Professional Documents
Culture Documents
belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara
bertahap melewati introitus dan perineum).
20. Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa steril
kemudian memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental.
Menganjurkan
kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah
bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian
gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk
menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong
dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk
tangan kiri diantara kedua lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan
handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM
(intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm
dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali
pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi),
dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada
sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala
bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan,
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika
plasenta tidak lahir setelah 30 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : JNPK-KR, Maternal & Neonatal Care,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002
(2,3,2,2 langkah)
2 langkah nilai bayi selintas (tangis, nafas, gerakan) dan keringkan bayi
3 langkah cek fundus(pastikan janin tunggal), beritahu ibu akan disuntik oksi, suntikan oksi
10 UI
2 langkah Jepit tali pusat 2 tempat 3cm dari pusar bayi dan 2 cm distalnya, potong dan ikat
tali pusat
2 langkah Kontak kulit antara ibu dan bayi letakkan bayi tengkurap di perut ibu, kepala bayi
diantara payudara ibu, dengan posisi lebih rendah dari puting ibu, lalu selimuti ibu
Dekontaminasi
Benda-benda steril atau DTT harus disimpan dalam keadaan kering dan bebas debu. Jaga agar
bungkusan-bungkusan yang tetap kering dan utuh sehingga kondisinya tetap terjaga dan dapat
digunakan hingga satu minggu setelah diproses. Peralatan steril yang dibungkus dalam plastik bersegel,
tetap kering dan utuh masih dapat digunakan hingga satu bulan setelah proses. Peralatan dan bahan
disinfeksi tingkat tinggi dapat disimpan dalam wadah tertutup yang sudah didisinfeksi tingkat tinggi, masih
boleh digunakan dalam kisaran waktu satu minggu asalkan tetap kering dan bebas debu. Jika peralatanperalatan tersebut tidak digunakan dalam tenggang waktu penyimpanan tersebut maka proses kembali
dulu digunakan kembali.
Jenis prosedur dan tindakan apapun yang dilakukan, cara pemrosesan peralatan atau perlengkapan
tersebut tetap sama. Lihat gambar bagan berikut:
Bagan Proses Peralatan Bekas Pakai
untuk menyiapkan wadah yang didisinfeksi tingkat tinggi, rebus (jika kecil) atau isi dengan larutan klorin
0,5% selama 20 menit (larutan klorin bisa dipindah ke wadah yang lain untuk digunakan ulang dalam
waktu 24 jam). Bilas wadah dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering sebelum digunakan.
Sumber referensi:
Buku Acuan Palatihan Klinik, Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir;JNPK-KR, Departemen Kesehatan
RI, 2008
Sumber: Pocket Guide for Family Planning Service Providers, JHPIEGO, 1995
Gambar: Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari serbuk kering
Sumber referensi:
Buku Acuan Palatihan Klinik, Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir;JNPK-KR, Departemen
Kesehatan RI, 2008
Antisepsis
Antisepsis
Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit. Karena kulit dan selaput mukosa tidak dapat
disterilkan maka penggunaan antiseptik akan sangat mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat
mengkontaminasi luka terbuka dan menyebabkan infeksi. Cuci tangan secara teratur di antara kontak
dengan setiap ibu dan bayi baru lahir, juga membantu untuk menghilangkan sebagian besar
Larutan antiseptik (seperti alkohol) memerlukan waktu beberapa menit setelah dioleskan pada
permukaan tubuh agar dapat mencapai manfaat yang optimal. Karena itu, penggunaan antiseptik tidak
diperlukan untuk tindakan kecil dan segera (misalnya, penyuntikan oksitosin secara IM pada
penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga, memotong tali pusat) asalkan peralatan yang digunakan
sudah didisinfeksi tingkat tinggi atau steril.
