You are on page 1of 21

Tanggulangi CVPD pada Tanaman Jeruk

Anda Sejak Dini


CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) atau sering disebut greening yang kini namanya
internasionalnya disebut penyakit " Huang lung Bin" ini termasuk salah satu penyakit jeruk yang
masih menjadi momok bagi para petani. Bagaimana tidak? Petani jeruk di sebagian besar sentra
produksi pernah merasakan kehebatan serangan penyakit ini yang mampu memusnahkan seluruh
tanaman jeruk bahkan hingga saat ini masih ada yang belum terbebas dari serangan penyakit tersebut.
Dengan program upaya pengendalian terpadu kebun jeruk sehat yang diformulasikan team peneliti
BPTP Karangploso Malang, diharapkan serangan penyakit CVPD yang hingga saat ini masih
menyerang dapat dikendalikan.

CVPD tidak lain dan tidak bukan adalah penyakit yang


menyebabkan daun jeruk berwarna kuning. Penyakit ini menyerang
pada hampir seluruh jenis tanaman jeruk yang ada di Indonesia
seperti : jeruk keprok Pulung, jeruk keprok Batu 55, keprok Madura,
jeruk manis Pacitan, jeruk nipis Perak, jeruk keprok dan jeruk Siam
dan lain-lainnya. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri perusak
jaringan phloem yang tidak dapat dikulturkan disebut Liberobacter
asiaticum dan berbeda dengan yang berkembang di benua Afrika
yaitu Liberobacter africanum. Penyebaran penyakit ini ditularkan
oleh kutu loncat (pembawa patogen) dan bibit jeruk yang terinfeksi
CVPD. Serangan utama penyakit ini biasanya pada kuncup daun dan
tunas-tunas muda. Serangan terhadap tunas-tunas muda ini akan
mengakibatkan tunas menjadi keriting dan pertumbuhannya
terhambat. Pada tingkat serangan lebih lanjut, bagian yang terserang
secara bertahap menjadi kering kemudian mati. Serangga penular
Daun menguning dengan tulang daun
yang masih hijau, merupakan gejala awal penyakit CVPD ini akan lebih aktif pada suhu tinggi (dataran rendah)
serangan CVPD dibandingkan suhu rendah (dataran tinggi). Tanaman inang kutu
loncat ini adalah kemuning (Muraya peniculata) dari famili
Rutaceae.

Kutu loncat ini juga menghasilkan sekresi berwarna putih berbentuk spiral yang diletakkan di atas
permukaan daun atau pucuk tunas. Kutu daun yang memiliki nama Latin Diaphorina citri mempunyai 3
siklus hidup yaitu telur, nimfa, dan dewasa. Siklus hidupnya berlangsung selama 16-18 hari pada suhu
panas atau + 45 hari pada suhu dingin. Serangga penular ini mampu bertelur sebanyak + 800 butir selama
masa hidupnya yang biasanya diletakkan secara tunggal atau berkelompok pada kuncup dan tunas-tunas
muda sehingga pola pertunasan merupakan faktor penting dalam perkembangannya.

Pengendalian dengan musuh alami juga mampu menurunkan/menekan jumlah serangan.


Penggunaan musuh alami yang mampu mengendalikan vektor penyebab penyakit ini adalah Tamarixia
radiata dan Diaphorencyrtus aligarhensis, sedangkan predator yang juga mampu mengendalikan vektornya
seperti Curinus coeruleus, Coccinella repanda, Syrpidae dan Chryophydae. Namun demikian, penelitian
mengenai agen hayati sebagai predator tersebut diatas masih terus dilakukan.

Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka mengatasi serangan penyakit ini seperti program
rehabilitasi jeruk yang menitik beratkan pada eradikasi (pemusnahan terhadap tanaman yang diserang),
pengendalian dengan infusan Oxytetrasiklin-HCl, pengendalian terpadu yang melibatkan seluruh
komponen pengendalian termasuk eradikasi, infusan dengan antibiotika, penggunaan bibit jeruk bebas
(gejala) penyakit CVPD dan pemberantasan vektor (pembawa) penyakit tersebut. Namun demikian, upaya-
upaya tersebut di atas belum memberikan hasil yang memuaskan, penyebabnya adalah penerapan teknologi
pengendalian yang dilakukan petani belum sepenuhnya, benar dan berkesinambungan.

Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat

BPTP (Balai Pengkajian Teknologi pertanian) Karangploso dalam paket rakitan teknologinya yang
disusun Arry Supriyanto dkk, merumuskan beberapa strategi/cara-cara pengendalian penyakit CVPD dalam
bentuk Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS) Adapun strategi PTKJS meliputi lima macam
teknologi yang harus diterapkan secara utuh dan tidak bisa dipisahkan yaitu : (1) penggunaan bibit jeruk
berlabel bebas penyakit, (2) pengendalian serangga penular CVPD Diaphorina citri Kuw. secara cermat,
(3) melakukan sanitasi kebun secara konsisten, (4) memelihara tanaman secara optimal, dan (5) koordinasi
penerapan teknologi pengelolaan kebun dalam suatu wilayah target pengembangan. Program PTKJS ini
akan efektif/berjalan dengan baik serta mencapai sasaran bila diterapkan pada daerah pengembangan baru
atau daerah yang akan direhabilitasi yang telah bebas dari pohon jeruk yang terinfeksi CVPD pada radius 5
km.

