmodjo, 2003).
Kelancaran ide, kaum wanita lebih unggul 40% dibandingkan dengan kaum lelaki. Johnson
OConnor Foundation, menyatakan bahwa rata-rata kemampuan dan bakat kreatif kaum wanita
25% lebih unggul dibanding dengan kaum pria (Riduwan,2004)

Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,000 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan tingkat kepuasan pasien. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Lumenta (1989) menyatakan bahwa semakin tinggi taraf pendidikan
masyarakat semakin banyak tuntutan masyarakat maka semakin banyak tuntutan dan harapan
mereka, baik pada pelayanan kesehatan maupun pada masalah yang berkaitan sehari-hari.
Menurut Barata (2006) orang yang berpendidikan rendah jarang memikirkan hal-hal yang diluar
daya nalarnya, sedangkan orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung untuk memenuhi
kebutuhannya itu sesuai dengan daya nalar yang dimilikinya karena pengaruh dari tingkat atau
macam pendidikannya. Sehingga orang berpendidikan lebih tinggi cenderung merasa tidak puas
dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah. Menurut pendapat Lumenta (1989) yang
menyatakan bahwa seseorang yang berpengetahuan dan berpendidikan kurang, membutuhkan
lebih banyak perhatian khusus terhadap pelayanan medis. Menurut Anderson dan Antonovsky
(dalamLumenta, 1989). Rendahnya pendidikan dapat mengakibatkan rendahnya kunjungan

masyarakat terhadap tempat pelayanan kesehatan. Seseorang yang memiliki pengetahuan dan
pendidikanyang tinggi mempunyai berbagai keinginan terhadap barang dan jasa, sehingga
mereka berusaha untuk memenuhi sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki dalam
mencapai kepuasannya (Tjiptoherijanto,1994).

Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,008 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara penghasilan dengan tingkat kepuasan pasien. Hasil uji statistik didapatkan nilai
p value = 0,008 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara penghasilan
dengan tingkat kepuasan pasien. Berdasarkan penelitian, daya beli masyarakat sangat
dipengaruhi oleh penghasilan. Jika penghasilan yang diperoleh kecil maka kebutuhan pelayanan
kesehatan yang ia dapatkan lebih sedikit atau dibawah rata-rata. Sebaliknya, jika seseorang
mendapatkan penghasilan yang besar maka kebutuhan pelayanan kesehatan yang ia dapatkan
akan lebih banyak (Barata, 2006). Hal ini jelas menyatakan bahwa orang yang berpenghasilan
tinggi akan merasa tidak puas dibandingkan dengan orang yang berpenghasilan rendah karena
orang yang berpenghasilan tinggi cenderung lebih banyak kebutuhan pelayanan kesehatan yang
harus terpenuhi. Menurut pendapat Tjiptoherijanto (1994) yang menyatakan bahwa orang yang
pendapatannya tinggi akan menghabiskan uangnya untuk membeli berbagai barang dan jasa, hal
ini merupakan usaha untuk memaksimalkan kepuasannya. Sedangkan seseorang yang
pendapatannya rendah mempunyai keterbatasan dalam memenuhi pelayanan kesehatan, karena
tingginya biaya pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau. Hal ini sejalan dengan pendapat
Lumenta (1989) yang menyatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah pada
umumnya sangat banyak yang bergantung pada fasilitas pelayanan kesehatan.Oleh sebab itu
harus dipertimbangkan bahwa tingkat tercapainya pelayanan medis juga ditentukan oleh biaya

yang meningkat, sehingga faktor ekonomi sebenarnya menjadi penyebab utama naik turunnya
tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh seseorang yang berpenghasilan rendah
(Lumenta,1989).

Secara keseluruhan, hasil uji coba penelitian ini menunjukkan bahwa anggota keluarga
pasien yang di rawat di ruang intensif RSUD Sumedang umumnya memiliki tingkat
kepuasan yang tinggi terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.