Larutan antiseptik berikut bisa diterima:
Heksaklorofen 3% (Phisohex)
Iodine 1-3% larutan yang dicampur alkohol atau encer (e.g Lugol) atau tinctur (iodine dalam
alkohol 70%). Iodine tidak boleh digunakan pada selaput mukosa seperti vagina
Klorheksidin glukonat dan iodophor adalah antiseptik yang paling baik untuk digunakan pada selaput
mukosa. Persiapkan kulit/ jaringan dengan cara mengusapkan kapas atau kasa yang sudah dibasahi
larutan antiseptik secara melingkar dari tengah ke luar seperti spiral.
Larutan disinfektan berikut ini bisa diterima:
Jangan gunakan disinfektan dari senyawa fenol untuk disinfeksi peralatan/ bahan yang akan dipakai pada
bayi baru lahir karena dapat membahayakan kondisi kesehatan bayi tersebut.
Larutan antiseptik dan disinfektan juga dapat terkontaminasi. Mikroorganisme yang mampu
mengkontaminasi larutan tersebut adalah Stafilokokus, baksil Gram-negatif dan beberapa macam
endospora. Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan infeksi nosokomial berantai jika larutan yang
terkontaminasi digunakan untuk mencuci tangan atau dioleskan pada kulit klien.
Cegah kontaminasi larutan antiseptik dan disinfektan dengan cara:
Berhati-hati untuk tidak mengkontaminasi pinggiran wadah pada saat menuangkan larutan
wadah yang lebih kecil (pinggiran wadah larutan yang utama tidak boleh bersentuhan dengan wadah
yang lebih kecil)
Mengosongkan dan mencuci wadah dengan sabun dan air serta membiarkannya kering dengan
cara diangin-anginkan setidaknya sekali seminggu (tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian ulang)
Berhati-hati jika membuka bungkusan atau memindahkan benda-benda ke daerah yang steril/
disinfeksi tingkat tinggi
Hanya benda-benda steril/ disinfeksi tingkat tinggi atau petugas dengan atribut yang sesuai yang
diperkenankan untuk memasuki daerah steril/ disinfeksi tingkat tinggi
Anggap benda apapun yang basah, terpotong atau robek sebagai benda terkontaminasi
Termpatkan daerah steril/ disinfeksi tingkat tinggi dari pintu atau jendela
Cegah orang-orang yang tidak memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
menyentuh peralatan yang ada di daerah steril.
Sumber referensi: Buku Acuan Palatihan Klinik, Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial,
Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir; JNPK-KR,
Departemen Kesehatan RI, 2008
DTT1
Efektifias(menghila Membunuh
Hingga 50%Hingga 80% 95%
ngkan atau
virusAIDS dan
menonaktifkan
Hepatitis
mikroorganisme
Waktu yang
diperlukan agar
proses berjalan
efektif
Rendam
selama 10
menit
Sterilisasi1
100%
Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks
Tabung suntik (minimal ukuran 10 ml: untuk kateter, termasuk kateter penghisap lendir)
Air bersih
c.
d.
Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatan
e.
Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun
atau deterjen
f.
5.
6.
Jika peralatan didisinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi (misalkan dalam larutan klorin
0,5%) tempatkan peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai
proses DTT
Alasan: Jika peralatan masih basah mungkin akan mengencerkan larutan kimia dan membuat
larutan menjadi kurang efektif
7.
Peralatan yang akan didisinfeksi tingkat tinggi dengan dikukus atau direbus, atau
disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak perlu dikeringkan dulu sebelum
proses DTT atau sterilisasi dimulai
8.
Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan sabun dan
kemudian bilas dengan seksama menggunakan air bersih
9.
Bola karet menghisap tidak boleh dibersihkan dan digunakan ulang untuk lebih dari satu bayi.
Bola karet seperti itu harus dibuang setelah digunakan, kecuali jika dirancang untuk dipakai ulang.
Secara ideal kateter penghisap DeLee harus dibuang setelah satu kali digunakan; jika hal ini tidak
memungkinkan, kateter harus dibersihkan dan didisinfeksi tingkat tinggi dengan seksama. Kateter urin
sangat sulit dibersihkan dan didisinfeksi tingkat tinggi. Penggunaan kateter dengan kondisi tersebut di
atas pada lebih dari satu ibu dapat meningkatkan risiko infeksi jika tidak diproses dengan benar.
