You are on page 1of 12

Teori Konsumsi

Pengeluaran konsumsi terdiri dari konsumsi pemerintah (government consumption) dan


konsumsi rumah tangga (household consumption/private consumption). Factor-faktor
yang mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga, antara lain :
1. Faktor Ekonomi
Empat faktor yang menentukan tingkat konsumsi, yaitu :
Pendapatan Rumah Tangga ( Household Income )
Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi.
Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tongkat konsumsi makin tinggi. Karena ketika
tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka
kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar atau mungkin juga pola hidup menjadi
semakin konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik.
Kekayaan Rumah Tangga ( Household Wealth )
Tercakup dalam pengertian kekayaaan rumah tangga adalah kekayaan rill (rumah,
tanah, dan mobil) dan financial (deposito berjangka, saham, dan surat-surat berharga).
Kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena menambah pendapatan
disposable.
Tingkat Bunga ( Interest Rate )
Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi. Dengan tingkat
bunga yang tinggi, maka biaya ekonomi (opportunity cost) dari kegiatan konsumsi akan
semakin maha. Bagi mereka yang ingin mengonsumsi dengan berutang dahulu,
misalnya dengan meminjam dari bankatau menggunakan kartu kredit, biaya bunga
semakin mahal, sehingga lebih baik menunda/mengurangi konsumsi.
Perkiraan Tentang Masa Depan (Household Expectation About The
Future)
Faktor-faktor internal yang dipergunakan untuk memperkirakan prospek masa depan
rumah tangga antara lain pekerjaan, karier dan gaji yang menjanjikan, banyak anggota
keluarga yang telah bekerja.
Sedangkan

faktor-faktor

eksternal

yang

mempengaruhi

antara

lain

kondisi

perekonomian domestic dan internasional, jenis-jenis dan arah kebijakan ekonomi yang
dijalankan pemerintah.
2. Faktor Demografi
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata per orang atau per keluarga relative

rendah. Pengeluaran konsumsi suatu negara akan sangat besar, bila jumlah penduduk
sangat banyak dan pendapatan per kapita sangat tinggi.
Komposisi Penduduk
Pengaruh komposisi penduduk terhadap tingkat konsumsi, antara lain :
o

Makin banyak penduduk yang berusia kerja atua produktif (15-64


tahun), makin besar tingkat konsumsi. Sebab makin banyak penduduk
yang bekerja, penghasilan juga makin besar.

Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, tingkat konsumsinya juga


makin tinggi, sebab pada saat seseorang atau suatu keluarga makin
berpendidikan tinggi maka kebutuhan hidupnya makin banyak.

Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban),


pengeluaran konsumsi juga semakin tinggi. Sebab umumnya pola
hidup masyarakat perkotaan lebih konsumtif disbanding masyarakat
pedesaan.

3. Faktor-faktor Non Ekonomi


Factor-faktor non-ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi
adalah faktor social budaya masyarakat. Misalnya saja, berubahnya pola kebiasaan
makan, perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain
yang dianggap lebih hebat/ideal.

Teori Keynes ( Keynesian Consumption Model )


a) Hubungan Pendapatan Diposable dan Konsumsi
Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat
dipengaruhi oleh pendapatan diposabel saat ini (current diposable income). Jika
pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja
peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan diposabel.
C = Co + bYd

Ket : C = konsumsi
Co = konsumsi otonomus
b

= marginal propensity to consume (MPC)

Yd = pendapatan diposable
0<b<1

b) Kecenderungan Mengonsumsi Marjinal


Kecenderungan mengonsumsi marjinal (Marginal Propensity to
Consume, disingkat MPC) adalah konsep yang memberikan gambaran tentang
berapa konsumsi akan bertambah bila pendapatan disposabel bertambah satu
unit.
C/Yd

