You are on page 1of 32

Peter Kasenda

Hamengku Buwono IX
Sultan yang Mengabdi pada Republik

Ketika Proklamasi Kemerdekaan Hamengku Buwono IX menunjukkan simpati


dan dukungan terhadap Republik Indonesia. Malahan Hamengku Buwuno IX
mengundang Pemerintah Republik Indonesia untuk memindahkan kedudukannya ke
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (ketika situasi di Jakarta kurang aman) yang
kemudian menjadi jantung revolusi Indonesia. Dari sanalah gerakan kemerdekaan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia dimulai. Sikap berpihak Hamengku Buwono
IX pada Republik bisa dimengerti, karena sebagaimana yang dikatakan Hamengku
Buwono IX “My nacestors always struggled againts the Ducth, Jogjakarta was born out
that“.1 Sejarah Indonesia pun mencatat sejumlah keturunan dari Panembahan Senapati,
yang dahulunya bernama Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram telah mendapat anugerah
dari pemerintah Republik Indonesia, sebagai pahlawan bangsa Indonesia.2 Seperti Sultan
Agung (1591–1645), Pangeran Diponogoro, putera Hamengku Buwono III (1785–
1855) dan Sri Susuhunan Paku Buwono VI (1807–1849), yang membantu Pangeran
Diponogoro dalam Perang Jawa (1825–1830). Ketiganya memperoleh penghargaan
sebagai pahlawan nasional. Suryopranoto (1871–1959), yang memperoleh julukan De
Staingskoning (Raja Mogok) dari pemerintah Belanda, karena cucu Paku Alam III
menentang penguasa Belanda dengan memimpin pemogokan kaum buruh di pabrik-
pabrik gula dan rumah penggadaian dikukuhkan sebagai pahlawan pergerakan nasional,
Ki Hajar Dewantara (1880–1959), adik Suryapranoto berlainan ibu memperoleh gelar
pahlawan pergerakan nasional. Pangeran Sambernyawa alias Raden Mas Said (1772–
1795) sebagai pahlawan kemerdekaan nasional.3 Pemerintah Soeharto berdasarkan Surat
Keputusan Republik Indonesia 053/TK/Tahun 1990, tanggal 39 Juli 1990,
menganugerahi Hamengku Bwono IX sebagai pahlawan nasional.

Syahdan pada tahun 1629 bala tentara kerajaan Mataram yang telah memperoleh
perintah dari Sultan Agung untuk menyerang Belanda tiba di tepi sungai Ciliwung. Bala
tentara Mataram menjadikan daerah sekitar sungai Ciliwung tersebut sebagai pangkalan
untuk melancarkan serangan terhadap Belanda. Oleh karena itu daerah tersebut sampai
sekarang terkenal dengan nama Mataram (Matraman). Bala tentara Mataram tidak
berhasil menaklukan Belanda dan dari Batavia inilah Belanda meluaskan daerah
kekuasaannya sehingga pada akhirnya seluruh wilayah Nusantara berada dibawah
pengaruh Belanda. Tiga ratus dua puluh tahun kemudian yakni pada tanggal 27
Desember 1949 sore, sebuah delegasi berangkat dari gedung Proklamasi Pegangsaan
Timur 56, yang terletak di daerah Mataram menuju Paleis Rijswik untuk menghadiri
1
“ History – A Sultan Remembers” , ASIAWEEK , May , 1986.
2
Adanya macam ragam gelar pahlawan (nasional, pergerakan nasional dan kemerdekaan nasional) memang
membingungkan. Lihat, Taufik Abdullah, “Pahlawan Dalam Sejarah,” Prisma , No. 7 Tahun V, Juli 1976,
hal. 59 – 65 dan “ Macam Ragam Pahlawan,” Tempo , No. 38 Tahun XVI – 15 November 1986.
3
Team Bahtera Jaya , Album 90 Pahlawan Nasional, ( Jakarta : Bahtera Jaya , 1991 ).

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 1
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

upacara berakhirnya kekuasaan Belanda di wilayah Nusantara ini. Sejak terjadinya


pengakuan kedaulatan nama Paleis Rijswik digantikan menjadi Istana Merdeka. Delegasi
yang menghadiri upacara peresmian berakhirnya kekuasaan Belanda atas Indonesia itu
berada di bawah pimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat, keturunan Sultan Agung.4

Kerajaan Mataram berawal dengan berkuasannya Kiai Gede Pemanahan di tanah


Mataram, yang merupakan vasal dari Kesultanan Padang. Ketika Kiai Gede Mataram
Pamanahan yang kemudian disebut sebagai Kiai Gede Mataram meninggal dunia pada
tahun 1551, diganti oleh putranya, Sutawijaya yang disebut juga sebagai Pangeran
Ngabei Loring Pasar. Sutawijaya kemudian memberontak terhadap kesultanan Pajang.
Setelah Sultan Pajang meninggal pada tahun 1582, Sutawijaya mengangkat dirinya
sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Kesultanan Pajang dijadikan
daerah bagian Mataram yang beribukotakan di Kotagede. Di masa pemerintahan
Panembahan Senapati menjalankan politik ekspansi sehingga daerah kekuasannya
semakin luas saja.

Kebijaksanaan politik itu diteruskan oleh putranya, yang biasanya disebut sebagai
Panembahan Sedo Krapyak dan cucunya, Sultan Agung Anyokromokusumo. Di masa
pemerintahan Sultan Agung (1613–1645), kerajaan Mataram mengalami masa jayanya.
Ibukota kerajaan dipindahkan ke Plered. Rupanya politik ekspansi Mataram terhadang
dengan adanya Verenidge Oost Indische Compagnie (Serikat Dagang Hindia Timur)
dengan gubernur jendralnya J.P. Coen yang bermarkas di Batavia. Dua kali bala tentara
Mataram mencoba mengepung dan menggempur Batavia (1628–1629), tetapi VOC tidak
berhasil ditaklukan. Sultan Agung kemudian memutuskan untuk berhenti perang, tetapi
juga tidak berdamai dengan VOC. Kedua belah pihak mempunyai kepentingan yang
bertentangan, Kerajaan Mataram ingin menjalankan politik ekspansinya tetapi di lain
pihak VOC mengadakan monopoli perdagangan.

Setelah Sultan Agung meninggal dunia pada tahun 1645, putranya Sunan
Amangkurat I menggantikan serta memindahkan ibukota kerajaan Mataram ke Kerto. Di
masa pemerintahan yang lalim itu (1645–1676) menyebabkan terjadi pemberontakan
Trunajaya dari Surabaya, yang mana putra mahkota Sunan Amangkurat I terlibat di
dalamnya. Ketika itu ibukota Kerto jatuh dan Sunan Amangkurat I bersama putra
mahkotanya yang berbalik membela Sunan Amangkurat I terpaksa meninggalkan ibukota
kerajaan. Ketika mencoba mencari bantuan VOC, sesampai di Tegalarum Sunan
Amangkurat meninggal dunia dan putranya menggantikannya dengan gelar Sunan
Amangkurat II.

Pengganti Sunan Amangkurat I mendapat bantuan dari VOC dalam


mempertahankan tahtanya serta berhasil memadamkan pemberontakan Raden Trunajaya.
Dan kemudian memindahkan ibukota kerajaan ke Kartasura. Ternyata bantuan yang
diberikan VOC itu telah menyebabkan kerajaan Mataram harus memikul ongkos perang
serta memberikan sejumlah konsensi yang sangat merugikan kerajan Mataram sendiri.
Bermula dari persoalan itu, menyebabkan hubungan kedua belah pihak semakin tegang
4
T.B. Simatupang , Laporan Dari Banaran , ( Jakarta : Sinar Harapan , 1980 ) , hal. 231.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 2
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

saja. Hal ini mencapai puncaknya setelah Sunan Amangkurat II meninggal pada tahun
l903 dan diganti oleh putranya, Sunan Amangkurat III, yang dikenal dengan sebutan
Sunan Mas. Sikap permusuhannya terhadap VOC, menyebabkan VOC lebih suka
mengakui Pangeran Puger (adik dari Sunan Amangkurat II) sebagai raja Mataram dengan
gelar Paku Buwono I. Kemudian terjadi perang suksesi I (1704–1708), yang mana
akhirnya Sunan Amangkurat II menyerah serta dibuang ke Sailan (Srilangka) dan Paku
Buwono I yang menjadi pemenang harus menyerahkan sejumlah wilayahnya kepada
VOC.

Ketika Paku Buwono I meninggal dunia pada tahun 1719 dan putranya
menggantikannya dengan gelar Sunan Amangkurat IV yang lebih dikenal sebagai Sunan
Prabu (1719-1727). Pada masa pemerintahan Sunan Prabu terjadi perang suksesi II (1719
–1723), VOC terlibat didalamnya. Ketika Sunan Prabu meninggal dunia dan digantikan
oleh putranya, Paku Buwono II. Pada masa pemerintahan Paku Buwono II (1727–1749)
terjadi pemberontakan orang-orang Cina terhadap VOC. Semula Paku Buwono II
memihak terhadap pemberontakan Cina, tetapi setelah melihat orang-orang Cina
diambang kekalahan, Paku Buwono II menjadi bimbang dan kemudian memutuskan
berada di pihak VOC. Kejadian ini menyebabkan Raden Mas Garendi bersama para
pemberontak menggempur keraton, sehingga Paku Buwono II terpaksa melarikan diri.
Pemberontakan itu berhasil dipadamkan oleh VOC dan tahta Mataram dapat direbut
kembali pada tahun 1743. Setelah perang usai Paku Buwono memindahkan ibukota
kerajaan ke Surakarta Adiningrat pada tahun 1744.

Setelah pemberontakan orang-orang Cina berakhir, muncul pemberontakan lain


yang dipimpin oleh Raden Mas, putera Pangeran Mangkunegara yang telah diasingkan
VOC ke Sailan sewaktu Sunan Prabu memerintah (1719–1727). Paku Buwono II
menugaskan adiknya, Pangeran Mangkubumi memadamkan pemeberontakan itu dengan
janji daerah Sukawati, tempat pemberontakan itu berlangsung, akan diberikan kepadanya.
Pangeran Mangkubumi berhasil memadamkan pemberontakan. tetapi Paku Buwono II
mengingkari janjinya. Pangeran Mangkubumi kemudian bergabung dengan Raden Mas
Said yang mengadakan pemberontakan itu.

Ketika menghadapi pemberontakan itu, Paku Buwono II jatuh sakit keras dan
menyerahkan kedaulatan atas seluruh kerajaan kepada VOC. Setelah Paku Buwono II
meninggal dunia pada tahun 1749, VOC mengumumkan pengangkatan putra mahkota
sebagai Susuhunan Paku Buwono III ( 1749–1788 ). Pemberontakan kemudian berlanjut
dan pada tahun 1752 terjadi perselisihan antara Pangeran Mangkubumi dengan Raden
Mas Said, Pangeran Mangkubumi bersekutu dengan VOC melawan Raden Mas Said.
Atas campur tangan VOC, terselenggaralah perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari
1755. Kerajan Mataram terbagi menjadi dua wilayah kekuasaan. Wilayah Timur
Mataram berada dibawah kekuasaan Paku Buwono III dengan ibukota Surakarta dan
wilayah Barat menjadi kekuasaan Pangeran Mangkubumi dengan gelar Hamengku
Buwono I dengan ibukota Ngayogyakarta Hadiningrat .

Kemudian Raden Mas berjuang sendirian, akhirnya terpaksa bersedia damai


dengan VOC dan yang membawa ke arah perjanjian Salatiga pada tahun 1757. Raden

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 3
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Mas Said memperoleh sebagian wilayah, yang dahulunya menjadi milik Paku Buwono III
dan diakui secara resmi sebagai Pangeran Adipadi Mangkunegara I (1757–1759). Ketika
VOC bangkrut, pemerintahan Belanda mengambil alih pada tahun 1799. Keadaan itu
tidak berlangsung lama karena pemerintahan Belanda digantikan oleh pemerintahan
Inggris (1811-1816), dibawah Letnan Jendral Thomas Stanford Raffles. Di masa
pemerintahan baru ini terjadi permusuhan antara Inggris dengan Hamengku Buwono II,
yang menggantikan Hamengku Buwono I, yang meninggal dunia pada tahun 1792.
Kemudian pemerintahan baru ini mengadakan persengkongkolan rahasia dengan putra
mahkota dan Pangeran Natakusuma. Pemerintahan Inggris berhasil menaklukan
kesultanan Ngayogyakarta dan Hamengku Buwono II diturunkan dari tahta serta dibuang
ke Penang. Putranya yang dikenal sebagai Hamengku Buwono III menggantikan
kedudukan ayahnya. Atas bantuannya terhadap pemerintahan Inggris, Pangeran
Natakusuma memperoleh hadiah daerah yang merdeka dan dapat diwariskan yang
meliputi 4000 cacah di wilayah Yogyakarta dan Pangeran Natakusuma memperoleh
gelar Pangeran Paku Alam (1813–1829 ). Kejadian itu menjadi jelas bahwa kerajaan
Mataram yang dahulu mengalami masa kejayanan pada masa pemerintahan Sultan
Agung terpecah menjadi empat kerajaan; Kasunanan, Kasultanan, Mangkunegaraan dan
Pakualaman.5

Menjadi Sultan
Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom, yang merupakan satu-satunya garwa padmi
dari Gusti Pangeran Haryo Purboyo melahirkan seorang putra pada Sabtu Paing, 25
Rabiulakhir tahun Jumakir (12 April 1912 M) di Pakuningrat, Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat. Setelah usia sepasar (lima hari) bayi laki-laki itu diberi nama Dorojatun,
yang mengandung harapan agar dikemudian hari mampu memiliki derajat yang tinggi,
cakap mengemban kedudukan yang luhur dan senantiasa berbudi luhur meskipun
mempunyai kekuasaan yang besar. Tak lama kemudian musibah menimpa orangtua
Dorojatun, kedua orangnya hidup berpisah. Putri Mangkubumi yang malam itu
dipulangkan kembali ke rumah ayahnya KPGA Mangkubumi.

Gusti Pangeran Haryo Purboyo yang telah diangkat menjadi putra mahkota
dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipadi Anom Hamengku Buwono Negara
Sudibya Raja Putra Narendra ing Mataram memutuskan agar Dorojatun yang ketika itu
berusia 4 tahun untuk tinggal bersama dengan keluarga Mulder, yang merupakan seorang
kepala pada Neutrale Hollands Javanese Schooll. Di kediaman yang yang baru itu,
Dorojatun memperoleh nama panggilan Henkie (Henk yang kecil), yang mana nama
tersebut diambil dari nama Pangeran Hendrik suami Ratu Wilhelmina.

5
H.J. De Graaf, Awal Kebangkitan Mataram, (Jakarta: Grafitipers, 1985). H.J. De Graaf, Puncak
Kekuasaan Mataram, (Jakarta; Grafitipers, 1990), H.J. De Graf, Disintegrasi Mataram Di Bawah
Kekuuasaan Mangkurat I, (Jakarta: Grafitipers, 1987) dan H.J. De Graaf, Runtuhnya Istana Mataram,
(Jakarta : Grafitipers , 1987 ) Tulisan yang lain. Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia: 1500 –
1900 , Jilid I , ( Jakarta : Gramedia , 1988, hal. 197 – 219 dan M.C. Ricklefs , Sejarah Indonesia Modern ,
(Yogyakarta : Gadjah Mada University Press , 1991) , hal. 123 – 144.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 4
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Henkie pun mulai berkenalan dengan bangku sekolah dengan ia bersekolah pada
Sekolah Frobel (yang kini disebut Taman Kanak-kanak). Dua tahun kemudian Henkie
menjadi siswa Eerste Europse Lagere School B dan akhirnya pindah ke Nuetrale Europse
Lagere. Kendati ayahnya telah dinobatkan sebagai Sultan Hamengku Buwono VIII pada
tahun 1921, Henkie tetap saja mondok dan bukan di keluarga Mulder lagi, tetapi pindah
pada keluarga Coock. Di samping sekolah, Henkie pun mengikuti kepanduan Nederland
Indische Padvinden Club dan menaruh minat terhadap permainan sepak bola.