Penggunaan Bibit Jeruk Bebas Penyakit

Bibit bermutu diartikan sebagai bibit yang bebas patogen bibit penyakit sistemik seperti CVPD,
CTV, Vein enation, Exortis, Psorosis, Xyloporosis dan Tatter leaf, sesuai induknya yaitu batang bawah dan
batang atasnya dijamin kemurniannya dan proses produksinya berdasarkan program sertifikasi jeruk yang
berlaku sesuai dengan teknologi produksi bibit jeruk bebas penyakit. Petani di daerah target pengembangan
diharuskan hanya menanam bibit berlabel/bersertifikat bebas penyakit dan tetap dilarang menanam bibit
liar yang tidak diketahui asal usulnya dengan alasan apapun. Dengan menanam bibit berlabel bebas
penyakit maka wilayah target pengembangan bebas dari sumber inokulan penyakit CVPD.

Pengendalian Serangga Penular CVPD

Monitoring/pengamatan terhadap perkembangan populasi serangga penular CVPD merupakan


langkah yang tepat agar pengendalian serangan penyakit ini lebih tepat sasaran. Hal ini berkaitan dengan
fakta bahwa dinamika/pergerakan serangga pembawa penyakit yaitu D. citri tersebut sangat dipengaruhi
kondisi lingkungan setempat. Melalui pengamatan ini diharapkan kita dapat mengetahui kapan waktu yang
tepat mengendalikan serangga sebelum tanaman kita terjangkit CVPD. Monitoring dapat dilakukan dengan
menggunakan perangkap kuning ("yellow trap") yang dipasang setinggi tajuk (kanopi) tanaman.
Pengamatan itu sendiri akan berhasil bila dilakukan secara bersama-sama dan dilakukan serentak oleh
setiap anggota kelompok tani jeruk. Artinya setiap kelompok tani bertanggungjawab terhadap sistem
pengendalian serangga D. citri di wilayah masing-masing.

Diaphorina citri dapat dikendalikan secara efektif dengan metode penyaputan atau pengolesan
batang menggunakan insektisida bahan aktif imidakloprid seperti Winder 25WP dan Winder 100EC atau
pestisida sistemik lainnya. Penyaputan batang dapat dilakukan dengan interval setiap 2 – 4 minggu. Selain
itu dapat juga dilakukan penyemprotan dengan insektisida berbahan aktif Dimethoate 2 cc/l pada saat
tanaman sedang bertunas. Insektisida berbahan aktif Endosulfan 0.05% ampuh untuk mengendalikan telur
D. citri sehingga efektif diterapkan pada awal pertunasan. Dengan metode penyaputan batang, diharapkan
musuh alami D. citri tidak ikut mati. Tahapan pelaksanaan penyaputan batang dapat dilakukan sebagai
berikut : (1) bagian batang di atas bidang penempelan hingga di bawah cabang utama dibersihkan dari
kotoran yang menempel, (2) disaput dengan kuas yang sebelumnya dicelupkan dalam Insektisida murni
(tidak dilarutkan) dengan tinggi saputan selebar diameter batangnya. Penyaputan batang dapat juga
menggunakan alat/mesin khusus penyaput batang. Untuk lingkar batang 18 – 20 cm dosis yang digunakan
sebaiknya 10 – 15 ml, (3) tanaman kemudian disiram. Adapun waktu dan frekuensi aplikasi disajikan pada
Tabel 1 dan Tabel 2.

Ilmu tentang Virus disebut Virologi. Virus (bahasa latin) = racun. Hampir semua virus dapat
menimbulkan penyakit pada organisme lain. Saat ini virus adalah mahluk yang berukuran paling kecil.
Virus hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan lolos dari saringan bakteri (bakteri filter).

SEJARAH PENEMUAN

D. Iwanowsky (1892) dan M. Beyerinck (1899) adalah ilmuwan yang menemukan virus, sewaktu
keduanya meneliti penyakit mozaik daun tembakau.Kemudian W.M. Stanley (1935) seorang ilmuwan
Amerika berhasil mengkristalkan virus penyebab penyakit mozaik daun tembakau (virus TVM).
STRUKTUR TUBUH

Tubuhnya masih belum dapat disebut sebagai sel, hanya tersusun dari selubung protein di bagian
luar dan asam nukleat (ARN & ADN) di bagian dalamnya. Berdasarkan asam nukleat yang terdapat pada
virus, kita mengenal virus ADN dan virus ARN. Virus hanya dapat berkembang biak (bereplikasi) pada
medium yang hidup (embrio, jaringan hewan, jaringan tumbuhan). Bahan-bahan yang diperlukan untuk
membentuk bagian tubuh virus baru, berasal dari sitoplasma sel yang diinfeksi.
(gambar kelompok virus)

BERBAGAI VIRUS YANG MERUGIKAN

1. Pada Bakteri :

1.1. Bakteriofage.

2. Pada Tumbuhan :

2.1. Virus TMV (Tabacco Mozaik Virus) penyebab mozaik pada daun
tembakau.
2.2. Virus Tungro: penyebab penyakit kerdil pada padi. Penularan virus
ini dengan perantara wereng coklat dan wereng hijau.