MPC =
0 < MPC < 1

c) Kecenderungan Mengonsumsi Rata-Rata


Kecenderungan mengonsumsi rata-rata (Average Propensity to Consum,
disingkat APC) adalah rasio antara konsumsi total dengan

pendapatan disposabel

total.
APC

C/Yd

Karena besarnya MPC < 1, maka APC < 1


d) Hubungan Konsumsi dan Tabungan
Pendapatan disposabel yang diterima rumah tangga sebagian besar
digunakan untuk konsums, sedangkan sisanya ditabung. Kita juga dapat mengatakan
setiap tambahan penghasilan disposabel akan dialokasikan untuk menambah konsumsi
dan tabungan. Besarnya tambahan pendapatan disposabel yang menjadi tambahan
tabungan disebut kecenderungan menabung marginal (Marginal Propensity to
Save/MPS). Sedangkan rasio antara tingkat tabungan dengan pendapatan disposabel
disebut kecenderungan menabung rata-rata (Avarage Propensity to Save/APS)
Rumus :
Yd

= C + S (saving)

MPS

= 1- MPC atau S/Yd

APS

= 1 APC atau S/Yd


Pengeluaran pemerintah ditentukan dalam RAPBN dan APBN yang disusun oleh

pemerintah bersama DPR, besarnya pengeluaran pemerintah ditentukan oleh :


a) Proyeksi Jumlah Pajak yang Diterima
Salah satu faktor penting yang menentukan besarnya pengeluaran pemerintah
adalah jumlah pajak yang diramalkan. Dalam menyusun anggaran belanja
pemerintah harus terlebih dahulu membuat proyeksi mengenai jumlah pajak yang
akan diterima. Makin besar pajak yang diterima makin besar pembelanjaan
pemerintah yang akan dikeluarkan.

b) Tujuan-tujuan Ekonomi yang Ingin Dicapai


Faktor yang terpenting dalam pengeluaran pemerintah adalah tujuan-tujuan
ekonomi yang ingin dicapai pemerintah, pemerintah dapat mempengaruhi keadaan
ekonomi dan tujuan ekonomi melalui pengaturan kegiatan ekonomi. Beberapa
tujuan penting dari kegiatan pemerintah adalah mengatasi masalah pengangguran,
menghindari inflasi dan mempercepat pembangunan ekonomi dalam jangka
panjang. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut pemerintah sering membelanjakan
uang jauh lebih besar dari pendapatan yang diperoleh dari pajak.
c) Pertimbangan Politik dan Keamanan
Pertimbangan-pertimbangan politik dan kesetabilan negara selalu menjadi salah
satu tujuan penting dalam menyusun anggaran belanja pemerintah.

Teori Konsumsi Islam


http://www.agustiantocentre.com
Al Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk dijadikan
sebagai pedoman dalam kehidupan manusia, baik aqidah, akhlak, ibadah maupun muamalah.
Oleh karenanya berbagai tema telah dibicarakan oleh al-Quran, termasuk persoalan ekonomi.
Seperti dimaklumi, bahwa salah satu persoalan penting dalam kajian ekonomi Islam ialah
masalah konsumsi. Konsumsi berperan sebagai elan vital atau pilar dalam kegiatan ekonomi
seseorang (individu), perusahaan maupun negara. Konsumsi adalah bagian akhir dari kegiatan
ekonomi, setelah produksi dan distribusi, karena barang dan jasa yang diproduksi hanya untuk
dikonsumsi.
Kajian Islam tentang konsumsi sangat penting, agar seseorang berhati-hati dalam menggunakan
kekayaan atau berbelanja. Suatu negara mungkin memiliki kekayaan melimpah, tetapi apabila
kekayaan tersebut tidak diatur pemanfaatannya dengan baik dan ukuran maslahah, maka
kesejahteraan (welfare) akan mengalami kegagalan. Jadi yang terpenting dalam hal ini adalah
cara penggunaan yang harus diarahkan pada pilihan-pilihan (preferensi) yang mengandung
maslahah (baik dan bermanfaat), agar kekayaan tersebut dimanfaatkan pada jalan yang sebaikbaiknya untuk kemakmuran dan kemaslahatan rakyat secara menyeluruh. Demikian juga halnya
dalam ekonomi individu, yang perlu diperhatikan adalah cara pemanfaatan kekayaan, barang dan
jasa serta membuat pilihan-pilihan (preferensi) dalam mengkonsumsi barang dan jasa sesesuatu.
Al-Quran dan hadits memberikan petunjuk-petunjuk yang sangat jelas tentang konsumsi, supaya
perilaku konsumsi manusia menjadi terarah dan agar manusia dijauhkan dari sifat yang hina
karena perilaku konsumsinya. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan Allah dan
RasulNya akan menjamin kehiduan manusia yang adil dan sejahtera deunia dan akhirat (falah).
Banyak ayat dan hadits yang membicarakan pola dan prinsip konsumsi dalam Islam, antara lain,
namun yang menjadi ayat utama dalam makalah ini adalah surah al-Araf ayat : 31. Ayat-ayat dan
hadits lain tentang konsumsi juga dibahas dalam tulisan ini, agar kajian tentang konsumsi ini
lebih utuh dan komprehensif.