Setelah menyelesaikan Neutrale Europose Lagere School pada bulan Juli 1925,
Henkie pun mengeyam pendidikan pada Hogere Burgere School di Semarang. Di sana
Henkie mondok pada keluarga Voskeil, yang bekerja sebagai kepala penjara Mlaten.
Kepindahannya ini berarti Henkie tidak tinggal satu kota dengan orangtuanya. Rupanya
kota yang terletak di pesisir utara pulau Jawa itu yang berhawa panas kurang cocok bagi
kondisi fisiknya sehingga badannya menjadi kurang sehat. Tidak sampai satu tahun,
Hamengku Buwono VIII memutuskan mengirim putranya belajar di Bandung saja. Di
kota yang disebut Paris van Java, Henkie mondok pada keluarga De Broer. Henkie
sebenarnya senang tinggal di kota yang sejuk itu, tetapi ayahnya menyukai agar putranya
itu melanjutkan studi di negeri kincir angin saja.

Henkie dengan kakaknya BRM Tinggarto (nama kecil dari Pangeran


Prabuningrat) berangkat ke Negeri Belanda pada tahun 1930. Di negeri Kincir Angin
itu, Henkie bersekolah pada Gymanisum di Haarlem dan mondok pada kelaurga NNG
Mourik Brookman, direktur Henkie bersekolah. Setelah menyelesaikan Gymnasium 4
tahun kemudian, Henkie memasuki Ryks Universiteit yang terletak di kota Leiden dan
mengambil jurusan Indologi. Studi tersebut merupakan gabungan dari bidang hukum dan
ekonomi, biasanya diminati bagi mereka yang akan terjun ke dalam bidang pemerintahan
di Nederland Indie .

Sebagai mahasiswa di negeri kincir angin, Henkie menaruh minat terhadap


kegiatan kemahasiswaan. Ia menjadi anggota Leiden Studentencorps dan terlibat pula
pada perkumpulan mahasiswa Verenigde Faucltein, yang mana ia pernah menjabat
sebagai ketua. Henkie pun bergabung dalam perkumpulan mahasiswa Minerva dan ia
menjadi komisaris organisasi tersebut. Persoalan politik dan ekonomi menarik
perhatiannya. Ketika itu Henkie rajin menghadiri klub diskusi dalam lingkungan
universitas, yang dipimpin oleh guru besar yang disenanginya Prof. Dr. Schrieke,
seorang yang sangat paham atas Nederland Indie.

Keterlibatan dalam berbagai organisasi serta aktivitasnya, rupanya mendapat


perhatian dari pemerintah Belanda. Ketika Henkie hadir satu kali dalam rapat Nationaal
Socialisistcht Beweging yang ketika itu diketuai oleh Anton Musserta. Kontan paginya
Henkie mendapat panggilan dari Kementerian Urusan Jajahan (Ministere van Kolonien),
meskipun sebenarnya kehadirannya di sana sekedar ingin mengetahui saja. Kemudian
Henkie berhasil lulus dengan baik dalam Candidaats – examen pada tahun 1937. Ia

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 5
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

meraih ijazah candidaat Indologi sehingga diperbolehkan melanjutkan pada tingkat


doktoral.6

Negeri Belanda menjadi tak begitu aman ketika perang Dunia II pecah dan
kemungkinan besar Jerman akan menduduki negeri kincir angin itu. Hamengku Buwono
VIII cemas dengan keadaan itu. Hamengku Buwono segera melayangkan telgram, agar
putra-putranya yang sedang menuntut ilmu di negeri kincir angin selekas mungkin pulang
Api peperangan telah berkobar dimana-mana, bahaya pun mengintai setiap saat dan
hanya ada satu kapal barang yang mau berangkat dari negeri kincir angin itu menuju ke
Nederland Indie. Putra-putra Hamengku Buwono VIII tak menyia-nyiakan kesempatan
untuk menumpang kapal itu. Tetapi sayangnya, tempat yang kosong tinggal satu dan
akhirnya terjadi kesepakatan di antara putra-putra Hamengku Buwono VIII agar Henkie
ikut kapal Dempo itu dan empat putra lainnya menyusul. Kapal Dempo pun akhirnya bisa
berlabuh di demarga Tanjung Priok pada tanggal 18 Oktober l939, setelah melalui rute
yang berbeda dari semestinya dan lebih panjang untuk menghindari bahaya Ketika
Henkie mencoba melampiaskan rasa kangen dengan saudara-saudaranya sebagai kakak
beradik yang sudah lama tidak bertemu tetapi saudara-saudaranya menghaturkan sembah
bukan kepada kakanda melainkan kepada Pangeran Hadipati Anom Hamengkoe Negoro
Soedibjo Rodjo Potro Narendo Mataram, calon Raja Mataram. Semua tegur sapa
Dorojatun dijawab dengan bahasa Jawa Krama Inggil, bahasa untuk percakapan dengan
orang yang lebih tinggi kedudukannya. Disinilah Dorojatun untuk pertama kali nya
merasakan sesuatu yang telah berubah. Ia mulai menyadari siapa dirinya dalam
lingkungan keraton. 7

Di Hotel Des Indies (kini pertokoan Duta Merlin), Sultan Ngayogyakarta


Hadiningrat beserta pengiringnya menginap. Dorojatun bertemu dengan ayahnda, yang
telah 9 tahun tidak bersua, dalam suasana haru yang mendalam. Acara kangen hanya
berlangsung selama 3 hari, karena sultan Ngayogyakarta Hadiningrat harus memenuhi
sejumlah undangan, sebagaimana layaknya seorang raja yang berada di pusat
pemerintahan. Ketika ayah dengan anak bertemu, pembicaraan hanya berkisar persoalan
keluarga saja. Meskipun demikian ada satu kejadian yang berarti bagi Dorojatun. Di
kamar sang baginda raja, keris kyahi Jaka Piturun diserahkan dari tangan Sultan
Hamengku Buwono VIII kepada Dorojatun. Penyerahan keris pusaka ini, berarti Sultan
Hamengku Buwono VIII telah menunjuk Dorojatun sebagai putra mahkota keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat.8

Setelah pertemuan singkat di Batavia, rombongan Hamengku Buwono VIII


kembali ke Yogyakarta dengan kereta api eendagse (satu hari) yang berangkat dari
stasiun Gambir. Tak lama setelah kereta api meninggalkan Batavia, sebelum mencapai

6
Kustiniyati Mochtar, ‘ Pak Sultan Dari Masa Ke Masa , “ dalam Atmakusumah (ed) , Tahta Untuk Rakyat,
Jakarta : Gramedia , 1982 , hal. 20 – 32.
7
Ibid , hal. 33 – 58 dan Soedarisman Poerwokosoemo, “ Dari Celah-Celah Biografi Sri Sultan Hamengku
Buwono IX (1) – Kyai Piturun di Hotel Des Indes ,’ Kompas , 23 April 1980 .
8
Ibid. Ada versi yang mengatakan keris pusaka Kanjeng Kiai Slamet (bukan Kyahi Jaka Piturun) dan
diserahkan dalam perjalanan kereta api ke Yogyakarta (bukan di Hotel Des Indes). Periksa. Selo
Soemardjan , Perubahan Sosial di Yogyakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada Univesitu Press, 1981 ), hal. 27
– 28.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 6
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

kota Cirebon . Hamengku Buwono VII yang berusia 59 tahun dan mengidap penyakit
diabetis itu, jatuh pingsan. Dokter Royen, dokter pribadi Sri Sultan yang dihubungi
melalui telepon baru berhasil masuk di kereta api ketika berhenti di Kroya untuk
melakukan pengobatan darurat sebelum mencapai tujuan. Sesampainya di Yogyakarta,
Sri Sultan langsung dilarikan ke Rumah Sakit “Onder de Boden” di Yap Buulevard (kini
Rumah Sakit Rapih). Konon kabarnya ketika Sri Sultan Hamengku Buwono VIII
diturunkan dari kereta api meledaklah petir di atas kota Yogyakarta, padahal hari itu
sedang terang dan udara cerah. Kawula Ngayogyakarta Hadiningrat mengartikan
sebagai isyarat bakal wafatnya seorang pembesar atau arti yang lain adalah sebagai tanda
akan datang seorang putra yang diberkati dengan sifat kepribadian yang luhur. Keesokan
harinya, tepatnya pukul 04.00, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII mangkat. Hari itu
adalah hari Minggu Kliwon, 22 Oktober 1939, yang mana secara kebetulan hari Minggu
Kliwon adalah hari wafatnya pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat – Sultan
Hamengku Buwono I yang mangkat pada tanggal 24 Maret l772. 9

Dalam sejarah Mataram, setiap terjadi pergantian sunan atau sultan, senatiasa
didahului dengan kontrak politik. Biasanya kontrak politik lebih merugikan pihak
kesultanan. Dorojatun merasa perlu mengumpulkan semua kerabat keraton sebelum
terjadi kontrak politik dengan Belanda. Dalam sebuah pertemuan, Darojatun secara
langsung menanyakan kepada kerabat keraton, apa diantaranya ada yang berminat
menjadi Sultan Hamengku Buwono IX . Ternyata paman, kakak maupun adiknya tidak
mempunyai minat menjadi raja. Hal ini terjadi sebagai upaya memenuhi kehendak
almarhum Hamengku Buwono VIII, yang tercermin dengan adanya penyerahan pusaka
Kyahi Piturun di Batavia. Dorojatun perlu mengadakan musyawarah guna menghindari
adu domba di antara keluarga Ngayogyakarta Hadiningrat, yang nantinya hanya
menguntungkan kepentingan Belanda dalam rangka memperluas kekuasaannya.

Kemudian Dorojatun yang masih terlalu hijau dalam pengetahuan maupun


pengalaman mengadakan perundingan dengan Gubernur Dr. Lucien Adam yang berusia
60-an, yang dikenal sebagai seorang Javanicus (ahli adat istiadat ) yang disegani. “Saya
benar-benar belum apa-apa waktu itu. Tapi yah .apa boleh buat! Keadaan telah
menempatkan saya pada situasi demikian harus dihadapi saja”, kata Hemengku Buwono
IX mengenang peristiwa itu. Perundingan pun berlangsung dibawah empat mata dan
sifatnya maraton, karena berlangsung setiap hari termasuk hari Minggu. Hari demi hari
berlalu, perundingan kontrak politik berjalan alot dan seret. Hal itu disebabkan pada tiga
pembicaraan pokok, yang menyangkut jabatan Pepatih Dalem, Dewan Penasehat dan
Prajurit Keraton. Pemerintahan Belanda menginginkan agar patih mengembangkan dwi
kesetian, pegawai pemerintahan Belanda dan sekaligus pegawai kesultanan sebaliknya
Dorojatun ingin mengubahnya menjadi monoloyalitas terhadap kesultanan. Masalah
Dewan Penasehat, separuh dari anggotanya diusulkan oleh Belanda dan separuh lagi oleh
Sultan dan yang diusulkan oleh Sultan harus disetujui oleh Belanda. Ini ditolak oleh
Dorojatun. Ketika Dorojatun mengusulkan agar mereka diberi kebebasan berbicara serta
mewakili kepentingan rakyat dan ini ditolak oleh Belanda. Pemerintah Belanda
menginginkan agar prajurit keraton sebagai suatu legium, merupakan bagian dari tentara
Hindia Belanda yang berada di bawah komando Koninlijke Nederland Indie Lager. Pihak
9
Ibid .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 7
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Kesultanan tidak dapat memerintah prajurit tersebut , tetapi kesultanan wajib menggaji
dan merekut mereka. Permintaan pemerintah Belanda itu ditolak oleh Dorojatun.

Perundingan yang telah berlangsung empat bulan (November 1939 – Februari


1940), ternyata tak bisa memberi jalan keluar yang memuaskan kedua belah pihak.
Sebenarnya sebelumnya ada usaha dari pemerintah Hindia Belanda “meminta” Pepatih
Dalem KPPA Danurejo VIII agar membujuk Dorojatun untuk bisa mempercepat
perundingan yang dianggapnya terlalu lama. Ketika Pangeran tua itu mendesak
Dorojatun mempersingkat perundingan, Dorojatun malahan mempersilahkan Pangeran
tua itu menjadi Sultan. Mendengar jawaban itu tentu saja Pepatih Dalem menjadi terdiam.
Ketika itu Gubernur Adam sendiri merasa jengkel bercampur malu disebabkan sebagai
pejabat yang berpengalaman ternyata tak mampu mengatasi calon raja yang beberapa
waktu yang lalu berstatus mahasiswa, sementara dia mendapat tekanan dari pemerintahan
pusat agar kontrak politik diselesaikan selekas mungkin. Di pihak lain, Dorojatun pun
menjadi resah, gelisah dan letih. Segala cara diskusi yang diperoleh selama menjadi klub
debat di Leiden yang telah dicoba dipraktekan ternyata tidak membawa hasil.

Akhir bulan Februari l940, Dorojatun yang sedang berbaring istirahat menjelang
perundingan malam hari. Antara tidur dan terkaga, Dorojatun mendengar suara atau
bisikan gaib dari nenek moyangnya: “Tole, tekena wae. Landa bakal lunga saka bumi
kene.(Anakku, tanda tangani saja, Belanda bakal pergi dari bumi ini). Ketika itu ia tiba-
tiba terjaga sepenuhnya. Semula Dorojatun diliputi perasaan ragu-ragu dan bimbang
tetapi begitu ia menginjak kakinya di kediaman Gubernur Adam untuk melanjutkan
perundingan malam hari, kesemuanya menjadi berkurang. Ketika Dorojatun berada di
ruangan perundingan dan berhadapan dengan Gubernur Dr. Lucien Adam, Dorojatun
hanya berkata singkat kepada Dr. Lucien Adam: “Silakan Gubernur menyusun kontrak
politik itu, Nanti saya tandatangani“. Kata-kata itu tentu saja mengejutkan Gubernur
Adam karena calon raja itu telah berbalik sikap 180 derajat. Hal ini yang menyebabkan
perundingan hanya berlangsung sekitar 10 menit saja, tak sebagaimana biasanya. Tak
sampai dua minggu kemudian, penyusunan kontrak politik siap ditanda tangani. Kontrak
politik yang berisi 17 bab dan terdiri atas 59 pasal itu ditulis dalam bahasa Belanda
dengan bahasa dan aksara Jawa di halaman sampingnya, tanpa dibaca langsung saja
ditandatangani oleh Dorojatun, dalam sebuah upacara di Tratag Prabayesaka di Keraton,
seminggu sebelum hari penobatan. Tetapi tanggal tercantum dalam kontrak politik itu
adalah hari penobatan 18 Maret l940, saat mulai berlakunya kontrak politik itu .

