You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN HYGROMA COLLY
untuk memenuhi salah satu syarat profesi stase anak

Disusun Oleh:
RR. Herning Putri Ganiswari
220112150066

PROGRAM PROFESI NERS XXX


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

HYGROMA COLLI
PENDAHULUAN
Higroma dalam bahasa Yunani berarti tumor yang berisi air. Higroma merupakan kelainan
kongenital dari sistem limfatik. Higroma pertama kali dideskripsikan oleh Wernher pada tahun
1843 sebagai lesi kista limfatik yang dapat mengenai berbagai daerah anatomi pada tubuh manusia.
Akan tetapi, sebagian besar mengenai daerah kepala dan leher (75%), dengan predileksi sebelah
kiri.
Higroma colli yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap saluran nafas dan
pencernaan sehingga memerlukan penatalaksanaan sesegera mungkin.Modalitas terapi utama
berupa tindakan eksisi bedah untuk membuang lesi kista.Prognosis kista higroma colli bergantung
pada ukurannya dan tindakan yang dilakukan karena jarang ada kasus yang mengalami regresi
spontan.
Bayi dan anak-anak yang ditemukan dengan massa di leher sering diajukan ke radiologist
untuk evaluasi lebih lanjut. Berbagai modalitas seperti USG, CT-Scandan MRIdapat membantu
membedakan jenis massa pada leher ini.Foto polos diindikasikan apabila ada kompresi dan
pergeseran struktur pada leher.

I.

Definisi
Higroma Colli, dikenal juga dengan limfangioma, jugular limfatik obstruktif, dan
higroma colli kistikum. Higroma adalah suatu kantong berisi cairan yang obstruksi sistem
limfatik akibat defek perkembangan sistem limfatik. Higroma biasanya ditemukan di daerah
kepala dan leher pada trigonum colli posterior tepat di atas klavikula dan jarang ditemukan
di aksila dan trungkus, tetapi dapat pula muncul pada seluruh daerah aliran limfe.6

II.

Epidemiologi
Insiden higroma di dunia berjumlah 1 kasus setiap 6.000-16.000 kelahiran.Dari
sumber lain disebutkan bahwa kasus higroma berkisar 1,7:10.000 kehamilan. Prevalensi
pada fetus adalah sekitar 0,2-3%.Byrne dkk. melaporkan higroma colli ditemukan pada 0,5%
dari kasus abortus spontan dengan crown-lump length besar dari 30 mm.7
Sebagian besar kasus higroma (50-65%) ditemukan saat lahir, dengan 80-90% kasus
terdeteksi sebelum usia 2 tahun. Higroma dapat terjadi baik pada anak laki-laki maupun anak
perempuan dengan frekuensi yang sama. Kejadiannya sama pada populasi kulit berwarna
maupun kulit putih.8
Kebanyakan (sekitar 75%) higromaterdapat di daerah leher, dan secara tipikal sering
berada di posterior dan lateral leher dibandingkan bagian anterior leher, dan sering juga
terjadi bilateral dengan tampilan yang tidak simetris.Kelainan ini antara lain juga ditemukan
di aksilla (20%), mediastinum dan regio inguinalis (5%).8
Angka kematian akibat kelainan ini dilaporkan sebesar 2-6%, yang biasanya
merupakan sekunder dari pneumonia, bronkiektasis, dan gangguan jalan napas akibat lesi
yang besar. Lesi ini juga dapat menekan struktur di sekitarnya seperti saraf, pembuluh darah,
dan pembuluh limfe sehingga menimbulkan berbagai kelainan berdasarkan struktur yang
terkena.8

III. Anatomi
Leher merupakan bagian tubuh yang memisahkan kepala dari bagian tubuh lainnya.
Komponen utama yang terdapat di leher adalah vena jugularis, arteri karotis, saraf-saraf,
esofagus, pita suara atau laring, vertebra servikal, dan otot sternokleidomastoideus(Gambar
2.1).9

Gambar 2.1 Anatomi Leher10

Vena jugularis terdiri dari vena jugularis interna dan eksterna. Vena jugularis interna
menerima aliran darah dari wajah, otak, dan leher. Sedangkan vena jugularis eksterna
menerima aliran darah dari cranium dan wajah bagian dalam(Gambar 2.2).9

Gambar 2.2 Vena Jugularis11

Arteri karotis mendistribusikan darah ke kepala dan leher. Terdapat dua arteri karotis
mayor yang terdapat pada masing-masing sisi leher. Arteri karotis sinistra berasal dari
cabang arkus aorta, sedangkan arteri karotis dextra berasal dari cabang trunkus
brachiocephalika. Masing-masing arteri karotis ini bercabang menjadi arteri karotis interna
dan eksterna.9

Saraf-saraf di daerah leher merupakan cabang-cabang saraf cranial dan servikal.