Pengertian dan Tujuan Konsumsi


Pengertian konsumsi secara umum diformulasikan dengan : Pemakaian dan penggunaan barang
barang dan jasa, seperti pakaian, makanan, minuman, rumah, peralatan rumah tangga,
kenderaan, alat-alat hiburan, media cetak dan elektronik, jasa telephon, jasa konsultasi hukum,
belajar/ kursus, dsb.
Berangkat dari pengertian ini, maka dapat dipahami bahwa konsumsi sebenarnya tidak identik
dengan makan dan minum dalam istilah teknis sehari-hari; akan tetapi juga meliputi pemanfaatan
atau pendayagunaan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Namun, karena yang paling
penting dan umum dikenal masyarakat luas tentang aktivitas konsumsi adalah makan dan
minum, maka tidaklah mengherankan jika konsumsi sering diidentikkan dengan makan dan
minum.
Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mewujudkan maslahah duniawi dan ukhrawi.
Maslahah duniawi ialah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, minuman,
pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan (akal). Kemaslahatan akhirat ialah terlaksanaya
kewajiban agama seperti shalat dan haji. Artinya, manusia makan dan minum agar bisa beribadah
kepada Allah. Manusia berpakaian untuk menutup aurat agar bisa shalat, haji, bergaul sosial dan
terhindar dari perbuatan mesum (nasab)

Sebagaimana disebut di atas, banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang konsumsi, di
antaranya Surat al Araf ayat 31. Ayat ini tidak saja membicarakan konsumsi makanan dan
minuman, tetapi juga pakaian. Bahkan pada ayat selanjutnya (ayat 33) dibicarakan tentang
perhiasan..



{ 31}

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan
minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan. (QS 7:31)
Zhinatun : pada berarti perhiasan. Al Maraghi mengatakan bahwa zinah dalam ayat ini
berarti segala sesuatu yang memperindah sesuatu atau seseorang. Kata zinah dalam berbagai
bentuknya terulang dalam al Quran sebanyak 46 kali
.

Berasal dari kata Akala- Yakulu yang berarti makan. Dalam Al-Quran kata akala dan bentuk
derivatifnya terulang sebanyak 109 kali.

Berasal dari kata Syariba yasyrabu, yang berarti minum. Dalam al-Quran kata syariba dalam
berbagai bentuknya terulang sam[ai 39 kali.

Artinya, jangan berlebih-lebihan. Kata ini berasal dari kata Sarafa Yasrifu yang artinya
berlebih-lebihan atau melampaui batas. Dalam al-quran kata ini diulang sebanyak 23 kali..
Dalam berbagai riwayat dijelaskan bahwa ayat ini turun ketika beberapa orang sahabat Nabi
Muhammad Saw melhat dan ingin meniru kelompok atau kaum al-Humnas, yaitu salah satu
kelompok dalam Quraisy. Kaum ini, sangatlah menggebu-gebu dalam menjalankan agama,
sehingga ketika thawaf mereka mengharuskan pakaian bagus dan baru. Maka ketika pakaian
baru dan bagus tersebut tidak ada, mereka lebih baik berthawaf dengan telanjang atau tidak
melakukan thawaf sama sekali. Maka turunlah ayat ini untuk menegur mereka yang bertelanjang
dalam berthawaf.
Ayat ini memiliki munasabah dengan ayat yang terdapat sebelumnya. Munasabah dngan ayat
seelumnya sangat erat, yaitu, jika ayat sebelumnya menjelasskan bahwa Allah memerintahkan alqisth (adil) dan meliuruskan wajah di setiap masjid, maka ayat ini mengajak anak Adam untuk
memakai pakaian yang indah, minimal dapat menutup aurat setiap memasuki dan berada di
masjid, baik masjid dalam arti bangunan khusus, maupun masjid dalanm arti umum, yakni
seluruh muka bumi Allah ini.
Ayat ini juga menganjurkan makan makanan yang enak, halal, bermanfaat dan bertgizi, serta
mengizinkan minum apapun selama tidak menimbulkan dan tidak merusak badan dan jiwa. Hal
teroenting dari bayat ini adalah larangan boros dan berlebihan.