Informasi
Berbagi informasi ini dengan semua anggota tim perawatan kesehatan dapat memberikan rincian
spesifik mengenai harapan anggota keluarga. pendidikan yang tepat dari staf dan ketentuan
strategi untuk mengatasi masalah keluarga pasien dapat secara signifikan meningkatkan skor
kepuasan secara keseluruhan. tantangan tersebut pada akhirnya akan menumbuhkan pengalaman
yang lebih berharga untuk pasien dan keluarga mereka, menciptakan lingkungan kenyamanan,
kedamaian dan penyembuhan.
ASSURANCE : Jaminan - kebutuhan untuk merasakan harapan dari yang hasil yang diinginkan
Nilai median tinggi untuk jawaban yang pertanyaan menunjukkan bahwa kebutuhan anggota
keluarga untuk jaminan adalah baik disediakan untuk (Tabel 1). Tingkat kebisingan di ICU tidak
dianggap sebagai gangguan dan anggota keluarga merasa yakin bahwa keluarga yang sakit
sedang menerima perawatan terbaik. Dengan perawatan yang diberikan kepada anggota keluarga
mereka, menimbulkan rasa aman dan percaya bahwa staf dapat membantu keluarga yang sakit.
Dalam pertanyaan terbuka, apresiasi itu diungkapkan oleh keluarga mengenai keberadaan staf
dan kemampuan.
INFORMASI : kebutuhan anggota keluarga 'untuk informasi baik disediakan untuk sesuai
dengan nilai-nilai median tinggi untuk jawaban (Tabel 1). Secara khusus mereka pikir bahwa
mereka telah diberikan baik, jawaban yang jelas untuk pertanyaan, tetapi anggota keluarga
mereka merasa bahwa mereka telah diberikan terlalu sedikit informasi oleh dokter. Mereka tidak
memiliki opini yang kuat tentang kemampuan untuk berpartisipasi dalam diskusi tentang
pengembangan penyakit pasien dan perawatan dan menjawab pertanyaan dengan 'pasti'. Dalam
pertanyaan terbuka mereka menyoroti pentingnya terus mengetahui apa yang terjadi.

PROXIMITY : Kedekatan - kebutuhan untuk kontak personal serta secara fisik dan emosional
dekat pasien Hasilnya menunjukkan bahwa anggota keluarga yang sangat puas dengan
memperhatikan kebutuhan akan pada kedekatan dan atas jawaban dengan pertanyaan
ditampilkan nilai median tinggi (Tabel 1). Mereka sangat senang tentang jam berkunjung leluasa.
Ini menjadi jelas dari pertanyaan terbuka bahwa mereka ingin berada di dekat dengan orang yang
sakit parah dan merasa bahwa mereka penting bagi mereka pemulihan.
SUPPORT

Dukungan

kebutuhan

sumber

daya

dan

dukungan

sistem
Dukungan adalah kelompok kebutuhan yang keluarga anggota yang paling puas dengan (Tabel
1).

Dulu,

khusus, kualitas perawatan bahwa anggota keluarga yang paling puas dengan. Ini juga sangat
jelas dari pertanyaan terbuka.
Anggota keluarga merasa bahwa perawat di ICU bersedia untuk berbicara mengenai kondisi
keluarga yang sakit dan mereka menghargai kemungkinan untuk dimintai bantuan - siang atau
malam hari. Pengalaman keluarga adalah bahwa mereka diterima dengan baik oleh staf
pelayanan dan mereka berlaku jujur mengenai keadaan keluarga yang sakit. Beberapa keluarga
menegaskan bahwa mereka sangat puas dengan dukungan dan sikap yang ditunjukkan oleh staf.
Ketidakpuasan keluarga

dilihat berkenaan dengan persiapan perpindahan pasien ke unit

perawatan. Anggota keluarga mendapat informasi yang kurang berkaitan dengan persiapan
pemindahan anggota keluarga dari ICU ke ruangan lain.
COMFORT : Kenyamanan-kebutuhan untuk kenyamanan pribadi
Kenyamanan adalah kebutuhan tertutup oleh penelitian bahwa anggota keluarga agak kurang
puas dengan dalam studi (Tabel 1). Keluarga berhak memiliki akses terhadap ruang tunggu yang

nyaman dengan standar yang baik. Ini menjadi jelas bahwa ruang tunggu sangat sempit dan
dingin. Sulit untuk duduk dan berbicara secara pribadi karena ruang bersama dengan keluarga
lain.

kepuasan keluarga dengan komunikasi dapat bergantung pada penerimaan pengetahuan yang
cukup untuk meningkatkan pemahaman anggota keluarga dan membantu dalam pengambilan
keputusan pengganti.