Untuk mencuci kateter (termasuk selang atau pipa plastik penghisap lendir), ikuti tahap-tahap berikut:
1.
Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks pada
kedua tangan
2.
3.
Gunakan tabung suntik besar untuk mencuci bagian dalam kateter sedikitnya tiga kali
(atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun atau deterjen
4.
5.
Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum dilakukan DTT.
Catatan:
Kateter harus didisinfeksi tingkat tinggi secara kimia (DTT Kimiawi).Kateter bila rusak jika
didisinfeksi tingkat tinggi dengan direbus.
Sumber referensi:
Buku Acuan Palatihan Klinik, Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir;JNPK-KR, Departemen
Kesehatan RI, 2008
Sumber gambar: made-in-china.com
Ingat:
Agar proses DTT atau sterilisasi menjadi efektif, terlebih
dulu lakukan dekontaminasi dan cuci bilas peralatan secara seksama sebelum melakukan
proses tersebut
DTT dengan Cara Merebus
Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu dimulai
Gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai sarung tangan dapat
dipakaikan tanpa membuat terkontaminasi baru
Letakkan sarung tangan pada nampan pengukus yang berlubang di bawahnya. Agar mudah
dikeluarkan dari bagian atas nampan pengukus, letakkan 5-15 pasang sarung tangan dengan
bagian jarinya mengarah ke tengah nampan. Agar proses DTT berjalan efektif, harap perhatikan
jumlah maksimal sarung tangan dalam satu nampan (tergantung dari diameter nampan)
Ulangi proses tersebut hingga semua nampan pengukus terisi sarung tangan. Susun tiga
nampan pengukus di atas panci perebus yang berisi air. Letakkan sebuah panci perebus kosong
di sebelah kompor
Letakkan penutup di atas nampan pengukus paling atas dan panaskan air hingga mendidih. Jika
air mendidih perlahan, hanya sedikit uap air yang dihasilkan dan suhunya mungkin tidak cukup
tinggi untuk membunuh mikroorganisme. Jika air mendidih terlalu cepat, air akan menguap
dengan cepat dan ini merupakan pemborosan bahan bakar
Jika uap mulai keluar dari celah-celah di antara panci pengukus, mulailah perhitungan waktu.
Catat pengukusan sarung tangan dalam buku khusus
Kukus sarung tangan selama 20 menit, buka tutup panci dan letakkan dalam posisi terbalik
Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan goyangkan perlahan-lahan
agar air yang tersisa pada sarung tangan dapat menetes keluar
Letakkan nampan pengukus di atas panci perebus yang kosong di sebelah kompor
Ulangi langkah tersebut hingga semua nampan pengukus yang berisi sarung tangan tersusun di
atas panci perebus yang kosong. Letakkan penutup di atasnya agar sarung tangan menjadi
dingin dan kering tanpa terkontaminasi (tuang air perebus ke dalam wadah DTT)
Biarkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan sampai kering di dalam nampan selama
4-6 jam. Jika diperlukan segera, biarkan sarung tangan menjadi dingin selama 5-10 menit dan
kemudian gunakan dalam waktu 30 menit pada saat masih basah atau lembab (setelah 30 menit
bagian jari sarung tangan akan menjadi lengket dan membuat sarung tangan sulit dipakai atau
digunakan)
Jika sarung tangan tidak akan dipakai segera, setelah kering gunakan penjepit atas pinset
disinfeksi tingkat tinggi untuk memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan tersebut
dalam wadah disinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat (sarung tangan bisa disimpan di dalam
panci pengukus yang berpenutup rapat).
Sarung tangan tersebut bisa disimpan sampai satu minggu.