2.3. Virus CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) menyerang tanaman


jeruk

3. Pada Hewan :

3.1. Virus NCD (New Castle Disease) penyebab penyakit tetelo pada
ayam dan itik.

4. Pada Manusia :

4.1. Virus Hepatitis, penyebab hepatitis (radang hati), yang paling


berbahaya adalah virus Hepatitis B.

4.2. Virus Rabies >> penyebab rabies

4.3. Virus Polio >> penyebab polio

4.4. Virus Variola dan Varicella >> penyebab cacar api dan cacar air

4.5. Virus Influenza >> penyebab influenza

4.6. Virus Dengue >> penyebab demam berdarah

4.7. Virus HIV >> penyebab AIDS


Cara pencegahan penyakit karena virus dilakukan dengan tindakan vaksinasi. Vaksin pertama yang
ditemukan oleh manusia adalah vaksin cacar, ditemukan oleh Edward Jenner (1789), sedangkan vaksinasi
oral ditemukan oleh Jonas Salk (1952) dalam menanggulangi penyebab polio. Manusia secara alamiah
dapat membuat zat anti virus di dalam tubuhnya, yang disebut Interferon, meskipun demikian manusia
masih dapat sakit karena infeksi virus, karena kecepatan replikasi virus tidak dapat diimbangi oleh
kecepatan sintesis interferon.

KIAT KEBERHASILAN USAHATANI JERUK

Jeruk merupakan salah satu jenis komoditas hortikultura yang banyak disukai masyarakat. Sebagai
bahan pelengkap utama dalam penunjang gizi keluarga, rasanya segar dan banyak mengandung vitamin C
dan vitamin A. Karena banyak disukai dan pemasarannya cukup baik, maka upaya pengembangan jeruk ini
menjanjikan keuntungan bagi petani.

Tanaman jeruk termasuk tanaman yang peka terhadap penyakit, dan daerah-daerah sentra produksi
jeruk di Indonesia pernah mengalami kegoncangan dengan adanya serangan hama CVPD. Usahatani
merehabilitasi jeruk ini telah dilakukan, baik secara swadaya petani maupun dengan bantuan dana stimulasi
dari dana proyek.

Kunci keberhasilan dalam merehabilitasi usahatani jeruk terletak pada ketetapan pemilihan bibit.
Bibit yang digunakan harus bibit yang baik dan bebas penyakit yang berasal dari perbanyakan klonal
tunggal.

Syarat bibit Jeruk yang baik adalah sebagai berikut:

1. Tidak mengandung penyakit atau bebas CVPD


2. Berasal dari penangkaran yang dikontrol oleh petugas BPSB dan entresnya dari BPMT jeruk.
3. Pertumbuhan visualnya baik dan subur serta sehat.
4. Berasal dari batang atas yang mempunyai produksi tinggi dan batang bawah dengan perakaran
luas dan kuat.

Bibit sebagai cikal bakal tanaman sangat menentukan tingkat keberhasilan usahatni jeruk.
Penggunaan bibit yang bermutu memberikan peluang untuk keberhasilan budidaya jeruk.

Kesalahan dalam pemilihan bibit, dampaknya akan terlihat setelah selang beberapa waktu.
Dampaknya akan dirasakan oleh baik petani itu sendiri maupun bagi masyarakat disekitarnya yang
berusaha tani jeruk. Bibit jeruk bebas penyakit yang dibudidayakan akan memberikan hasil sesuai dengan
yang diinginkan jika kondisi lingkungan yang diinginkannya terpenuhi. Kondisi lingkungan yang
diinginkan diperoleh dengan cara:

• Pengaturan jarak tanam


• Pemupukan
• Pengairan dan Pengendalian gulma
• Pemangkasan
• serta Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengaturan Jarak Tanam

Jarak tanam diatur agar cahaya cukup tersedia bagi pertumbuhan tanaman dan tidak terjadi
kompetisi dalam mendapatkan cahaya matahari dan unsur hara tanaman.

Jarak tanam rapat akhir-akhir ini dianjurkan karena jeruk telah berproduksi pada umur 3-4 tahun,
saat ini tajuk belum maksimum. Menjelang tajuk maksimum umur 10 thn tanaman dapat menghasilkan 5-6
X panen secara penuh. Dengan cara demikian produksinya akan lebih tinggi dan keuntungan akan lebih
banyak. Jarak tanam yang dianjurkan 5X5 m, 4X4 m, atau 4X5 m.

Pemupukan

Pemupukan sangat perlu dilakukan karena kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara bagi
tanaman terbatas, dan pada setia periode umur tanaman jeruk banyak menguras ketersediaan hara tanah.

Jarak jeruk membutuhkan pupuk organik (pupuk kandang/kompos) dan pupuk anorganik (urea,
TSP, dan KCL). Pupuk organik dibutuhkan untuk meningkatkan humus didalam tanah sehingga tanah yang
padat dapat diubah menjadi remah/gembur. Sedangkan pupuk anorganik diperlukan untuk menambah unsur
hara yang dibutuhkan tanaman. Dosis dan jenis pupuk yang digunakan dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel. Dosis pemupukan anjuran sementara tanaman jeruk

Umur Pukan Urea SP-36 ZK


(th) (Kg/ph) (gr/ph) (gr/ph) (gr/ph)
1 20 200 25 100
2 40 400 50 200
3 60 600 75 300
4 80 800 100 400
5 100 1000 125 500
6 120 1200 150 600
7 140 1400 175 700
8 160 1600 200 800
>8 200 1800-2000 200 800

Waktu dan Cara Pemberian

Untuk tanaman yang belum berbuah, pemupukan dilakukan 2 X setahun pada awal akhir musim
hujan, masing-masing 1/2 dosis yang ditentukan. Sedang untuk tanaman yang sudah berbuah pemupukan
dilakukan 3 X setahun.