Ayat ini juga mempunyai munasabah dengan ayat setelahnya, di mana pada ayat 32 dijelaskan
tentang tidak boleh mengharamkan sesuatu yang telah dihalakan oleh Allah baik dalam hal
pakaian, makanan maupun minuman, Di samping itu, ayat ini juga menjelaskan perintah Allah
untuk menggunakan rizki yang baik-baik dan proporsional.
Penjelasan Ayat

Dalam ayat ini Allah Swt menjelaskan dan memrintahkan untuk memakai pakaian dengan
batasan-batasannya, yaitu bahwa batas pakaian adalah menutup aurat. Dalam beribadah tidak ada
keharusan yang mewajibkan seseorang memakai pakaian yang bagus dan baru. Namun, perintah
memakai pakaian bagus dan indah tersebut tidaklah wajib, tetapi merupakan perbuatan sunnat.
Batas pakaian yang dianjurkan agama adalah pakaian yang dapat menutup aurat, baik itu pakaian
bagi laki-laki ataupun perempuan.

Dalam ayat ini secara eksplisit Allah memerintahkan makan dan minum secara wajar, tidak
berlebihan atau melampaui batas. Berlebih-lebihan atau melampaui batas dalam menggunakan
(mengkonsumsi) suatu kebutuhan sangat dicela oleh Islam. Dengan demikian, kesederhanaan
menjadi elan vital ajaran Islam dalam perilaku konsumsi.
Kebutuhan manusia tentu tidak sebatas makan, minum, pakaian, perumahan, tetapi juga
kenderaan, sarana komunikasi dan alat-alat teknologilainnya, seperti komputer, note book, alat
rumah tangga dan lain-lain yang mempermudah kehidupan manusia. Dalam memenuhi
kebutuhan tersebut, manusia seringkali tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah
dinikmati (dikonsumsi). Manusia seringkali dihinggapi penyakit tamak. Dalam konteks ini Nabi
Muhammad Saw bersabda :

Seandainya seseorang mempunyai dua bukit gunung berupa emas, dia akan mengharap
mempunyai tiga gunung, dst. Tidak ada yang bisa menghentikan keserakahannya kecuali tanah
menyumbat mulutnya (mati) (H.R.Bukjhari) dan Muslim).
Jika manusia telah mendapatkan dan menikmati sesuatu, maka ia ingin mendapatkan yang satu
lainnya. Inilah karakter manusia materialis yang tidak disetujui Islam. Karakter ini dalam ilmu
ekonomi disebut homo-economicus. Konsep ini bertentangan dengan etika ekonomi Islam. Islam
mengajarkan bahwa manusia adalah homo-islamicus, bukan homo economicus.
Selanjutnya yang harus diperhatikan bahwa produk atau segala sesuatu yang dikonsumsi
haruslah halal dan thayyib.
Firman Allah dalam surah Al-Baqarah : 168





Hai manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah
kamu mengikiuti langkah-langkah syetan, karena sesunguhnya syetan itu musuh yang nyata
bagimu.
Allah juga melarang memakan dan menggunakan barang-barang yang keji dan buruk (khabaist)


Dia menghalalkan bagi mereka segala sesuatu yang baik dan mengharamkan segala yang keji
(kotor) (QS. Al-Araf : 157)
Dalam ayat yang lain (QS. 2 : 173) Allah berfirman,




Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, binatang (yang
ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak
ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun dan maha penyayang.
Dari ayat- ayat di atas, jelas bahwa Islam mengharamkan kaum muslimin menkonsumsi
makanan yang haram dan keji (kotor). Mengkonsumsi makanan yang haram berdampak buruk
bagi keimanan, akhlak dan kesehatan. Makanan halal akan berdamak kepada keimanan
seseorang, karena seseorang yang mengkonsumsi makanan haram, pastilah dia teman dari syetan
dan syetan merupakan musuh utama umat manusia.
Makanan yang buruk (keji/kotor), akan merusak jasmani dan kesehatan orang yang
mengkonsumsinya, seperti bangkai, babi, miras, narkoba, makanan yang mengandung gelatin
babi, formalain dan sebagainya. Barang-barang halal yang dikonsumsi bukan saja makanan,
minuman dan pakaian, tetapi juga alat kecantikan (konmetik) yang tidak jelas kehalalannya.
Kosmetik dewasa ini seringkali mengandung gelatin dan plasenta.
Dr. Muhammad Mahmud Hijazzi menjelaskan bahwa setiap insan hendaklah mewaspadai syetan
yang akan menanggung kaum muslimin. Dia akan memperindah keburukan, sehingga menjadi
menarik bagi manusia. Syetan itu tidak pernah menyuruh kepada kebaikan dan maslahah, justru
ia menyuruh dan menggoda kaum muslimin untuk berbuat keburukan dan mafsadah.
Al-Quran maupun hadits tidak merinci secara detail tentang kriteria kriteria kehalanan
makanan, minuman, pakaian dan kebutuhan insan lainnya. Hal ini artinya, diserahkan kepada
manusia untuk berijtihad dengan mengadakan penelitian ilmiah dan mendalam tentang kriteriakkriteria produk halal dan haram, sesuai dengan pendekatan ilmu pengetahuan, seperti, makanan
dan minuman yang mengandung mafsadah dan mudharat, seperti rokok adalah haram,
sedangkan makanan dan minuman yang bergizi, protein sangat diajurkan.
Demikian pula, Allah melarang makanan dan minuman yang buruk, misalnya minuman atau
makanan yang memabukkan, dan makanan yang memiliki unsur keracunan yang merusak seperti
formalin dan zat pewarna yang merusak kesehatan. Makanan dan minuman tersebut tidak layak
dikonsumsi dan status hukum mengkonsumsinya diharamkan.
Tuntunan Islam dalam mengkonsumsi makanan dan minuman adalah mencari yang maruf dan
baik. Dalam mencari barang yang hendak dikonsumsi, setiap insan harus menjauhi godaangodaan syetan yang senantiasa bermaksud menjerumuskan manusia, seperti korupsi, pungli,
mencuri, dsb.
Selain itu, al-Quran mengingatkan agar manusia tidak hanyut dan tenggelam dalam kehidupan
yang materialistis dan hedonistis. Akan tetapi hal itu bukan berarti, bahwa Islam melarang
manusia untuk menikmati kehidupan dunia ini. Sebagai anugerah Allah, Dia memberikan
segalanya kepada manusia, berupa pakaian, minuman, makanan, perumahan, kenderaan, alat
komunikasi, alat rumah tangga dan sebagainya. Yang penting dicatat adalah Allah mengingatkan
untuk tidak berbuat boros dan berlebih-lebihan. Termasuk dalam israf dan berlebihan-lebihan
adalah aktualisasi watak manusia yang terus ingin menukar dan mengganti alat yang dikonsumsi,
padahal fungsi dan kualitas barang yang lama masih bagus. Masalah model baru dalam Islam
menjadi isu yang penting dalam konsumsi Islam.

Tidak israf merupakan tuntutan yang harus disesuaikan dengan kondisi seseorang, karena kadar
yang dinilai cukup bagi seseorang, belum tentu cukup bagi orang lain. Boleh jadi, israf pada
seseorang, tetapi tidak israf bagi orang lain. Misalnya,
Maka yang lebih tepat menfasirkan tidak israf adalah berbuat proporsional dalam berbagai hal,
baik makan, minum, pakaian, alat rumah tangga, dsb
Nabi Muhammad Saw bersabda,

Tidak ada wadah yang dipenuhi manusia lebih buruk dari pada perut. Cukuplah bagi putraputra anak Adam beberapa suap yang dapat menguatkan tubuhnya. Kalaupun harus memenuh
perutnya, maka hendaklah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga
untuk bernafas. (H.R. Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban melalui Miqdam Ibnu Madikarib).