Faring, laring, trakea dan sebagian esofagus disebut sebagai kolumna viseralis. Sedangkan
tulang-tulang yang terdapat di leher terdiri dari tujuh tulang vertebra servikal yang berfungsi
untuk pergerakan kepala, melindungi korda spinalis, serta menyokong otot-otot dan
ligamen-ligamen leher.9
Otot-otot leher merupakan struktur yang rumit, sehingga dibagi menjadi komponenkomponen

segitiga

untuk

memudahkan

dalam

memahami

anatomi.

Otot

sternokleidomastoideus yang berinsersi di prosesus mastoideus tulang temporal dan berorigo


di sternum membagi leher menjadi dua segitiga mayor, yaitu regio segitiga posterior dan
anterior(Gambar 2.3).9

Gambar 2.3Ilustrasi diagram anatomi segitiga anterior dan posterior leher11

Regio segitiga posterior memiliki komponen otot yang lebih banyak daripada segitiga
anterior. Daerah ini dibatasi oleh otot trapezius (posterior), sternokleidomastoideus (anterior), dan
klavikula (inferior). Sedangkan daerah segitiga anterior di dibatasi oleh mandibula (superior),
midline (medial), dan sternokleidomastoideus (lateral)(Gambar 2.3).9
Pada potongan axial daerah anatomi leher dibagi menjadi lima kompartemen atau ruang
utama, yaitu :(Gambar 2.4).10
1. Ruang viseral

Merupakan ruang sentral yang terdiri dari organ visera seperti laring, tiroid, hipofaring,
dan esofagus servikal.
2. Ruang karotid
Merupakan sepasang ruangan di lateral dari ruang viseral yang terdiri dari arteri karotis
interna, vena jugularis interna, dan beberapa struktur saraf.
3. Ruang retrofaringeal
Merupakan ruangan kecil yang hanya berisi jaringan lemak dan berhubungan dengan
ruang suprahyoid dan mediastinum medial.
4. Ruang Servikal Posterior
Merupakan sepasang ruangan yang terdapat di posterolateral ruang karotid dan terdiri
atas jaringan lemak, nodus limfoid, dan elemen saraf.
5. Ruang Perivertebral
Ruangan ini merupakan ruangan luas yang mengelilingi korpus vertebra termasuk otototot pre dan paravertebral.
Gambar 2.4 Potongan axial leher9

IV.

Etiologi
Higroma dapat terjadi sebagai temuan tunggal atau dapat juga ditemukan bersamaan
dengan defek lainnya sebagai suatu sindrom. Penyebabnya bervariasi melibatkan faktor
lingkungan, genetik, dan faktor yang tidak diketahui.12
Faktor lingkungan :

- Infeksi virus maternal seperti Parvovirus


- Maternal substance abuse, seperti konsumsi alkohol selama kehamilan.
Faktor genetik yang berhubungan dengan higroma :
- Sebagian besar diagnosis prenatal dari higroma berhubungan dengan sindrom Turner,
yaitu abnormalitas kromosom sex pada wanita dimana hanya terdapat satu kromosom
X.
- Abnormalitas kromosom lain seperti trisomi 13, 18, dan 21.
- Sindrom Noonan
Higroma yang berupa temuan tunggal dapat diturunkan sebagai kelainan autosomal
resesif dimana orang tuanya adalah silent carrier. Akan tetapi, banyak kelainanhigroma
ini ditemukan dengan penyebab yang tidak diketahui.

V.