Pemupukan pertama dilakukan sebelum bunga muncul, sebanyak 2/5 bagian dari dosis pertahunnya.
Pemupukan kedua pada saat pemasakan buah sebanyak 1/5 bagian. Sisanya diberikan pada pemupukan
ketiga, beberapa saat setelah panen.

Penyiangan dan Perbaikan Drainase Kebun

Penyiangan gulma disekitar pokok tanaman dan gulma epipit yang sering menumpang pada tanaman
dilakukan secara berkala. Pekerjaan ini sebaiknya dilakukan secara manual dengan sangat hati-hati. Jika
terlalu dalam penyiangan gulma disekililing pokok tanaman akan merusak perakaran dan jika kurang hati-
hati mengendalikan epipit, tanaman akan patah dan terluka. Bagi kebun yang sering kelebihan air perlu
diatur drainase pembuangan air, agar saat musim hujan kebun tidak tergenang, kalau sering tergenang akan
mengakitkan berkembangnya cendawan akar dan gulma akan lebih panjang. Sealiknya kalau kebun berada
pada daerah kering perlu dibantu dengan pemberian air melalui penyiraman parit-parit atau secara
penyiraman langsung.

Pemangkasan, Penjarangan Buah.

Pemangkasan dilakukan untuk membentuk pohon agar tumbuh simestris, tajuk yang tumbuh
simestris dapat menangkap sinar matahari secara efisien.

Pemangkasan dilakukan sejak tanaman masih kecil agar pembentukan tajuk terarah dan terkendali,
kemudian pemangkasn dilanjutkan lagi agar cabang-cabang tumbuh simetris.

Pemangkasan dilakukan untuk membuang tunas-tunas liar dan ranting-ranting yang tumbuh
mengarah kedalam tajuk pohon. Disamping itu pemangkasan dimaksudkan untuk membuang ranting-
ranting yang mati dan terserang penyakit, terutama sekali adanya gejala terserang CVPD.
Batasi pemangkasan untuk tujuan-tujuan tertentu saja. Pemangkasan yang tidak perlu benar janga
dilakukan, karena akan melemahkan pohon. Setiap luka bekas pemangkasan sebaiknya diolesi dengan cat
agar air bersama spora cendawan tidak mudah meresap kedalam tanaman.

Buah pertama sebaiknya dibuang. jika ingin memelihara sebaiknya cukup 40% saja. Pembuangan
buah pertama ini dimaksudkan untuk mempersiapkan pohon agar benar-benar kuat pada musim
berikutnya . Tanaman muda yang dibiarkan berbuah lebat akan menjadi lemah sehingga akan mudah
terserang hama dan penyakit.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala utama dalam peningkatan produksi jeruk baik
kualitas maupun kuantitas. Pengendalian terhadap serangan hama dan penyakit mutlak diperlukan untuk
menekan kerusakan dan kerugian yang ditimbulkannya.

Strategi pengendalian dan pengelolaan hama dan penyakit tanaman jeruk yang tepat perlu
diterapkan baik pada pembibitan dan tanaman dewasa dilapangan.

Bibit bebas penyakit yang dibudidayakan bukanlah berarti bibit yang tahan terhadap penyakit.
Kondisi lingkungan dimana bibit ini dibudidayakan sangat mempengaruhi bibit ini untuk dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Untuk itu upaya pengendalian hama dan penyakit mutlak dilakukan agar bibit
yang bebas penyakit ini dapat berproduksi sesuai dengan yang diharapkan.

Pengenalan hama dan penyakit serta gejala serangannya adalah sangat penting untuk menentukan
strategi pengendaliannya yang tepat. Kekeliruan identifikasi jenis OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
yang menyerang tanaman jeruk serta pengenalan gejala serangan berakit pada kekeliruan strategi
pengendalian sehingga akan berdampak negatif.

Dalam melakukan identifikasi/pengenalan dan pengendalian hama dan penyakit jeruk, diharapkan
petani dapat berkonsultasi dengan petugas dilapangan.

MENGENAL VEKTOR CVD

D, citri disamping berperan sebagai vector CVPD, juga dapat menyebabkan


kerusakan langsung pad tanaman jeruk. Namun perannya sebagai vector CVPD jauh
lebih penting disbanding sifatnya sebagai hama

Tanda serangan
D. citri menyerang tangkai, kuncup bunga dan daun, tunas serta daun- daun muda.
Bagian tanaman yang terserang parah biasanya mngering secara perlahan lahan kemudian
mati. Serangan ringan mengakibatkan tunas- tunas muda mengeriting dan
pertumbuhannya terhambat. Kutu juga menghasilkan sekresi berwarna putih transpran
berbentuk spiral, biasanya diletakkan berserak diatas daun atau tunas.

