Professional Documents
Culture Documents
Appendicitis Akut
oleh :
Revina Andayani, S.ked
J500 090 013
Pembimbing :
dr. Saut Idoan Sijabat, Sp.B
REFERAT
Appendicitis Akut
oleh :
Revina Andayani, S.ked
J500 090 013
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing :
dr. Saut Idoan Sijabat, Sp.B
Dipresentasikan dihadapan
Dr. Saut Idoan Sijabat, Sp.B
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG....................................................................
B. TUJUAN PENULISAN.................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI.....................................................................................
B. FISIOLOGI....................................................................................
C. DEFINISI.......................................................................................
D. ETIOLOGI.....................................................................................
E. PATOFISIOLOGI.........................................................................
F. PERJALANAN PENYAKIT........................................................
G. GEJALA KLINIS..........................................................................
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
7
7
8
9
11
H. PEMERIKSAAN FISIK..............................................................
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................
J. DIAGNOSIS.................................................................................
K. DIAGDOSIS BANDING..............................................................
L. PENGOBATAN..........................................................................
M.
KOMPLIKASI...................................................................
12
15
16
17
18
22
25
26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak
maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling
sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Penelitian Nwomeh (2006) di
Amerika Serikat pada 788 penderita appendicitis didapat proporsi kulit putih 81%,
kulit hitam 12%, dan lainnya 7%.30 Penelitian Salari (2007) di Iran pada 400
penderita appendicitis didapat 287 orang (71,7%) laki-laki dan 113 orang (28,3%)
perempuan, serta kelompok umur 5-14 tahun 58 orang (14,5%), 15-19 tahun 114
orang (28,5%), 20-24 tahun 99 orang (24,8%), 25-34 tahun 102 orang (25,5%),
dan 35 tahun 27 orang (6,8%).
Appendisitis dapat mengenai semua kelompok usia. Appendicitis akut pada
dewasa muda mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah
dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik.
Diagnosis appendisitis akut kadang-kadang sulit ditegakkan. Diagnosis yang
tepat dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal. Riwayat
4
perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling
penting dalam mendiagnosis appendisitis.
Semua kasus appendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix
yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila
tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama
disebabkan karena peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah
orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendisitis akut merupakan salah satu
penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
diagnosis banding, tatalaksana, dan komplikasi dari appendicitis akut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia itu.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala
klinis appendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendisitis bermula di
sekitar umbilicus.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi
apendiks akan mengalami gangren.
B. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran
lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jkumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.
C. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vemiformis.
D. Etiologi
Obstruksi lumen apendiks diikuti dengan kongesti vaskular, inflamasi dan
edema, penyebab obstruksi pada umumnya berupa:
1
Fekolit
Pada 30% hingga 35% kasus (paling banyak terjadi pada orang
dewasa).
2
Benda asing
4% (misalnya biji bah-buahan, cacing kermi, cacing pita, cacing
tambang, kakulus)
Inflamasi
Pada 50% hingga 60% kasus (hiperplasi jaringan limfoid submukosa
merupakan etilogi yang paling sering pada anak-anak dan remaja)
Neoplasma
1% (karsinoma, penyakit metastasis, karsinoma)
E. Patofisiologi
Patologi apendisitis dapat mulai dari mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Pada stadium
paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan diseluruh mukosa,
submukosa,
dan
muskularis
propria.
Pembuluh
subserosa
mengalami
F.
Perjalanan penyakit
Pada kebanyakan pasien khususnya kelompok yang lebih muda,
iritasi serosa. Bila tunica serosa apendiks yang meradang dekat dengan
peritoneum parietalis, maka pasien mengalami perpindahan nyeri periumbilicus ke
kuadran kanan bawah. Nyeri somatik terlokalisasi baik ini menunjukkan ancaman
penyediaan darah arteri dan iskemik menyebabkan infark kecil sepanjang batas
arteri mesenterica apendiks. Stadium apendisitis gangrenosa ini disertai dengan
peningkatan ekstravasasi bakteri dan kontaminasi lokalisasi cavitas peritonealis.
Progresivitas menyebabkan perforasi dan massa periapendiks lokalisata atau
peritonitis
generalisata.
Sehingga
apendisitis
berlanjut
melalui
stadium
Apendisitis mukosa
Sembuh
Apendisitis flegmentosa (radang akut jaringan mukosa)
Perforasi
11
G. Gejala Klinis
Apendisitis akut merupakan diagnosis abdomen yang paling mudah atau
paling sulit. Kasus klasik ditandai dengan :
a
12
13
Rovsings sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ
abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik.
Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri
sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi
pada otot psoas kanan dan
14
Dasar anatomis terjadinya obturator sign adalah appendiks yang terinflamasi yang
terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat
dilakukan manuver ini.
Blumbergs sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas
dan nyeri di RLQ)
15
Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen
atau Appendix letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher.
Dunphy sign: nyeri ketika batuk.
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan
Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan
Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut
dan bukan radang akut.
Gejala
Tanda
Manifestasi
Skor
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
16
Laboratorium
Leukositosis
Total poin
10
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
G. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara
12.000-18.000/mm. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left)
dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah
leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.
Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan
pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria
dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
Ultrasonografi
17
CT-Scan
dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya.
Ultrasonografi bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Demikian pila laparoskopi
pada kasus yang meragukan. Pemeriksaan laboratorium, jumlah leukosit
membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus
terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.
I. Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, yaitu:
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringandan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik ering ditemukan.
Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
Demam dengue
Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumpl Leede, trombositopenia, dan hematokrit
yang meningkat.
Limfadenitis mesenterika
Limfadeniris mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau
gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan
perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan
Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang
19
sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang
dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat menganggu selama dua hari.
Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
Pada colok vagina akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada
gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu.
Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan
perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin
terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri pada
penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosintesis didapatkan darah.
Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa
dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.
Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonograafi dapat menentukan diagnosis.
Endometriosis eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak
ada jalan keluar.
20
J. Penatalaksanaan
Meskipun telah ditemukan modalitas diagnostik yang lebih canggih, tetapi
intervensi operatif tidak boleh ditinggalkan. Setelah diagnosis apendisitis akut
ditegakkan, pasien perlu dipersiapkan untuk menjalani operasi. Hidrasi pasien
harus dipastikan mencukupi kebutuhan pasien, kelainan elektrolit harus
diperbaiki, dan kondisi jantung, paru serta ginjal harus diperhatikan. Sebuah metaanalisis
menunjukkan
manfaat
pemberian
antibiotik
praoperasi
dalam
gastrointestinal
yang
ringan
sampai
berat,
para
ahli
bedah
merekomendasikan satu agen terapi dengan cefoxitin, cefotetan, atau tikarsilinasam klavulanat. Pada infeksi yang lebih parah, satu agen terapi dengan
carbapenem atau terapi kombinasi dengan cephalosporin generasi ketiga,
monobactam, aminoglycoside ditambah antibiotik anaerob dengan klindamisin
atau metronidazole. Rekomendasi tersebut juga berlaku untuk anak-anak.
Apendektomi terbuka
21
22
katup ileocecal dan meluas sekitar 2 kaki. Pada wanita, harus diberikan perhatian
khusus pada organ panggul. Isi perut bagian atas juga perlu diperiksa. Cairan
peritoneal harus diperiksa dengan pewarnaan gram dan kultur. Jika cairan purulen,
sangat penting untuk mengidentifikasi penyebabnya. Perpanjangan ke medial
(Fowler-Weir), dengan pembagian selaput rektus anterior dan posterior, dapat
dilakukan untuk mengevaluasi perut bagian bawah. Jika terdapat gangguan pada
perut bagian atas, insisi kuadran kanan bawah harus ditutup dan harus dibuat
insisi tepat pada garis tengah.
Apendektomi Laparoskopi
Apendektomi laparoskopi dilakukan dengan anestesi umum. Tabung
nasogastrik dan kateter urin ditempatkan sebelum terjadi pneumoperitoneum.
Laparoskopi apendisitis biasanya membutuhkan tiga port. Kadang-kadang empat
port untuk memobilisasi apendisitis retrocecal. Dokter bedah biasanya berdiri di
sebelah kiri pasien. Satu asisten diperlukan untuk mengoperasikan kamera. Satu
trocar diletakkan di umbilikus (10mm), dan trocar kedua diletakkan pada posisi
suprapubik. Beberapa ahli bedah menempatkan port kedua di kuadran kiri bawah.
Trocar suprapubik yaitu 10 atau 12 mm, tergantung pada apakah ada atau tidak
stapler linier yang digunakan. Penempatan trocar ketiga (5 mm) bervariasi dan
biasanya di kuadran kiri bawah, epigatrium atau kuadran kanan atas. Penempatan
ini berdasarkan lokasi dari laporan dan pilihan ahli bedah. Awalnya, perut
dieksplorasi sepenuhnya untuk menghilangkan penyakit lainnya. Apendiks dapat
diidentifikasi dengan mengikuti taenia anterior. Diseksi di dasar apendiks
memungkinkan ahi bedah untuk membuat jendela antara mesentrium sampai pada
pangkal
dibagi secara terpisah. Saat mesoapendiks terlibat pada proses inflamasi, hal ini
baik untuk membagi apendiks pertama dengan linier staplerdan kemudian
membagi mesoapendiks yang berdekatan dengan apendiks dengan klip,
elektrokauter, harmonic scalpel, atau staples. Basis apendiks tidak terbalik.