Allah Swt sangat membenci orang yang berlebih-lebihan. Seseorang yang belanja dengan israf,
tanpa skala prioritas maqashid (maslahah), sehingga lebih besar spendingnya dari
penghasilannya akan membuahkan bencana yaitu akan mencelakakan dirinya dan rumah
tangganya. Dia akan terjerat hutang yang berkepanjangan atau kesulitan hidup masa depan.
Hal ini dijelaskan kembali oleh Abdullah bin Humaid dari An-Nasaiy dan Ibnu majah, Ibnu
Mardawaih serta Baihaqy dan jalur Amru bin Syuaib yang menerima dari ayahnya dan
neneknya, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda :

Makanlah kamu dan minumlah kamu, bersedeqahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi
tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan, karena Allah amat suka melihat bekas nikmatnya
pada hamba-hambaNya.
Selanjutnya dalam hadits lain diriwayatkan :

: :
( )
Dari Abiu Hurairah bahwa Nabi Muhamad Saw bersabda, Seorang hamba akan berkata,
hartaku !, hartaku !. Padahal yanhg menjadi miliknya hanya tiga hal saja, 1. Apa yang
dimakan, kemudian habis, 2. Apa yang dipakai, kemudian hancur, 3. Apa yang disedeqahkan
kemudian kekal. Selain yang tiga perkara tersebut akan hilang dan ditanggalkan untuk manusia.
(H.R.Muslim)

Ibnu Abbas menjelaskan sebagai berikut :



Makanlah kamu, minumlah kamu, bersedeqahlah kamu, dan berpakaianlah kamu, (Semua
boleh bagi kamu) selama tidak disertai sikap boros dan sombong.

Dari ketiga hadits di atas dapat pula disimpulkan bahwa sedeqah atau infaq, termasuk zakat
adalah bagian dari konsumsi dalam Islam. Dengan demikian, rumus pendapatan (Y) dalam
Islam berbeda dengan ekonomi konvensional yang tidak memasukkan infak dan sedeqah sebagai
konsumsi. Dalam ekonomi Islam dirumuskan sbb :
Y = ( C + Sedeqah) + S

Rumusan inilah yang dikemukan oleh pakar-pakar ekonomi Islam kontemporer, seperti Monzer
Kahf dan Fahim Khan.
Kekayaan atau harta dalam Islam merupakan amanah Allah, yang harus dibelanjakan secara
benar, yaitu seimbang dan adil, yaitu tidak boros, tidak kikir, dan tidak pula mubazir. Harta yang
dimiliki tidak semata-mata untuk dikonsumsi, tetapi juga untuk kegiatan sosial seperti zakat,
infaq dan sedekah. Inilah yang membedakan antara perilaku konsumen dalam ekonomi
konvensional dengan ekonomi Islam. Berdasarkan konsep ini, misalkan pendapatan konsumen
muslim dibelanjakan untuk memenuhi kepuasan duniawi (E 1) dan kebajikan sosial (E2).
Pengeluaran di antara E1 dan E2 ini terletak di antara kerasionalan konsumen yang dipengaruhi
pula oleh tingkat ketakwaaannya kepada Allah,
Alquran juga mengajarkan prinsip halal dan thayyib dan akhlak dalam konsumsi. Barang
barang yang dikonsumsi adalah barang yang halal dan thayyib ( baik dan berguna ). Sebaliknya,
Allah mengharamkan setiap barang yang keji dan buruk. Ayat ayat Al-Quran yang berbicara
mengenai konsumsi terdapat antara lain dalam surah An-Nahal : 114 :



Artinya, :Makan kamulah rezeki yang dianugerahkan Allah kepadamu yang halal lagi thayyib,
bersyukurlah kamu atas nikmat Allah, jika kamu menyembahNya.

Al-Mukminun : 51

Artinya, Wahai para Rasul, makan kamulah makanan yang thayyib dan lakukanlah amal sholih.
Sesungguhnya Aku mengatahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mukminun : 51)

Al- Baqarah : 168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik apa yang terdapat
dibumi.