Dorojatun dinobatkan sebagai sultan dalam penanggalan Jawa, hari Senin Pon,
tanggal 8 bulan Sapar tahun Jawa Dal 1871. Acara penobatan diawali dengan
diperdengarkan lagu kebangsaan Belanda “Wilhelmus”, ketika itu Dorojatun dan Dr.
Lucien Adam berada di Bangsal Kencana. Setelah itu, Dorojatun yang berada di sebelah
kiri Gubernur, yang didahului oleh prosesi alat upacara Kesultanan, menuju ke Siti
Hinggil dan naik menuju ke Bangsal Manguntur Tangkil. Gubernur Adam langsung
duduk dikursi kehormatan, sementara Dorojatun yang masih berstatus pangeran duduk di
derertan depan bersama para pengeran lainnya. Di hari yang bersejarah itu, Gubernur
Lucien Adam atas nama pemerintah Hindia Belanda menobatkan Gusti Raden Mas
Dorojatun sebagai Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putra

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 8
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Narendra Mataram alias putra mahkota Kesultanan Yogyakarta. Lima menit kemudian
putra mahkota dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta dengan gelar Sampeyan Dalem
Ingkang Sinuwun Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrakman Sayidin
Panatagama Kalifatullah Kaping – IX. Setelah selesai kata-kata penetapan tadi
diucapkan, lagu “Mogang” memenuhi ruangan yang sedang diliputi suasana khimat dan
salvo pun terdengar memecahkan keheningan dan dentuman meriam menggelegar tiga
belas kali. Kemudian Dorojatun yang baru saja ditetapkan sebagai sultan dipersilahkan
duduk di atas singgasana Kesultanan yang berada di sebelah kanan kursi Gubernur Adam
menghadap ke arah utara. Selepas upacara penobatan yang megah itu di sebelah kanan
pula Sri Sultan Hamengku Buwono IX berjalan bersama dengan Gubernur Dr. Lucien
Adam melangkah meninggalkan Siti Hinggil. Selain suasana indah dan khidmat selama
upacara penobatan, masih ada hal lain yang mengesankan semua hadirin dan terutama
mengejutkan bagi para pejabat Belanda. Raja muda yang baru saja dinobatkan itu
mengucapkan kata-kata progersif, antara lain;

“Sepenuhnya saya menyadari bahwa tugas yang ada di pundak saya adalah sulit dan
berat, terlebih-lebih karena ini menyangkut mempertemukan jiwa Barat dan Timur agar
dapat bekerja sama dalam suasana harmonis, tanpa yang Timur harus kehilangan
kepribadiannya. Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya,
namun pertama-tama saya adalah dan tetap orang Jawa, Maka selama tak menghambat
kemajuan, adat akan tetap menduduki tempat yang utama dalam Keraton yang kaya
akan tradisi ini. Izinkanlah saya mengakhiri pidato saya ini dengan berjanji semoga saya
dalam bekerja untuk memenuhi kepentingan Nusa dan Bangsa, sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang ada pada saya 10.

Mendukung Republik
Setelah Jepang menyerbu pelabuhan Amerika Serikat Pearl Harbour, Gubernur
Jendral Belanda Jhr. Alidius W.L. Tjarda van Starkenborgh mengumumkan perang pada
Pemerintahan Jepang, Belanda menawarkan pada Sultan Hamengku Buwono IX, Sunan
Paku Buwono XI, Mangkunegoro VII dan Paku Alam VIII agar meninggalkan Hindia
Belanda pergi menuju ke Australia, apabila balatentara Jepang mendarat di wilayah
Hindia Belanda. Raja-raja Jawa itu menolak ajakan Belanda tersebut. Sultan Hamengku
Buwono IX menyatakan “Apa pun yang akan terjadi, saya tak akan meninggalkan
Yogyakarta, justru bila bahaya memuncak, saya wajib berada di tempat demi
keselamatan keraton dan rakyat”. Pada tanggal 1 Maret l942 balatentara Jepang berhasil
mendarat di berbagai tempat di pulau Jawa. Ada rencana pemerintah Hindia Belanda
menculik Sultan Hamengku Buwono IX tetapi memenuhi kegagalan. Ketika rencana itu
mau dijalankan, balatentara Jepang keburu masuk ke Yogyakarta pada tanggal 5 Maret
1942.

Keadaan perang yang makin menyulitkan keadaan Hindia Belanda, membuat


pemerintah minta kepada Hamengku Buwono IX untuk mengucapkan pidato langsung
10
Kustiniyati Mochtar, ibid dan Soedarisman Poerwokoesomoe, “ Dari Celah-Celah Biografi Sri Sultan
Hamengku Buwono IX (2) – Kontra Politik Yogyakarta – Hindia Belanda Yang Terakhir ,” Kompas, 24
April 1980 .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 9
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

kepada rakyat di Yogyakarta. Pada permulaan tahun 1942 kesempatan untuk dapat
berhubungan secara langsung dengan rakyat dipergunakan sebaik-baiknya oleh
Hamengku Buwono IX. Pidatonya meyeruhkan antara lain:

Agar rakyat dalam keadaan bagaimanapun juga, tetap bersikap tenang dan waspada,
jangan mengadakan tindakan sendiri-sendiri yang dapat merugikan pihak lain dan yang
dapat mengganggu ketentraman dan keadaan umum. Dan dalam keadaan kritis
hendaknya rakyat hanya berpegang kepada komando yang dioperintahkan oleh Sultan
Hamengku Buwono IX 11

Pidato langsung ternyata berpengaruh besar, baik bagi rakyat maupun terhadap
keadaan umumnya di daerah Yogyakarta. Jika di luar Yogya ketika Jepang mulai
menduduki Indonesia, banyak pegawai Pangrehpraja menjadi korban kemarahan rakyat,
dan banyak terjadi perampokan dan penggarongan, terutama kepada orang Cina, segala
sesuatu itu tidak terjadi di daerah Yogyakarta. Rakyat tetap bersikap tenang, juga pada
saat tentara Jepang mulai masuk dan menduduki daerah Yogyakarta, mereka tunduk
terhadap perintah Sultan Hamengku Buwono IX .

Melihat situasi ini Sultan Hamengku Buwono IX kemudian mengambil tindakan


dengan menghubungi Tentara Pendudukan Jepang, agar segala hal yang bersangkutan
dengan Kesultanan Yogyakarta terlebih dahulu harus dibicarakan dengan Sultan
Hamengku Buwuno IX . Langkah berikutnya Sultan Hamengku Buwono mengambil alih
kekuasaan Pepatih Dalem. Setelah melihat tanggapan Sultan Hamengku Buwono IX
terhadap situasi yang yang ada, balatentara Jepang memutuskan untuk mengukuhkan
kedudukannya. Pada tanggal 1 Agustus l942, Sultan Hamengku Buwono IX dinobatkan
sebagai Sultan Yogyakarta oleh Panglima Besar Tentara Pendudukan Jepang di Batavia.
Penggabungan jabatan Sultan dan Pepatih Dalem, sebenarnya merupakan penyimpangan
tradisi. Sultan Hamengku Buwono IX mulai bekerja di Kepatihan dan menerima tamu
serta berunding dengan pejabat negara berbagai macam masalah. Dengan demikian
Sultan beranjak turun dari permadaninya, melangkahi keraton yang dulu pernah sangat
berkuasa dan lebih mendekati rakyat.12

Suatu kurun penderitaan yang teramat berat pada masa pendudukan tentara
Jepang. Penguasa baru itu senantiasa menuntut disediakan beras, ternak, bahan pakaian
dan tenaga manusia. Sultan Hamengu Buwono IX tak mungkin sama sekali mengelak
permintaan itu, tetapi Sultan Hamengku Buwono IX cukup cerdik mengelabuhi
pemerintahan tentara pendudukan Jepang itu. Angka stastitik yang menyangkut jumlah
penduduk, hasil panen padi maupun ternak dipalsukan sedemikian rupa sehingga
pemerintah militer Jepang percaya, kalau Yogyakarta merupakan daerah minus yang
tidak bisa diharapkan memberi sumbangan yang berarti bagi usaha untuk perang.
Malahan Sultan Hamengku Buwono IX meminta bantuan pemerintah tentara
pendudukan Jepang agar membuat saluran guna meningkatkan hasil pertanian, yang
mana nantinya hasil bisa memberi sumbangan bagi kepentingan Jepang. Dengan adanya
proyek irigasi ini, Sultan Hamengku Buwono IX berhasil mencegah agar rakyat

11
Kustiniyati Mochtar , ibid dan Sodarsimean Poerwokoesoemoe , “ Celah-celah Biografi Sri Sultan
Hamengku Buwono IX (3) – Dua pidato sebagai sketsa pengenalan pribadi ,’ Kompas , 25 April 1980 .
12
Selo Soemardjan , op.cit., hal. 50 – 51.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 10
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Yogyakarta tidak menjadi romusha dengan alasan tenaganya diperlukan untuk


membangun irigasi. Sultan Hamengku Buwono IX bukan saja berani mengelabuhi, tetapi
ia seringkali mengajukan protes terhadap perlakukan pemerintah tentara pendudukan
Jepang terhadap rakyat Yogyakarta. Tindakan protes yang dilakukan itu menyebabkan
Sultan Hamengku Buwono IX sering mendapat teguran dari pimpinan militer Jepang
(Saiko Shikikan) di Jakarta, yang mana dilakukan setelah para raja Jawa yang dipanggil
itu mendapat sejumlah instruksi.13

Ketika Sultan Hamengku Buwono IX mendengar untuk pertama kalinya tentang


proklamasi kemerdekaan RI yang dinyatakan Soekarno-Hatta, hati Sultan Hamengku
Buwono IX benar-benar lega “Nah ini dia yang kutungu-tunggu”. Dugaan Sultan
Hamengku Buwono IX pendudukan tentara Jepang hanya sebentar saja ternyata benar.
Sebagaimana ramalan Jayabaya, perginya penguasa yang “berkulit kuning berbadan
cebol setelah berkuasa hanya seumur jagung“. Sehari kemudian Sultan Hamengku
Buwono IX mengirimkan ucapan selamat kepada kedua proklamator itu dan kepada Dr.
KRT Radjiman Wediodiningrat. Ketua Badan Penyelidikan Usaha-usaha Kemerdekaan
Indonesia, atas terbentuknya negara Republik Indonesia. Pada tanggal 20 Agustus l945,
Sultan Hamengku Buwono IX dalam kedudukannya sebagai Ketua Badan Kebaktian
Rakyat Hokokai) Yogyakarta melayangkan telegram Dituliskan bahwa Sultan Hamengku
Buwono IX sanggup berdiri dibelakang pimpinan kedua proklamator itu. Pernyataan teks
yang sama juga dikeluarkan oleh Pangeran Paku Alam VIII untuk kerajaannya.
Kesemuanya ini merupakan cerminan janji Sultan Hamengku Buwono IX untuk kerja
demi kepentingan nusa dan bangsa, sebagaimana yang yang diucapkan pada hari
penobatannya sebagai raja.14

Berdasarkan anjuran pemerintah pusat, didirikanlah Komite Nasional Indonesia


daerah Yogyakarta, setelah beberapa minggu dinyatakan proklamasi kemerdekaan.
Kemudian Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan amanat pada tanggal 5
September l945 (28 Puasa, Ehe, 1876) setelah melalui persetujuan KNI daerah
Yogyakarta,yang mana dalam amanat Seripaduka Ingkang Siniwun Kandjeng Sultan
Jogjakarta itu dinyatakan :

1. Bahawa Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat bersifat Keradjaan adalah daerah istimewa dari
Negara Republik Indonesia.
2. Bahwa Kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalan Negeri
Ngajogjokarto Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubungan dengan keadaan pada dewasa ini
segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjokarto Hadiningrat, dan oleh karena itu
berhubungan dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri
Ngajogyokarto Hadiningrat mulai saait ini berada di tangan Kami dan kekuasaaan-kekuasaan
lainnya . Kami pegang seluruhnya.
3. Bahwa perhubungan antara Negeri Ngajogyakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat
Negara Republik Indonesia bersifat langsung dan Kami bertanggung-jawab atas Negeri Kami
langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Kami memerintahkan supaya segenap
penduduk dalam Negeri Ngajyogjokarto Hadiningrat mengindahkan amanat Kami ini.15
13
Kustiniyati Mochtar.
14
Kustiniyati Mochtar, ibid, hal. 67 – 79 dan Soedarisman Poerwokoesoemoe, Dari Celah-celah Biografi
Sri Sultan Hamengku Buwono IX ( 4 ) – Berdirinya Daerah Istimewa Yogyakarta di Republik Indonesia ,
Kompas , 26 April 1980 .
15
Kustiniyati Mochtar , ibid dan Selo Soemardjan , op.cit., hal. 58 – 59.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 11
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Amanat Sultan Hamengku Buwono IX ternyata memperoleh sambutan dan sehari


sesudahnya pemerintah pusat mengirim utusannya – Menteri Negara Sartono dan Mr.
Maramis untuk datang ke Yogyakarta berkaitan dengan penyampaian Piagam Penetapan
mengenai Kedudukan Yogyakarta dalam lingkungan RI yang ditandatangani oleh
Presiden Soekarno. Rupanya piagam tersebut telah dipersiapkan satu hari setelah
dilayangkan telegram yang pertama dari Sultan Hamengku Buwono IX kepada
proklamator Soekarno-Hatta. Piagam ini menyatakan bahwa Presiden Soekarno
menetapkan Hamengku Buwono IX, pada kedudukannya dengan kepercayaan bahwa
Hamengku Buwono IX akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga untuk
keselamatan daerah Yogyakarta sebagai bagian dari Republik Indonesia.16

Ketika itu Republik yang masih muda tidak mempunyai pasukan bersenjata untuk
mempertahankan diri terhadap musuh dari luar dan dari dalam. Kemudian pemerintah
membentuk Badan Keamanan Rakyat yang ditempatkan dibawah pengarahan KNIP dan
cabang-cabangnya akan dibentuk di semua tingkat pemerintahan yang lebih rendah
dibawah pengawasan KNI Daerah. Pada tanggal 5 Oktober 1945 BKR diubah menjadi
Tentara Keamanan Rakyat dengan fungsi tetap sama memelihara keamanan dalam
negeri dan bukan menghadapi musuh dari luar. Namun demikian statusnya setidak-
tidaknya sudah ditingkatkan menjadi tentara. Hari itu juga diumumkan bekas Mayor
KNIL Oerip Soemohardjo diangkat sebagai Kepala Markas Besar TKR dan hari
berikutnya jabatan Panglima Tentara diberikan pada Soeprijadi, pemimpin legendaris dan
pemberontakan PETA di Blitar. Tetapi pengangkatan itu bersifat simbolis karena
Soeprijadi tidak pernah kelihatan. Ketika pasukan Sekutu sudah benar-benar mendarat
dan bergerak ke pedalaman melucuti garnisium-garsisium dan untuk membebaskan
tawanan perang pihak Sekutu. Kepala Markas Besar TKR Oerip Soemohardjo
mengadakan rapat untuk mengisi jabatan Panglima Tentara dan Menteri Keamanan yang
lowong. Dalam rapat itu memutuskan bekas Opsir PETA Sudirman menjadi Panglima
Tentara dan memutuskan memilih Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Menteri
Keamanan. Menurut Ulf Sundhaussen pemilihan itu tidak berada dalam kegiatan
lobbying menentang atau mendukung calon yang diantaranya Sutan Sjahrir, Amir
Sjarifoeddin dan Hamengku Buwomo IX. Pemungutan suara yang hanya dilakukan
dengan mengacungkan tangan telah memberi sedikit keuntungan bagi Hamengku
Buwono IX karena hadir dalam pertemuan tersebut. Hamengku Buwono IX terpilih
bukan pertimbangan politik melainkan karena mayoritas perwira –perwira Jawa yang
hadir merasa lebih senang dengan orang dari kalangan etnik budaya mereka sendiri .