DTT Kimiawi
Bahan kimia yang dianjurkan untuk DTT adalah klorin dan glutaraldehid (Cidex). Alkohol, iodine dan
indofor tidak digolongkan sebagai disinfektan tingkat tinggi. Alkohol tidak membunuh virus dan
spesies pseudomonas bisa tumbuh dalam larutan iodine. Larutan-larutan tersebut hanya boleh digunakan
sebagai disinfektan jika disinfektan yang dianjurkan tidak tersedia. Lysol, Karbol dan Densol (asam
karbolik 5% atau fenol 1-2%) digolongkan sebagai disinfektan tingkat rendah dan tidak dapat digunakan
untuk dekontaminasi atau proses DTT. Tablet formalin hanya efektif dalam suhi tinggi dan dalam bentuk
gas jenuh, Penggunaan tablet formalin sangat tidak dianjurkan. Meletakkan tablet bersama sarung
tangan, bahan-bahan atau perlengkapan dalam botol kaca yang tertutup tidak akan bekerja secara
efektif. Formaldehid (formalin) merupakan bahan karsinogenik sehingga tidak boleh lagi digunakan
sebagai disinfektan.
Larutan disinfektan tingkat tinggi yang selalu tersedia dan tidak mahal adalah klorin. Karena larutan klorin
bersifat korosif dan proses DTT memerlukan perendaman selama 20 menit makan peralatan yang sudah
didisinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi harus segera dibilas dengan air matang. Lihat gambar rumus
yang digunakan dalam membuat larutan.
Letakkan peralatan dalam keadaan kering (sudah didekontaminasi dan cuci bilas) ke dalam
wadah dan tuangkan desinfektan
Ingat:
Jika peralatan basah sebelum direndam dalam larutan kimia maka akan terjadi
pengenceran larutan tersebut sehingga dapat mengurangi daya kerja atau efektifitasnya
Pakai sarung tangan lateks atau sarung tangan rumah tangga pada kedua tangan
Letakkan kateter yang sudah dicuci dan dikeringkan dalam larutan klorin. Gunakan tabung suntik
steril atau DTT untuk membilas bagian dalam kateter dengan menggunakan larutan klorin. Ulangi
pembilasan tiga kali. Pastikan kateter terendam dalam larutan
Ingat:
Selalu ikuti prinsip-prinsip pemrosesan peralatan
yang benar. Sebelum menggunakan kembali benda
atas peralatan yang terkontaminasi, lakukan:
1 Dekontaminasi
2 Cuci, bilas dan keringkan jika perlu
3
Ada lima aspek dasar atau Lima Benang Merah, yang penting dan saling terkait dalamasuhan
persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada setiap persalinan, baik normal
maupun patologis. Lima Benang Merah tersebut adalah:
1.
2.
3.
Pencegahan Infeksi
4.
5.
Rujukan
Lima benang merah ini akan selalu berlaku dalam penatalaksanaan persalinan, mulai dari kala satu
hingga kala empat, termasuk penatalaksanaan bayi baru lahir.
Tujuan yang diharapkan adalah dapat:
1.
Memahami langkah-langkah pengambilan keputusan klinik
2.
3.
4.
5.
Kerangka pembahasan Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan dan Kelahiran Bayi:
(klik setiap link di bawah untuk detail pembahasan)
1.
Pengumpulan Data
Melaksanakan Asuhan
2.
3.
Pencegahan Infeksi
Cuci Tangan
Dekontaminasi
4.
Pencatatan (Dokumentasi)
5.
Rujukan
Penatalaksanaan 6 Jam
Pertama Bayi Baru Lahir
Normal
Pengertian penatalaksanaan 6 jam pertama
Penatalaksanaan berarti cara mengurus (melakukan) sedangkan 6 jam
pertama berarti 6 jam awal (KBBI, 2002). Berdasarkan pengertian tersebut,
penatalaksanaan 6 jam pertama adalah cara mengurus saat 6 jam awal yang
akan dilakukan.
Pada penelitian ini yang dimaksud dengan penatalaksanaan 6 jam pertama
bayi baru lahir normal adalah cara mengurus bayi baru lahir spontan
pervaginam pada 6 jam awal kehidupannya.