Apendiks akan diangkat dari cavum abdomen melalui situs trocar. Basis apendiks
23
dengan apendektomi segera. Tetapi, biaya untuk pengobatan seperti ini lebih besar
dan waktu rawat inap pasien lebih lama ( 8 sampai 13 hari dibanding 3 sampai 5
hari).
Pengobatan awal terdiri dari antibiotik IV dan mengistirahatkan usus.
Meskipun terapi ini pada awalnya efektif, ada tingkat kegagalan sebesar 9 sampai
15%, dengan intervensi operasi dibutuhkan dalam 3 sampai 5 hari berikutnya.
Operasi perkutan atau operasi drainase abses tidak dianggap sebagai kegagalan
terapi konservatif.
K. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan lekuk usus halus.
Massa periapendikuler
Massa apendiks terjadi apabila apendisitis ganrenosa atau miroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikuket yang pendinginannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran
pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta
generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas disarankan
segera untuk dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi
masih mudah. Pada anak selama-lamanya dipersiapkan untuk operassi dalam
waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang
terpancang dengan pendinginan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dulu dan
diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendektomi elektif dapat dikerjakan
2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil
25
mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai
dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambah nyeri, dan teraba
pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Riwayat klasik apendisitis akutm yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam mengarahkan diagnosis ke massa
atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma
sekum, penyalit Crohn, dan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosis massa apendik.
Apendisitis perforata
Adanya fekalitdi dalam lumen, umur (orang tua atau kecil), dan
keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya
perforasi apendiks. Dilaporkan insidensi perforasi 60% pada penderita di atas usia
60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidensi pada orang tua adalah
gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks
berupa penyempitan lumen dan arteriosklerosis. Insidensi tinggi pada anak
disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif
sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendinginan kurang
sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum
berkembang.
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut,
mungkin mungkin dengan punctum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik
usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik. Abses rongga peritoneum
bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisasi di suatu tempat, paling
sering di rongga pelvis dan subdiafragman. Adanya massa intraabdomen yang
nyeri disertai demam harus dicurigai abses. Ultrasonografi dapat membantu
mendeteksi adanya kantong nanah.
26
Apendisitis rekurens
Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendektomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut, kelainan ini
terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun,
apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena karena terjadi fibrosis
ddan jaringan parut. Risiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%. Insidensi
apendisitis rekurens adalah 10% dari spesimen apendektomi yang diperiksa secara
patologik.
Pada apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat, yaitu nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendik secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidensi
apendisitis kronil antara 1-5%.
27
BAB III
KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak
maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling
sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
Apendisitis akut merupakan diagnosis abdomen yang paling mudah atau
paling sulit. Penyakit ini mungkin silent terutama pada usia lanjut, atau tidak
memperlihatkan tanda lokal di kuadran kanan bawah, seperti bila apendiks
terletakdi retrosekal atau terdapat malrotasi usus.
Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal
yang paling penting dalam mendiagnosis appendisitis. Penanganan dengan
pembedahan menurunkan kejadian morbiditas dan mortalitas appendicitis akut.
28
DAFTAR PUSTAKA
Bedah Digestif. 2008. Apendisitis akut. Retrieved May 22, 2010, from Ilmu Bedah
UGM: http://bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendisitis-akut.html
Brunicardi, F.C., et al. 2007. Schwartz`s Principle of Surgery. USA : The Mc
Graw Hill Company.
Craig, Sandy. 2008. Apendisitis, Acut - Follow-up. Retrieved May 22, 2010, from
eMedicine : http://emedicine.medscape.com /article/773895-followup
Craig, Sandy. 2008. Apendisitis, Acut Differential Diagnoses & Workup.
Retrieved May 22, 2010, from eMedicine :
http://emedicine.medscape.com/article/773895-diagnosis
De Jong, W., Sjamsuhidajat, R.,(editor). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
Revisi. EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk (editor). 2000. Kapita Selekta Kedokteran. EGC: Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Jilid II. EGC : Jakarta.
She Warts, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. EGC: Jakarta.
29