Tetapi kemudian kabinet parlementer yang menggantikan kabinet presidentil


memutuskan lain. Perdana Menteri Sutan Sjahrir menujuk rekan separtainya Partai
Sosialis Indonesia, Amir Sjarifuddin yang pada saat itu memang sedang populer menjadi
menteri keamanan. Sesungguhnya keputusan Sutan Sjahrir ini didasarkan karena Sutan
Sjahrir tidak dapat menerima adanya campur tangan terhadap prerogatifnya dalam
memilih menteri-menterinya dan ingin menunjukkan supermasi sipil atas militer. Selain

16
Ibid .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 12
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

itu Sutan Sjahrir sudah berjanji memberi untuk memberikan jabatan itu kepada Amir
Sjarifuddin yang sudah memperlihatkan perhatian terhadap soal-soal militer. 17

Sebenarnya ketika itu Markas Besar TKR sudah berpindah dari Jakarta ke
Yogyakarta setelah Sekutu mendarat di Jakarta. MB TKR memutuskan pindah dengan
pertimbangan strategi dan politik. Pertimbangan strategi ialah Yogyakarta terletak di
pedalaman Pulau Jawa, yang berarti kota itu relatif aman ketimbang kota-kota yang
terletak di pantai. Selain itu Yogyakarta mempunyai fasilitas komunikasi dan
perhubungan. Pertimbangan politik ialah bahwa Republik mempunyai kedudukan kuat
dikalangan rakyat Yogyakarta karena dukungan yang diberikan Hamengku Buwono IX
terhadap Republik. Ketauladan yang diberikan Hamengku Buwono IX dengan
dukungannya terhadap Republik telah mendapat dukungan dari seluruh rakyat yang
berada dibawah pengaruh tradisi kerajaan. Markas Tertinggi TKR pun memberi pangkat
Jendral Kehormatan kepada Hamengku Buwono IX sebagai lambang hubungan baik dan
betapa pentingnya Hamengku Buwono IX bagi MKTKR.18 Di awal kemerdekaan
Republik Indonesia, Hamengku Buwono IX telah menyediakan kompleks yang cukup
luas di Gondokusuman untuk dipergunakan bagi kepentingan Markas Besar TKR.
Hamengku Buwono IX menyediakan bagian depan dari istananya untuk kepentingan
Universitas Gadjah Mada. Sumbangan Hamengku Buwono IX menyebabkan Hamengku
Buwono IX memperoleh simpati di kalangan tentara dan generasi muda, yang merupakan
kekuatan penggerakan revolusi.19

Kehidupan awal Republik Indonesia diawali dengan suasana yang mencekam


yang disebabkan keganasan tentara NICA yang senantiasa memancing insiden dimana
saja dan kapan saja sehingga korban berjatuhan. Para pemimpin Republik Indonesia
terutama Soekarno dan Moh. Hatta tidak luput dari ancaman pembunuhan sehingga
berpindah-pindah rumah dan keluarga mereka diliputi kecemasan. Situasi yang
sedemikian gawatnya menyebabkan sidang kabinet pada 3 Januari l946 mengambil
keputusan untuk memindahkan kedudukan pemerintah pusat Republik Indonesia ke
Yogyakarta. Sehari kemudian di waktu senja Soekarno, Moh. Hatta dan keluarga dan
pemimpin-pemimpin lainnya menyilap memasuki gerbong yang telah disediakan secara
sembunyi-sembunyi di belakang rumah Presiden Soekarno. Di malam gelap tak
berbintang para pemimpin Republik Indonesia menuju ke daerah pedalaman di
Yogyakarta. Setiba di stasiun Tugu, para pemimpin RI ini disambut hangat oleh Sultan
Hamengku Buwono IX. 20

Ketika itu kerajaan Ngayogyakarta dan kerajaan Pakualaman bergabung menjadi


satu dalam Daerah Istimewa Yogyakarya dengan Hamengku Buwono IX sebagai
kepalanya dan Paku Alam VIII sebagai wakilnya. Penggabungan itu diakui secara resmi
oleh pemerintah pusat RI dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1952, diakui sebagai

17
Ulf Sundhaussen , Politik Militer Indonesia 1945 – 1967 , ( Jakarta : LP3ES , 1986 ) , hal. 34 – 36.
18
T.B. Simatupang ,” Bagaimana Seorang Sultan bisa berperan dalam Republik yang dilahirkan Revolusi
Kerakyatan”, dalam Atmakusumah (ed) , hal. 142 – 152 .
19
Soedarisman Porwokoesoemoe , ibid dan Selo Soemardjan , op.cit., hal. 292 – 293 dan T.B. Simatupang,
Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos , ( Jakarta : Sinar Harapan , 1991 ) , hal. 132.
20
Kustiniyati Mochtar , op. cit.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 13
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

daerah istimewa yang otonom dengan kedudukan setingkat dengan propinsi.21 Kalau
Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII mampu mengantisipasi gejolak Revolusi
Indonesia, tidak demikian halnya dengan kerajaan yang berada di Surakarta. Mereka
tidak berhasil menfaatkan kesempatan–kesempatan untuk memainkan peranan positif
dalam Revolusi Indonesia, sehingga mereka tidak pernah dapat menguasai kejadian-
kejadian. Selama itu permusuhan antara kedua istana terus berlangsung tanpa mereda.
Susuhunan dan Mangkunegara secara terpisah melakukan segala upaya untuk
mempertahankan kerajaan dan rakyat masing-masing tetap berada dibawah kekuasaan
tradisional, akan tetapi kaum revolusioner malahan menjauhkan diri dari kedua istana
tersebut bahkan melakukan gerakan anti istana dan meminta secara langsung agar
diperintah oleh pemerintah pusat Republik Indonesia. Akhirnya desakan kaum
revolusioner, hak-hak istimewa para raja Surakarta di luar tembok mereka secara resmi
dihapuskan pada tanggal 1 Juni 1946.22

Ketika Sutan Sjahrir membentuk kabinet pada bulan Oktober 1946, Hamengku
Buwono IX diminta menjadi Menteri Negara pada kabinet Sutan Sjahrir III. Tetapi
kabinet itu tidak berlangsung lama disebabkan kabinet itu dianggap terlalu jauh memberi
konsesi kepada Belanda dalam Perjanjian Linggarjati (1946). Setelah kehilangan
dukungan untuk mempertahankan kabinetnya, Sutan Sjahrir menyerahkan kembali
mandatnya kepada Presiden Soekarno. Kemudian Presiden Soekarno menunjuk Amir
Syarifoeddin untuk menyusun kabinet baru. Hamengku Buwono IX dipilih menjadi
Menteri Negara dalam kabinet Amir Sjarifuddin I dan II. Kabinet Amir Sjarifuddin II
jatuh, karena sejumlah partai tidak setuju dengan persetujuan Renville (1947). Setelah
Amir Sjarifuddin menyerahkan mandat. Presiden Soekarno kemudian menunjuk Wakil
Presiden Moh. Hatta untuk membentuk kabinet presidentil bukan parlementer karena
negara dalam keadaan genting . Hamengku Buwono IX terpilih kembali menjadi Menteri
Negara pada kabinet yang baru disebut tadi. 23

Di Yogyakarta telah didirikan laskar rakyat dalam rangka membantu TNI untuk
menanggulangi serangan musuh, yang mana panglimannya adalah Hamengku Buwono
IX sendiri. Untuk kesiapsiagaan laskar tersebut secara teratur diselenggarakan latihan-
latihan. Suatu waktu latihan umum ditetapkan akan diselenggarakan pada tanggal 19
Desember 1948. Perhatian umum sedang tercurah kepada latihan ini, di mana akan
disertakan semua unsur-unsur kelaskaran, termasuk dapur umum, unit palang merah dan
lain-lain. Sejak pagi itu memang semua orang yang merasa bergabung dalam kelaskaran
rakyat siap mengadakan latihan.Terdengarnya sejumlah rentetan letusan senjata dan
pesawat udara yang meraung-raung di atas kota Yogyakarta menyadarkan rakyat bahwa
kejadian ini bukan latihan perang-perang tetapi benar-benar serangan musuh24 Hamengku

21
Selo Soemardjan, ibid dan Memoar Sri Paku Alam: Feodalisme Sudah Lama Tak Ada, Tempo, 8
September 1990.
22
Selo Soemdrjan, ibid, hal. 73 – 75 , M.C. Ricklefs , op.cit, hal. 330 – 335 dan George D Laresen , Masa
Menjelang Revolusi : Keraton dan Kehidupan Politik Di Surakarta 1912 – 1942 , ( Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press , 1990 ) , hal. 300 – 312 . Ada pandangan yang menjelaskan peranan keraton
Kasunan . Lihat Memoar Paku Buwono XII : Keraton Meniti Arus Zaman , Tempo, 24 November 1990 .
23
Marwati Djoened Posponegoro dan Nugroho Notosusanto (ed) , Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta :
Balai Pustaka , 1990 ) , hal. 123 – 144 dan 150 – 152.
24
Selo Soemardjan , hal. 69 .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 14
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Buwono IX yang dalam keadaan sakit memaksakan dirinya ikut serta dalam sidang
darurat. Ketika bertemu dengan Presiden Soekarno di Gedung Negara, Hamengku
Buwono IX menanyakan, apakah jadi ikut keluar kota, seperti yang direncanakan semula.
Presiden Soekarno mengiyakan pertanyaan itu. Hamengku Buwono IX kemudian
menyarankan agar Presiden Soekarno menuju ke arah Timur saja karena jalan kesana
masih mungkin, Sebaliknya Hamengku Buwono IX memberitahukan jalan ke arah Barat
sudah sulit karena jalan telah tertutup meskipun tadinya persiapan tempat untuk
Presiden Soekarno telah disediakan di daerah Baturaden.25

Perdana Menteri Moh. Hatta, yang seharusnya memimpin sidang darurat, sedang
pergi ke Kaliurang untuk memenui Komisi Tiga Negara. Presiden Soekarno meminta
bantuan Hamengku Buwono IX untuk menjemputnya dan pergilah Hamengku Buwono
IX dengan Sutan Sjahrir yang ditemuinya di depan Gedung Negara ke Kaliurang. Dalam
perjalanan menuju Kaliurang, mereka berdua melihat Moh. Hatta yang sedang menuju
kota Yogyakarta. Pada saat itu pula Hamengku Buwono IX memutar kembali mobil
untuk kembali ke kota dan Hamengku Buwono IX mendapat serangan dari pesawat
Belanda yang bercocor merah sehingga Hamengku Buwono memutuskan untuk
mengambil jalan melalui desa dan kampung agar bisa kembali ke Gedung Negara.
Perjalanan yang berputar-putar itu menyebabkan Hamengku Buwono IX baru sampai di
Gedung Negara ketika sidang kabinet sudah usai.

Ketika memasuki Gedung Negara, Hamengku Buwono IX bertemu dengan


Panglima Besar Sudirman yang menceritakan kepadanya bahwa Presiden dan Wakil
Presiden serta pemimpin politik tak jadi keluar kota. Sidang darurat memutuskan,
Pemerintah RI tetap berada di kota Yogyakarta dan Kekuasaaan pemerintah akan
dialihkan kepada Pemerintah Darurat RI yang akan dipimpin oleh Mr. Sjarifoeddin
Prawiranegara yang berkedudukan di Sumatra. Sehubungan Jendral Sudirman akan
keluar kota untuk memimpin gerilya, ia meminta tempat perlindungan bagi keluarganya.
Memang ketika itu Hamengku Buwono IX telah mempersiapkan tempat bagi keluarga
para pemimpin RI kalau terjadi serangan terhadap RI. Keputusan yang terakhir itu
disiarkan melalui radio tetapi yang bersangkutan tidak mendengarnya. Kendatipun
demikian mempunyai inisiatif untuk membentuk pemerintah Darurat RI, yang berpusat di
Bukit Tinggi. Setelah mendengar penjelasan itu, Hamengku Buwono IX bertemu dengan
Presiden Soekarno dan memperoleh penjelasan yang sama .

Ketika itu Hamengku Buwono IX diberitahu oleh saudaranya bahwa sejumlah


rakyat kebingungan mendatangi keraton dan perlu ditentramkan. Hamengku Buwono IX
bergegas menuju keraton untuk menentramkan. Kemudian Hamengku Buwono IX
kembali ke Gedung Negara, tetapi ditengah jalan Hamengku Buwono IX bertemu dengan
pemuda dari Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi yang mengatakan bahwa tentara
sudah sampai di kantor pos. Mendengar penjelasan itu, Hamengku Buwono
mengurungkan niatnya menuju ke Gedung Negara dan kembali ke keraton .

25
Kustiniyati Mochtar, ibid, hal. 67 – 79 dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, “ Republik Di Bawah
Kepungan ,” dalam Colin Wild dan Peter Carey (ed) , Gelora Api Revolusi, ( Jakarta : Gramedia , 1986 ) ,
hal. 187 – 192.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 15
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Pada saat itu sejumlah pemimpin Indonesia ditawan serta diberangkatkan ke


tempat pengasingan. Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir dan Haji Agus Salim ke Bragtasi,
sementara Wakil Presiden Moh. Hatta, Moh. Roem, Mr. Ali Sastroamidjojo dan Mr.
Assat ke Bangka, yang mana di kemudian hari mereka disatukan di Bangka. Di sore
harinya Kolonel Van Langen, Komandan Tijger Brigade Belanda yang berlaku sebagai
penguasa militer untuk mendatangi keraton dan memperlihatkan kepada Hamengku
Buwono IX, sebuah kota Yogyakarta yang telah diberi tanda warna merah. yang
menunjukkan ruang gerak yang diperbolehkan bagi Hamengku Buwono IX. Setelah
diteliti, ternyata ruang gerak Hamengku Buwono terbatas pada keraton saja alias
Hamengku Buwono IX menjalani tahanan rumah Paku Alam VIII pun mengalami
perlakuan yang sama. 26

Pemerintah Belanda menyadari sepenuhnya penangkapan dan pembuangan


Hamengku Buwono IX ke Bangka hanya melenyapkan harapan selama-lamanya untuk
merebut kembali kekuasaan di Indonesia. Yang diharapkan pemerintah Belanda adalah
dengan ditawannya Presiden Soekarno dan para pemimpin politik lainnya dan dibiarkan
Hamengku Buwono IX bebas, lambat laun pemerintah Hamengku Buwono IX akan
bersedia bekerja sama dengan (dibawah) Belanda seperti dahulu. Tetapi perhitungan
pemerintah Belanda meleset.27

Kendatipun dibatasi ruang geraknya Hamengku Buwono IX menjalankan


siasatnya dari dalam keraton. Pertama-tama yang ditempuh Hamengku Buwono IX
adalah, Hamengku Buwono IX dengan sengaja menyebarkan berita tentang pengunduran
dirinya sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogykarta, yang mana kemudian diikuti oleh
Paku Alam VIII. Penyebarluasan berita melalui mulut ke mulut, sehingga dengan
demikian rakyat yang berada di pelosok-pelosok mendengarnya. Peletakan jabatan ini
dimaksudkan oleh Hamengku Buwono IX sebagai penghindaran diri dari Hamengku
Buwono IX untuk diperalat atau disuruh melakukan tindakan-tindakan yang membantu
musuh.. Melalui penyampaian seperti itu, komunikasi antara raja dan rakyat bisa terjadi,
sehingga setiap instruksi bisa disampaikan kepada rakyat. Misalnya instruksi agar rakyat
tetap setia dan hanya patuh pada Ngarsa Dalem, ternyata sangat dipatuhi oleh rakyatnya.
Kejadian itu memberi kesan betapa besar wibawa Sri Sultan Hamengku Buwono IX atas
rakyatnya. 28