Biologi dan perilaku

D. citri menpunyai tiga stadium hidup yaitu telur, nimfa, dan dewasa. Telur
berwarna kuning terang berbentuk seperti buah alpokat, diletakkan secara tunggal atau
berkelompok di kuncup permukaan daun daun muda, atau ditancapkan pada tangkai-
tangkai daun setelah 2-3 hari, telur menetas menjadi nimfa.

Nimfa yang baru menetas hidup berkelompok ditunas- tunas dan kuncup untuk
menghisap cairan tanaman. Setelah berumur 2 atau 3 hari, nimfa menyebar dan
menyerang daun- daun muda. Nimfa berwana kuning sampai coklat dan mengalami 5
kali pergantian kulit. Nimfa lebih merusak tanaman dari pada kutu dewasanya. Stadium
nimfa berlangsung selama 17 hari.

Pada kondisi panas siklus hidup dari telur sampai dewasa berlangsung antara 16-18
hari, sedangkan pada kondisi dingin berlangsung selama 45 hari.perkawinan segera
berlangsung setelah kutu menjadi dewasa dan segera bertelur setelah terjadi perkawinan.
Seekor betina mampu meletakkan 800 butir telur selama masa hidupnya.

D.citri mampu menghasilkan 9-10 generasi dalam 1 tahun. Stadium dewasa


ditandai oleh adanya sayap sehingga mudah meloncat apabila terkena sentuhan. Serangga
dewasa berwarna coklat tua, dengan panjang tubuh 2-3 mm. apabila sedang menghisap
cairan sel tanaman, D. citri memperlihatkan posisi menungging. D. citri lebih aktif pada
saat tanaman jeruk dalam fase istirahat, D. citri dewasa hinggap pada daun tua dan
menghisap cairan selnya. Stadium dewasa ini bisa bertahan hidup selama 80-90 hari.

Kutu dewasa pertama yang membentuk koloni pada awal periode pertunasan sering
kali sangat infektif dan membawa bakteri penyebab penyakit pada tunas- tunas baru.
Populasi D. citri yang viruliferous dari suatu populasi sangat bervariasi, tingkat penularan
yang sangat tinggi ditentukan oleh ketepatan kutu menusukkan stiletnya pada tanaman
sakit.

Pada kondisi alamiah, penyebaran CVPD tergantung pada jumlah inokulum bakteri
pada tanaman, kepadatan populasi vector, lamanya periode inoculation feeding.

TANAMAN INANG LAIN

Tanaman inang patogen CVPD adalah anggota rutaceae seperti poncirus tripoliata,
murraya paniculata, swing lea glutinosa, clausena indica, atalantia missionis, triphasia
aurantiola, tapak dara dan cuscuta sp (dirjen tanaman pangan).

PENGENDALIAN

Pengendalian penyakit CVPD harus dilakukan secara terpadu. Faktot- faktor yang
perlu diperhatikan dalam penanggulangan CVPD tersebut adalah :

1. Pengadaan bibit jeruk bebas penyakit

Pengadaan bibit ini mendapat pengawasan dari balai pengawasan dan sertifikasi
benih (BPSB). Dalam rangka ini, pusat penelitian dan pengembangan hortikultura telah
mengembangkan teknik sambung tunas pucuk (shoot tip grafting, STG) seperti di riau,
jawa timur, sulawesi selatan, jawa barat dan bali.

2. Serangga vector

Serangga penularan yang sangat dalam penyebaran CVPD adalah D. citri. Vector
ini menularkan CVPD dipesemaian dan kebun serta terutama ditemukan pada tunas
(titrawidjaja, 1984). Agar populasinya tidak bertambah, penggunaan pestisida dapat
dipertimbangkan. Insektisida yang dapat mengendalikan populasi vector tersebut
diantaranya dimethoate (perfekthion, roxion 40 EC, rogor 40 EC, cygon) yang
diaplikasikan pada daun atau disuntikan pada batang, dan edosulfan (dekasulfan 350
EC).aplikasi insektisida hendaknya dilakukan pada saat tanaman menjelang dan ketika
bertunas.

3. Penggunaan antibiotika oksitetrasiklin

Tanaman jeruk yang terkena CVPD dengan tingkat serangan ringan, masa
produktivitasnya dapat diperpanjang dengan infusan oksitetrasiklin HCI konsentrasi 200
ppm. Penyembuhan yang terjadi hanya bersifat sementara sehingga cara ini harus
diulangi.untuk memperoleh hasil optimim, tanaman yang telah diinfus harus dipupuk dan
mendapat pengairan yang cukup (tjiptono, 1984 dalam hitagalung, 1989).

4. Eradikasi

Produksi tanaman yang terserang CVPD adalah rendah, tanaman ini tidak
menghasilkan buah. Tanaman sakit tersebut merupakan sumber inokulum bagi tanaman
disekitarnya. Dengan demikian, tanaman sakit harus dimusnahkan melalui eradikasi.

5. Karantina

Dalam rangka mencegah CVPD, telah dikeluarkan surat keputusan mentri pertanian
nomor 129/kpts/um/3/1982 yang isinya melarang pengangkutan tanaman / bibit jeruk dari
daerah endemic kedaerah bebas CVPD.

6. Pengairan dan pemupukan

Gejala CVPD banyak terdapat didaerah kekurangan air dan daerah daerah yang
belum biasa melakukan pemupukan jeruk. Idealnya tanaman jeruk tersebut diberi
pemupukan berimbang antara pupuk makro dan pupuk mikro (tjiptono, 1984 dalam
hutagalung,1989).