Patofisiologi
Saluran limfe terbentuk pada usia kehamilan minggu keenam. Dari saluran ini, akan
terbentuk sakus yang akan menyediakan drainase ke sistem vena. Kegagalan drainase ke
sistem vena ini akan menyebabkan dilatasi dari saluran limfe, dan apabila berukuran besar
maka akan menjadi suatu higroma. Pada embrio, drainase sistem limfatiknya menuju ke
sakus limfatik jugularis.4,12
Hubungan antara struktur primitif sistem limfatik dengan vena jugularis terbentuk
pada usia 40 hari kehamilan. Kegagalan pembentukan hubungan struktur ini menyebabkan
terjadinya stasis aliran limfe dan sakus limfatik jugularis akan melebar sehingga terbentuklah
suatu kista di daerah leher. Apabila sistem drainase ke sistem vena tidak juga terbentuk pada
masa ini, maka akan terjadi lymphooedem perifer yang progresif dan dapat menyebabkan
kematian intrauterine.12
Aliran limfe yang statis akan menyebabkan kista membesar dan muncul sebagai suatu
massa pada leher bayi baru lahir. Obstruksi napas serius yang diakibatkan oleh higroma ini
jarang terjadi pada bayi baru lahir.. Obstruksi napas mungkin terjadi akibat beberapa faktor,
diantaranya: a) infiltrasi, dimana pada beberapa kasus, telah ditemukan perluasan sampai ke
linguae frenum dan regio sub-milohyoid, b) makroglossia, dan c) efek dari perdarahan,
yang mungkin timbul karena trauma pada saat lahir yang menyebabkan perluasan kista
sehingga terjadi peningkatan tegangan dan tekanan dari trakea.13

Pada anamnesis pasien didapatkan keluhan utama berupa tumor di leher sebelah kanan
yang dialami sejak lahir. Tumor ini berasal dari saluran linfatik leher. Saluran limfe
terbentuk pada usia kehamilan minggu keenam. Dari saluran ini, akan terbentuk sakus yang
akan menyediakan drainase ke sistem vena. Kegagalan drainase ke sistem vena ini akan
menyebabkan dilatasi dari saluran limfe, dan apabila berukuran besar maka akan menjadi
suatu higroma. Pada embrio, drainase sistem limfatiknya menuju ke sakus limfatik jugularis.
Hubungan antara struktur primitif sistem limfatik dengan vena jugularis terbentuk
pada usia 40 hari kehamilan. Kegagalan pembentukan hubungan struktur ini menyebabkan
terjadinya stasis aliran limfe dan sakus limfatik jugularis akan melebar sehingga terbentuklah
suatu kista di daerah leher seperti yang terdapat pada pasien ini
Aliran limfe yang statis akan menyebabkan kista membesar dan muncul sebagai suatu
massa pada leher bayi baru lahir. Obstruksi napas serius yang diakibatkan oleh higroma ini
jarang terjadi pada bayi baru lahir.. Obstruksi napas mungkin terjadi akibat beberapa faktor,
diantaranya: a) infiltrasi, dimana pada beberapa kasus, telah ditemukan perluasan sampai ke
linguae frenum dan regio sub-milohyoid, b) makroglossia, dan c) efek dari perdarahan,
yang mungkin timbul karena trauma pada saat lahir yang menyebabkan perluasan kista
sehingga terjadi peningkatan tegangan dan tekanan dari trakea.

VI. Gambaran Klinis


Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa nyeri
atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol, dan lunak. Permukaannya
halus, lepas dari kulit, difus, berbatas tegas, dan sedikit melekat pada jaringan dasar. Pada
palpasi teraba ireguler. Kebanyakan terletak di regio trigonum posterior colli. Sebagai tanda
khas, pada pemeriksaan transluminasi positif tampak terang sebagai jaringan diafan (tembus
cahaya).1
Higroma kecil dan sedang biasanya asimptomatis.Benjolan ini jarang menimbulkan
gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat membesar karena radang dan menimbulkan gejala
gangguan pernafasan akibat pendesakan saluran nafas seperti trakea, orofaring, maupun
laring. Bila lebih besar maka perluasan terjadi ke arah wajah, lidah, kelenjar parotis, laring,
atau dada (15% meluas ke mediastinum) dan dapat disertai komplikasi-komplikasi lain.

Dapat timbul gangguan menelan dan bernafas, sementara perluasan ke aksilla dapat
menyebabkan penekanan pleksus brakhialis dengan berbagai gejala neurologik.1