Langkah-langkah penatalaksanaan 6 Jam Pertama Bayi Baru Lahir
Normal
Periode neonatal merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan infeksi,
mencegah kehilangan panas, membersihkan jalan nafas dan pemberian ASI
segera setelah lahir merupakan usaha dalam menurunkan Angka Kematian
Bayi (AKB) (Saifuddin, 2002).
1) Pencegahan infeksi
Pencegahan berarti cara, upaya. Sedangkan infeksi berarti masuknya kuman
atau bibit penyakit (KBBI, 2002) Berdasarkan pengertian tersebut,
pencegahan infeksi adalah upaya yang dilakukan agar tidak terjadi
masuknya kuman atau bibit penyakit pada tubuh bayi.
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan
atau kontaminasi mikroorganisme saat proses persalinan berlangsung
maupun beberapa saat setelah lahir. Sebelum menangani bayi baru lahir
pastikan penolong persalinan telah melakukan upaya pencegahan infeksi
(APN, 2007). Adapun pencegahan infeksi pada bayi baru lahir normal adalah
sebagai berikut :
a) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau menggunakan alkohol:
(1) Sebelum melakukan tindakan.
(2) Sesudah melepas sarung tangan.
(3) Sebelum merawat bayi
(4) Sesudah merawat bayi.
b) Gunakan sarung tangan dan celemek plastik atau karet saat memegang
bayi baru lahir sampai dengan kulit bayi bersih dari darah, mekonium dan
cairan. Teruskan memakai pelindung ini bila memegang bayi sampai dengan
memandikan bayi (minimal 6 jam).
c) Pastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang
digunakan untuk bayi telah dalam keadaan bersih.
d) Pastikan bahwa timbangan, pita ukuran, thermometer, stetoskop dan
benda lainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih.
e) Memotong tali pusat dengan menggunakan gunting tali pusat yang steril
lalu tali pusat diikat kuat.
f) Perawatan tali pusat menggunakan kassa steril.
g) Letakkan bayi yang mungkin dapat terkontaminasi lingkungan di dalam
ruangan khusus.
(APN, 2007)
2) Mencegah kehilangan panas
Mencegah berarti supaya tidak berubah dari keadaan semula atau
mempertahankan, dan kehilangan berarti hilangnya sesuatu sedangkan
panas berarti suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya (Poerwadarminta, 1993).
Berdasarkan pengertian tersebut mencegah kehilangan panas adalah upaya
agar suhu tubuh bayi tidak berkurang dari suhu tubuh normal.
Bayi baru lahir tidak dapat mengatur temperatur tubuhnya secara memadai
dan dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas tidak segera
dicegah. Bayi yang mengalami kehilangan panas (hipotermia) beresiko tinggi
untuk jatuh sakit atau meninggal. Jika bayi dalam keadaan basah atau tidak
diselimuti mungkin akan mengalami hipotermia, meskipun berada dalam
ruangan yang relatif hangat. Kehilangan panas terjadi karena menguapnya
cairan ketuban pada permukaan tubuh setelah bayi lahir karena tubuh bayi
tidak segera dikeringkan (APN, 2007). Pencegahan kehilangan panas
merupakan salah satu kewajiban bidan untuk meminimalkan kehilangan
panas pada bayi baru lahir (BBL), yaitu dengan cara sebagai berikut :
a) Keringkan bayi secara seksama
Bayi segera dikeringkan sebagai upaya untuk mencegah kehilangan panas
akibat evaporasi cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi. Keringkan bayi
dengan handuk atau kain yang disiapkan diatas perut ibu. Mengeringkan
e) Berikan rangsangan taktil dengan menggosok kulit bayi dengan kain yang
kering dan kasar. Gunakan alat penghisap lendir De-Lee yang steril untuk
menghisap lendir dimulut, kemudian dihidung bayi secara halus dan lembut.
(Saifuddin, 2008).
4) Pemberian ASI segera setelah bayi lahir
Pemberian berarti yang diberikan, sedangkan segera berarti secepatnya
(KBBI, 2002). Berdasarkan pengertian tersebut, pemberian ASI segera
setelah lahir adalah usaha yang diberikan secepatnya agar bayi dapat
menyusu.