Intensive and Critical Care Nursing (2012) 28, 263268


The visitors regard of their need for support,
comfort, information proximity and assurance in the
intensive care unit
Grete Hghauga,, May Solveig Fagermoenb,c,1, Anners Lerdalb,d,1
Perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah merasa dukungan menjadi lebih penting
daripada laki-laki dengan tingkat pendidikan yang tinggi. tingkat pendidikan yang tinggi dan
lama menjalani perawatan dihbungkan secara langsung dengan persepsi keluarga terhadap
kepentingan dukungan.

In the bivariate analysis, being a woman and having a


lower level of education were related to the perception
of the importance of comfort. Linear regression analysis
showed that younger age, being a woman and a lower level
of formal education were directly related to the perception
of the importance of comfort. The independent variables in
the regression analysis explained 24.8% of the variance in
the comfort variable.
The bivariate analysis showed that visitors in younger
age groups considered the need for information to be more
important than did those in the older age groups. This relationship
was confirmed in the regression analysis. None of
the other independent variables in the regression model
were related to the need for information. The independent
variables explained 19.7% of the variance in the information
variable.
The bivariate analysis showed that the visitors in the
younger age groups and those visiting a patient with a
longer hospitalisation regarded proximity as more important
than did older visitors and those visiting patients with a
shorter hospitalisation. These independent variables showed
a similar direct relationship with proximity in the regression

analysis. In the regression analysis, the visitors age, sex,


level of formal education, work status and relationship with
the patient explained 25.7% of the variance in the proximity
variable.
The bivariate analysis showed that visitors in the younger
age groups regarded the need for assurance as more important
than did older visitors. The regression analysis showed
that belonging to a younger age group was directly related
to the need for more assurance. The independent variables
in the regression model explained 19.1% of the variance in
the assurance variable.
had free access to their relatives. It is also possible that the
health care professionals in the other study gave less attention
to older visitors and thus the older participants reported
greater perceived need. Allowing visitors access to patients
for only 1530 minutes provides little flexibility, especially
for older visitors who may live far from the hospital. The
contradictory findings between studies may be explained by
differences in the sample characteristics, i.e., younger subjects
(mean age 48 years) in our study compared with the
previous study (Delva et al., 2002).
Except for women perceiving comfort to be more important
than men, we found no sex-related differences in the

visitors needs. This is a similar finding to that of a Belgian


study (Delva et al., 2002). A study from Hong Kong (Lee and
Lau, 2003) found no differences between women and men
in relation to any of the five subscales in the CCFNI. However,
because in this study (Lee and Lau, 2003) each of the
items in the CCFNI was analysed separately, we cannot compare
the mean scores of the subscales directly. In the study
from Hong Kong (Lee and Lau, 2003), woman rated the need
to see the patient frequently and to visit at any time,
which is within the proximity subscale, as more important
than did men. Men reported the need to have someone
concerned with your health, which is within the support
subscale, to be more important than did women.
Others have also reported a relationship between the visitors
level of formal education and the perceived importance
of needs (Lee and Lau, 2003; Delva et al., 2002; Chartier
and Coutu-Wakulczyk, 1989). One explanation may be that
nurses and doctors adjust their care unconsciously to the
visitors social status; i.e., health care professionals convey
more support, comfort, information, proximity and assurance
to those visitors with a higher educational level. One
may question whether visitors with less formal education
receive adequate help and support. Further research on this

issue is needed.
Our study showed that the visitors relationship with the
patient (i.e., a partner, son or daughter) had no effect on
the visitors perceived different needs. A similar result was
reported in another study (Lee and Lau, 2003). However,
a study from the UK (Harrison et al., 2004) reported that
the relationship between the visitor and patient was significantly
related to how the visitor regarded his or her
need for information and assurance; i.e., partners regarded
the need for information and assurance as more important
than visitors who were not partners. A possible explanation
for this inconsistency between studies may be the
different categorization of the variables in the different
studies.
In our study, more than 50% of the patients had been in
the ICU for seven days or less when their families responded
to the questionnaire. Visitors to patients with a shorter hospital
stay regarded the need for support and proximity to
be more important than visitors to patients with longer hospital
stays. This finding raises the question whether health
care personnel provide less support and empathy to visitors
to patients who stay for a short time in the ICU. We have not
been able to identify any studies exploring this issue. However,