VII. Diagnosis
Pada 80% kasus, lokasi higroma berada pada regio cervico-facial. Oleh karena itu,
higroma harus selalu menjadi pertimbangan pertama dalam diagnosis banding setiap lesi
kistik yang memiliki onset pada waktu lahir. Lebih dari 60%higroma memiliki onset saat
lahir, dan sekitar 90% ditemukan sebelum usia dua tahun.1
Tampilan awalhigroma pada saat bayi lahir adalah berupa massa yang tidak nyeri pada
leher. Gejala lainnya berhubungan dengan komplikasi atau efek dari kista higroma seperti
respiratory distress, gangguan makan, demam, peningkatan ukuran yang tiba-tiba dan
infeksi pada lesi. Pada pemeriksaan klinis, lesi ini tampak lembut, compressible,
transluminant, dan tanpa bunyi.1
Pemeriksaan radiologi seperti USG dapat menunjukkan gambaran kista multipel dan
dengan USG Doppler tidak tampak adanya aliran darah dalam lesi tersebut. Modalitas lain
seperti CT-Scan dapat juga memperlihatkan gambaran kista multiplel, homogen,batas tegas,
dan tidak ada invasi ke jaringan sekitar. CT-Scan sangat membantu dalam melihat perluasan
lesi dan hubungannya dengan saraf dan pembuluh darah sekitarnya.4,14
Diagnosis prenatalhigroma dapat dilakukan menggunakan USG. Karakteristik
gambaran USG pada antenatal adalah tampak massa kistik yang multiseptum dan berdinding
tipis.8
Penegakan diagnosis pada prenatal higroma meliputi:15
a. Ultrasound lengkap, temasuk echocardiogram, untuk melihat jenis anomali yang
lain untuk menentukan penyebab dari higroma.
b. Riwayat keluarga yang lengkap untuk menilai apakah test diindikasikan untuk
sindroma herediter.
c. Amniosintesis atau CVS untuk melihat abnormalitas kromosom atau sindrom
genetik spesifik.
d. Pengkajian virus pada cairan amnion dilakukan jika ada indikasi adanya hydrops.
Skrining serum maternal tidak membantu dalam menilai prognosis janin
denganhigroma.

e. Evaluasi ultrasound secara periodik dibutuhkan untuk melihat adanya resolusi


kista dan atau perkembangan anomali-anomali yang lain atau fetal hydrops.

VIII. Pemeriksaan Radiologis


A. Rontgen
Radiografi atau foto polos rontgen tidak membantu dalam mendiagnosahigroma.
Massa higromaterdiri dari jaringan lunak sehingga tidak memberikan gambaran dengan
kontras yang baik pada foto polos rontgen. Tampilan higroma pada foto polos hanya
sebagai soft tissue mass dengan densitas sama dengan jaringan lunak sekitar leher.16,17
Foto polos rontgen bermanfaat bila higroma meluas atau berlokasi pada rongga
tubuh, terutama jika tidak terdapat CT Scan dan MRI. Sebagai contoh, foto rontgen
toraks normal menyingkirkan adanya perluasan limfangioma servikal yang besar ke
mediastinum. Foto rontgen juga berguna untuk mengevaluasi trakea dan sangat
membantu pada tindakan anestesi dan intubasi trakea.6
B. Ultrasonografi (USG)
Telah diketahui bahwa diagnosis prenatal untuk higroma dapat dilakukan oleh USG
transvaginal.Faktanya, kondisi ini sering didiagnosa selama penggunaan USG prenatal
dan penemuannya bisa tepat dan tidak diragukan. Karakteristik USG pada higroma
dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini.3

Gambar 2.5 Gambaran USG potongan longitudinal oblik yang diperoleh melalui kepala dan
dada janin. Tanda panah merah menunjukkan higroma. Kantong normal di sekelilingnya
merupakan cairan amnion.3

Gambar 2.6 Transulensi nuchal normal (tanda panah merah) pada daerah sagital dari fetus.
Membran amnion digambarkan terpisah (tanda panah hijau).3

Gambar 2.7 Gambaran USG potongan transversal oblik dari fetal skull yang menunjukkan
higroma posterior.3

Gambar 2.8 Gambaran USG longitudinal yang diperoleh melalui kepala dan dada janin
menunjukkan higroma yang meluas ke bagian atas kepala. (tanda panah).3

Penemuan klasik pada higroma adalah massa kista dengan multipel septum yang muncul
sebagai kista yang berdinding tipis, asimetris dan multipel yang berhubungan dengan bagian
posterior dari leher. Massa ini berkaitan dengan aneuploidi.3

Gambar 2.9 Gambaran USG transversal dari dada janin dengan hydrops.Perhatikandinding
yang menebaldan jaringansubkutandengan beberaparuangkistikkecil. Perhatikan juga
adanya pengumpulan pada pleura janin.3
Jika higroma membesar, kista dapat meluas ke daerah lateral atau anterior dari leher
(gambar pertama). Adanya ligament nuchal (gambar kedua) yang ditunjukkan sebagai
posterior midline band yang meluas melalui kista merupakan penemuan yang khas.3

Gambar 2.10 Gambaran ultrasonogram yang melalui leher janin menunjukkan higroma
meluas mengelilingi leher sampai ke daerah anterior.3