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, lactose dan garamgaram organik yang disertai oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai
makanan utama bagi bayi (Soetjiningsih, 1997).
Memulai pemberian ASI secara dini akan :
a) Merangsang produksi air susu ibu (ASI)
b) Memperkuat refleks menghisap
c) Mempromosikan hubungan emosional antara ibu dan bayinya.
d) Memberikan kekebalan pasif segera kepada bayi melalui kolostrum.
e) Merangsang kontraksi uterus. (APN, 2007)
Keuntungan ASI
(1) Bagi bayi
(a) ASI untuk makanan bayi yang paling baik. ASI yang dibuat sesuai dengan
sistem pencernaan manusia.
(b) Menghindarkan alergi
(c) ASI tidak pernah menimbulkan reaksi alergi.
(d) Bayi yang diberi ASI lebih sehat
ASI dapat memperpanjang masa kekebalan alami terhadap penyakitpenyakit virus.
(2) Bagi ibu
(a) Memulihkan keadaan ibu
Tindakan menyusui bayi baru lahir segera setelah persalinan akan
membantu mencegah perdarahan setelah persalinan.
(b) Mencegah terjadinya kanker payudara
Penyelidikan menunjukkan bahwa tindakan menyusui sendiri akan
memperkecil kemungkinan menderita kanker payudara.
(c) Mengatur kehamilan secara alami
Tindakan menyusui sendiri yang dilaksanakan sepenuhnya selama 4 sampai
6 bulan pertama mempunyai pengaruh yang nyata atas pengaruh yang
nyata atas pengaturan kehamilan secara alami, karena akan menunda
proses mulainya kembali ovulasi dan siklus haid.
(d) Hemat waktu dan uang (Depkes RI, 1990)
(h) Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan gerakan
memerah sehingga ASI akan keluar dari sinus lactiferous yang terletak di
bawah kalang payudara.
(i) Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara dengan baik, payudara
tidak perlu dipegang atau dirangsang lagi.
(j) Beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada payudara dengan hidung
bayi dengan maksud untuk memudahkan bayi bernafas.
(k) Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelus bayi.
(Depkes RI, 2005)
Tanda-tanda posisi menyusui yang benar
(1) Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu
(2) Dagu bayi menempel pada payudara
(3) Dada bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara
(4) Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi
(5) Mulut bayi terbuka lebar dengan bibir bawah yang terbuka
(6) Sebagian besar areola tidak tampak
(7) Bayi menghisap dalam dan perlahan
(8) Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu
(9) Terkadang terdengar suara bayi menelan
(10) Puting susu tidak terasa sakit atau lecet
(Depkes RI, 2005)
Langkah-langkah menyusui yang benar
(1) Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dipoleskan pada
puting dan disekitar areola payudara.
(2) Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara
(a) Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak menggantung) dan
punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
(b) Bayi di pegang pada belakang bahunya dengan 1 lengan, kepala bayi
terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah dan bokong
bayi ditahan dengan telapak tangan).
(c) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu di
depan.
(d) Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara
(tidak hanya membelokkan kepala bayi).
(e) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
(f) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
(3) Payudara di pegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang
dibawah, jangan menekan puting susu atau areola payudara saja.
(4) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflex) dengan cara
:
Pada perawatan bayi yang terpisah maka kejadian infeksi silang akan sulit
dicegah. Dengan melakukan rawat gabung maka infeksi silang dapat
dihindari.
(4) Pendidikan kesehatan
Pada saat melaksanakan rawat gabung dapat dimanfaatkan untuk
memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu, terutama primipara.
Bagaimana teknik menyusui, memandikan bayi, merawat tali pusat,
perawatan payudara dan nasehat makanan yang baik, merupakan bahanbahan yang diperlukan si ibu. Mencapai pemberian segera setelah lahir
diperlukan usaha-usaha atau pengelolaan yang benar.