Pertengahan Januari 1949, Yogyakarta telah menjadi kota yang sebagian besar
dihuni oleh kaum wanita, anak-anak dan orang tua, sedangkan orang-orang muda pergi
keluar kota untuk berjuang sebagai gerilyawan. Pusat kota serta sebagian daerah
pinggiran diduduki oleh garnisiun Belanda, tetapi daerah luar kota merupakan daerah tak
bertuan alias diduduki oleh gerilyawan Republik.29 Ketika itu para pejabat Belanda
menjadi tidak berdaya menghadapi politik non-koperasi dari Hamengku Buwono IX.
Kepala Urusan Ekonomi Belanda, Dr. Mulder mengatakan bahwa dari kurang lebih
10.000 pegawai sipil di Daerah Istimewa Yogyakarta tak lebih dari 150 orang yang
26
Ibid .
27
Sjariffudin Prawiranegara , “ Seorang Patriot Teladan ,” dalam Atmaksumah (ed), hal. 247 – 251 .
28
Kustiniyati Mochtar , ibid .
29
TK Crithley ,” Pangeran Di Sebuah Republik Seorang Patriot yang Unik ,” dalam Astmakusumah (ed) ,
hal. 152 – 160 .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 16
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

bekerja untuk pemerintahan Belanda. Segelintir orang (yang berkerja di bagian perairan,
pusat tenaga listrik, rumah sakit dan jawatan kebersihan) berbuat demikian hanya karena
Sultan Hamengku Buwono IX memerintahkan mereka sehingga penduduk sipil tak
penanggunang penderitaan yang tidak perlu.30

Dihadapkan dengan situasi ini, Belanda menyadari bahwa kekuasaan militer bisa
dipertahankan tetapi keadaan mereka tak akan tertahan kecuali jika berhasil membujuk
sejumlah besar pegawai sipil untuk bekerja sama dengan Belanda. Mereka melihat
Hamangku Buwono IX merupakan kunci dari persoalan tersebut. Mereka percaya kalau
Hamengku Buwono IX bisa diajak bekerja sama tentunya yang lain akan meninggalkan
politik non-kooperasi untuk menyukseskan pendudukan Belanda. Mereka mencoba
merangkul Hamengku Buwono IX agar mau bekerjasama dengan Belanda dan memihak
Belanda dengan sejumlah imbalan yang sangat menggiurkan, baik berupa kekuasaan
yang lebih luas maupun kekayaan yang lebih besar. Untuk itulah dikirim sejumlah utusan
untuk membujuk Hamengku Buwono IX. Utusan yang dikirim secara berturut-turut
adalah Residen E.M. Stok, Dr. Berkuis, Kolonel Van Langen dan juga orang-orang
Indonesia yang menduduki jabatan tinggii di pihak Belanda, seperti Prof. Dr. Hussein
Djadiningrat dan Sultan Hamid II serta seorang Direktur bank Belanda. Utusan-tusan itu
tidak pernah bertemu dengan Hamengku Buwono karena Hamengku Buwono selalu
meminta salah seorang saudaranya, seperti Pangeran Prabuningrat, Pangeran
Murdiningrat atau Pangeran Bintoro untuk menemui mereka dengan alasan Sultan
Hamengku Buwono IX sedang sakit. Kemudian saudara-saudaranya yang ditemui utusan
Belanda itu melaporkan kepada Hamengku Buwono IX mengenai tawaran itu. Hamengku
Buwono IX hanya tersenyum sinis.31 Cerita-cerita mengenai penolakan Hamengku
Buwono IX itu terasa di kalangan rakyat. Kisah-kisah semacam itu sangat
menguntungkan perjuangan kemerdekaan Indonesia .32

Hamengku Buwono IX bukan saja menolak iming-iming Belanda, tetapi malahan


Hamengku Buwono IX secara sukarela menyumbang sebagian kekayaan untuk
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hamengku Buwono IX membuka peti harta
keratonnya serta menyumbangkan uang perak gulden Belanda kepada pegawai negeri,
yang mengabdi pada Republik . Maklum saja pada saat itu, mulai dari Presiden, Wakil
Presiden sampai pegawai rendah hidup menderita. Uang gaji tidak ada, sedang keluarga
harus makan. Bantuan yang diberikan Hamengku Buwono IX terhadap para pegawai
negeri yang setia pada perjuangan Republik untuk menyambung hidup sehari-hari, berarti
Hamengku Buwono telah berperan serta mengatasi kemungkinan-kemungkinan pegawai
negeri itu tetap setia terhadap Republik, ketimbang bekerjasana dengan Belanda dengan
alasan agar bisa hidup berkecukupan. Pekerjaan membagi-bagikan uang Belanda dalam
suatu daerah yang diduduki oleh Belanda tidah mudah dan sangat berbahaya. Jika usaha
spesial bersifat politis itu diketahui musuh, beratlah hukuman yang dijatuhkan kepada
pekerja-perkerja sosial, baik yang bekerja untuk kelompok pagawai pusat maupun untuk
kelompok pegawai daerah. Pembagian dilaksanakan setiap bulan sampai tiga atau empat
kali dan pembagian terakhir jatuh bersamaan dengan kembalinya Yogyakarta ke tangan

30
George Mc Kahin , “ Sultan dan Belanda ,” dalam Atmakusumah (ed) , hal. 172 – 178.
31
Kustiniyati Mochar , ibid.
32
T. Simatupang , Laporan dari Banaran , op.cit., hal. 69 – 70 .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 17
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

RI. Hamengku Buwono IX juga memberi bantuan kepada pasukan gerilya maupun
Palang Merah Indonesia. Menurut Moh. Hatta, jumlah sumbangan yang diberikan
Hamengku Buwono IX diperkirakan sekitar lima juta gulden. Ketika Moh. Hatta
bertanya kepada Hamengku Buwono IX, apakah uang itu perlu dihitung dan dibayar
kembali oleh RI. Pertanyaan itu tak pernah dijawab oleh Hamengku Buwono IX dan
menurut kenyatannya tak pernah diganti hingga sekarang. 33

Suasana awal kuartal pertama tahun 1949 sungguh memprihatinkan untuk


kelangsungan hidup Republik yang masih muda usia itu. Penderitaan rakyat makin berat
saja, kekacauan terjadi dimana-mana dan korban kedua berpihak tetap berjatuhan. Ada
rasa cemas dalam diri Hamengku Buwono IX, melihat menurunnya semangat rakyat dan
dianggap bisa merugikan perjuangan RI. Hamengku Buwono IX merasa perlu
menciptakan sebuah kejutan untuk menggugah kembali semangat rakyat dan mengada
kan sesuatu yang bisa menarik perhatian. Ketika itu Hamengku Buwono IX secara
kebetulan mendengar berita dari siaran luar negeri bahwa persengketaan antara RI
dengan Belanda akan dibicarakan dalam PBB pada akhir bulan Februari l949. Hamengku
berpikir keras untuk mencari jalan keluar dan berhasil menemukannya.34

Sebagaimana yang diakui, Hamengku Buwono IX mengirim surat kepada Jendral


Sudirman pada awal bulan Februari l949, yang meminta ijin agar supaya diadakan
serangan umum, akan tetapi pada siang hari, yang mana mengandung resiko yang berat.
Keinginan itu disetujui oleh Jendral Sudirman, dan dinyatakan agar Hamengku Buwono
berhubungan langsung dengan Komandan yang bersangkutan, yaitu Letnan Kolonel
Soeharto. Pertemuan itu diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 1949 dan diputuskan
untuk mengadakan serangan umum pada tanggal 28 Februari 1949. Ternyata rencana
tersebut bocor sehingga mengalami penundaan dan ditetapkan pada tanggal 1 Maret
1949. Serangan Umum yang dipimpin Letnan Kolonel Soeharto berhasil dan gerilyawan
menduduki kota Yogyakarta sejak bunyi sirine tanda habis jam malam yang ditetapkan
oleh Belanda sampai siang hari, sebelum bala bantuan Belanda datang dari sekitar kota
Yogyakarta. Mereka mampu bertahan selama 6 jam. Adanya serangan umum ini,
semangat rakyat menjadi bergelora kembali dan ikut pula mempengaruhi pandangan
masyarakat internasional bahwa Republik Indonesia masih ada. Suatu kenyataan yang
berlawanan dengan propaganda Belanda. 35

Serangan Umum ini menyebabkan Belanda marah besar terhadap Hamengku


Buwono IX. Dua hari kemudian, Jendral Meyer, Panglima Pasukan Penduduk Belanda
mendatangi Hamengku Buwono IX dengan didahului sejumlah pesawat menderu-deru di
atas keraton, berputar-putar dan menukik. Jendral Meyer menuduh kalau Hamengku
33
Kustiniyati Mochtar dan Rh Kusnan , “ Sembunyi-sembunyi Memberi Bantuan Uang kepada Para
Pemimpin Republik ,” dalam Atmakusumah (ed) , hal. 133 – 143.
34
Kustiniyati Mochtar , ibid dan Sri Sultan Hamengku Buwono , ibid .
35
Ibid . Ada versi lain yang menyebutkan Kolonel Bambang Sugeng sebagai pramakarsa . Periksa. RT.B.
Simatupang , Laporan dari Banaran, op.cit , hal.60 .. Ada pula yang menyebutkan Letnan Kolonel
Soeharto . Periksa , AH Nasution , Memenuhi Panggilan Tugas – Jilid 2 A – Kenangan Masa Gerilya ,
( Jakarta : CV Haji Masagung, 1989 ), hal. 217 – 256 dan G . Dwipayana dan Ramadhan KH , Soeharto –
Pikiran , Ucapan dan Tindakan Saya , ( Jakarta : PT Citra Lamtoro Gung Persada , 1989 ) , hal. 56 – 64
serta Maralus Panggabean , Serangan Umum 1 Maret 1949 , ( Jakarta : lripsi FSUI , 1986 dan Seskoad ,
Serangan Umum 1 Maret , Latar Belakang dan Pengaruhnya , ) Bandung , Seskoad , 1989 ) .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 18
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Buwono IX telah mengadakan pertemuan rahasia dengan para pemimpin gerombolan


teroris serta memberikan sejumlah instruksi kepada mereka. Dilemparkan pula tuduhan
bahwa Siti Hinggil telah sering menjadi sarang gerombolan teroris itu dan kalau dikejar
mundur ke keraton dan menembak dari atas keraton. Ketika Belanda mengancam akan
memeriksa dan menduduki keraton yang dianggap sebagai sarang gerombolan teroris itu,
Hamengku Buwono IX mempersilahkan melakukan pemeriksaan, tetapi terlebih dahulu
harus melangkahi mayatnya. Ditantang begitu Jendral Meyer menjadi surut.36

Serangan umum telah mengakibatkan berpindahnya inisiatip dari Belanda ke


Indonesia serta mengantarkan ke meja perundingan yang akhirnya terjadi persetujuan
Rome – Royen. Pemerintah Darurat RI di Sumatra memerintahkan Hamengku Buwono
IX untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta, apabila Belanda telah mundur dari
Yogyakarta, Mengenai pengembalianYogyakarta, Hamengku Buwono IX mendapat
dukungan penuh dari Presiden Soekarno yang ketika itu berada di Bangka. Pada tanggal 6
Juli 1949, Presiden dan Wakil Presiden kembali ke ibukota dan tiga hari kemudian Mr.
Syarifoeddin Prawiranegara kembali ke Yogyakarta menyerahkan kembali mandatnya
kepada Presiden Soekarno. Ketika Wakil Presiden Moh. Hatta membentuk kabinet Hatta
II, Hamengku Buwono IX dipilih sebagai Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan
Dalam Negeri.37

Setelah itu diselenggarakan Konperensi Meja Bundar di Den Haag yang


berlangsung dari akhir bulan Februari sampai awal bulan November 1949 Ketika Moh.
Hatta akan memimpin delegasi RI ke Konferensi Meja Bundar di Negeri Belanda
Hamengku Buwono IX ditunjuk sebagai Penjabat Perdana Menteri yang sekaligus
merangkap sebagai Menteri Pertahanan .Perundingan dan persetujuan KMB merupakan
fase terakhir dari sengketa Indonesia – Belanda. Kendati figur Hamengku Buwono IX
penting akan tetapi tidak dapat atau tidak boleh meninggalkan Indonesia untuk ikut hadir
pada fase terakhir dari drama kemerdekaan Indonesia . Ketika itu situasi tanah air terasa
sangat rawan dan Hamengku Buwono IX harus tetap di rumah untuk menjaga gawang
Lebih dari lima puluh orang seperti Moh. Hatta, T.B. Simatupang dan para pemimpin RI
yang lainnya di Den Haag untuk berunding sehingga Republkik dalam keadaan kosong .
Jendral-jendral KNIL yang berada di Indonesia masih memikirkan dan merencanakan
untuk mengadakan agresi militer III. Dengan kerja keras pemerintah Belanda bisa
meredam keinginan Jendral-jendral KNIL itu.38

Pada tanggal 20 Desember l949 Komite Nasional Indonesia Pusat menyetujui


persetujuan KMB itu. Hari itu pula Moh. Hatta yang dilantik sebagai Perdana Menteri
oleh Presiden RIS yang pertama, Soekarno, membentuk kabinet RIS pertama, yang mana
Hamengku Buwono IX dipilih sebagai Menteri Pertahanan Pengakuan kedaulatan secara
resmi berlangsung di Istana Kerajaan Belanda di Amsterdam. Pada hari itu juga tanggal
27 Desember 1949 diselenggarakan upacara yang sama di Paleis Rijswik (kemudian
diganti dengan nama Istana Merdeka).Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Ketua
delegasi RIS dalam pidatonya menelusuri kembali sejarah gerakan kemerdekaan serta
36
Kustiniyati Mochtar , ibid .
37
Lustiniyati Mochtar , ibid dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX , ibid.
38
Mohammad Roem, “ Apa yang akan terjadi dengan Republik jika Tidak Ada Hamengku Buwono IX ,”
dalam Atmakusumah (ed) , hal. 133 – 143.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 19
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

memberi penghormatan kepada mereka yang telah mengorbankan jiwanya dan juga
kepada mereka yang telah menyumbangkan pikirannya ke arah terwujudnya hari yang
besar itu.39 Bendera Biru Putih Merah diturunkan dan diganti dengan bendera Sang Saka
Merah Putih berkibar di seluruh tanah tumah darah Indonesia, tetapi di Irian Barat
bendera tiga warna Belanda masih berkibar. Berarti perjuangan mengibarkan bendera di
seluruh Nusantara belum selesai.

Menteri Pertahanan
Ketika itu Moh. Hatta dan Hamengku Buwono IX dihadapkan pada pembentukan
sebuah kelompok bagi pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat.
Mereka mengisi kedudukan–kedudukan yang paling atas dengan perwira-perwira yang
telah mendapat kepercayaan dari Jendral Sudirman dan dianggap mampu berkomunikasi
dengan mereka. Jabatan Panglima Angkatan Perang dihapuskan, dan T.B. Simatupang
diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Perang dengan pangkat Jendral Mayor. Kolonel
Nasution diberi jabatan Kepala Staf AD, Komodor Suryadarma sebagai Kepala Staf AU
dan Subijakto sebagai Kepala Staf AL. Kolonel Hidajat ditempat sebagai perwira yang
tinggi pangkatnya dalam Kementerian Pertahanan. Dengan demikian, semua jabatan
paling atas dalan Angkatan Perang berada ditangan perwira-perwira bekas KNIL.