Gambar 2.11 Gambaran ultrasonogram menunjukkan higroma posterior besar (tanda panah)
di belakang thorak sebelah kiri dan di daerah tengkorak sebelah kanan.Perhatikan ligament
nuchal yang meluas dari spina pada kedua gambar. H merupakan jantung.3

USG membutuhkan keahlian dari operator dan harus dilakukan oleh petugas yang
memiliki kemampuan dalam mengevaluasi kelainan pada janin.Pemeriksaan janin dengan
seksama menunjukkan hasil yang dapat dipercaya. Seringkali USG merupakan teknik yang
penting untuk menegakkan diagnosis prenatal.3
Higroma pada janin harus bisa dibedakan dari ensefalokel posterior (gambar di
bawah), dimana terdapat defek di tengkorak dan dari mielomeningokel servikal, dimana
terdapat defek pada daerah vertebral.3

Gambar 2.12 Ensefalokel posterior berukuran besar. Perhatikan defek pada tengkorak pada
gambaran USG janin dengan higroma.3
Oligohidramnion dapat terjadi tapi bukan penemuan yang khas. Adanya
oligohidramnion dapat menghalangi penemuan kelainan pada jantung dan organ lainnya
yang dapat terjadi bersamaan dengan higroma.3
Seperti yang disebutkan sebelumnya, higroma dapat salah diagnosa ketika adanya
oligohidramnion yang berat. Higroma dapat disalahartikan dengan kantong amnion
(perhatikan gambar dibawah).3

Gambar 2.13 Gambaran USG menunjukkan higroma posterior masif (tanda panah merah)
dibelakang thorax (tanda panah biru).Gambar tersebut menunjukkan kemungkinan higroma
yang dapat disalahartikan sebagai kanting amnion.Perhatikan septum internal. Tanda panah
hijau merupak spina.3

Sebuah artefak biasa disebabkan oleh adanya loop dari tali pusar dekat tulang
belakang servikal janin. Pada keadaan tertentu, loop ini dapat mensimulasi terjadinya
kista servikal. Higroma pada janin juga harus dibedakan dari massa leher dan kista
lainnya, seperti kista higroma anterior, gondok, dan teratoma servikal. Dibandingkan
dengan massa lainnya, massa kista anterior pada leher janin mempunyai prognosis yang
lebih baik dan dapat sembuh spontan.3
C. CT Scan
Computed Tomography (CT) juga menyediakan informasi yang diberikan oleh
USG dan sangat ideal untuk evaluasi jaringan lunak yang berdekatan dengan
pertumbuhan massayang lebih besar yang tidak dapat seluruhnya divisualisasikan
dengan USG. Selain itu, CT sangat baik untuk mendeteksi kalsifikasi dan vaskularisasi
lesi jika ditambahkan penggunaan bahan kontras dalam pemeriksaan. Bersama MRI,
gambaran CT scan lebih baik digunakan untuk melihat batas massa dan ada atau
tidaknya perluasan kearah mediastinum.18
Pada gambar CT, higroma kistik cenderung muncul sebagai poorly circumscribed,
multioculated, dan hypoattenuated mass. Mereka biasanya memiliki karakteristik
atenuasi fluida homogen.16

.
Gambar 2.14 Higroma colli pada seorang pria 28 tahun dengan riwayat 4 minggu
pembengkakan menyakitkan dari sisi kiri leher yang tidak responsif terhadap antibiotik.
Aspirasi jarum halus menghasilkan cairan serosa. Kontras ditingkatkan dan CT scan
menunjukkan hypoattenuated mass (h) dalam ruang servikal posterior yang masuk
sampai ke otot sternokleidomastoid. Pada pembedahan massa itu menempel pada vena
jugularis interna. 16

Gambar 2.15 Sagital CT scan menunjukkan erosi dari mandibula yang merupakan
invasi dari rongga mulut.19
Infected lesions menunjukkan higher attenuation daripada yang terlihat pada
simple fluid. Biasanya massa terpusat di segitiga posterior atau di ruang submandibula.
Hal yang tidak lazim terjadi pada beberapa lesi dimana lesi ini memanjang dari suatu
ruang di leher ke ruang lain sebagai akibat dari sifat infiltrasi mereka.16

Gambar 2.16 Gambar CT Scan. Higromaterletak pada lantai kanan mulut pada seorang
pasien dewasa muda.19