two studies reported that family members and nurses


have different perceptions of the needs of family members
of critically ill patients (Hinkle et al., 2009; Maxwell et al.,
2007).
Our study shows that socio-demographic variables
are related to how the visitors regard their needs. A
possible interpretation of this finding is that health professionals
treat patients differently according to their
socio-demographic background. For example, visitors with a
higher level of education may receive more attention, and
those with a lower level of education regard the need for
comfort as more important than do those with a higher level
of education. Studies are needed to explore these relationships
further and to include possible confounding variables
such as the visitors level of stress, health status and other
personal factors.

Menurut Karlsson, et. al. (2011), hasil menunjukkan bahwa kepuasan tinggi jika kebutuhan
untuk jaminan terpenuhi. Hal ini sesuai dengan Leske dan Heidrich (1996) yang berpendapat
bahwa anggota keluarga perlu untuk percaya kepada staf dan berpikir bahwa pasien menerima
perawatan yang baik, bahkan ketika mereka tidak hadir. Menurut McGrath (2008) dan Paul dan
Rattray (2008), kemungkinan lingkungan ICU yang lebih modern dengan peralatan teknis yang
canggih dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada keluarga. Hasilnya menunjukkan bahwa
tak satu pun keluarga anggota mengalami tingkat kebisingan yang di ICU sebagai menganggu.
Hal ini sesuai dengan penelitian Hughes et al. (2005) yang menunjukkan bahwa trauma yang
dialami oleh keluarga disebabkan oleh kondisi pasien, bukan lingkungan ICU.

Hasil menunjukkan bahwa kebutuhan anggota keluarga dalam pertemuan mereka dengan
ICU baik disediakan untuk. Karena respon tinggi frekuensi dan komentar untuk pertanyaanpertanyaan terbuka itu dapat disimpulkan bahwa subjek penting. Hasil menunjukkan bahwa

kebutuhan untuk jaminan bertemu. Hal ini sesuai dengan Leske dan Heidrich (1996) yang
berpendapat bahwa anggota keluarga perlu percaya staf dan berpikir bahwa sakit orang
menerima perawatan yang baik, bahkan ketika mereka tidak menyajikan. Menurut McGrath
(2008) dan Paul dan Rattray (2008), adalah mungkin bahwa ICU yang modern lingkungan
dengan peralatan teknis canggih dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada anggota keluarga.
Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada keluarga anggota mengalami tingkat kebisingan di ICU
sebagai mengganggu. Hal ini sesuai dengan Hughes et al. (2005) kesimpulan yang menunjukkan
bahwa traumatis elemen untuk anggota keluarga tampaknya menjadi kondisi keluarga mereka,
daripada ICU itu sendiri. Hasil menunjukkan bahwa anggota keluarga sangat puas dengan
informasi yang diberikan di ICU. Mereka terutama puas dengan jawaban yang jelas mereka
diberi dalam menanggapi mereka pertanyaan dan bahwa mereka diberi penjelasan untuk
berbagai perawatan. Rodgers (1983) garis bawah pentingnya tujuan, komprehensif dan harian
informasi tentang perawatan pasien, perubahan di kondisi medis dan prognosis.

Pendidikan terakhir responden mencerminkan wawasan, cara berpikir, sikap dan


perilaku responden dibalik evaluasi yang dilakukannya. Data deskriptif tentang pendidikan
terakhir responden dapat dilihat dalam Tabel 4.3 berikut ini :

Lama perawatan yang dijalani oleh pasien memberikan pengalaman bagi pasien,
keluarga pasien dan paramedis rumah sakit terutama dalam hal perawatan. Berdasarkan
Tabel 4.5, responden dengan lama perawatan 3 9 hari mendominasi rumah sakit dengan
persentase 75,83 %, meski ada juga yang lebih lama yaitu selama 30 39 hari.

Biaya merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kamar perawatan,
kekuatan dalam penentuan rumah sakit oleh pasien atau keluarga pasien. Oleh karena itu
perlu diketahui oleh penyedia jasa apakah pasien tersebut membiayai perawatan sendiri atau
ditanggung oleh perusahaan atau asuransi.

You might also like