Pemerintahan Moh. Hatta bertekad untuk menciutkan jumlah personil serta


meningkatkan keahlian dan mutu pendidikan para perwira dan prajurit sehingga tentara
gerilya secara berangsur-angsur dapar diubah menjadi tentara konvensional yang modern.
Direncanakan akan diselenggarakan program latihan-latihan dan pendidikan pada tahun
1951. Untuk mencapai tujuan itu dibentuk inspektorat-insipektorat untuk infanteri,
kaveleri, dan alteri pada tingkat Markas Besar, masing-masing dengan pusat latihan
untuk sistem kesenjataannya yang khusus. Tetapi di kalangan para perwira tidak ada
seorang pun yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai instruktur pada tingkat yang
lebih tinggi. Karena itu Angkatan Darat sangat bergantung pada Misi Militer Belanda,
yang berdasarkan Konperensi Meja Bundar akan menempatkan sejumlah besar instruktur
di Indonesia dengan tujuan melatih TNI AD.

Tetapi setelah konsitusi federal dihapuskan pada bulan Agustus l950,


pemerintahan Moh. Hatta digantikan dengan sebuah pemerintahan negara kesatuan. Moh.
Hatta kembali menjadi Wakil Presiden. Presiden Soekarno menunjuk Mohammad Natsir
( Masyumi ) untuk membentuk kabinet. Ketika kabinet Natsir terbentuk pada tanggal 6
September l950, Hamengku Buwono IX yang tidak berpartai terpilih menjadi Wakil
Perdana Menteri. Dengan penunjukkan itu angkatan darat mendapat dorongan dan
dukungan bagi perbaikan dalam tentara. Karena Hamengku Buwono IX dan angkatan
darat pernah menjalin hubungan yang erat dalam waktu yang cukup lama dan punya
pengertian timbal-balik, yang menyebabkan pengakatannya makin merpererat hubungan
antara pimpinan tentara dan pemerintah. Kabinet Natsir hanya berlangsung sebentar,
Karena dijatuhkan oleh partai-partai kecil dan klik-klik dalam partainya sendiri. Natsir
mengundurkan diri pada tanggal 21 Maret 1951. Kejatuhan kabinet ini terutama karena Ia

39
TK Crithley , op. cit .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 20
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

berusaha mempersiapkan pemilihan umum yang diperkirakan akan mudah dimenangkan


oleh Masyumi.

Kemudian dibentuk kabinet Sukiman Wirjosandjojo (Masyumi) pada tanggal 26


April 1950, yang berlandaskan pada pada Masyumi, dengan mengecualikan Natsir dan
kawan-kawannya serta PNI maupun PSI. Hamengku Buwono IX sendiri tidak bersedia
duduk dalam kabinet Sukiman. Tidak masuknya Hamengku Buwono IX dalam kabinet
untuk pertama kalinya sejak tahun 1946 telah memperlemah hubungan tentara dengan
kabinet. Terbuktinya dengan terjadinya konflik dengan tentara. Mr. Muhammad Yamin,
Menteri Kehakiman dalam kabinet Sukiman pada awal bulan Juni 1951 membebaskan
950 orang tahanan, termasuk beberapa kaum kiri terkemuka. Pihak tentara segera
menangkap kembali kecuali mereka yang berhasil melarikan diri. Pada saat itu terdapat
17.000 orang tahanan, sebagian besar belum dituntut, yang telah ditahan oleh pihak
tentara karena terlibat dalam kelompok pemberontak atau penjahat. Pergulatan awal
antara pemerintah sipil dan pihak militer menyebabkan Mr. Muhammad Yamin
meletakkan jabatan. Pemerintahan Sukiman pun tidak berlangsung lama. Penangkapan
terhadap orang-orang Komunis yang diperintahkan dan dilaksanakan oleh polisi, ternyata
tidak populer. Selain itu kebijaksanan politik luar negeri yang bergeser ke Amerika
Serikat telah menyalahi dari sikap netral dalam Perang Dingin. Setelah memperoleh
tantangan dari Natsir dandari partner-partner dalam koalisi, Sukiman Wirjosandjojo
mengundurkan diri pada tanggal 23 Februari l952.

Pada tanggal 30 Maret l952, Wilopo (PNI) menyerahkan daftar anggota


kabinetnya kepada Presiden Soekarno untuk mendapat persetujuan. Pemerintahannya
didasarkan atas PNI, Masyumi, PSI, kedua partai kristen kecil, PSII. Partai Buruh dan
sebuah partai nasionalis yang lebih kecil. Di antara anggota kabinet yang tidak
mempunyai ikatan terdapat Hamengku Buwono IX yang kembali menjadi menteri
pertahanan. Dengan kembalinya Hamengku Buwono IX pada jabatan menteri pertahanan
diperkirakan akan memperbaiki hubungan antara pimpinan tentara dan pemerintah
Tetapi justru dalam kabinet Wilopo ini lah hubungan sipil militer mengalami krisis yang
paling serius. 40

Kisahnya bermula dari tantangan Kol. Bambang Supeno terhadap usaha yang
dilakukan oleh pimpinan Angkatan Perang RI, khususnya Kepala Staf AD. Kol. A.H.
Nasution.Bekas Opsir PETA dari Jawa Timur dan Komandan Akademi Chandradimuka
yang telah dibubarkan itu menentang profesionalisasi (yang memberikan prioritas pada
keahlian dan bukan kepada nilai-nilai spritual) pada tentara dengan cara mendatangi
sejumlah perwira kemudian membuat sebuah pernyataan yang setuju kalau Kol. A.H.
Nasution diganti. Gerakan Bambang Supeno itu mendapat dukungan dari Presiden
Soekarno. Hal ini menyebabkan Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX Hamengku
Buwono IX, KSAP Jendral Mayor T.B. Simatupang dan Kol. AH Nasution berkunjung
ke Istana untuk meminta penjelasan, berkaitan dengan dukungan yang diberikan oleh
Presiden Soekarno41 Di dalam pertemuan yang menggunakan bahasa Bealnda itu terjadi

40
Ulf Sundhaussen , op.cit., hal. 86 – 107 .
41
T.B. Simatupang ,” Bagaimana Seorang Sultan bisa berperan dalam Republik yang dilahirkan Revolusi
Kerakyatan “, dalam Atmaksumah (ed) , hal. 142 – 157.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 21
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

perdebatan yang emosional.42 Hal pertemuan itu telah mengantarkan Kepala Staf AD Kol.
A.H. Nasution membebas tugaskan Kol. Bambang Soepeno yang masih mempunyai
hubungan keluarga jauh dengan Presiden Soekarno.43

Kecaman-kecaman pun bermunculan dalam parlemen dan diarahkan kepada


Menteri Pertahanan, Kepala Staf AP dan Kepala Staf AD. Kecaman tersebut antara lain
menyangkut soal penanganan keadaaan perang darurat, perlakuan atas diri Kol. Bambang
Soepeno yang dilakukan oleh atasannya, penciutan jumlah anggota tentara dari 200.000
menjadi 80.000 tentara saja. Masalah lain yang diungkapkan tentang campur tangan
militer dalam pembentukan kabinet, Misi Militer Belanda dan penganakemasan bekas
KNIL serta penyudutan personil PETA dan Laskar.

Ada keinginan dari Hamengku Buwono IX agar masalah yang bermuara pada
surat Kol. Bambang Supeno diserahkan saja pada pemerintah, tetapi keinginan itu tak
terkabul. Puncak dari pergolakan ini, telah menimbulkan mosi tidak percaya kepada
pemerintah. Ada tiga mosi yang diajukan kepada pemerintah padasaat itu, yakni Mozi
Zainul Baharuddin dan Ir. Sakiman (PKI), Mosi IJ Kasimo (Partai Katolik) dan Mosi
Manai Sophian (PNI). Mosi Manai Sophian (yang salah satu isinya adalah mendesak
kepada pemerintah agar segera mengakhiri penggunaan Misi Militer Belanda) ini
mendapat dukungan dari Presiden Soekarno, yang akhirnya memenangkan pemungutan
suara dengan perbandingan suara 91 lawan 54. 44

Keesokan harinya, tanggal 17 Agustus l952, muncul massa rakyat sekitar 30.000.
Mereka ini beberapa saat menduduki Parlemen dan berdemontrasi di depan Istana
Merdeka yang kemudian menuntut dibubarkannya Parlemen yang dianggap tidak
mewakili aspirasi rakyat serta selekas mungkin diselenggarakan Pemilihan Umum. Di
hadapan massa rakyat itu, Presiden Soekarno menyatakan bahwa kalau ia setuju
Pemilihan Umum harus dilaksanakan secepat mungkin. Untuk mencapai tujuan itu,
diperlukan sejumlah persiapan yang matang. Tetapi Soekarno tidak sependapat kalau
kekuasaan legislatif diserahkan kepada eksekutif, karena keinginannya itu hanya
membuat dirinya menjadi seorang diktaktor saja. Kemudian Soekarno memerintahkan
massa rakyat agar membubarkan diri dan massa rakyat mengikuti perintah itu. 45

Sesudah itu diadakan pertemuan yang dihadiri oleh Presiden, Wakil Presiden,
Perdana Menteri Wilopo, Ketua DPRS Mr. Tambunan, Menteri Pertahanan Hamengku
Buwono IX dan Kepala Staf AP Mayor Jendral TB Simatupang dan para perwira yang
berada dibalik gerakan itu. Perwira-perwira itu menyatakan bahwa DPRS tidak
representatif, yang menyebabkan terjadinya ketidakstabilan politik sehingga
menyebabkan kabinet tidak bisa menjalankan program dengan waktu yang memadai.
Campur tangan DPRS terhadap kebijaksanaan TNI sangat membahayakan negara.
Karena itulah DPRS diminta membubarkan diri dan diselenggarakan pemilihan umum
secepat mungkin. Para perwira itu mendesak agar Presiden Soekarno menggantikan
42
T.B. Simatupang , Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos ,” op. cit, hal. 14 – 18 .
43
Ulf Sundhaussen , op.cit, hal. 114.
44
Ibid dan A H Nasution , “ 17 Oktober 1952 ,” dalam Sopebagijo IN , Wilopo 70 Tahun , ( Jakarta :
Gunung Agung , 1979 ) , hal. 363 – 389.
45
Ibid dan John D. Legge , Biografi Politik Sukarno , ( Jakarta : Sinar Harapan , 1985 ) , hal. 243 – 244.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 22
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

kabinet yang ada dengan triumvat Soekarno, Moh. Hatta dan Hamengku Buwono.
Pertemuan itu tidak menghasilkan suatu penyelesaian.46

Peristiwa ini menimbulkan berbagai penafsirann. Ada yang menyebutkan bahwa


Peristiwa 17 Oktober l945 sebagai usaha kudeta sebagaimana yang dikatakan oleh ahli
politik tentang Indonesia, Herbert Feith. 47 Sebaliknya yang menyatakan bahwa itu bukan
kudeta militer adalah Perdana Menteri Wilopo, Menteri Pertahanan Hamengku Buwono
IX, Kepala Staf AP Mayor Jendral TB Simatupang dan Kepala Staf AD A.H.
Nasution .48 Tetapi yang jelas, kegagalan aksi 17 Oktober l952 itu disebabkan adanya
perbedaan di kalangan TNI sendiri . 49

Ternyata Peristiwa 17 Oktober 1952 telah menimbulkan reaksi anti 17 Oktober


1952 dalam lingkungan TNI AD. Di Tentara dan Teritorium VII / Sulawesi pada tanggal
16 November 1952, Kepala Staf TT VII Letnan Kolonel Warrouw, melalui siaran RRI
Makasar menyatakan mengambil alih pimpinan TT VII dari Panglima Kolonel Gatot
Subroto, yang dianggap termasuk kelompok pro 17 Oktober 1952.50 Kol. Bambang
Sugeng yang baru saja menggantikan Kol. AH Nasution sebagai Kepala Staf AD, secara
resmi melantik Letnan Kolonel Warrouw sebagai Tentara Teritorium Timur. Hal itu tidak
diterima oleh Menteri Pertahanan Hamengku Buwono, karena tindakan semacam itu
baru bisa diambil setelah ada izin darinya. Kabinet Wilopo dalam sidangnya
membenarkan tindakan Kol. Bambang Sugeng dan sebagai akibatnya Hamengku
Buwono IX mengundurkan diri. Karena menteri-menteri dari PSI mengacam akan
mengundurkan diri, kabinet Wilopo mengembalikan keputusan itu. Gilliran Kol.
Bambang Sugeng mengancam akan meletakkan jabatan . Kemudian kabinet Wilopo
memutuskan untuk mengakui Letkol Warrouw sebagai penjabat Panglima TT / Sulawesi .
Sesudah Hamengku Buwono IX keluar dari kabinet, Mr. Wilopo merangkap sebagai
Menteri Pertahanan .51

Ketika kabinet Ali Sastroamidjojo II sedang berlangsung , terjadilah perasaan


yang tidak puas di daerah Sumatra dan Sulawesi ,dengan alokasi beaya pembangunan
yang diterima dari pemerintah pusat. Selain itu meraka tidak menaruh kepercayaan pada
pemerintah. Ketidakpuasaan serta kekecewaan ini kemudian disertai dengan
pembentukan Dewan Banteng, Dewan Gadjah dan Dewan Garuda, yang pada dasarnya
menginginkan ada otonomi seluas-luasnya sebagai upaya memperlancar usaha
pembangunan di daerah. Rentetan dari peritiwa itu ternyata diikuti Panglima TT VII
Letkol. Ventje Sumual dengan memproklamasikan Piagam Perjoengan Rakyat Semesta
46
Yahya A. Muhaimin , Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945 – 1965 ,” ( Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press , 1082 ) , hal. 73 – 74 .
47
Herbert Feith , The Decline of Constitusional Democracy in Indonmesia ,” ( Ithaca NY : Cornell
Univesiry Press , 1962 ) , hal. 225 – 302 .
48
T.B. Simatupang , “ Bagaimana Seorang Sultan bisa berperan dalam Republik yang dilahirkan Revolusi
Kerakyatan ,” op.cit dan Memoar AH Nasution , “ Arsip Hidup Sejarah Perjuangan ,” Tempo , 25 Maret
1989 .
49
Guy J Pauker ,: The Role of The Military in Indonesia ,” dalam John J John (ed) ,The Role of The
Military in Underdevelop Countries ,” ( Princenton-New Jersey – Princenton University Press, 1976 ), hal.
208 – 209 .
50
Nugroho Notosusanto (ed) , Pejuang dan Prajurit , ( Jakarta : Sinar Harapan , 1984 , hal. 70 – 72.
51
Ulf Sundhaussen , op.cit., hal. 132.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 23
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

(Permesta) yang meliputi wilayah Sulawesi, Kepulauan Nusatenggara dan Maluku pada
tanggal 2 Maret 1957 di Makassar. Peristiwa–peristiwa itu telah melemahkan kedudukan
Kabinet Ali Sastroamidjojo II. Tak lama setelah munculnya Dewan Manguni di Manado
pada tanggal 14 Maret 1957. Perdana Menteri Ali Sastromidjojo mengembalikan
mandatnya kepada Presiden Soekarno.