Gambar 2.17 Higroma pada seorang gadis 20 bulan dengan bengkak di bawah rahang
kanan dan leher.Kontras-enhanced CT Scan menunjukkan sebuah massa di sisi kanan
leher dengan fluid level (panah) menunjukkan perdarahan.20 CT scan menggunakan
radiasi pengion sehingga merupakan kontraindikasi pada kehamilan kecuali terdapat
pertimbangan utama.16
D.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan antara higroma dengan
jaringan lunak yang berdekatan di leher dan menilai sejauh mana infiltrasi dari kista
ke struktur di sekitarnya. MRIdengan kemampuan multiplanar dan resolusi kontras
yang superior, menunjukkan jangkauan yang luas terhadap gambaran suatu massa dan
memberikan informasi tambahan yang penting untuk perencanaan pra operatif yang
akurat. Hal ini dapat sangat relevan dalam kasus perluasan ke mediastinum atau ruang
dalam dari leher. Selain itu, pencitraan MRI menawarkan resolusi superior untuk
mengevaluasi massa yang terletak di daerah anatomis yang kompleks, seperti dasar
mulut.21
Pola paling umum adalah massa dengan intensitas sinyal rendah atau menengah
pada T1 dan hyperintensity pada T2. Jarang ditemukan lesi ini hyperintense pada
potongan T1, jika ditemukan kemungkinan berhubungan dengan adanya suatu

gumpalan darah atau high lipid (chyle). Dalam kasus perdarahan,fluid level dapat
diamati.19

(a)

(b)

Gambar 2.18 (a) Potongan aksial T1 menunjukkan intensitas sinyal yang heterogen dalam
massa (m), yang mengisi ruang parotis kanan dan bagian dari ruang mandibula. Wilayah
hyperintensity sesuai dengan daerah perdarahan. (b) Potongan koronal T1 menunjukkan
perpanjangan massa ke dalam ruang submandibula dan sublingual.19

Gambar 2.19 Higroma pada wanita 36 tahun dengan massa leher sisi kiri yang membesar
saat virus infeksi saluran pernapasan atas. Potongan T1 koronal menunjukkan massa
hypointense besar di sisi kiri leher memanjang dari ruang submandibula ke cerukan dada.
Beberapa septum (panah) menyilang pada lesi.19

Gambar 2.20 Higroma. Potongan Aksial T1 menunjukkan suatu well-defined mass (m) di
ruang kanan serviks posterior yang menggantikan otot sternokleidomastoid yang
berdekatan.19

IX.

Penatalaksanaan
Seorang bayi dengan diagnosis prenatal sebagai kista higroma harus dilahirkan di
pusat pelayanan kesehatan yang memiliki sarana lengkap untuk mewaspadai komplikasi
neonatal. Seorang obstetri biasanya memutuskan metode melahirkan yang sesuai. Jika
higromanya besar, harus dipersiapkan operasi sesar dan bekerja sama dengan neonatalogist,
otolaryngologist, pediatric surgeon dan anesthesiologist.8
Setelah lahir, neonatus dengan kista higroma yang persisten harus diawasi terhadap
obstruksi jalan napas. Observasi neonatus oleh neonatalogist setelah lahir sangat
direkomendasikan. Jika resolusi kista tidak terjadi setelah lahir, ahli bedah anak harus
dikonsul.14
Modalitas terpilih untuk higroma adalah eksisi bedah, akan tetapi sudah ada beberapa
laporan kasus yang mendokumentasikan hasil yang cukup baik dengan menggunakan agen
sclerosant. Higroma merupakan lesi jinak dan bisa tetap asimptomatik dalam periode waktu
yang cukup lama. Indikasi pengobatan adalah apabila terjadi infeksi pada lesi, respiratory
distress, disfagia, perdarahandi dalam kista, peningkatan ukuran yang tiba-tiba, dan
terbentuk sinus. Respiratory distress ditangani dengan melakukan trakeostomi apabila
terjadi kompresi laring atau trakea oleh massa kista. Regresi spontan lesi ini jarang terjadi,
meskipun ada beberapa pasien yang menunjukkan terjadinya regresi parsial spontan.1

1.