7. Pemetaan daerah serangan CVPD

Data ini sangat penting untuk penyusunan program secara lengkap. Data yang
diperlukan adalah jumlah daerah perbanyakan jeruk, jumlah tanaman yang terkena
CVPD, intensitas/tingkat serangan, penyebaran penyakit, cara pengendalian serta
pengembangan pengendalian penyakit CVPD.

PENDAHULUAN

Jeruk termasuk jenis buah- buahan yang digemari oleh masyarakat dam memiliki
kapasitas dalam menunjang perbaikan gizi masyarakat, karena kandungan vitamin C nya
cukup tinggi dan baik dikonsumsi baik dalam bentuk segar (sebagai buah meja) maupun
lahan (jus dan sirop).

Salah satu jenis jeruk yang berkembang di sulawesi selatan adalah siem. Jeruk siem
tersebut merupakan salah satu komoditas andalan dikabupaten luwu utara, yakni
kecamatan malangke dan malangke barat khususnya. Luas pertanaman jeruk di
kecamatan malangke dan Malangke Barat masing- masing tercatat 10.000 ha dan 6.246
ha.

Salah satu faktor pembatas dalam pengembangan jeruk di daerah ini adalah
organisme pengganggu (OPT) termasuk penyakit CVPD (citrus vein phloem
degeneration). Penyakit ini termasuk penyebab matinya pohon jeruk secara besar-
besaran pada tahun 1980-an di kabupaten jeneponto, bantaeng dan bulukumba (sub
balithor jeneponto, 1988) selanjutnya nurjanani et, el (1992) melapotkan bahwa penyakit
CVPD telah mengancam kelangsungan hidup jeruk di kabupaten sidrapdan pada tahun
2001 kembali dilaporkan bahwa CVPD telah ditemukan pada tanaman jeruk keprok
diselayar (armiati et el, 2001)

Beberapa tahun terakhir, gejala CVPD juga telah ditemukan di kecamatan


malangke dan malangke barat, dengan perkiraan luas serangan sudah mencapai ± 1.040
ha (4.217 pohon) (diperta luwu uatar,2002). Khusus di desa baku- baku, serangan vector
CVPD (D. citri) telah ditemukan 1-5 ekor per pucuk.

Untuk menjaga kelansungan tanaman jeruk di kabupaten Luwu Utara, perlu adanya
perhatian khusus terhadap penyakit CVPD, terutama pada kebun- kebun jeruk yang
masih bebas CVPD, karena pengendalian penyakit tersebut jika sudah ada dipertanaman
sangat sulit dilakukan. Oleh karena itu, pengenalan penyakit CVPD dan upaya
pengendaliannya sangat penting bagi pertugas lapangan maupun petani, agar kehadiran
CVPD dan serangga vektornya pada tanaman jeruk dapat diketahui lebih dini. Dengan
demikian, penyebarannya dapat dibatasi.

GEJALA PENYAKIT CVPD

1. Gejala Luar

Pada tanaman muda gejala yang nampak adalah adanya kuncup yang berkembang
lambat, pertumbuhannya mencuat keatas dengan daun- daun kecil dan belang- belang
kuning. Tanaman biasanya menghasilkan buah berkualitas jelek.

Pada tanaman dewasa, gejala yang sering tampak adalah cabang yang dsaun-
daunnya kuning dan kontras dengan cabang lain yang daun- daunnya masih sehat. Gejala
ini dikenal dengan sebutan greening sektoral. Daun pada cabang- cabang yang terinfeksi
menjorok keatas seperti sikat. Gejala lain adalah daun berukuran lebih sempit, lancip
dengan warna kuning diantara tulang daun. Gejala- gejala ini mirip dengan gejala
defisien Zn. Apabila gejala tersebut disebabkan oleh defisiensi Zn dalam tanah, seluruh
tanaman didalam kebun yang sama biasanya akan menunjukkan gejala. Penyebaran
gejala yang tidak merata merupakan indicator yang sangat penting bagi adanya penyakit
CVPD. Selama musim hujan, gejala defisiensi Zn biasanya tidak begitu tampak.

Buah pada cabang- cabang terinfeksi biasanya tidak dapat berkembang normal dan
berukuran kecil, terutama pada bagian yang tidak terkena cahaya matahari. Pada pangkal
buah biasanya muncul warna orange yang berlawanan dengan buah- buah sehat. Buah-
buah yang terserang rasanya masam dan bijinya kempes, tidak berkembang dan berwarna
hitam.
2. Gejala Dalam

Pada irisan melintang tulang daun tengah jruk berturut- turut dari luar hingga
ketengah daun akan terlihat jaringan- jaringan epidermis, kolengkim, sklerenkim,
phloem. Menurt tirta widjaja (1984) gejala dalam pada tanaman jeruk yang terkena
CVPD adalah :

• Phloem tulang daun tanaman sakit lebih tebal dari phloem tulang daun tanaman
sehat.
• Pada phloem tulang daun tanaman sakit terdapat sel- sel berdinding tebal yang
merupakan jalur- jalur mulai dari dekat sklerenkim sampai dekat xilem. Dinding
tebal tersebut adalah beberapa lapis dinding sel yang berdesak- desakan
• Didalam berbagai jaringan dalam daun terjadi pengumpulan secara berlebihan
butir- butir halus zat pati.