Kabinet Djuanda yang terbentuk pada tanggal 19 April l957 untuk meredakan
pergolakan daerah-daerah menyelenggarakan Musyawarah Nasional yang diadakan pada
tanggal 10 – 14 September 1957. Pertemuan itu dihadiri oleh Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Moh. Hatta, tokoh-tokoh nasional dan daerah. Hamengku Buwono IX dan Paku
Alam VII datang mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta. Masalah-masalah yang
dibicarakan dalam Musyawarah Nasional itu, antara lain, masalah-masalah pemerintahan,
persoalan-persoalan daerah, ekonomi, keuangan, Angkatan Perang, kepartaian serta
masalah yang menyangkut Dwitunggal Soekarno-Hatta.Musyawarah Nasional kemudian
dilanjutkan dengan Musyawarah Nasional Pembangunan pada tanggal 25 November – 4
Desember 1957 di Jakarta. Di lingkungan Angkatan Darat untuk membantu mengatasi
persoalan Angkatan Darat telah dibentuk panitia yang terdiri dari 7 orang yang disebut
Panitia Tujuh. Panitia ini terdiri dari Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta,
Perdana Menteri Djuanda, wakil Perdana Menteri Dr. Leimena, Nebteri Kesehatan
Kolonel dr. Azis Saleh , Hamengku Buwono IX dan KSAD Jendral AH Nasution. Tugas
panitia ini adalah merumuskan putusan-putusan untuk menyelesaikan masalah Angkatan
Darat.

Tetapi sebelum Panitia Tujuh mengumumkan hasil kerjanya terjadi percobaan


pembunuhan terhadap Presiden Soekarno pada tanggal 30 November 1957 yang
kemudian dikenal dengan Peristiwa Cikini . Peristiwa ini menyebabkan terjadinya
ketegangan antara pemerintah pusat dengan daerah bergolak Para perwira di daerah-
daerah yang bergolak ini kemudian mengadakan sejumlah pertemuan, yang mana
akhirnya pada tanggal l0 Februari l958. Kol. Ahmad Husein atas nama Dewan
Perjuangan mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat yang menyatakan bahwa
Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5 X 24 jam. Presiden Soekarno
diminta memberi mandat kepada Moh. Hatta dan Hamengku Buwono IX untuk
membentuk kabinet baru, yaitu kabinet zaken kabinet yang terdiri dari tokoh-tokoh
terkemuka yang jujur, disegani dan cakap serta anti Komunis.Keputusan ini selain
disampaikan kepada Presiden Soekarno, juga kepada Perdana Menteri Djuanda, Dr.
Mohammad Hatta, Hamengku Buwono IX dan Mr. Sartono, Ketua Parlemen. Pernyataan
ini kemudian disusul dengan proklamasi berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia dengan Syarifoeddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri pada tanggal 15
Februari 1958 Kemudian berkobar pertempuran di Sumatra Tengah dan Sulawesi Utara
sejak bulan April l958. 52

Setelah berada di luar kabinet selama 1 dasawarsa, Hamengku Buwono IX


diminta duduk dalam kabinet kerja IV (13 November l963 – 27 Agustus l964) dan
kabinet Dwikora (27 Agustus l964 – 27 Maret 1966) yang mana Perdana Menterinya
adalah Presiden Soekarno, sebagai Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan yang
52
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugro Hotosusanto , op. cit, hal. 272 – 287 .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 24
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

bertugas “untuk memeriksa tanggung jawab keuangan negara“ dan “hasil pemeriksaan
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, sebagaimana diamanatkan UUD 1945
(pasal 23 ayat 1). Tetapi dengan adanya UU No. 17 tahun 65, laporan dialihkan kepada
Presiden. BPK Gaya Baru diverpolitisir. Pembentukan BPK Gaya Baru pada pokoknya
dalam rangka me-Nasakomkan seluruh aparatur negara. Perihal ini dapat dibaca dalam
konsiderans UU No. 17 /1965 yang menyatakan bahwa susunan BPK Gaya Baru
termaskud terdiri dari tenaga-tenaga yang mempunyai dukungan masyarakat yang
terorganisir untuk memperkukuh semua aparatur negara dan untuk mencapai
pengintergerasian antara pemerintah dan rakyat dalam bentuk gotong royong nasional,
revoluioner, progresif revoluioner berporoskan Nasakom. Kiranya dalam keadaan
demikian itu, sulit bagi Badan ini dalam pelaksanaannya tugasnya secara obyektif dan
bebas. Bukan tidak mungkin apabila menghadapi teman separtai/golongan akan berlaku
pepatah “Tiba di mata dipicingkan, tiba di perut dikempeskan .”.53

Membangun Ekonomi

Di atas kapal perusak “ Gadjah Mada” ,yang sedang mengarungi laut Jawa dalam
rangka menyaksikan latihan ALRI. Hamengku Buwono IX yang ketika itu Menteri
Pertahanan (l952) sedang termenung-menung memandang ke depan seakan-seakan
mengadakan hubungan dengan Nyai Loro Kidul. Hamengku Buwono IX nampaknya
tengah berusaha memandang di balik cakrawala dan pada saat itu Hamengku Buwono IX
mengatakan pada wartawan Arnold C. Brackman dari United Prees “ Saat –saat yang
penuh bahaya dan kesukaran berada di depan kita “. Hamengku Buwono IX
merperkirakan akan terjadi persekutuan antara Presiden Soekarno dan PKI, yang
merupakan pertanda bencana bagi Indonesia . Peristiwa terjadi lima hari setelah PKI
merayakan ulang tahunnya yang ketiga puluh dua dengan slogan baru “ Hidup Soekarno!
Hidup PKI ! “ 54

Sejak berlakunya Demokrasi Terpimpin, PKI merupakan sekutu paling dekat dari
Presiden Soekarno dan PKI berada dibawah payung kekuasaan Presiden Soekarno.PKI
dengan sangat berhasil telah mengeksploitisir Presiden Soekarno. PKI berhasil membuat
situasi di mana Presiden Soekarno akan merasa berhutang padanya. Bahkan ketika
setelah terjadi Peristiwa G30S / PKI Presiden tidak bersedia membubarkan PKI dengan
alasan PKI “ merupakan pelopor kekuatan-kekuatan revolusi “ dan Presiden Soekarno “
membutuhkannya bagi pelaksaaan keadilan sosial dan masyarakat yang makmur“.
Keteguhannya mempertahankan konsep Nasakom telah menyebabkan Presiden Soekarno
rontok dari kekuasaannya . 55

53
B. Rahman ,” Badan Pemeriksa Keuangan dan Kemurinian UUD 1945 , dalam Redaksi Ekonomi Harian
Kompas , Mencari Bentuk Ekonomi Indonesia – Beberapa Pemikiran Ekonomi Indonesia 1965 – 1981,
(Jakarta : Gramedia , 1982 ) , hal. 83 – 90 .
54
Arnold C. Brackman ,” Seorang Jawa yang Besar Seorang Indonesia yang Besar ,” dalam Atmakusumah
(ed) , hal. 273 – 241.
55
Bernard Dahm , Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan , ( Jakarta : LP3ES , 1987 ) , hal. xliv – lvii .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 25
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Setelah terjadinya Peristiwa G-30 –S/PKI kemudian muncul aksi–aksi Tritura


dari KAMI yang dimulai dari halaman Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada
tanggal 10 Januari 1966. Situasi Indonesia ketika itu bagaikan negeri yang sedang
terancam kebangkrutan ekonomi. Hutang Indonesia berkisar 2,5 milyard dollar dan
tingkat inflasi menunjukkan 650 % pada tahun 1966. Harga bensin, minyak tanah, postel,
kereta api, bus dan angkutan umum lainnya melambung Misalnya ongkos bus dari 200
rupiah menjadi 1000 rupiah. Tentu saja menyebabkan mahasiswa tidak bisa kuliah karena
tak mampu membayar ongkos bus. Kenyataan inilah yang menyebabkan mahasiswa-
mahasiswa turun ke jalan untuk menuntut turunnya harga selain mebubarkan PKI dan
merombak Kabinet Dwikora.56 Tuntutan itu mendapat tanggapan dari Presiden Soekarno
dalam sidang kabinet pada tanggal 15 Januari l966. Presiden Soekarno menyatakan siapa
saja yang bisa menurunkan harga yang dipermasalahkan, akan diangkat menjadi menteri,
tetapi apabila bertambah buruk saja, dia akan ditembak mati. Tetapi apabila keadaan tetap
saja akan dimasukan dalam penjara selama 10 tahun. Seorang adovokat dari Jakarta,
Hadely Hasibuan menyambut tantangan Presiden Soekarno. Konsep yang disodorkan
ternyata tidak mendapat tanggapan dari Presiden Soekarno sehingga Hadely Hasibuan
gagal menjadi Menteri Penurunan Harga. 57

Ketika Indonesia berada dalam krisis ekonomi, Hamengku Buwono IX dipilih


menjadi Waperdam bersama Dr. J. Leimena, Dr. Idham Chalid, Dr. Roeslan Abdulgani,
Letjen. Soeharto dan Adam Malik. Dalam Kabinet Dwikora yang disempurnakan lagi, di
bawah Presiden Soekarno. Hamengku Buwono IX sebagai Waperdam yang menangani
bidang ekonomi dan keuangan. Kemudian dalam kabinet Ampera (di bawah Presiden
Soekarno) yang membentuk sebuah presidium terdiri dari 5 menteri utama (Jendral
Soeharto, Adam Malik, K.H. Idham Chalid, Hamengku Buwono IX dan Sanusi
Hardjadiningrat) yang diketuai oleh menteri utama Jendral Soeharto sebagai Ketua
Presidium. Hamengku Buwono IX sebagai menteri utama yang menangani bidang
ekonomi dan keuangan, Adam Malik (yang merangkap jabatan sebagai menteri luar
negeri) yang bertanggung jawab terhadap masalah sosial dan politik dan Jendral Soeharto
yang bertanggung jawab atas masalah pertahanan dan keamanan kemudian dikenal
sebagai triumvirate (tiga serangkai). Bisa dikatakan hampir seluruh keputusan yang
dikeluarkan atas otoritas anggota Triumvirate yang sepenuhnya memegang kontrol
kabinet.58 Tiga serangkai ini sebagaimana dikatakan Adam Malik, mempunyai
kepribadian yang berdasarkan pengalaman serta bakat masing-masing . Jendral Soeharto
dikenal sebagai a man of quick action, Hamengku Buwono IX sebagai a man a
deliberation dan Adam Malik sendiri sebagai a man of solution . 59

Pembentukan pimpinan tiga serangkai ini, sebenarnya menunjukkan perhatian


kaum militer yang besar untuk melibatkan kaum sipil yang sangat disegani guna
memperoleh dukungan rakyat. Citra militeristik yang banyak dikuatirkan juga dapat
56
Yozar Amwar , Angkatan 66 - Catatan Harian Seorang Mahasiswa ,( Jakarta : Sinar Harapan , 1981 )
dan Soe Hok Gie , Catatan Seorang Demonstran , ( Jakarta : LP3ES ., 1983 )
57
Hadely Hasibuan , Pengalaman Sebagai Calon Menteri Penurunan Harga , ( Jakarta : Yayasan Pranata
Sari , 1985.
58
Yahya A. Muhaimin , op.cit., hal. 215 – 216.
59
Adam Malik , Mengabdi Republik – Jilid III : Angkatan Pembangunan , ( Jakarta : Gunung Agung , 1979
) , hal. 37 .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 26
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

dihindarkan dengan cara membiarkan Soekarno secara nominal menduduki jabatan


sebagai Presiden.60 Hamengku Buwono IX memberi legitimasi kepada kabinet baru itu di
mata golongan etnis Jawa, merupakan sesuatu hal yang penting bagi Jendral Soeharto
menegakkan Orde Baru, sementara Adam Malik yang melambangkan radikalisme
intelelektual yang telah membantu melahirkan negara Indonesia serta memberlakukan
kembali UUD 1945 setelah ambruknya demokrasi liberal. 61

Selain itu Jendral Soeharto membentuk staf pribadi (yang dikenal dengan istilah
SPRI) yang terdiri lima jenderal Angkatan Darat dan lima ahli ekonomi. Tugas lima
orang sipil ini ahli ekonomi itu terutama untuk menyusun rencana ekonomi , sedangkan
tanggung jawab atas soal-soal keuangan berada di tangan Mayjen Suryo, dan urusan
pembangunan ekonomi dipercayakan kepada Brigjen Slamet Danudirdjo. Ahli –ahli
ekonomi dalam SPRI itu adalah Widjojo Nitisastro, Emil Salim, Mohammad Sadli dan
Soebroto. Tim ekonomi ini kemudian diperkuat oleh mantan guru mereka, Prof. Soemitro
Djojohadikusumo, seorang ahli ekonomi yang sudah mendapat pengakuan
internasional.62

Dalam sutuasi yang demikian genting, Hamengku Buwono IX memainkan


peranan teramat penting dalam memulihkan keadaan ekonomi yang menuju
kebangkrutan. Untuk mencapai tujuan itu tentu saja dibutuhkan sejumlah dana yang
belum bisa dipastikan darimana dana tersebut bisa diperoleh. Ada beberapa masalah yang
dihadapi dalam memperoleh dana. (1) Presiden Soekarno telah menendang keluar kaum
imperialis Indonesia setahun yang lalu; (2) Bantuan yang diberikan Amerika Serikat
cenderung menurun karena tidak melihat manfaat dari hasil bantuan sebanyak 800 juta
dollar; (3) Situasi bantuan internasional ketika itu kurang menggembirakan ketika itu; (4)
Modal asing sangat langkah dan sulit diperloeh pada pertengahan tahun 1960-an dan (5)
Meminta bantuan dari kreditor utama ( Uni Soviet dan Blok Timur ) terasa mustahil.
Karena PKI baru saja dibubarkan dan hutang yang lama pun belum terbayarkan .63

Kabinet Ampera telah meletakkan rumusan-rumusan dasar bagi program yang


realistis dan pragmatis tetapi dalam hal penyelenggaraan pemerintahan Hamengku
Buwono IX harus merebut kepercayaan masyarakat dari luar negeri. Jendral Soeharto
menugaskan Hamengku Buwono IX untuk mencari kredit, mengurus kembalinya
Indonesia ke Word Bank Dan IMF serta mengupayakan penjadwalan kembali utang-
utang luar negeri Indonesia. Tugas yang berat dipikul Hamengku Buwono IX untuk
mengembalikan kepercayaan luar negeri yang menganggap Indonesia (tidak mau
mengembalikan utang-utangnya). Pada bulan Mei l966 Hamengku Buwono ke Jepang
selama seminggu dan memperoleh kredit sebesar 30 juta dollar untuk keperluan
pembelian pupuk, kertas, obat-obatan dan suku cadang mesin. Hamengku Buwono IX
kemudian mengunjungi Eropah Barat selama setengah bulan pada bulan September l966

60
Mochar Mas’oed , Ekonomi dan Struktur Politik , ( Jakarta : LP3ES , 1989 ) , hal. 56 – 57.
61
Ulf Sundhaussen , op.cit., hal. 412.
62
Yahya A. Muhaimin , Bisnis dan Politik – Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia , ( Jakarta : LP3ES , 1991)
, hal. 132.
63
Mochtar Mas’oed , op.cit. hal. 90 – 92 dan Dahana et.al , Sri Sultan , ( Jakarta : Grafitipers , 1089 ) , hal.
52 – 6I .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 27
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

dan memperoleh kredit sebesar 170 juta dollar dengan janji akan memperoleh kredit
tambahan sebesar 180 juta dollar.64 Dalam bulan yang sama diselenggarakan perundingan
yang bermaksud untuk membicarakan utang-utang Indonesia. Di dalam pertemuan yang
disebut Tokyo Meeting, Hamengku Buwono IX mengemukakan permasalahan ekonomi
yang sedang dihadapi Indonesia serta pro-program apa saja yang direncanakan untuk bisa
keluar dari kemelut itu. Hamengku Buwono IX juga menjelaskan jumlah dana yang
diharapkan bisa diperoleh dari kreditor. Penjelasan dari Hamengku Buwono IX membuat
para kreditor (Jepang, Perancis, Inggris, Italia, Jerman Barat, Belanda dan Amerika
Serikat) mulai menaruh kepercayaan dan menyatakan kesediannya untuk mengadakan
pertemuan lanjutan. Akhir bulan April l966, berkat usaha Hamengku Buwono IX waktu
yang lalu Indonesia diterima kembali menjadi anggota Wold Bank dan IMF yang terletak
di Washington. 65