Eksisi
Eksisi kista ini tidak mudah, karena melibatkan struktur dalam dan vital.
Perawatan ekstrim harus dilakukan untuk menghindari komplikasi selama operasi.
Komplikasi yang mungkin terjadi selama operasi adalah kerusakan nervus fasialis,
arteri fasial, arteri karotid, vena jugularis interna, duktus torasikus dan pleura, serta
eksisi inkomplit. Komplikasi post operasi yang mungkin terjadi adalah infeksi luka
operasi, perdarahan, hypertrophic scar, dan keluarnya cairan limfe dari luka operasi.
Pada 20% kasus, ditemukan adanya rekurensi setelah eksisi komplit.1
Eksisi total merupakan pilihan utama. Pembedahan ini dimaksudkan untuk
mengambil keseluruhan massa kista. Akan tetapi, bila tumor besar dan telah menyusup
ke organ penting, seperti trakea, esofagus, atau pembuluh darah, ekstirpasi total sulit
dikerjakan. Oleh karena itu, penanganannya cukup dengan pengambilan sebanyakbanyaknya kista, namun mungkin perlu dilakukan beberapa kali tindakan operasi.
Kemudianpascabedah dilakukan infiltrasi bleomisin subkutan untuk mencegah
kekambuhan. Hal ini merupakan cara penanganan yang paling baik dan aman. Pada
akhir pembedahan, pemasangan penyalir isap sangat dianjurkan.1

2.

Aspirasi
Aspirasi perkutan diikuti oleh reakumulasi cepat dari cairan dalam kista atau oleh
perkembangan infeksi.Aspiras ihigroma bisa dilakukan sebagai penanganan sementara
untuk mengurangi ukuran dari kista sehingga dapat mengurangi efek tekanan terhadap
saluran pernafasan dan pencernaan. Trakeostomi dan gastrostomi dilakukan terutama
pada pasien dengan gangguan menelan dan pernafasan yang berat.1

X.

Komplikasi
Higroma merupakan lesi yang jinak, akan tetapi dapat menimbulkan beberapa komplikasi
seperti:1
1. Infeksi pada Lesi
Sumber infeksi dari higroma ini biasanya merupakan sekunder dari fokus infeksi di traktus
respiratorius, meskipun bisa juga bersifat infeksi primer. Selama proses infeksi, ukuran
kista membesar dan menjadi hangat, merah, dan nyeri. Infeksi bisa melibatkan seluruh kista

atau sebagian kista. Selama infeksi aktif, transiluminasi bisa tidak terlihat lagi dan kadangkadang bisa menjadi abses.1
2. Perdarahan
Pada perdarahan, kista menjadi keras dan tegang. Ruptur spontan pada higroma leher yang
besar pernah dilaporkan sehingga memerlukan intervensi bedah segera.1
3. Gangguan Pernafasan dan Disfagia
Gangguan ini disebabkan oleh penekanan oleh massa kista pada saluran pernafasan dan
pencernaan.1

XI.

Prognosis
Prognosis higroma tergantung pada ukuran kista dan komplikasi-komplikasi yang terjadi.

Pertumbuhan kista dan pertumbuhan ke jaringan sekitar tidak dapat diprediksi. Sebagian kista
dapat mereda secara spontan. Akan tetapi,tetap ada kemungkinan terjadi rekurensi.13
Higroma yang berkembang pada trimester ketiga (setelah 30 minggu kehamilan) atau
periode postnatal biasanya tidak berhubungan dengan abnormalitas kromosom. Ada kemungkinan
rekurensi kista higroma setelah pengangkatan secara bedah. Kemungkinan rekurensi tergantung
atas perluasan kista higroma dan apakah dinding kista dapat diangkat sempurna.13
Sebuah higroma umumnya mulai berkembang pada usia kehamilan minggu ke 6- ke 9, hal
ini merupakan kegagalan dalam kantong limfatik jugular untuk mengalir ke vena jugular internal,
yang menghasilkan dilatasi dari kantong limfatik menjadi kista dan menyebabkan obstruksi limfe
jugular dan hydrops fetalis. Prognosis pada kasus ini adalah buruk. Higroma ini terjadi hampir
75% pada leher dan leher lateral dan belakang lebih sering dibandingkan bagian depan leher, sering
terjadi secara bilateral dalam posisi yang tidak simetris.8

DAFTAR PUSTAKA

1.

Acevedo L.Jason.2011.Cystic Hygroma.Diunduh dari


http://www.emedicine.medscape.com/article/994055-overview#a0101pada tanggal 6
Oktober 2011.

2.

Bilal Mirza, Lubna Ijaz, Muhammad Saleem, Muhammad Sharif, Afzal Sheikh.2011.Cystic
Higroma. Department of Pediatric Surgery, The Children's Hospital and The Institute of
Child Health, Lahore, Pakistan. Diunduh dariwww.jcasonline.compada tanggal 6 Oktober
2011.