PENYEBAB

Berdasarkan hasil identifikasi terakhir dilporkan bahwa penyakit CVPD disebabkan


oleh bakteri liberobacter asiaticum yang hidup dan hanya berkembang pada jaringan
phloem, akibatnya sel- sel phloem mengalami degenerasi sehingga menghambat tanaman
menyerap nutrisi. Walaupun terdapat diphloem, tetapi penyebarannya dibagian tanaman
adalah lambat. Penyakit CVPD dapat ditemukan pada semua jenis jeruk yang terdapat d
Indonesia.

KERUGIAN

Pada tahun1983, penyakit CVPD menyebabkan kerugian senilai Rp. 26,4 milyar
(cholil mahfud, 1985). Sementara itu direktorat jenderal pertanian tanaman pangan
(1984) melaporkan bahwa CVPD telah memusnahkan jutaan pohon jeruk di Indonesia.
Kehilangan jeruk oleh penyakit tersebut ditaksir 50.000 t buah pertahun (hutagalung,
1989).
PENYEBAB GEOGRAFIS

Sampai tahun 1996, penyakit CVPD telah dilaporkan terdapat di aceh, sumatera
utara, riau, sumatera barat, jambi, sumetera selatan, bengkulu, lampung, DKI Jakarta,
jawa barat, jawa tengah, jawa timur, bali, sulawesi selatan, DI yogyakarta dan sulawesi
utara.

Penyebaran CVPD secara geografis dari satu daerah kedaerah lain, serta masuknya
penyakit kedalam kebun disebabkan oleh bahan tanaman yang terinfeksi, terutama
berasal dari penggunaan tunas mata temple yang terinfeksi. Sedangkan penyebaran
ketanaman lain dalam satu kebun biasanya melalui vector diaphorina citri atau
penggunaan tunas mata tempepl yang terinfeksi. Penularan melalui kuncup biasanya
relative rendah (5-10%), karena bakteri penyebab penyakit tidak tersebar dalam jaringan
tanaman (nurhadi dan whittle, 1988) menurut tirta widjaja (1984) penularan CVPD selalu
melalui (a) vector (b) mata temple (c) bibit tanaman sakit, juga dapat melalui alat yang
digunakan memotong dahan ranting tanaman jeruk yang sakit karena CVPD.

Hubungan antara vector D.citri dengan penyakit CVPD belum banyak diteliti.
Cholil mahfud (1985) menyimpulkan bahwa

1. Vector D.citri baru dapat menularkan CVPD setelah mengisap tanaman sakit selama
48 jam. Berdasarkan tunas sakit, hasil penularan makin tinggi apabila vector telah
mengisap tanaman sakit selama 72 jam
2. Penularan terjadi setelah 360 jam vector selesai menghisap tanaman sehat. Sampai 168
jam setelah menghisap tanaman sehat, vector yang viruliferous belum menularkan
CVPD.
3. Makin banyak populasi D, citri (sampai 10 ekor) semakin tinggi penularan
4. Vector yang mengandung CVPD rata- rata berumur 33 hari dan umur ini lebih pendek
dari vector yang tidak mengandung CVPD.
Gambar 1.bawah : buah jeruk sehat, atas : buah Gambar 2.Buah jeruk yang sehat
jeruk sakit

Gambar 3.Serangan vector CVPD (diaphorina Gambar 4.Gejala daun yang terkena
citri) CVPD

MENGENAL VEKTOR CVD

D, citri disamping berperan sebagai vector CVPD, juga dapat menyebabkan


kerusakan langsung pad tanaman jeruk. Namun perannya sebagai vector CVPD jauh
lebih penting disbanding sifatnya sebagai hama

Tanda serangan
D. citri menyerang tangkai, kuncup bunga dan daun, tunas serta daun- daun muda.
Bagian tanaman yang terserang parah biasanya mngering secara perlahan lahan kemudian
mati. Serangan ringan mengakibatkan tunas- tunas muda mengeriting dan
pertumbuhannya terhambat. Kutu juga menghasilkan sekresi berwarna putih transpran
berbentuk spiral, biasanya diletakkan berserak diatas daun atau tunas.

Biologi dan perilaku

D. citri menpunyai tiga stadium hidup yaitu telur, nimfa, dan dewasa. Telur
berwarna kuning terang berbentuk seperti buah alpokat, diletakkan secara tunggal atau
berkelompok di kuncup permukaan daun daun muda, atau ditancapkan pada tangkai-
tangkai daun setelah 2-3 hari, telur menetas menjadi nimfa.

Nimfa yang baru menetas hidup berkelompok ditunas- tunas dan kuncup untuk
menghisap cairan tanaman. Setelah berumur 2 atau 3 hari, nimfa menyebar dan
menyerang daun- daun muda. Nimfa berwana kuning sampai coklat dan mengalami 5
kali pergantian kulit. Nimfa lebih merusak tanaman dari pada kutu dewasanya. Stadium
nimfa berlangsung selama 17 hari.

