Professional Documents
Culture Documents
MENURUT Teaching Human Rights yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa
(PBB), hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap
manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup
misalnya adalah claim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat
membuat seseorang tetap hidup, karena tanpa hak tersebut eksistensinya sebagat manusia
akan hilang.
Menurut Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh
Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya
demikian maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang bersifat kodrati. Karena
sifatnya yang demikian maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut
hak asasi setiap manusia.
Hak asasi manusia ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam salah satu buah pasalnya (Pasal 1) secara
tersurat dijelaskan bahwa "Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia".
Perkembangan HAM
1. Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Kemunculannya dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang membatasi
kekuasaan absolut para penguasa atau raja. Sejak lahirnya Magna Charta pada tahun 1215,
raja yang melanggar aturan kekuasaan harus diadili dan mempertanggungjawabkan
kebijakan pemerintahannya di hadapan parlemen.
Secara politis, lahirnya Magna Charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki
konstitusional. Keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada Pasal 21 Magna
Charta yang menyatakan bahwa "...para Pangeran dan Baron dihukum atau didenda
berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan pada Pasal 40
ditelaskan bahwa "...tidak seorang pun menghendaki kita mengingkari atau menunda
tegaknya hak atau keadilan". Pada masa ini pula muncul istilah equality before the law
atau manusia adalah sama di muka hukum. Menurut Bill of Rights, asas persamaaan harus
diwujudkan betapa pun berat rintangan yang dihadapi, karena tanpa hak persamaan maka
hak kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujudkan kebebasan yang bersendikan
persamaan hak warga negara tersebut, lahirlah sejumlah istilah dari teori sosial yang
identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat Eropa dan Amerika: kontrak
sosial (Jj. Rousseau), trios politika (Montesquieu), teori hukum kodrati (John Locke), dan
hak-hak dasar persamaan din kebebasan (Thomas Jefferson).
Teori kontrak sosial adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara
penguasa (raja) dan rakyat didasari oleh sebuah kontrak yang ketentuan-ketentuannya
mengikat kedua belah pihak.
Trias politika adalah teori tentang sistem politik yang membagi kekuasaan
pemerintahan negara dalam tiga komponen : pemerintah (eksekutif), parlemen (legislatif),
dan kekuasaan peradilan (yudikatif).
Bagi Locke hak dasar ini bahkan harus dilindungi oleh negara dan menjadi batasan
bagi kekuasaan negara yang mutlak. Hak-hak kodrati (alamiah) dari John Locke terdiri
dari hak atas kehidupan, hak atas kemerdekaan, dan hak atas milik pribadi yang dalam
perkembangannya di masa modern hak-hak dasar ini bertambah jumlahnya dan menjadi
konsep utama dalam pemikiran tentang demokrasi.
Menurut Jefferson, didasarkan pada teori Locke di atas, semua manusia dilahirkan
sama dan merdeka. Manusia dianugerahi beberapa hak yang tidak terpisah-pisah, di
antaranya hak kebebasan dan tuntutan kesenangan.
Pada tahun 1789 lahir Deklarasi Perancis (The French Declaration). Deklarasi ini
memuat aturan-aturan hukum yang menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum,
seperti larangan penangkapan dan penahanan seseorang -secara sewenang-wenang tanpa
alasan yang sah atau penahanan tanpa Surat perintah dikeluarkan oleh bagsa hukum yang
berwenang. Dalam hal ini berlaku prinsip presumption of innocent, orang-orang yang
ditangkap dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap yang menyatakan ia bersalah, muncul untuk pertama kali. Prinsip ini
kemudian dipertegas oleh prinsip-prinsip HAM lain seperti freedom of expression
(kebebasan mengeluarkan pendapat), freedom of religion (kebebasan beragama), The
right of property (perlindungan hak-hak dasar lainnya).
Empat hak kebebasan manusia (the four freedoms) di Amerika Serikat pada 6
Januari 1941, yang diproklamirkan oleh Presiden Roosevelt. Keempat hak itu adalah: hak
kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat; hak kebasan memeluk agama
dan_beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya; hak kebebasan dari
kemiskinan; dan hak kebebasan dari rasa takut.
Deklarasi Philadelphia 1944 ini memuat pentingnya menciptakan perdamaian
dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia apapun ras,
kepercayaan, dan jenis kelaminnya. Deklarasi ini juga memuat prinsip HAM yang
menyerukan jaminan setiap orang untuk mengejar pemenuhan kebutuhan material dan
spiritual bebas dan bermartabat serta jaminan keamanan ekonomi dan kesempatan yang
sama.
Hak-hak tersebut kemudian dijadikan dasar perumusan Deldarasi Universal HAM
(DUHAM) yang dikukuhkan oleh PBB dalam Universal Declaration of Human Rights
(UDHR) pada tahun 1948.
Menurut DUHAM, terdapat 5 jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu :
hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal (hak jaminan perlindungan hak
sipil dan politik; hak subsistensi (hak adanya jaminan dan sumber daya untuk
menunjang kehidupan); dan hak ekonomi, sosial dan budaya.
Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal hak sipil dan politik meliputi :
1. hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;
2. hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3. hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berprikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4. hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi;
5. hak untuk pengampunan hukum secara efektif;
6. hak bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenang;
7. hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;
8. hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;
9. hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi,
keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat
10. hak, bebas kehormatan dan naniabik
11. hak atas perlindungan hukum terhadap angan semacam itu;
12. hak bergerak
13. hak memperoleh suaka;
14. hak atas satu kebangsaan;
15. hak untuk menikah dan membentuk keluarga;
16. hak untuk mempunyai hak
17. hak bebas bcrpikir, berkesadaran, dan beragama;
18. hak bebas berpilcir dan menyatakan pendapat;
19. hak untuk berhimpun dan berserilcat
20. hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama
terhadap pelayanan masyarakat.
Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis seperti yang
dikampanyekan generasi pertama, tetapi jugamenyerukan hak- hak sosial, ekonomi,
politik, dart budaya.
b. Perdamaian
Masalah perdamaian tidak semata-mata berarti anti perang, anti nuklir, dan
anti perang bintang. Tetapi justru lebih dari itu suatu upaya untuk melepaskan
diri dari budaya kekerasan (culture of violence) dengan segala bentuk
tindakan.
c. Partisipasi rakyat
Partisipasi rakyat ini adalah suatu persoalan hak asasi yang sangat mendesak
untuk tentang diperjuangkan, baik dalam dunia politik maupun dalam
persoalan publik lainnya.
d. Hak-hak budaya
Setiap budaya hams dihormati dan tidak boleh dilecehkan. Karena mengarah
ke penghapusan kemajemukan budaya (multikulturalisme) sebagai identitas
kekayaan suatu komunitas warga dan bangsa.
2. Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Menurut catatan
Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin
pada lima indikator HAM :
1. Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi
2. Adanya kebebasan pers
3. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratis
4. kontrol parlemen atas eksekutif
3. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhimya demokrasi liberal, digantikan oleh sistem
demokrasi terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekamo.
Melalui sistem demokrasi terpimpin kekuasaan terpusat di tangan Presiden.
Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen dikendalikan
oleh presiden. Kekuasaan Presiden Soekamo bersifat absolut, bahkan dinobatkan
sebagai Presiden RI seumur hidup.
Kedekatan Presiden Soekamo dengan PKI menimbulkan gejolak politik yang
ditandai oleh ketidaksukaan kelompok militer (TNI) dan elemen-elemen politik
dari kalangan nasionalis dan kelompok-kelompok agama, khususnya Islam. Akhir
dari kediktatoran pemerintahan Presiden Soekarno adalah berakhirnya
pemerintahan melalui kudeta berdarah yang dikenal dengan peristiwa Gerakan 30
September 1965. Gerakan ini. merupakan klimaks dari perseteruan politik antara
PKI dengan TNI, khususnya angkatan darat. Akhir pemerintahan Presiden
Soekamo sekaligus sebagai awal naiknya era pementahan Presiden Soeharto yang
dikenal dengan sebutan era Orde Baru. Ia menggantikan Presiden Soekamo
melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
4. Periode 1966-1998
Pada mulanya lahir Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di
Indonesia, Berbagai seminar tentang HAM dilakukan Orde Baru. Namun pada ke
taannya, Orde Baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di
Indonesia sepanjang sejarah Indonesia modem. Pada tahun 1967 Orde Baru
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM,
pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Dalam rangka
pelaksanaan TAP MPRS No. XIV/MPRS1966, MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV
telah merumuskan Piagam tentang Hak-hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta
Kewajiban Warganegara.
Janji-janji Orde Baru tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami
kemunduran amat pesat sejak awal 1970-an hingga 1980-an. Sikap anti HAM Orde
Baru sesungguhn tidak berbeda dengan argumen yang pernah dikemukakan
Presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktek demokrasi parlementer,
yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan prinsip HAM
yang lahir di Barat dengan prinsip-prinsip lokal Indonesia.
Diantara butir penolakan pemerintah Orde Baru terhadap konsep universal HAM
adalah:
a. HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya
bangsa yang tercermin dalam Pancasila.
b. Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam
rumusan UUD 1945 yang lahir lebih dulu dibandingkan dengan Dklarasi Universal
HAM.
c. lsu HAM seringkali digunakan oleh negara-negara Barat untuk memojokkan negara
yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Pelanggarana HAM Orde Baru dapat ditilik dari kebijakan politik Orba yang bersifat
sentralistik dan penumpasan gerakan politik yang berbeda dengan Pemerintahan
Presiden Soeharto.
Upaya penegakan HAM oleh kelompok-kelompok non pemerintah membuahkan hasil
yang menggembirakan diawal tahun 90-an.
Sati diantara sikap akomodatif pemerintah tercermin dalam persetujuan pemerintah
terhadap pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui
Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.