Sebagai kelanjutan Tokyo Meeting diselenggarakan pertemuan di Paris yang


dikenal sebagai Paris Club, yang menghasilkan dua persetujuan. (1) Hutang-hutang
Indonesia seharusnya dibayar pada tahun 1968 ditunda hingga 4 – 5 tahun lagi; (2)
Hutang-hutang Indonesia yang seharusnya dibayar pada tahun 1969 dan 1970
dipertimbangkan untuk ditunda pembayarannya dengan prasyarat yang sama lunaknya
dengan hutang-hutang yang seharusnya dibayar pada tahun 1968.66 Berdasarkan Paris
Club itu, pada tahun yang sama, Adam Malik mengunjungi negara-negara Blok Timur di
Moskow, guna menjadwalkan kembali hutang-hutang Indonesia pada negara-negara
sosialis dan ternyata berhasil Di negeri Belanda dibentuk kelompok yang bersedia
memberi kredit bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Kelompok ini terdiri dari
Amerika Serikat, Australia, Belanda, Belgia, Denmark, Inggris, Italia, Jepang, Jerman
Barat, Canada, Perancis, Selandia Baru dan Swiis ). Kumpulan donor yang didirikan
pada akhir bulan Februari l967 ini kemudian dikenal sebagai Inter Governmental Group
on Indonesia. Bantuan yang diperoleh secara berturut-turut, mulai dari tahun 1967
menerima kredit sebesar 210 juta dollar, tahun 1968 sebesar 325 juta dollar dan tahun
1969 menjadi 500 juta dollar .67

Kendatipun telah memperoleh sejumlah kredit, tetapi jumlahnya belum memadai


untuk membangun perekonomian Indonesia. Kemudian pemerintah Indonesia
mengundang investor asing untuk membuka usaha di Indonesia. Pada tanggal 10 Januari
1967 diberlakukan Undang-Undang Penanaman Modal Adsing (Undang-Undang
Nomor. I Tahun 1967) Setelah diberlkukan Undang Undang PMA, pemerintah
membentuk suatu organisasi yang menangani modal asing, yakni Badan Pertimbangan
Penanaman Modal Asing. Pemerintah menawarkan sejumlah kemudahan-kemudahan.
Ternyata kebijaksaaan pemerintah mengundang sejumlah peminat. Dalam bulan Agustus
1966, yang mana ada 170, Universitas Stanford (AS) mensponsori Pasific Industrial
Conference. yang mana ada 170 pimpinan senior dunia usaha ke Jakarta. Pada bulan
November l966, Business Internastional yang bermarkas di New York mengadakan
64
Dahana, ibid.
65
Ibid.
66
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (ed) , hal.430 –440 dan Michael Leifer
Politik Luar Negeri Indonesia ( Jakarta : Gramedia , 1986 ) , hal. 167 – 169 .
67
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (ed) , ibid dan Adam Malik , op.cit., hal. 52 –
53.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 28
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

konperensi tentang investasi di Indonesia di Jenewa. Dalam pertemuan itu Hamengku


Buwono memimpin tim ekonomi Indonesia untuk bertemu dengan para pengusaha besar
dari Eropah maupun Amerika Serikat. Konperensi yang disponsori oleh Time Life Inc
kemudian berlanjut di Jakarta pada bulan September 1968. 68

Kemudian Dewan Penasehat Bisnis dan Industri dari Organisation of Economic


Cooperation and Development dan Kaidaren, sebuah organisasi yang mewakili 729
perusahaan besar di negara tersebut mengadakan pertemuan di Jakarta pada paruh kedua
tahun 1968. 69 Pada saat yang hampir bersamaan, tercatat kuirang lebih empat ratus
pemohon investasi modal. Kebanyakan datang dari AS, Inggris, Jepang dan Belanda
yang berkeinginan untuk mendapatkan secepat mungkin izin untuk mengadakan
pengeboran.70 Penanaman modal asing dan terutama mengalirnya bantuan luar negeri,
menyebabkan perekonomian semakin membaik. Inflasi yang mencapai 1000% pada
tahun 1966 berhasil diturunkan menjadi 100% pada tahun 1967. Pada tahun 1968 turun
menjadi 85% dan tahun 1969 turun menjadi 10%. Sesudah itu dimungkinkan untuk
mengendalikan inflasi yang sampai pada tingkat begitu rendah, tetapi inflasi yang sangat
tinggi seperti tahun 1960-an tidak pernah terjadi lagi .71

Masalah dalam negeri yang pelik dalam hal penyelenggaraan pemerintahan yang
dihadapi pada masa pemerintahan Orde Baru adalah kedudukan pemerintahan sipil serta
wibawa gubernur dalam sistim yang dikenal ketika sebagai sistim Panca Tunggal. Untuk
itu dan sekaligus untuk mengadakan program ekonomi dan pembangunan Orde Baru
diselenggarakan di daerah-daerah Koordinasi Rehabilitasi dan Stabilisasi Ekonomi
Daerah di bawah pimpinan Hamengku Buwono IX.72 Hamengku Buwono IX yang
dikenal sebagai pendiam ini menyimpan kharisma tertentu. Kepribadian semacam itu
yang merupakan modal awal dari pemerintahan Orde Baru. Hamengku Buwono IX
berhasil menyakinkan rakyat Indonesia mengenai kebijaksanaan ekonomi yang ditempuh
Orde Baru. Pada saat itu Hamengku Buwono IX mengunjungi daerah-daerah untuk
memberi penjelasan kepada rakyat apa itu program stabilisasi dan rehabilitasi. Betapa
pentingnya kebijaksanaan itu bertolak belakang sama sekali dengan keinginan Soekarno.
Modal asing masuk ke Indonesia tanpa disertai gejolak . 73

Orang Kedua

Keberhasilan Hamengku Buwono IX mengembankan tugasnya, mengantarkan


terpilih kembali dalam kabinet Pembangunan I (6 Juni 1969 – 23 Maret 1971) dan
kabinet Pembangunan II (27 Maret 1971 – 8 Maret 1973). Kabinet Pembangunan I
mencoba merealisasikan Pembangunan Lima Tahun yang pertama yang mana
menyediakann dana sebesar 1,42 trilyun rupiah. Proyek pembangunan diarahkan ke
daerah-daerah dan tidak satu pun yang di Jakarta. Sasaran pembangunan adalah
68
Marwati Djeoned Poseponegoro dan Nugroho Notosusanto (ed) , ibid dan Dahana et al , op.cit.
69
Dahana et al , ibid .
70
Adam Malik , op.cit., hal. 52 – 63.
71
MC Ricklefs , op.cit., hal. 436 – 437 .
72
Frans Seda , “ Negarawan Berwibawa Tanpa Pamrih ,” Atmasukumah (ed) , hal. 230 – 236 .
73
Dahan et . al. , op.cit.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 29
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan perumahan rakyat. Perluasaan tenaga kerja
dan kesehatan rohani. Landasan dari pembangunan lima tahun ini (1) Meningkatkan
penghasilan rakyat yang berarti perbaikan hidupnya; (2) Repelita disususn berdasarkan
keadaan dan kemampouan ketika itu dan (3) Meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi
pelaksanaan pembangunan nasional selanjutnya. Kabinet Pembangunan Kedua mencoba
merealisasikan pembangunan lima tahun kedua yang diperkirakan menelan biaya sebesar
4,858,8 milyard rupiah. Sasaran pembangunan adalah (1) Pangan dan sandang tersedia
cukup dengan mutu yang bertambah baik dan terbeli oleh rakyat; (2) Tercukupinya
bahan-bahan perumahan dan fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan bagi kepentingan
rakyat; (3) Prasarana yang semakin luas dan sempurna; (4) Kesejahteraan yang lebih
merata dan (5) tersedianya lapangan kerja yang semakin memadai .74

Sesudah itu Hamengku Buwono IX memperoleh kepercayaan dari Presiden


Soeharto untuk mendampinginya sebagai Wakil Presiden pada kabinet III. Ini pertama
kalinya Presiden Soeharto didampingi semenjak ditetapkan menjadi presiden pada tahun
1968. Pengangkatan ini menunjukkan betapa pentingnya Hamengku Buwono IX bagi
Presiden Soeharto untuk memimpin bangsa Indonesia Jabatan ini benar-benar membuat
Hamengku Buwono IX sibuk, sehingga Hamengku Buwono harus meletakkan jabatan
sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka serta menyerahkan pekerjaan sehari-
hari Komite Nasional Indonesia Pusat pada Dadang Suprajogi. Ketika itu pemerintahan
Soeharto sedang menghadapi cobaan dengan terjadinya Peristiwa Lima Belas Januari
ketika PM Kakuei Tanaka berkunjung ke Indonesia. Strategi pembangunan
pemerintahan Soeharto mulai dipertanyakan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia
berkaitan sedemikian meluasnya dominasi ekonomi Jepang .

Presiden Soeharto menginginkan agar Hamengku Buwono IX tetap mendampingi


Presiden Soeharto dalam kabinet Pembangunan IV, tetapi Hamengku Buwono IX
menolak jabatan itu. Di depan Sidang Umum, 12 Maret 1978, Hamengku Buwono IX
menjelaskan mengapa ia tak bersedia dipilih lagi menjadi Wakil Presiden.

…Keputusan ini saya ambil di antara lain dengan menggunakan pertimbangan kesehatan saya
dewasa ini . Pertimbangan lain setelah saya renungkan dalam-dalam ialah adanya rasa tanggung
jawab di mana tumbuhlah suatu keinginan di dalam jiwa saya untuk untuk memberi bakti yang
lebih besar dan lebih efektif kepada negara dan bangsa. Hal ini hanya dapat saya laksanakan
apabila saya melepaskan diri dari hambatan resmi yang melekat kedudukan Wakil Presiden.
Setelah mengambil keputusan ini saya merasa masih cukup mampu dan karena itu bersedia,
apabila dikehendaki, untuk membantu dalam kelanjutan pembangunan nasional ini. 75

Lepas dari jabatan sebagai orang kedua Republik Indonesia, Hamengku Buwono
IX masih disibukkan dengan jabatan Ketua Umum KONI serta mengurus sejumlah
perusahaannya.76 Lima tahun kemudian terdengar desas-desus bahwa Hamengku Buwono
74
Kata Pengantar Moh. Sadli dalam Harian Ekomomi Kompas , Mencari Bentuk – Pemikiran Ekonomi
Indonesia 1965 – 1981 (ed) , dan 141 – 142 dan hal. 273 – 274 .
75
Dahana et. al, hal. 62 .
76
Sri Sultan memiliki saham pada sejumlah perusahaan diantaranya – PT BASF , Bank Dagang Negara
Indonesia , PT Duta Merlin , PT Nusatoue , Pabrik Gula Madukismo , PT Swara Bhumi Bahana dan PT
Hasta Mitra Baruna . Periksa , Richard Robinson , The Rise of Capital , ( North Sidney : Allen & Ubwib
Pty Ltd , 1985 , hal. 339 – 392 dam “ Warisan Bisnis Sri Sultan ,” Swa-sembada –8/IV – November 1988 .

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 30
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

IX akan lebih aktif lagi menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Ternyata itu
hanya kabar burung saja.77

Kesehatan mata Hamengku Buwono IX semakin menurun beberapa tahun


terakhir ini sehingga diperlukan pengecekan di Amerika Serikat. Di sana Hamengku
Buwono IX didampingi didampingi Norma Musa, yang menjadi pendamping paling
dekat selama beberapa tahun terakhir ini. Ketika Hamengku Buwono IX berkali-kali
muntah-muntah di kamar suite No. 316-317 Hotel Embassy Row, Massachusetts Avenue,
langsung saja dilarikan ke Rumah Sakit George Washington. Di sana Hamengku Buwono
IX yang mempunyai sejumlah jasa dan gelar kehormatan menghembuskan nafas terakhir
pada hari Minggu tanggal 2 Oktrober l988 (waktu Indonesia–3 Oktober 1988). Manusia
merencanakan, tetapi Tuhan yang menentukan. Sang Pencipta telah memanggil
Hamengku Buwono IX keharibaanNya. Sri Sultan Hamengku Buwono IX pergi
meninggalkan istri, K.R.Ay. Pintokopurnomo (istri pertama), K.R.Ay. Hastungkoro (istri
ketiga) dan K.R.Ay. Mindyokirono alias Norma Musa (istri kelima). K.R.Ay.
Widiningrum (istri kedua) serta K.R.Ay. Ciptomurti (istri keempat) telah mendahului Sri
Sultan Hamenglku Buwono IX. Dari keempat istrinya Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dikaruniai 15 putera dan 7 puteri dan telah menurunkan 29 cucu. Tiga dari putra-putri Sri
Sultan Hamengku Buwono IX telah mendahuluinya. Dari istrinya yang terakhir, Sri
Sultan Hamengku Buwono IX belum dikaruniai keturunan. 78

Pada tanggal 7 Oktober 1988, Jenazah Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang
sempat disemayamkan di Kedutaan Besar RI di Amerika Serikat dan pada Kantor
Perwakilan Pemerintah Daerah Khusus Yogyakarta di Jakarta, telah berada di kota
Yogyakarta, di mana Sri Sultan Hamengku Buwono dilahirkan, dibesarkan, dinobatkan
dan membuat sejarah dengan mengabdi pada Republik Indonesia . Di kota revolusi itu,
berkibar bendera setengah tiang sebagai cerminan rasa duka yang mendalam,
sebagaimana berlaku pada seluruh pelosok tanah air. Jenazah Sri Sultan disemayamkan di
Bangsal Kencono Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Di hari Sabtu Wage, 8
Oktober 1988, jenazah Sri Sultan Hamengku Buwono IX diberangkatkan ke Imogiri,
tempat peristirahatan terakhir Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dengan menggunakan
kereta jenazah yang dinamai Kyahi Rata Pralaya, yang ditarik kuda. Sepanjang jalan 17
Km menuju Imogiri, tempat peristirahatan terakhir raja-raja Mataram, dipenuhi lautan
rakyat Yogyakarta yang memberi penghormatan terakhir kepada rajanya dan salah satu
putra terbaik Indonesia. 79

77
Selama Sri Sultan berada di Jakarta , Paku Alam VIII yang menjalankan pemerintahan sehari-hari.
Lihat . Memoar Paku Alam VIII.
78
Dahana et. al . hal. 155 – 178 .
79
Ibid., hal. 80 – 114. Jasa dan Gelar Kehormatan yang dimiliki Sri Sultan, Bintang Mahaputra Klas I,
Bintang Gerilya, Bintang Bhayangkara Klas II, Bintang Sewindu, Satya Lencana Kemerdekaan I dan II,
Satya Lenca Kestian, Bintang Gadjah Putih Muangthai, Grosse Verdiner kreuz mit Stern und Schulterband
dari Jerman Barat, Jendral Kehormatan TNI, Bintang RI klas II, Orde van de Nederlandse Leuuw dari
Negeri Belanda dan Kajima Peace Award (Penghargaan untuk usaha perdamaian internasional) dari Kajima
of International Peace.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 31
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 32
Email: mr.kasenda@gmail.com

You might also like