Lihat pula surah Al- Maidah ( 5 ) ayat : 4, 87, 88,



Mereka menanyakan kepadamu, Apakah yang dihalalkan bagi mereka?. Katakanlah,


Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan buruan yang ditangkap oleh binatang buas yang telah
kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu. Kamu mengajarnya menurut apa yang telah
diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu. Dan sebutlah
nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.

{ 87}




Wahai orang yang beriman, janganlah kamu haramkan yang baik-baik yang telah dihalalkan
Allah bagi kamu. Janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang
yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah
rezekikan kepadamu. Bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadaNya (QS. ; 87-88)




Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah kami berikan kepadamu dan janganlah
melampaui batas padanya yang menyebabkan kemurkaanKu menimpamu. Dan barang siapa
yang ditimpa oleh kemurkaanKu, maka sesungguhnya binalah ia.(QS. Thaha : 81).

Barang barang yang dikonsumsi, tidak saja makanan dan minuman, tetapi juga pakaian,
perumahan dan peralatannya, kenderaan, serta seluruh barang dan jasa yang bisa mendatangkan
kegunaan ( utility ) bagi manusia. Dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang adalah
darah, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih disebut nama selain nama Allah
( QS. 2 : 173 ).
Konsumsi dan pemuasan kebutuhan, pada dasarnya tidak tercela Islam, selama tidak
mengkonsumsi barang barang yang haram.
Firman Allah dalam surah Al-Araf : 32

Katakanlah, siapakah yang mengharamkan perhiasan yang indah indah ( yang diciptakan )
Allah untuk hamba hambaNya dan siapa pula yang mengharamkan barang barang yang
baik. ( QS 7 : 32 ). Dalam ayat lain difirmankan, Hai orang orang yang beriman janganlah
kamu mengharamkan barang barang yang baik yang telah dihalalkan bagimu, janganlah kamu
melampaui batas. ( QS 5 :87 ).)

Selanjutnya prinsip akhlak moralitas dalam konsumsi antara lain berarti bahwa tujuan konsumsi
adalah untuk peningkatan nilai nilai moral dan spiritual, bukan hanya untuk kelangsungan
hidup dan perwujudan kesehatan dan kesenangan duniawi (utility) manusia. Prinsip moralitas
juga terlihat dari ajaran Islam yang menganjurkan agar menyebut nama Allah sebelum makan
dan minum dan mengucapkan alhamdulillah setelah mengkonsumsinya. Demikian pula dalam
berpakaian, naik kendaraan, dsb. Dengan demikian konsumen muslim, akan merasakan
kehadiran Ilahi pada mengkonsumsi barang barang yang dibutuhkannya. Hal ini penting,
karena Islam menghendaki perpaduan prilaku material dan nilai nilai spiritual
Dengan demikian, prinsip akhlak islami mengajarkan bahwa konsumsi harus dapat memenuhi
etika, adat kesopanan dan perilaku terpuji seperti syukur, zikir, dan fikir serta sabar dan
mengesampingkan sifat-sifat tercela seperti kikir dan rakus (QS 89:20, 70:19)
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, Islam menggariskan bahwa tujuan konsumsi bukan sematamata memenuhi kepuasan terhadap barang (utilitas), namun yang lebih utama adalah sarana
untuk mencapai kepuasan sejati yang utuh dan komprehensif yaitu kepuasan dunia dan akhirat.
Kepuasan tidak saja dikaitkan dengan kebendaan tetapi juga dengan ruhiyah atau ruhaniyah atau
spiritual, bahkan kepuasan terhadap konsumsi suatu benda yang bertentangan dengan nilai-nilai
Islam, maka kepuasaan ini harus ditinggalkan. Oleh karena itu konsumen rasional dalam
ekonomi Islam adalah konsumen yang dapat memandu perilakunya supaya dapat mencapai
kepuasan maksimum sesuai dengan norma-norma Islam yang dapat pula diistilahkan dengan
maslahah. Jadi, tujuan konsumen muslim bukanlah memaksimumkan utility, tetapi
memaksiumumkan maslahah.

You might also like