3.

Sabih, Durre. 2011. Cystic Hygroma Imaging.Diunduh dari


www.medicine.medscape.com/article/402757-overviewpada tanggal 6 Oktober 2011.

4.

Turkington et all. Neck Masses in Children. In British Journal Radiologi (2005) 78, 75-88.
British Institute of Radiology. Diunduh
dariwww.bjr.birjournals.org/cgi/content/full/78/925/75pada tanggal 6 Oktober 2011.

5.

Varma, Thangam R. Cystc hygroma, colli.London: St. Georges Hospital & Medical School.
Diunduh dari www.sonoworld.com/fetus/page.aspx?id=202pada tanggal 6 Oktober 2011.

6.

Trager,Jochen: Seidensticker, Peter. 2008.Head and Neck in Paediatric Imaging Text Book,
Chapter 3:39-40.

7.

Wiley, John. 2003. Prenatal Diagnosis of a Huge Cystic Hygroma Colli. Journal
Ultrasound Obstet Gynecol; 22: 323324. Published online in Wiley InterScience. Diunduh
dari www.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/uog.219/pdfpada tanggal 6 Oktober 2011.

8.

Sandhyarani, Ningthoujam. Anatomy of neck. Diunduh dari


www.buzzle.com/articles/anatomy-of-neck.htmlpada tanggal 6 Oktober 2011.

9.

Pameijer, Frank et all. 2009. Neck spaces - Infrahyoid Neck ;Normal Anatomy and
Pathology. Radiology Department of the University Medical Centre of Utrecht, the Rijnstate
Hospital in Arnhem and the Rijnland hospital in Leiderdorp, the Netherlands. Diunduh dari
www.radiologyassistant.nl/en/49c603213caffpada tanggal 6 Oktober 2011.

10. Ellis, Harrold. 2006.The Vein of The Head and Neck. In Clinical Anatomy Text Book. UK:
Blackwell publishing. Part 5::304.
11. Departemen of Human Genetics of Medicals Genetics. Cystic Higroma. Emory University of
Human Genetics. Diunduh

dariwww.genetics.emory.edu/.../Emory_Human_Genetics_Cystic_Hy... - Amerika
Serikatpada tanggal 6 Oktober 2011.
12. Wilson, JW.1995. Neonatal Respiratory Obstruction due to Hygroma Colli Cysticum.
Hospitals Group, Northern Ireland, City and County Hospital, Londonderry. Diunduh dari
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/.../pdf/ulstermedj00154-0089.pdfpada tanggal 6
Oktober 2011.
13. Domansky, Mark etc all. 2007. Pediatric Neck Masses. Diunduh

dariwww.utmb.edu/otoref/grnds/pedi-neck-mass.../pedi-neck-mass-071021.pdfpada tanggal
6 Oktober 2011.
14. Estroff JA. 2001. Nuchal translucency in Turner syndrome. In: Cohen HL, Sivit CJ, eds.
Fetal & Pediatric Ultrasound. Columbus, OH: McGraw-Hill; 36-8.
15. Amin,Umar et All. 2007. Cystic Hygroma an Unusual Cause of Induced Abortion in
Journal: J Ayub Med Coll Abbottabad 2007; 19(1) :61. Diunduh dari
www.docpdf.info/articles/hygroma+report+a+case.htmlpada tanggal 6 Oktober 2011.
16. Graesslin, et al.2007. Characteristics and Outcome of Fetal Cystic Hygroma Diagnosed In
the First Trimester. Acta obstet Gynecol Scand. 86(12):1442-6.
17. Chervenak,FA, et al. 1983. Fetal Cystic Higroma. Cause ang Natural History. N ; J Med,
Oct 6; 309(14):822-5.
18. Rasidaki M, Sifakis S, Vardaki E, Et al. Prenatal diagnosis of a fetal chest wall cystic
lymphangioma using ultrasonography and MRI: a case report with literature review.Fetal
Diagn Ther. Nov-Dec 2005; 20 (6):504-7.
19. Cohen HL. Ascites and pleural effusion in hydrops. In: Cohen HL, Sivit CJ, eds. Fetal and
Pediatric Ultrasound. New York, NY: McGraw-Hill;2001:79-82.
20. Ameh, Emmanuel, et All. Lymphangiomas.661-669.
21. Mota R, Ramalho C, Monteiro J, et al. Envolving indication for the exit procedure:
usefulness of combining ultrasound and fetal MRI. Fetal Diagn Ther.2007; 22(2):107-11.

You might also like