Pada kondisi panas siklus hidup dari telur sampai dewasa berlangsung antara 16-18
hari, sedangkan pada kondisi dingin berlangsung selama 45 hari.perkawinan segera
berlangsung setelah kutu menjadi dewasa dan segera bertelur setelah terjadi perkawinan.
Seekor betina mampu meletakkan 800 butir telur selama masa hidupnya.

D.citri mampu menghasilkan 9-10 generasi dalam 1 tahun. Stadium dewasa


ditandai oleh adanya sayap sehingga mudah meloncat apabila terkena sentuhan. Serangga
dewasa berwarna coklat tua, dengan panjang tubuh 2-3 mm. apabila sedang menghisap
cairan sel tanaman, D. citri memperlihatkan posisi menungging. D. citri lebih aktif pada
saat tanaman jeruk dalam fase istirahat, D. citri dewasa hinggap pada daun tua dan
menghisap cairan selnya. Stadium dewasa ini bisa bertahan hidup selama 80-90 hari.

Kutu dewasa pertama yang membentuk koloni pada awal periode pertunasan sering kali
sangat infektif dan membawa bakteri penyebab penyakit pada tunas- tunas baru. Populasi
D. citri yang viruliferous dari suatu populasi sangat bervariasi, tingkat penularan yang
sangat tinggi ditentukan oleh ketepatan kutu menusukkan stiletnya pada tanaman sakit.

Pada kondisi alamiah, penyebaran CVPD tergantung pada jumlah inokulum bakteri
pada tanaman, kepadatan populasi vector, lamanya periode inoculation feeding.

TANAMAN INANG LAIN

Tanaman inang patogen CVPD adalah anggota rutaceae seperti poncirus tripoliata,
murraya paniculata, swing lea glutinosa, clausena indica, atalantia missionis, triphasia
aurantiola, tapak dara dan cuscuta sp (dirjen tanaman pangan).

PENGENDALIAN

Pengendalian penyakit CVPD harus dilakukan secara terpadu. Faktot- faktor yang
perlu diperhatikan dalam penanggulangan CVPD tersebut adalah :

1. Pengadaan bibit jeruk bebas penyakit

Pengadaan bibit ini mendapat pengawasan dari balai pengawasan dan sertifikasi
benih (BPSB). Dalam rangka ini, pusat penelitian dan pengembangan hortikultura telah
mengembangkan teknik sambung tunas pucuk (shoot tip grafting, STG) seperti di riau,
jawa timur, sulawesi selatan, jawa barat dan bali.

2. Serangga vector

Serangga penularan yang sangat dalam penyebaran CVPD adalah D. citri. Vector
ini menularkan CVPD dipesemaian dan kebun serta terutama ditemukan pada tunas
(titrawidjaja, 1984). Agar populasinya tidak bertambah, penggunaan pestisida dapat
dipertimbangkan. Insektisida yang dapat mengendalikan populasi vector tersebut
diantaranya dimethoate (perfekthion, roxion 40 EC, rogor 40 EC, cygon) yang
diaplikasikan pada daun atau disuntikan pada batang, dan edosulfan (dekasulfan 350
EC).aplikasi insektisida hendaknya dilakukan pada saat tanaman menjelang dan ketika
bertunas.

3. Penggunaan antibiotika oksitetrasiklin

Tanaman jeruk yang terkena CVPD dengan tingkat serangan ringan, masa
produktivitasnya dapat diperpanjang dengan infusan oksitetrasiklin HCI konsentrasi 200
ppm. Penyembuhan yang terjadi hanya bersifat sementara sehingga cara ini harus
diulangi.untuk memperoleh hasil optimim, tanaman yang telah diinfus harus dipupuk dan
mendapat pengairan yang cukup (tjiptono, 1984 dalam hitagalung, 1989).

4. Eradikasi

Produksi tanaman yang terserang CVPD adalah rendah, tanaman ini tidak
menghasilkan buah. Tanaman sakit tersebut merupakan sumber inokulum bagi tanaman
disekitarnya. Dengan demikian, tanaman sakit harus dimusnahkan melalui eradikasi.

5. Karantina

Dalam rangka mencegah CVPD, telah dikeluarkan surat keputusan mentri pertanian
nomor 129/kpts/um/3/1982 yang isinya melarang pengangkutan tanaman / bibit jeruk dari
daerah endemic kedaerah bebas CVPD.

6. Pengairan dan pemupukan

Gejala CVPD banyak terdapat didaerah kekurangan air dan daerah daerah yang
belum biasa melakukan pemupukan jeruk. Idealnya tanaman jeruk tersebut diberi
pemupukan berimbang antara pupuk makro dan pupuk mikro (tjiptono, 1984 dalam
hutagalung,1989).

7. Pemetaan daerah serangan CVPD

Data ini sangat penting untuk penyusunan program secara lengkap. Data yang
diperlukan adalah jumlah daerah perbanyakan jeruk, jumlah tanaman yang terkena
CVPD, intensitas/tingkat serangan, penyebaran penyakit, cara pengendalian serta
pengembangan pengendalian penyakit CVPD.

Anonim. 2002. Budidaya Tanaman Jeruk. (online)


(http://sulsel.litbang.deptan.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=121%3Apengenalan-penyakit-cvpd-
pada-tanaman-jeruk-dan-upaya-
pengendaliannya&catid=47%3Apanduanpetunjuk-teknis--brosur-
&Itemid=53&showall=1, diakses 2 Maret 2009).

You might also like